Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

COMPUTER VISION SYNDROME

OLEH:

- Mohammad Raffy Yusmar 202120401011074


- Tio Fernanda Surya Pratama 202120401011083
- Lillya Yasmine Nur Baiti 202120401011099
- Fatihatul Ilma Min Aqshal Madinah 202120401011115
- Faigah Diva Hartono 202120401011151

Kelompok L37

RSUD Bhayangkara Kediri

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya, penulisan referat stase mata ini dapat diselesaikan dengan baik.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW,
keluarga, para sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Referat yang akan disampaikan dalam penulisan ini mengenai “Computer


Vision Syndrome”. Penulisan referat ini diajukan untuk memenuhi tugas
kelompok stase mata. Dengan terselesaikannya laporan kasus ini kami ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.dr. Alfa Sylvestris, Sp. M selaku
pembimbing kami, yang telah membimbing dan menuntun kami dalam pembuatan
Referat stase mata ini.

Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun.
Akhirnya, semoga referat ini dapat bermanfaat.

Kediri, 29 Januari 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam era global sekarang, alat alat elektronik sudah menjadi bagian
penting dari hidup manusia. Bahkan alat alat elektronik ini sudah menjadi satu
kesatuan hidup manusia terutama smathphone dan laptop. Penggunaan
smarthphone atau komputer lebih dari 3 jam lebih dalam 1 hari bisa menyebabkan
computer vision syndrome, yang diartikan sebagai masalah mata dan pengelihatan
yang terjadi saat menggunakan komputer (Zenbaba et al , 2021).
Pelajar dari segala usia secara perlahan mengubah cara mereka belajar,
dari yang biasanya secara konvensional seperti datang ke pusat pembelajaran
menjadi computer based learning, selain itu pada era sekarang ini kebanyakan
pusat pembelajaran memberikan tugas secara online yang harus dikerjakan oleh
pelajar (Gammoh, 2021)
Tentunya kejadian computer vision syndrome diperparah oleh pandemi
SARS-CoV yang menyebabkan terjadinya lockdown diberbagai tempat di belahan
dunia. Lockdown dan social distancing membuat orang orang sangat tergantung
penuh dengan layanan digital untuk informasi dan hiburan. Akibat pandemi ini
tentunya akan memperparah potensi terjadinya computer vision syndrome ini
(Wang & Deng, 2021).
Manfaat mengetahui penyakit ini tentunya akan berdampak pada kualitas
hidup serta dapat mencegah atau memperburuk kondisi akibat penyakit computer
vision syndrome.

Tujuan
Tujuan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang penyakit
computer vision syndrome

Manfaat
Harapannya mampu menambah pengetahuan dan pemahaman penulis
maupun pembaca mengenai penyakit computer vision syndrome ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelainan Okular
2.1.1. Dry Eye
2.1.1.1. Definisi

Mata kering adalah gangguan multifaktorial pada air mata dan


permukaan mata yang ditandai dengan penglihatan yang tidak nyaman,
penglihatan kabur, dan ketidakstabilan lapisan air mata dengan potensi
kerusakan pada permukaan matar (jaiswal et al 2019)

2.1.1.2. Etiologi

Mata kering bisa muncul diakibatkan karena usia dan jenis


kelamin. Sekresi lakrimal mulai menurun pada usia lebih dari 30 tahun.
Wanita di atas usia tersebut rata-rata mengalami sindroma mata kering
karena terjadinya defisiensi hormon. Juga bisa karena pekerjaan dan
aktivitas. Mata kering memiliki dampak yang besar pada pekerjaan yang
setiap hari berada di depan komputer. Itu karena mata Menatap layar
monitor dengan mata lebar, buat intensitas dan frekuensi Kurangi kedipan,
yang akan menyebabkan penguapan air mata berlebihan. Air mata juga
lebih banyak menguap ketika mata menatap lurus ke depan dibandingkan
dengan melihat ke bawah, karena permukaan mata akan Lebih lebar saat
melihat ke depan. Penggunaan komputer dalam waktu lama cenderung
menyebabkan keluhan jangka panjang dimata (jaiswal et al 2019)

2.1.1.3. Patogenesis

Mekanisme inti mata kering adalah hipertonisitas air mata dan


Lapisan air mata tidak stabil. hipertonisitas duktus lakrimalis
menyebabkan kerusakan pada sel epitel permukaan dengan mengaktifkan
kaskade inflamasi di permukaan mata dan melepaskan mediator inflamasi
ke dalam air mata. Kerusakan epitel Terlibat dalam apoptosis, hilangnya
sel goblet, dan kematian sel yang diinduksi musin. menyebabkan
ketidakstabilan membran. Ketidakstabilan ini memburuk Hiperosmolaritas
permukaan okular, yang juga dapat disebabkan oleh berbagai penyebab
Penyebab, termasuk obat xerotik, mata kering, alergi mata, penggunaan
Gunakan antiseptik topikal dan kenakan lensa kontak. Kerusakan epitel
Mata kering dapat mengiritasi ujung saraf di kornea, menyebabkan
ketidaknyamanan dan peningkatan kedipan (Soebagjo, 2019)

2.1.1.4. Diagnosis

● Anamnesis

Anamnesis lengkap yang meliputi onset, keluhan, faktor risiko


(pekerjaan, lingkungan), riwayat penyakit sistemik (Grave’s
disease, Sjogren syndrome, diabetes mellitus, penyakit vaskular
kolagen), dan riwayat pengobatan harus ditanyakan. Pendekatan
gejala mata kering dapat dinilai dengan menggunakan kuesioner
Ocular Surface Disease Index (OSDI). Alat ukur ini telah diuji
validitas dan reliabilitasnya untuk skrining DED (Casey et al,
2021).

