Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEDOKTERAN KOMUNITAS

PENGARUH WORK FROM HOME TERHADAP KESEHATAN MATA:


COMPUTER VISION SYNDROME

Disusun oleh:
Yolanda Rebecca Tambunan
190131189

Pembimbing:
dr. Ismiralda Siregar, M.Kes

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan paper berjudul “Pengaruh Work
from Home terhadap Kesehatan Mata: Computer Vision Syndrome” sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada dr. Ismiralda Siregar, M.Kes selaku pembimbing, dengan demikian
diharapkan paper ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan
kesehatan secara optimal.

Penulis memahami sepenuhnya bahwa penulisan paper ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan paper ini. Akhir kata,
semoga paper ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan bagi
penulisan ilmiah.

Medan, 23 Mei 2021

i
Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar.................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Tujuan............................................................................................. 2
1.3 Manfaat........................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 Computer Vision Syndrome............................................................ 3
2.1.1 Definisi Computer Vision Syndrome..................................... 3
2.1.2 Epidemiologi Computer Vision Syndrome............................ 4
2.1.3 Faktor Risiko Computer Vision Syndrome............................ 5
2.1.4 Patofisiologi Computer Vision Syndrome............................. 6
2.1.5 Gejala Klinis Computer Vision Syndrome............................. 7
2.1.6 Tatalaksana Computer Vision Syndrome............................... 9
2.1.7 Pencegahan Computer Vision Syndrome............................... 9
2.2 Computer Vision Syndrome selama Work from Home................... 12
BAB III. KESIMPULAN............................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Mata merupakan salah satu organ indera yang paling sering digunakan diantara
kelima indera lainnya, sehingga kesehatan mata merupakan hal yang sangat penting
bagi seorang manusia dalam menjalankan kehidupan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh British Audio Visual Association, didapati bahwa sekitar 75%
informasi yang diterima oleh manusia berasal dari informasi visual1.
Di penghujung tahun 2019 hingga saat ini, Coronavirus Disease-19 (COVID 19)
masih terus menyebar hampir di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia.
Pemerintah Indonesia pun telah mengambil kebijakan untuk membatasi berbagai
kegiatan pada saat pandemi dengan menerapkan proses bekerja dari rumah (work
from home) maupun belajar dari rumah (study from home) guna pencegahan
penyebaran virus COVID-19 lebih lanjut2.
Perubahan kebiasaan kerja pada pandemi Covid-19 mengharuskan setiap orang
untuk memaksimalkan penggunaan perangkat modern / teknologi yang lebih maju
seperti smartphone, laptop, maupun komputer2. Teknologi telah menjadi satu-satunya
alat bagi orang untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan melanjutkan tanggung
jawabnya. Interaksi manusia telah menjadi virtual dalam bentuk pertemuan online,
audio, konferensi video, kegiatan rekreasi seperti game online, blogging, jejaring
sosial yang mengakibatkan lonjakan pesat dalam peningkatan digitalisasi di setiap
aspek kehidupan manusia. Hal ini telah menciptakan lonjakan besar dalam waktu
eksposur ke layar seluler dan lainnya3.
Peningkatan penggunaan perangkat digital merupakan predisposisi untuk berbagai
masalah kesehatan yang tidak hanya terbatas pada masalah visual tetapi juga
mencakup berbagai masalah muskuloskeletal, yang secara kolektif dikenal sebagai

1
digital eye syndrome (DES) atau computer vision syndrome (CVS)4. Gejala utama
CVS adalah mata lelah, sakit kepala, sensasi mata kering, penglihatan kabur, mata
terbakar, mata berair, fotofobia, mata merah, terbakar, gatal, nyeri leher dan bahu5,6.
Perangkat digital menyebabkan kerusakan dengan memancarkan gelombang pendek
energi tinggi yang dapat menembus mata dan pada akhirnya dapat menyebabkan
kerusakan fotokimia pada sel retina, membuat seseorang rentan terhadap berbagai
masalah mata mulai dari mata kering hingga degenerasi makula terkait usia5.
Selama pandemi COVID-19, penggunaan perangkat elektronik (e-device) dalam
aktivitas manusia sehari-hari menjadi meningkat, menggantikan kontak antar individu
Peningkataan penggunaan perangkat elektronik ini dapat berdampak pada fungsi
visual. Fungsi visual buruk menyebabkan jam kerja efektif berkurang, peningkatan
risiko kesalahan kerja, dan memiliki lebih sedikit waktu untuk perawatan pribadi dan
istirahat. Semua hal ini mengarah pada produktivitas yang berkurang 7. Oleh
karenanya, sangat dibutuhkan upaya untuk meminimalisir gangguan mata seperti
halnya computer vision syndrome terutama di masa work from home ini.