● Pemerksaan Penunjang
a. Schrimer’s Test: merupakan tes yang digunakan untuk
melihat kuantitas dari sekresi air mata akuous basal dan
refleks. Prinsip dari tes Schirmer yaitu meletakkan
sepotong kertas Schirmer pada forniks inferior sehingga
akan menyebabkan ketidaknyamanan pada mata yang lalu
akan menstimulasi refleks produksi air mata. Kertas
Schirmer memiliki lebar 5 mm dan panjang 30 mm. Kertas
Schirmer diletakkan pada pertemuan dari tengah dan lateral
per tiga dari kelopak mata inferior dengan panjang 5 mm di
kantung konjungtiva inferior dan 25 mm sisanya diletakkan
di luar kelopak mata inferior. Tes Schirmer dapat dilakukan
dengan mata tertutup maupun terbuka, namun banyak yang
merekomendasikan dilakukan dengan mata tertutup agar
tidak sering berkedip. Lima menit kemudian air mata akan
membasahi kertas tersebut. Panjang dari air mata
membasahi kertas tersebut akan diukur. Ukuran normalnya
adalah lebih dari 10 mm (Caset et al, 2021).
b. Tear Break-Up Time (TBUT) adalah interval waktu antara
kedipan terakhir dan pecahnya lapisan air mata prekorneal.
TBUT dapat digunakan untuk menilai kualitas air mata dan
adanya disfungsi kelenjar meibom atau mata kering dengan
cara meneteskan Fluoresin 2% pada strip fluoresin,
dilembabkan dengan salin, lalu diletakkan pada forniks
inferior kelopak mata pasien. Kemudian pasien diminta
untuk mengedit beberapa kali. Lapisan air mata kemudian
diperiksa dengan menggunakan slit-lamp dengan lampu
filter cobalt blue. Setelah beberapa saat, akan terbentuk dry
spots yang mengindikasikan pecahnya lapisan air mata.
Rata-rata hasil TBUT normal adalah 30 detik namun hasil
tersebut bervariasi pada setiap orang. Hasil TBUT kurang
dari 10 detik dianggap tidak normal (Caset et al, 2021).
c. Kuesioner Ocular Surface Disease Index (OSDI) OSDI
merupakan kuesioner yang paling sering digunakan untuk
diagnosis penyakit mata kering jika nilainya di atas 30.
Kuesioner lain yang bisa digunakan antara lain Impact of
Dry Eye on Everyday Life (IDEEL), McMonnies, dan
Women's Health Study Questionnaire (Baudouin, 2014).
Kuesioner OSDI terdiri dari 12 pertanyaan yang terbagi
dalam 3 kategori pertanyaan A, B dan C. MasingMasing
pertanyaan memiliki bobot nilai mulai dari 4, 3, 2, 1 dan 0.
Interpretasi kuesioner OSDI memiliki skala 0 sampai 100,
semakin tinggi penilaian maka semakin tinggi risiko
terjadinya kecacatan (Casey et al, 2021) .

Interpretasi hasil :

▪ <5 : normal

▪ 6 – 20 : mild

▪ 21 – 40 : moderate

▪ >40 : severe

2.1.1.5. Tatalaksana

● Terapkan aturan 20 20 20: Setiap 20 menit pandangan ke layar,


istirahatkan mata dengan melihat jauh 6 meter atau 20 kaki selama
20 detik
● Minum cukup air agar selalu terhidrasi
● Konsumsi makanan yang baik untuk mata yang banyak
mengandung vitamin A
● Sesuaikan cahaya layar komputer
● Hindari duduk membelakangi jendela
● Atur lampu ruangan (jaiswal et al 2019)
2.1.2. Eye Strain
2.1.2.1. Definisi
Ketegangan mata digital (DES), juga dikenal sebagai sindrom
penglihatan komputer, mencakup berbagai gejala mata dan visual, dan
perkiraan menunjukkan prevalensinya mungkin 50% atau lebih di antara
pengguna komputer. Gejala terbagi dalam dua kategori utama: yang terkait
dengan stres penglihatan akomodatif atau binokular, dan gejala eksternal
yang terkait dengan mata kering. Meskipun gejala biasanya sementara,
mereka mungkin sering dan terus-menerus, dan memiliki dampak ekonomi
ketika pengguna komputer kejuruan terpengaruh. DES dapat diidentifikasi
dan diukur menggunakan salah satu dari beberapa kuesioner yang tersedia,
atau evaluasi objektif dari parameter seperti frekuensi kedip-fusi kritis
(Sheppard, 2018).

2.1.2.2. Etiologi
Penggunaan Perangkat digital dapat menyebabkan Digital Eye
Strain, karena mata fokus bergerak dari satu titik ke titik lain dan
melakukan fokus dalam waktu yang lama. Silau dari cahaya juga dapat
menambah beban pada mata sehingga mata menjadi tegang, menyetir,
membaca, penggunaan komputer dan ponsel, periode pekerjaan detail
yang lama juga menyebabkan ketegangan pada mata(Sheppard, 2018).

2.1.2.3. Patogenesis.
Huruf-huruf pada layar media digital tidak setajam media cetak,
memeksa mata untuk lebih fokus ketika membaca, hal ini membuat kerja
otot mata semakin keras, ketika kita menatap layar menyebabkan frekuensi
berkedip semakin kurang, selain itu sinar tajam layar pada media digital
menambah beban kerja pada mata sehingga mata fokus bergerak dari satu
titik ke titik lain dan melakukan fokus dalam waktu yang lama sehingga
mengakibatkan ketegangan pada mata (Sheppard, 2018).

2.1.2.4. Diagnosis
● Anamnesis Pada anamnesis didapatkan Gejala umum ketegangan
mata meliputi: Mata berair, Mata kering, Penglihatan kabur,
Kepekaan terhadap cahaya, Sakit kepala, Sakit leher dan bahu,
Sulit berkonsentrasi, Mata terbakar, Mata gatal, Sulit untuk
menjaga mata tetap terbuka (Jaiswal et al, 2019)
● Pemeriksaan Fisik: Dilakukan pemeriksaan visus naturalis untuk
mencari ketidakseimbangan otot, kesalahan refraksi yang tidak
dikoreksi (rabun jauh atau rabun dekat) dan masalah lain dengan
mata itu sendiri (Jaiswal et al, 2019)

2.1.2.5. Tatalaksana
● Terapkan aturan 20 20 20: Setiap 20 menit pandangan ke layar,
istirahatkan mata dengan melihat jauh 6 meter atau 20 kaki selama
20 detik
● Minum cukup air agar selalu terhidrasi
● Konsumsi makanan yang baik untuk mata yang banyak
mengandung vitamin A
● Sesuaikan cahaya layar komputer
● Hindari duduk membelakangi jendela
● Atur lampu ruangan (jaiswal et al 2019)

2.1.3. Asthenopia

2.1.3.1, Dafinisi
Asthenopia adalah istilah diagnostik resmi yang lebih dikenal
(ICD-9, 368.13) Ini disebut "ketegangan mata". Ketegangan mata sering
terjadi, misalnya, Pengguna komputer sering mengeluhkan gejala ini.
Asthenopia ditandai dengan kelelahan mata disertai nyeri mata, Mata
merah, sakit kepala, penglihatan kabur, dan diplopia intermiten. Gejala-
gejala ini cenderung muncul selama aktivitas visual seperti membaca Atau
bekerja di depan komputer. Kelelahan mata dapat terjadi karena kelainan
refraksi, gangguan akomodasi atau penglihatan, termasuk rabun jauh
(nearsightedness), Presbiopia, Miopia, dan Astigmatisme (Horatiu et al,
2019).

2.1.3.2. Etiologi

Dirasakan sebagai kelelahan, ketegangan dan nyeri sepajang


bagian dalam mata. Tipe eksternal dirasakan sebagai keadaan mata yang
kering dan iritasi dari permukaan bola mata bagian depan. Etiologi
astenopia dibagi menjadi astenopia refraktif (miopia, hipermetropia,
astigmatisma dan anisometropia) dan astenopia muskular (heterotropia
atau heterophoria, konvergen insufisiensi dan akomodasi insufisiensi),
yang semuanya tersebut diakibatkan oleh dampak dari paparan mata
terhadap layar komputer dengan jangka waktu yang lama (Horatiu et al,
2019).

2.1.3.3. Patogenesis

Seorang pengguna komputer terus-menerus berusaha


memfokuskan matanya untuk menjaga ketajaman gambar yang dilihatnya
pada layar monitor. Proses tersebut mengakibatkan timbulnya stress yang
berulang-ulang pada otot mata. Hal tersebut semakin diperberat dengan
berkurangnya frekuensi berkedip sehingga mata menjadi kering dan terasa
perih. Akibatnya kemampuan mata untuk memfokuskan diri menjadi
berkurang dan penglihatan akan menjadi kabur. .Kekeringan mata terjadi
dapat disebabkan oleh pajanan udara pada ujung- ujung saraf lapisan
mikrovili epitel dimana lapisan musin mengalami kebocoran. Dapat juga
lapisan musin intak tetapi lapisan air memenuhi lapisan musin. Iritasi, rasa
nyeri dan terbakar dapat terjadi akibat rusaknya Precorneal tear film, bisa
karena pajanan kimia, termasuk meningkatnya osmolaritas akibat
penguapan. Bekerja dalam jarak dekat juga menimbulkan keletihan dan
pegal (Horatiu et al, 2019).

2.1.3.4. Diagnosis

Penegakan Diagnosa Kerja Asthenopia Asthenopia adalah keluhan


subjektif penglihatan akibat kelelahan organ-organ penglihatan yang
disertai nyeri pada mata, nyeri kepala, penglihatan kabur. Keluhan -
keluhan tersebut dapat diukur dengan menggunakan kuisioner dari
McMonnies. (Horatiu et al, 2019).

Kuesioner McMonnies Pada kuisioner McMonnies terdapat 14


pertanyaan dengan nilai jawaban berkisar 0-6. Skala penilaian dari hasil
kuesioner McMonnies (Horatiu et al, 2019). adalah sebagai berikut:

1. Normal jika < 10,

2. Marginal Dry Eye jika bernilai 10-20

3. Pathological Dry Eye jika >20.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan mata meliputi

i. Pemeriksaan tajam penglihatan,

ii. Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit lamp portabel

iii. Pemeriksaan lapisan air mata dengan tes Schirmer dan tes BUT (Break
Up Time).

Schirmer Test Tes Schirmer adalah suatu pemeriksaan untuk menilai


kuantitas LAM (penilaian fungsi sekresi kelenjar lakrimal utama). Test ini
dilakukan menggunakan kertas Whatmann nomor 41 selama 5 menit dan
menilai hasilnya dengan melihat jumlah pembasahan diukur dalam mm.
(Horatiu et al, 2019). Hasil penilaian:

1. Normal bila pembasahan sepanjang >10 mm;

2. Suspek dry eye bila pembasahan 6-10 mm; dan

3. Dry eye bila pembasahan <6 mm.

2.1.3.5. Tatalaksana

1. Pengaturan jarak monitor dengan pekerja

2. Pengaturan pencahayaan (brightness) monitor dan penggunaan screen


protector. Penggunaan kacamata dengan Antireflective coating atau
ultraviolet coating dan screen protector dengan warna amber bisa
mengurangi kelelahan mata karena efek glaring dari monitor.

3. Pengaturan penerangan di work station (lampu yang digunakan di


workstation tersebut) (Horatiu et al, 2019)