1.2 TUJUAN PENULISAN


Penyusunan makalah ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan
kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 MANFAAT PENULISAN


Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan
pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan wawasan
kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang Computer
Vision Syndrome.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 COMPUTER VISION SYNDROME


2.1.1 DEFINISI COMPUTER VISION SYNDROME
Kombinasi dari masalah mata dan penglihatan yang terkait dengan
penggunaan komputer termasuk desktop, laptop, tablet, smartphone dan e-
reader lainnya disebut sebagai Computer Vision Syndrome (CVS)8. Selain
itu dikenal juga istilah visual fatigue (VF) dan digital eye strain (DES)
untuk CVS9. Berdasarkan American Optometric Association, gejala paling
umum yang terkait dengan CVS adalah ketegangan mata (eyestrain), sakit
kepala, penglihatan kabur, mata kering dan nyeri di leher dan bahu 10.
Walaupun gejala yang ditimbulkan biasanya bersifat sementara, namun
kondisi ini dapat menyebabkan rasa tidak nyaman yang signifikan bagi
penderitanya, sehingga dapat mengganggu aktivitas penderita sehari-hari9.
CVS sendiri dapat dikategorikan menjadi dua, CVS/DES internal dan
CVS/DES eksternal. CVS internal pada dasarnya memengaruhi sistem
akomodasi visual, konvergensi, dan refraksi penderita. Penderita akan
mengeluhkan pandangan kabur, kesulitan memfokuskan kembali
penglihatan, rasa tegang, sakit kepala dan nyeri dibelakang mata11,12. Hal ini
disebabkan oleh ukuran font yang kecil, jarak membaca yang berkurang,
emisi cahaya dan lama paparan13. Selain itu, tuntutan kognitif dari bahan
bacaan mempengaruhi keparahan CVS. Layar perangkat elektronik modern
memang memiliki mekanisme perlindungan bawaan untuk melindungi
penggunanya, tetapi durasi penggunaanlah yang berkontribusi pada gejala
CVS. Titik perhatian lainnya adalah cahaya biru digital yang memengaruhi
ritme sirkadian, menekan hormon tidur, melatonin, karena panjang

3
gelombangnya merangsang fotoreseptor retina untuk menekan produksi
melatonin dari kelenjar pineal, sehingga menunda latensi onset tidur serta
mempengaruhi kualitas tidur9.
CVS/DES eksternal bermanifestasi dengan keluhan mata merah lelah,
iritasi, rasa seperti terbakar, mata berair, kering, sensitifitas terhadap
cahaya dan rasa ketidaknyamanan yang umum pada mata akibat screen
time yang lama. Gejala ini disebabkan oleh pengeringan permukaan
anterior mata, terutama kornea, karena tingkat berkedip yang berkurang.
Hal ini dapat juga diperparah dengan penggunaan AC yang dapat
mengeringkan mata9,11,12,13 .

2.1.2 EPIDEMIOLOGI COMPUTER VISION SYNDROME


Penderita CVS diperkirakan hampir 60 juta orang secara global dan
sekitar satu juta kasus baru terjadi setiap tahun9. Kasus CVS mempengaruhi
sekitar 90% orang yang menghabiskan waktu 3 jam atau lebih di depan
komputer14. Sebanyak 75 persen orang yang menggunakan dua atau lebih
perangkat secara bersamaan melaporkan mengalami gejala CVS
dibandingkan 53 persen orang yang hanya menggunakan satu perangkat
dalam satu waktu dan sebanyak 73% orang berusia 20-an melaporkan
gejala15.
Computer Vision Syndrome dilaporkan memiliki prevalensi lebih besar
pada laki-laki dibandingkan perempuan. Laki-laki memiliki risiko lebih
tinggi untuk mengalami gejala seperti mata merah, rasa panas pada mata,
penglihatan kabur, dan mata kering dibandingkan gejala sakit kepala, sakit
pada leher, dan sakit pada bahu yang dialami oleh perempuan 16. Hasil
berbeda didapatkan dari penelitian oleh Shantakumari yang menyatakan
jenis kelamin perempuan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
gejala CVS, yaitu sakit kepala dan penglihatan kabur17. Penelitian oleh