2.2. Kelainan Refraksi


2.2.1. Miopia
2.2.1.1. Definisi
Miopia adalah kondisi yang dapat terjadi pada masa kanak-kanak
dan dewasa. Miopia adalah pemanjangan mata yang berlebihan
mengakibatkan bayangan benda-benda jauh menjadi fokus di depan retina,
mengakibatkan penglihatan jarak jauh kabur (Baird, 2020).
2.2.1.2. Etiologi
Etiologi dari miopia bersifat multifactorial dan masih perlu
dilakukan penelitian lebih mendalam. Hal ini dibuktikan dari berbagai
penelitian dan menghasilkan berbagai faktor. Faktor variasi genetik,
kebiasaan (aktivitas jarak dekat yang berlebihan) dan tingkat pendidikan
yang lebih tinggi memainkan peran penting dalam etiologi penyakit ini
(Coviltir, 2019). Anak-anak yang kedua orang tuanya menderita miopia
memiliki risiko tertinggi terkena miopia dibandingkan dengan mereka
yang memiliki satu orang tua dengan miopia. Anak-anak dengan orang tua
yang tidak menderita miopia memiliki risiko lebih rendah untuk
mengembangkan miopia. Miopia diturunkan dari generasi ke generasi. Hal
ini menunjukkan bahwa faktor genetik juga berperan dalam terjadinya
miopia (Cai, 2019).
2.2.1.3. Patogenesis
Dilaporkan bahwa selama pekerjaan jarak dekat yang
berkepanjangan di depan komputer atau gadget lainnya, upaya mata untuk
melakukan akomodasi lebih besar. Beberapa penelitian menemukan bahwa
dapat terjadi rabun jauh (miopia) dan telah dicatat secara objektif oleh
berbagai penelitian tentang miopia transien yang diinduksi pekerjaan jarak
dekat, yang menghasilkan kelelahan mata. Sindrom penglihatan komputer,
kadang-kadang disebut ketegangan mata digital, adalah nyata, seperti
peningkatan epidemi miopia di seluruh dunia.
Computer Vision Syndrome dengan miopia tampaknya terkait
dengan peningkatan tuntutan penglihatan dekat, termasuk penggunaan
perangkat digital yang signifikan, yang diperlukan di era modern.
Mengingat hubungan antara aktivitas jarak dekat dengan miopia, banyak
dilakukan penelitian yang membandingkan berbagai karakteristik
akomodasi antara kelompok yang mengalami kelainan refraksi
dikarenakan keakuratan respon akomodasi. Mekanisme aktivitas jarak
dekat terhadap miopia berupa terjadinya keterlambatan akomodasi yang
menginduksi terjadinya defokus retinal hiperopik sehingga dapat
merangsang pemanjangan aksial (Chakraborty, 2020). Aktivitas jarak
dekat diteliti memiliki kaitan dengan kejadian miopia yang dimana, jarak
memainkan peran dalam pengaruh kerja dekat pada miopia. Hal ini diduga
ketika melihat dalam jarak dekat maka terjadi penglihatan defokus perifer
yang lebih besar (Guan, 2019). Sehingga, waktu yang lebih lama
dihabiskan di dalam ruangan untuk belajar memiliki mekanisme yang
berkaitan dengan miopia berupa potensi perpanjangan panjang aksial mata
yang lebih besar (Atowa, 2020).
Mengingat hubungan antara aktivitas jarak dekat dengan miopia,
banyak dilakukan penelitian yang membandingkan berbagai karakteristik
akomodasi antara kelompok yang mengalami kelainan refraksi
dikarenakan keakuratan respon akomodasi. Mekanisme aktivitas jarak
dekat terhadap miopia berupa terjadinya keterlambatan akomodasi yang
menginduksi terjadinya defokus retinal hiperopik sehingga dapat
merangsang pemanjangan aksial (Chakraborty, 2020). Aktivitas jarak
dekat diteliti memiliki kaitan dengan kejadian miopia yang dimana, jarak
memainkan peran dalam pengaruh kerja dekat pada miopia. Hal ini diduga
ketika melihat dalam jarak dekat maka terjadi penglihatan defokus perifer
yang lebih besar (Guan, 2019). Sehingga, waktu yang lebih lama
dihabiskan di dalam ruangan untuk belajar memiliki mekanisme yang
berkaitan dengan miopia berupa potensi perpanjangan panjang aksial mata
yang lebih besar (Atowa, 2020).

2.2.1.4. Diagnosis
● Anamnesis
Didapatkan anamnesis pada pasien dengan keluhan pandangan
kabur saat melihat jauh, nyeri kepala, cenderung memicingkan
mata, dan umumnya terjadi pada orang yang suka membaca dan
melakukan aktivitas jarak dekat dalam waktu yang lama.
● Pemeriksaan fisik
❖ Subjektif
Alat yang dibutuhkan untuk melakukan tes ketajaman
penglihatan adalah snellen chart atau E chart (untuk pasien yang
buta huruf), okluder sebagai penutup atau bisa menggunakan kartu
maupun tisu, pinhole, dan kertas hasil pemeriksaan pasien
(Marsden, 2019). Langkah untuk melakukan tes ketajaman
penglihatan sebagai berikut:
● Pastikan pencahayaan dalam ruang pemeriksaan baik
● Jelaskan mengenai tes tersebut kepada pasien secara
runtut dan lengkap
● Beri tahu pasien bahwa ini bukan tes yang harus
mereka jawab dengan benar, sehingga pasien tidak
menebak dan asal menjawab jika mereka tidak bisa
melihat.
● Posisikan pasien, duduk atau berdiri, berjarak 6 meter
dengan snellen chart, E chart, atau C chart
● Uji mata satu per satu, biasanya dimulai dengan mata
kanan, tanpa kacamata. Minta pasien untuk menutup
mata sebelah kirinya atau bisa kita pasangkan okluder.
Uji mata bergantian dimulai dengan mata kanan,
tanpa kacamata. Tutup mata kiri pasien dengan
okluder, kartu atau tisu.
● Minta pasien untuk membaca dari atas kiri snellen
chart ke kanan.
● Catat ketajaman visual untuk mata yang diperiksa.
Ketajaman visual dinyatakan sebagai pecahan,
misalnya 6/6. Angka teratas adalah jarak pasien dari
chart dalam meter. Angka terbawah adalah garis
terkecil pada grafik yang bisa dibaca orang dengan
akurat.
● Letakkan pinhole di mata yang akan diuji terlebih
dahulu, misalnya kanan. Minta pasien untuk membaca
huruf menggunakan mata yang telah diberi pinhole
tersebut. Jika pasien dapat membaca lebih banyak
huruf atau dapat melihat lebih jelas bila menggunakan
pinhole maka kemungkinan besar ia mengalami
kelainan refraksi, seperti miopia (Marsden, 2019).

Jika pasien tidak dapat membaca huruf terbesar (teratas)


pada 6 meter, maka:

● Angkat jari pemeriksa dan meminta pasien menebak


berapa jari yang ditunjukkan oleh pemeriksa.
Pemeriksa maju tiap 1 meter jika masih belum
terlihat dan berhenti pada titik dimana pasien dapat
melihat jumlah jari dengan benar. Catat penglihatan
semisal pasien dapat menebak dengan benar pada
jarak 1 meter maka hasilnya adalah 1/60.
● Jika pasien tidak dapat menghitung jari pada 1
meter, lambaikan tangan pemeriksa ke berbagai
arah (kanan, kiri, atas, dan bawah) dan catat hasil
penglihatan pasien. Jika pasien dapat menebak arah
lambaian tangan pemeriksa pada jarak 1 meter maka
hasilnya adalah 1/300.
● Jika pasien tidak masih belum bisa melihat gerakan
tangan, soroti mata pasien dengan cahaya dan
tanyakan apakah mereka dapat melihat cahayanya.
jika berhasil melihat cahaya pada jarak 1 meter
maka hasilnya 1/tidak terhingga.
● Catat hasil penglihatan untuk mata kanan. Ulangi
dengan langkah yang sama untuk menguji mata kiri
(Marsden, 2019). Semua pasien (dewasa dan anak-
anak) yang mengalami kelainan refraksi, harus
dilakukan tes lebih lanjut untuk menentukan koreksi
refraksi yang tepat sesuai kondisi pasien, salah satu
contoh adalah menggunakan kacamata dengan
kekuatan lensa yang sesuai (Marsden, 2019).
❖ Objektif
➢ Retinoskopi

Pemeriksa mangamati refleksi fundus yang


bergerak berlawanan dengan arah gerakan
retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi
dengan lensa sferis negatif sampai tercapai
netralisasi.

➢ Autorefraktometer

2.2.1.5. Penatalaksanaan
a. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan
kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi
dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga
bila diberi S -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0
agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah
dikoreksi.
b. Lensa kontak pertama merupakan lensa sklera kaca berisi cairan.
Lensa ini sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan
edema kornea dan rasa tidak enak pada mata. Lensa kornea keras,
yang terbuat dari polimetilmetakrilat, merupakan lensa kontak
pertama yang benar-benar berhasil dan diterima secara luas sebagai
pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya antara lain adalah
lensa kaku yang permeabel-udara, yang terbuat dari asetat butirat
selulosa, silikon, atau berbagai polimer plastic dan silikon; dan
lensa kontak lunak, yang terbuat dari beragam plastik hidrogel;
semuanya memberikan kenyamanan yang lebih baik, tetapi risiko
terjadinya komplikasi serius lebih besar.
c. Bedah refraksi
● Kornea : merubah kurvatura permukaan anterior kornea
(excimer laser, Operasi Lasik)
● Lensa : ekstraksi lensa jernih, diikuti dengan implantasi
lensa intraokuler (Vaughan, 2018).

2.2.2. Astigmatisme
2.2.2.1. Definisi
Pada astigmatisme, mata menghasilkan suatu bayangan dengan
titik atau garis fokus multipel. Pada astigmatisne regular, terdapat dua
meridian utama, dengan orientasi dan kekuatan konstan di sepanjang
lubang pupil sehingga terbentuk dua garis fokus. Selanjutnya,
astigmatisme didefinisikan berdasarkan posisi garis-garis fokus ini
terhadap retina (Ilyas, 2013).

2.2.2.2. Etiologi
Penyebab umum astigmatisme adalah kelainan bentuk kornea.
Lensa kristalina juga dapat berperan. Dalam terminologi lensa kontak,
astigmatisme lentikular disebut astigmatisme residual karena tidak dapat
dikoreksi dengan lensa kontak sferis yang keras, yang dapat mengoreksi
astigmatisme kornea. Pasien yang kondisinya astigmatisme tinggi, dapat
mengalami gejala asthenopia seperti mata terasa lelah dan tegang (Ilyas,
2013).
2.2.2.3. Patogenesis
Dengan begitu banyak dari kita yang menghabiskan waktu di
depan perangkat digital setiap hari, tidak mengherankan jika
penelitian menunjukkan peningkatan masalah visual yang ditemukan.
Seseorang yang mengalami hiperopia, miopia, astigmatisme,
presbiopia semuanya dapat membuat aktivitas saat di depan komputer
menjadi kurang nyaman dan efisien. Bergantung pada kondisi mata
dan bahkan mungkin membutuhkan kerja ekstra atau dipaksa bekerja
lebih keras untuk mempertahankan gambar yang jelas saat melihat
layar. Bahkan orang dengan penglihatan yang sempurna dapat
mengalami gejala seperti penglihatan kabur, kelelahan mata dan sakit
kepala dengan penggunaan komputer yang lama.

Adanya astigmatisme oblik yang tidak dikoreksi akan menurunkan


tajam penglihatan secara signifikan. Peningkatan target blur akan
membuat tugas mata dalam menjalankan fungsi penglihatan lebih
sulit, sehingga menyebabkan peningkatan gejala seperti kelelahan
mata dan sakit kepala. Oleh karena itu, koreksi kelainan refraksi
astigmatik mungkin penting dalam meminimalkan gejala yang
berhubungan dengan Computer Vision Syndrome.
Kondisi astigmatisme apabila meridian-meridian utamanya saling
tegak lurus dan sumbu-sumbunya terletak didalam 20 derajat
horizontal dan vertikal, astigmatismenya dibagi lagi menjadi
astigmatism with the rule, dengan daya bias yang lebih besar terletak
di meridian vertikal; dan astigmatism against the rule, dengan daya
bias yang lebih besar terletak di meridian horizontal. Astigmatism
with the rule lebih sering ditemukan pada pasien berusia muda dan
astigmatism against the rule lebih sering pada orangtua. Astigmatisme
oblik adalah astigmatisme regular yang meridian-meridian utamanya
tidak terletak dalam 20 derajat horizontal dan vertikal. Pada
astigmatisme iregular, daya atau orientasi meridian-meridian
utamanya berubah di sepanjang lubang pupil (Ilyas, 2013).