4
Rahman dan Sanip (2014) menyebutkan bahwa perempuan memiliki risiko
2,69 kali lebih tinggi untuk terkena CVS dibandingkan laki-laki18.
Usia sebetulnya tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian
CVS namun dari penelitian didapatkan data prevalensi CVS pada subyek
berusia kurang dari 20 tahun adalah sebesar 58% 19. Namun, penelitian lain
menyebutkan bahwa usia lebih dari 40 tahun berpotensi lebih tinggi untuk
mengalami keluhan CVS disebabkan oleh terjadinya perubahan anatomi
dan penurunan fungsi tubuh akibat proses penuaan20.
Prevalensi dan gejala CVS banyak ditemukan pada kalangan pekerja.
Hasil penelitian Gowrisankaran (2015), melaporkan bahwa 64-90% pekerja
yang menggunakan komputer mengalami CVS. Hal ini juga dilaporkan
oleh Sa EC et al. (2012), bahwa pekerja operator di Sao Paulo, Brasil
mengalami CVS sebanyak 54,6%21. Selain dikalangan pekerja, CVS juga
banyak ditemukan dikalangan mahasiswa. Hasil penelitian Abudawood
(2020) prevalensi CVS diantara mahasiswa kedokteran di Saudi Arabia
sebanyak 95% dan melaporkan setidaknya satu gejala selama belajar
menggunakan komputer34. Gejala yang sering dilaporkan adalah mata
perih, nyeri leher, nyeri bahu, dan nyeri punggung sedangkan, menurut
hasil penelitian Logaraj et al. (2014), prevalensi CVS diantara mahasiswa
kedokteran ditemukan 78,6%. Mahasiswa yang menggunakan komputer
selama 4-6 jam secara signifikan lebih berisiko mengalami kemerahan,
sensasi terbakar, dan mata kering dibandingkan dengan mereka yang
menggunakan komputer kurang dari 4 jam16.

2.1.3 FAKTOR RISIKO COMPUTER VISION SYNDROME


Computer Vision Syndrome (CVS) terjadi akibat multifaktor yang
berhubungan5. Faktor risiko timbulnya gejala-gejala CVS menurut
penelitian adalah berkaitan dengan lamanya penggunaan komputer, jarak
dari mata ke layar komputer, intensitas cahaya layar komputer, dan

5
pengaruh lingkungan sekitar22. Jarak pandang telah terbukti sebagai faktor
risiko penting terjadinya CVS, karena semakin dekat mata ke layar, maka
semakin sulit mata bekerja untuk mengakomodasi. Jarak pandang yang
dekat menyebabkan akomodasi yang berlebihan mengakibatkan otot siliaris
bekerja terlalu keras yang dimanifestasikan sebagai mata lelah dan sakit
kepala23. Faktor seperti kecerahan layar yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi sulit untuk dilihat dan menambah ketegangan mata. Kecerahan layar
harus disesuaikan dengan pencahayaan sekitar24.

2.1.4 PATOFISIOLOGI COMPUTER VISION SYNDROME


Gambar pada layar komputer memiliki kontras yang tidak baik
sehingga berakibat mata sulit untuk fokus. Hal ini menyebabkan mata
harus meningkatkan kemampuannya untuk lebih fokus (continuous
focusing), peningkatan frekuensi pergerakan bola mata (ocular motility)
dan terjadi peningkatan pergerakan otot (muscular activity)23. Karakter
pada komputer terbuat dari titik-titik kecil yang disebut dengan pixels.
Setiap pixels akan terang pada bagian tengah dan penerangan menurun
pada bagian tepi. Dari sebab itu, karakter pada layar elekronik memliki sisi
yang kabur pada bagian tepi dibandingkan dengan gambaran pada surat
yang telah dicetak yang terlihat dengan jelas. Hal ini menyebabkan mata
sulit bertahan untuk tetap fokus atau disebut juga sebagai Resting Point of
Accomodation (RPA). Agar mata dapat kembali untuk fokus, mata akan
menjadi tegang. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kerja dari
otot siliaris mata yang mengakibatkan mata lelah. Mata yang lelah juga
mengakibatkan penurunan frekuensi berkedip sehingga mata menjadi
kering. Dalam usaha untuk mempertahankan agar mata tetap fokus, postur
tubuh yang terus berubah atau postur yang salah dapat menyebabkan
ketegangan otot pada leher dan spinal cervical. Hal ini memicu terjadinya
nyeri pada leher dan punggung6.

6
2.1.5 GEJALA KLINIS COMPUTER VISION SYNDROME
Gejala-gejala dibawah ini mungkin pernah dirasakan oleh penderita
Computer Vision Syndrome, yakni25:
1. Mata kering
2. Sakit kepala
3. Iritasi mata
4. Sensasi benda asing
5. Penglihatan yang kabur
6. Sensitif terhadap cahaya
7. Penglihatan ganda
8. Ketidakmampuan memfokuskan objek dalam jarak tertentu
(pseudomyopia)
9. Nyeri leher dan bahu
10. Tampak gambaran halo muncul pada monitor
Sedangkan menurut Yan et al., secara umum, gejala CVS dapat dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu gejala yang berkaitan dengan mata (mata kering,
mata berair, iritasi mata, dan rasa panas pada mata), gejala terkait
penglihatan (mata tegang, mata lelah, sakit kepala, penglihatan kabur atau
buram, dan penglihatan ganda), dan gejala terkait postur atau ekstraokular
(nyeri pada leher, nyeri bahu, dan nyeri punggung). Gejala-gejala tersebut
dapat dinilai baik sebagai gejala subjektif (gejala yang dilaporkan pasien)
maupun gejala objektif (gejala yang ditegakkan dari diagnosis dokter)26.
Sindrom mata kering diakibatkan oleh berkurangnya kualitas dan
kuantitas air mata untuk melembabkan, membersihkan, dan melindungi
mata saat mata melakukan refleks berkedip. Saat air mata berkurang, mata
dapat merasakan hal seperti permukaan mata yang kasar. Selanjutnya hal
ini menyebabkan keluhan lain, seperti rasa gatal dan rasa panas pada mata,

7
rasa tidak nyaman saat menggunakan kacamata, meningkatkan sensitivitas
terhadap cahaya, dan bahkan penglihatan kabur26.
Menurut Das dan Ghosh (2010) penyebab terjadinya keluhan mata
berair dan iritasi pada mata adalah pantulan cahaya dan bayangan yang
terbentuk pada monitor. Penyebab terjadinya mata berair selama
penggunaan komputer, yaitu refleks yang ditimbulkan akibat mata kering.
Permukaan mata yang kering akan merangsang nervus kranial 5 dan 7
untuk memproduksi air mata yang lebih banyak dengan komposisi yang
berbeda dengan air mata normal, yaitu memiliki lebih banyak kandungan
air dibandingkan musin untuk fungsi lubrikasi sehingga tidak dapat
mengontrol mata kering namun meningkatkan refleks produksi air mata20.
Mata tegang atau eyestrain didefinisikan sebagai keluhan subjektif
pengguna komputer berupa rasa tidak nyaman, rasa sakit, dan/atau rasa
iritasi pada penglihatan. Gejala mata tegang adalah gejala CVS yang paling
sering dilaporkan. Mata tegang timbul ketika beban visual untuk
melakukan fungsi akomodasi dan konvergensi melebihi kemampuan visual
normal saat penggunaan komputer26.
Gejala CVS tidak hanya berhubungan dengan okular, contohnya adalah
sakit kepala, sakit leher, nyeri pada punggung. Penyebab utama terjadinya
keluhan ini adalah karena posisi duduk yang tidak layak saat menggunakan
komputer. Letak layar komputer yang terlalu tinggi atau lebih rendah
dibandingkan dengan level mata meningkatkan risiko untuk terjadinya sakit
pada leher, punggung, dan bahu. Bahkan beberapa penelitian juga
menunjukkan sakit kepala sebagai gejala tersering yang dikeluhkan. Gejala
sakit kepala biasanya timbul pada bagian depan kepala atau salah satu sisi
kepala pada siang sampai malam hari26.

8
2.1.6 TATALAKSANA COMPUTER VISION SYNDROME
Computer Vision Syndrome (CVS) dapat ditangani secara non-
farmakologis dan farmakologis; Manajemen non-farmakologis mencakup
praktik ergonomis yang benar, menjaga kedipan normal, penggunaan
pencahayaan yang sesuai, posisi perangkat digital yang cermat,
menyesuaikan parameter gambar (resolusi, ukuran teks, kontras,
pencahayaan), dan istirahat, sementara strategi manajemen farmakologis
termasuk menggunakan air mata buatan3.