2.2.2.4. Diagnosis
➢ Anamnesis
apakah terdapat gejala penglihatan kabur pada jarak dekat maupun
jauh dan gejala astenopia.
➢ Pemeriksaan fisik
Dilakukan pemeriksaan seperti pada miopia dan hipermetropia
yaitu visus naturalis dan dilanjutkan koreksi menggunakan trial
lens set dengan menggunakan lensa silinder positif atau negatif
dengan lalu disesuaikan axisnya 0-180 derajat, dapat juga
dikombinasi dengan lensa spheris.
● Jackson Cross Cylinder Test
○ Paling sering digunakan untuk mengoreksi astigmatisme
○ Alat yang terdiri dari 2 lensa silindris dengan kekuatan +/-
0.25 dan +/- 0.50
● Astigmatic fan test / clock dial / sunburst chart
Tes menggunakan chart dengan garis yang tersusun radial untuk
menentukan axis dari astigmatisme
● Ketajaman mata dipertahankan menggunakan spheris
● Lakukan fogging atau pengaburan pada mata kurang lebih
20/50 dengan menabahkan spheris positif
● Pasien diminta memperhatikan garis pada astigmat dial
yang paling tajam dan hitam
● Tambahkan silinder minus dengan axis tegak lurus dengan
garis yang paling hitam dan tajam hingga garis terlihat
sama (Ilyas, 2013).

2.2.2.5. Penatalaksanaan
Kelainan astigmatisme dapat dikoreksi dengan lensa silindris,
sering kali dikombinasi dengan lensa sferis. Karena otak mampu
beradaptasi terhadap distorsi penglihatan yang disebabkan oleh kelainan
astigmatisme yang tidak terkoreksi, kacamata baru yang memperbaiki
kelainan dapat menyebabkan disorientasi temporer, terutama akibat
bayangan yang tampak miring.
Lensa kontak keras secara spesifik diindikasikan untuk koreksi
astigmatisme iregular, seperti pada keratokonus. Lensa kontak lunak
biasanya digunakan untuk terapi kelainan permukaan kornea, tetapi untuk
mengontrol gejala dan bukan untuk alasan refraktif. Semua bentuk lensa
kontak digunakan untuk melakukan koreksi refraktif
Tindakan bedah dapat dilakukan seperti keratotomy astigmatisme
dan LASIK. Bahkan pada kasus astigmtisme irregular yang berat bisa
dilakukan transplantasi kornea (penetrating keratoplasty) (Vaughan, 2018).

2.2.4. Presbiopia
Gejala visual CVS terdiri dari penglihatan kabur, penglihatan ganda,
kesulitan fokus, dan sakit kepala. Performa visual dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti media tampilan, target tampilan latar belakang, dan
panjang gelombang cahaya. Gejala penglihatan kabur dapat diakibatkan oleh
kesalahan refraksi, lensa yang tidak tepat, presbiopia, atau faktor lingkungan
seperti posisi pandangan yang buruk, jumlah silau yang berlebihan, kualitas
resolusi layar yang buruk. Kemungkinan penyebab lain dari penglihatan
kabur adalah ketidakmampuan akomodatif. Kelainan, kelelahan otot atau
masalah vergensi juga merupakan penyebab penting lain dari penglihatan
kabur.
Pengguna komputer presbiopia menghadapi situasi visual dan ergonomis
yang rumit karena akomodatif mereka yang terbatas. Pengguna komputer
dengan gejala presbiopia membutuhkan koreksi refraksi untuk memperoleh
penglihatan yang lebih jelas pada jarak kerja dekat dan menengah. Desain
yang tidak tepat untuk pengguna komputer dengan presbiopia sering
dikaitkan dengan kelelahan mata dan gejala pada muskuloskeletal.

2.2.4.1. Definisi
Presbiopia adalah hilangnya akomodasi lensa terkait usia yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk fokus pada jarak dekat. Ini adalah
perubahan fisiologis paling umum yang terjadi pada mata orang dewasa
dan diperkirakan menyebabkan gangguan penglihatan dekat universal
dengan bertambahnya usia.

2.2.4.2. Etiologi
Beberapa orang sudah mulai mengalami kesulitan membaca atau
melihat sesuatu dari dekat di awal usia 40 tahun-an. Orang yang memiliki
kondisi medis seperti diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular atau
multiple sclerosis dapat mengembangkan presbiopia pada usia yang lebih
muda.
Wanita sering mulai memakai kacamata baca pada usia yang lebih
muda daripada pria. Namun, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita
dalam hal kapan presbiopia dimulai.

2.2.4.3. Patogenesis
Ada berbagai penjelasan tentang patofisiologi presbiopia. Di antara
semua konsep, peningkatan kekakuan lensa kristal adalah yang paling
populer dan diterima secara luas. Presbiopia adalah kondisi fisiologis di
mana terjadi penurunan fungsional progresif dalam kapasitas akomodatif
lensa kristal. Secara klinis, penyakit ini bermanifestasi sebagai kesulitan
progresif dalam membaca pada jarak membaca biasa.
Biasanya, nukleus lebih kaku daripada korteks pada lensa yang lebih
tua, sedangkan pada individu muda, korteks lebih kaku daripada nukleus.
Namun, kekakuan nukleus dan korteks setara antara 35 hingga 40 tahun;
dan hal ini mungkin penyebab timbulnya gejala presbiopia sekitar usia 40
tahun. Faktor penting lainnya yang terkait dengan presbiopia adalah
perubahan relatif dalam bentuk lensa dengan bertambahnya usia
(peningkatan ketebalan lensa), sehingga gaya vektor yang diberikan oleh
zonula di ekuator menyebar ke wilayah yang lebih luas di sekitar ekuator.
Ini menghasilkan efek minimal pada bentuk lensa dengan kontraksi dan
relaksasi zonula.
Mata dapat fokus pada objek dekat dan jauh dengan mengubah bentuk
lensanya. Hal ini mengubah daya bias (daya pemfokusan) lensa. Saat
melihat objek yang jauh, lensa menjadi lebih datar dan tipis. Untuk
melihat benda-benda di sekitar dengan jelas, lensa menjadi melengkung
dan lebih tebal dengan bantuan otot mata (akomodasi).
Lensa mata akan menjadi lebih keras dan kurang fleksibel seiring
bertambahnya usia, dan otot mata mungkin juga menjadi lebih lemah.
Akibatnya, lensa tidak bisa lagi berubah bentuk dengan mudah. Ini berarti
lebih sulit untuk melihat sesuatu dari dekat. Tetapi kemampuan untuk
melihat objek yang jauh tidak terpengaruh. Jadi presbiopia dapat
digambarkan sebagai rabun jauh terkait usia.
2.2.4.4. Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien berusia >40 tahun datang dengan keluhan kesulitan
membaca huruf pada jarak baca biasa. Biasanya, pasien berkata terdapat
peningkatan ketajaman visual jika jarak membaca meningkat sedikit di
luar jarak membaca biasa.
Pada awal gejala, pasien sering mengeluh sakit kepala. Gejala
asthenopic muncul relatif lebih awal pada pasien dengan paparan waktu
layar yang lebih lama karena disfungsi akomodatif laten. Gejala lain
termasuk menyipitkan mata, mengantuk saat bekerja dekat, dan
membutuhkan cahaya terang untuk membaca.

2. Pemeriksaan
Presbiopia dapat didiagnosis oleh dokter mata menggunakan instrumen
(phoropter) untuk mengukur kekuatan bias mata, dapat juga dilakukan tes
mata dengan snellen chart untuk menentukan kekuatan lensa korektif.
Dalam tes menggunakan snellen chart pasien diminta untuk melihat grafik
mata, layar proyektor atau layar lainnya. Grafik ini memiliki huruf atau
angka dengan ukuran yang semakin kecil. Karena penglihatan biasanya
berbeda di setiap mata, mata akan diuji secara terpisah dengan terlebih
dahulu menutup satu mata dan kemudian menutupi yang lain.

2.2.4.5. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Latihan mata khusus terkadang direkomendasikan untuk mencegah
terjadinya presbiopia. Latihan ini biasanya fokus pada latihan otot mata.
Namun, sekalipun ada banyak penjelasan tentang cara melakukan latihan
mata ini di internet atau di buku, melakukannya tidak akan mencegah
presbiopia. Melatih otot-otot di mata tidak akan menghentikan lensa mata
menjadi lebih keras dan kurang fleksibel seiring bertambahnya usia.

2. Tatalaksana
Meskipun tidak ada pengobatan yang efektif untuk melawan
penyebab presbiopia, efek presbiopia dapat dengan mudah dikoreksi. Cara
termudah untuk mengatasinya adalah dengan memakai kacamata.
Kacamata baca resep yang disesuaikan secara individual hanya
tersedia dari ahli kacamata, di mana kacamata dengan kekuatan lensa yang
dibutuhkan dibuat khusus berdasarkan hasil tes mata. Pasien dapat
memakai kacamata multifokal, seperti varifokal. Kacamata ini dapat
membantu mengoreksi berbagai permasalahan refraksi. Sebagai alternatif
kacamata, lensa kontak juga dapat digunakan untuk mengoreksi efek
presbiopia. Perawatan laser atau operasi untuk memperbaiki presbiopia
juga dimungkinkan.
BAB III
KESIMPULAN

Computer vision syndrome (CVS) adalah sekumpulan gejala pada mata


yang disebabkan oleh penggunaan komputer atau alat elektronik lainnya dalam
waktu cukup lama. Adapun sindrom ini dipengaruhi oleh berbagai faktor baik
dari durasi penggunaan komputer, ada tidaknya istirahat di saat menggunakan
komputer, posisi mata terhadap layar, serta jarak antara mata dengan komputer.
Gejala yang terdapat pada computer vision syndrome antara lain adalah dry eye,
eye strain, dan asthenopia. Dengan keluhan yang dialami pada dry eye dan eye
strain adalah penglihatan yang tidak nyaman, penglihatan kabur, dan
ketidakstabilan lapisan air mata. Sedangkan gejala yang dialami pada penderita
asthenopia adalah mata merah, sakit kepala, penglihatan kabur, dan diplopia
intermiten. Astenopia dapat dibagi menjadi astenopia refraktif (miopia,
hipermetropia, astigmatisma dan anisometropia) dan astenopia muskular
(heterotropia atau heterophoria, konvergen insufisiensi dan akomodasi
insufisiensi), yang semuanya tersebut diakibatkan oleh dampak dari paparan mata
terhadap layar komputer dengan jangka waktu yang lama.
Penerapan aturan 20-20-20 alangkah baiknya dapat diberikan sebagai
tindakan pencegahan terjadinya computer vision syndrome yaitu setiap 20 menit
pandangan ke layar, istirahatkan mata dengan melihat jauh 6 meter atau 20 kaki
selama 20 detik. Mengkonsumsi air minum yang cukup agar selalu terhidrasi serta
mengkonsumsi makanan yang baik untuk mata yang mengandung vitamin A.
Selain itu juga diperlukan untuk penataan ulang dari faktor lingungan,
pencahayaan, serta lokasi kerja. Sesuaikan pengaturan jarak monitor dengan
pekerja, pengaturan pencahayaan (brightness) monitor dan penggunaan screen
protector. Penggunaan kacamata dengan Antireflective coating atau ultraviolet
coating dan screen protector dengan warna amber bisa mengurangi kelelahan mata
karena efek glaring dari monitor. Serta atur pengaturan penerangan di work
station (lampu yang digunakan di workstation tersebut).
Faktor kelainan refraksi yang tidak dikoreksi dapat menyebabkan
computer vision syndrome yang berhubungan dengan kelelahan karena
penglihatan, dapat dibantu menggunakan koreksi kacamata yang sesuai,
pemberian lensa kontak, atau dengan bedah refraksi, terdapat 2 pilihan yaitu pada
kornea dengan cara merubah kurvatura permukaan anterior kornea (excimer laser,
Operasi Lasik) atau pada lensa pasien dengan cara ekstraksi lensa jernih, diikuti
dengan implantasi lensa intraokuler.
Computer Vision Syndrome sebenarnya bukan merupakan suatu sindrom
yang mengancam nyawa. Banyak gejala visual yang dialami pengguna hanya
bersifat sementara dan akan menurun setelah menghentikan kerja komputer atau
penggunaan perangkat digital. Hal tersebut memicu ketidakpedulian dari
masyarakat dalam memeriksakan kesehatannya sehingga sindrom ini tidak
mendapatkan penanganan yang tepat. Dampak yang selanjutnya terjadi jika
computer vision syndrome yang tidak ditangani ialah adanya hambatan dalam
aktivitas sehari-hari seperti penurunan produktivitas kerja, peningkatan tingkat
kesalahan dalam bekerja atau belajar, serta penurunan kepuasan kerja.
Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang computer vision
syndrome mengingat pola hidup masyarakat saat ini yang semakin intens
menggunakan media elektronik seperti komputer/laptop. Selain itu, diperlukan
adanya program keselamatan kerja baik dari internal perusahaan tempat bekerja
maupun kebijakan dari pemerintah bagi para pekerja yang sehari-hari
menggunakan komputer serta adanya edukasi bagi para pelajar yang dalam
kegiatan belajar sehari-hari menggunakan komputer/laptop mengenai tindakan
preventif untuk mencegah terjadinya Computer Vision Syndrome.
DAFTAR PUSTAKA
Zenbaba, D., Sahiledengle, B., Bonsa, M., Tekalegn, Y., Azanaw, J., & Kumar Chattu,
V. (2021). Prevalence of Computer Vision Syndrome and Associated Factors
among Instructors in Ethiopian Universities: A Web-Based Cross-Sectional
Study. TheScientificWorldJournal, 2021, 3384332.
https://doi.org/10.1155/2021/3384332
Wang, L., Wei, X., & Deng, Y. (2021). Computer Vision Syndrome During SARS-
CoV-2 Outbreak in University Students: A Comparison Between Online Courses
and Classroom Lectures. Frontiers in public health, 9, 696036.
https://doi.org/10.3389/fpubh.2021.696036
Coviltir V, Burcel M, Cherecheanu, AP, Ionescu C, Dascalescu D, Potop V, Burcea
M, et al, 2019, ‘Update on Myopia Risk Factors and Microenvironmental
Changes’, Journal of Ophthalmology, vol. 2019, pp. 1–9.
https://www.hindawi.com/journals/joph/2019/4960852/
Cai XB, Shen SR, Chen DF, Zhang Q, Jin ZB, 2019, ‘An Overview of Myopia
Genetics’, Experimental Eye Research, vol. 188, pp. 1-18.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0014483519303136
Baird, P. N., Saw, S.-M., Lanca, C., Guggenheim, J. A., Smith III, E. L., Zhou, X., …
He, M. (2020). Myopia. Nature Reviews Disease Primers, 6(1).
doi:10.1038/s41572-020-00231-4
Atowa UC, Wajuihian SO, Munsamy AJ, 2020, ‘Associations Between Near Work,
Outdoor Activity, Parental Myopia and Myopia Among School Children in Aba,
Nigeria’, International Journal of Ophthalmology, vol. 13, no. 2, pp. 309 – 316.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7013793/
Chakraborty R, Read SA, Vincent SJ, 2020, Understanding Myopia: Pathogenesis
and Mechanisms, Springer Open, Singapore.
Guan H, Yu NN, Wang H, Boswell M, Shi Y, 2019, ‘Impact of Various Types of Near
Work and Time Spent Outdoors at Different Times of Day on Visual Acuity and
Refractive Error among Chinese School-going Children’, PLOS ONE, vol. 14, no.
4, pp. 1-13. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6485919/
Vaughan & Asbury. 2018. General Ophthalmology. Nineteenth edition. Lange
medical book.
Patel, I. and West, S.K., 2007. Presbyopia: prevalence, impact, and interventions.
Community eye health, 20(63), p.40.
Singh P, Tripathy K. Presbyopia. [Updated 2021 Aug 21]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560568/
Cologne, Germany: Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG);
2006-. Presbyopia: Overview. [Updated 2020 Jun 4]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK423833/
Alemayehu, A.M.A.M. and Alemayehu, M.M., 2019. Pathophysiologic Mechanisms
of Computer Vision Syndrome and its Prevention. World J Ophthalmol Vis Res,
2(5), pp.1-7.
Zenbaba, D., Sahiledengle, B., Bonsa, M., Tekalegn, Y., Azanaw, J., & Kumar Chattu,
V. (2021). Prevalence of Computer Vision Syndrome and Associated Factors
among Instructors in Ethiopian Universities: A Web-Based Cross-Sectional
Study. TheScientificWorldJournal, 2021, 3384332.
https://doi.org/10.1155/2021/3384332
Wang, L., Wei, X., & Deng, Y. (2021). Computer Vision Syndrome During SARS-
CoV-2 Outbreak in University Students: A Comparison Between Online Courses
and Classroom Lectures. Frontiers in public health, 9, 696036.
https://doi.org/10.3389/fpubh.2021.696036
Casey, Marina (2021). Klasifikasi, diagnosis, dan pengobatan saat ini untuk penyakit
mata kering: tinjauan pustaka Intisari Sains Medis 2021, Volume 12, Number 2:
640-644
Jaiswa, Asper, Long, K. Lee (2019). Ocular and visual discomfort associated with
smartphones, tablets and computers: what we do and do not know. Clinical and
Experimental Optometry 2019.
Jacob., Meller (2020). Dry Eye Syndrome. Jena. Netherland Of Opthalmology
Sheppard, James (2018). Digital eye strain: prevalence, measurement and amelioration
BMJ Open Ophth 2018;3:e000146. doi:10.1136/bmjophth-2018-000146
Horatiu. Voidazan (2019). Accommodative asthenopia among Romanian computer-
using medical students—A neglected occupational disease Occupational Medicine
Department, University of Medicine, Pharmacy, Science and Technology of
Targu-Mures, Romania
Soebagjo, H. D, 2019, ‘Penyakit Sistem Lakrimal’, Airlangga University Press,
Surabaya
Gammoh Y. (2021). Digital Eye Strain and Its Risk Factors Among a University
Student Population in Jordan: A Cross-Sectional Study. Cureus, 13(2), e13575.
https://doi.org/10.7759/cureus.13575

Anda mungkin juga menyukai