2.1.7 PENCEGAHAN COMPUTER VISION SYNDROME


Kesadaran menjadi langkah penting dalam upaya mencegah maupun
mengobati gangguan kesehatan mata. Dampak buruk terhadap kesehatan
mata dan fisik akibat penggunaan komputer yang berlebihan sesungguhnya
dapat dicegah, salah satunya dengan beristirahat setelah menggunakan
komputer27. Durasi menatap monitor (screen time) yang dianjurkan
menurut usia adalah sebagai berikut: usia 0-4 tahun sebaiknya tidak
menggunakan monitor (no screen); usia 5 tahun diperbolehkan hanya 1 jam
perhari; usia 6-10 tahun 1-1,5 jam perhari; usia 11-13 tahun 2 jam perhari;
dan dewasa < 4 jam perhari28.
Hal lain yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan mata misalnya
penggunaan tetes mata yang berisi air mata buatan untuk mengurangi rasa
tidak nyaman dan melakukan pemijatan ringan di sekitar mata, punggung
atau leher. Beberapa hal juga mungkin perlu dilatih seperti kebiasaan
berkedip. Refleks berkedip pada orang normal adalah sekitar 15-16 kedipan
tiap menit19. Studi menunjukan bahwa terjadi penurunan frekuensi berkedip
pada individual yang menggunakan komputer5. Biasanya refleks berkedip
ini mengalami penurunan menjadi sekitar 5-6 kedipan permenit pada
pengguna komputer19. Penurunan frekuensi ini disebabkan karena
konsentrasi pada hal yang dilakukan pada komputer. Faktor lingkungan

9
seperti suhu dan kelembaban juga mempengaruhi lamanya berkedip. Suhu
yang tinggi dan kelembaban yang rendah cenderung menyebabkan
penurunan frekuensi berkedip. Penurunan frekuensi berkedip
mengakibatkan terjadinya penurunan produksi air mata. Penurunan
produksi air mata dapat memicu gejala CVS5.
Perhatikan pula posisi duduk yang ergonomis misalnya
komputer/laptop diletakkan sejajar pandangan mata. Penelitian
menyimpulkan bahwa ada hubungan antara jarak mata ke monitor dan
intensitas pencahayaan dengan kejadian CVS. Perlu dilakukan pengaturan
pencahayaan ruangan secara optimal karena penerangan yang baik
mendukung kesehatan mata. Kecerahan layar dan dan ruang sekitar harus
seimbang. Menurut penelitian intensitas penerangan yang dianjurkan
adalah sebesar 500-750 lux. Di samping itu, distribusi cahaya sebaiknya
merata sehingga mata tidak dipaksa untuk menyesuaikan terhadap
bermacam-macam kontras kilau yang menyebabkan kelelahan mata. Jarak
pandang mata ke komputer sebaiknya ≥ 45cm karena idealnya jarak
penglihatan mata terhadap layar komputer adalah sebesar 50-100 cm .
Sedangkan sudut antara layar komputer terhadap level mata sebaiknya
sekitar 15-20 derajat19. Dan untuk lebih memperhatikan aspek kesehatan
sebaiknya monitor komputer dipasang screen untuk mencegah pantulan
cahaya/silau28.

10
Gambar 2.1 Posisi yang Tepat Saat Menggunakan Komputer29.

Biasakan untuk memberikan cukup waktu bagi tubuh untuk


beristirahat secara periodik misalnya mengistirahatkan mata setiap 2 jam
setelah penggunaan gawai. Frekuensi istirahat setelah menggunakan
komputer terbukti menambah kenyamanan dan merelaksasi daya
akomodasi mata. Saat menggunakan komputer dikatakan bahwa lebih baik
melakukan istirahat kecil dengan frekuensi 5-10 menit daripada istirahat
panjang setiap 2-3 jam. Hal lain yang dapat dilakukan adalah aturan
20/20/20, yaitu setelah bekerja selama 20 menit di depan komputer
sebaiknya mengalihkan pandangan dari monitor dengan melihat obyek
yang jauhnya sekitar jarak 20 kaki (6 meter) selama 20 detik19.

11
Saat mengistirahatkan mata disarankan melakukan aktivitas fisik di luar
ruangan agar terpapar oleh sinar matahari. Mengistirahatkan mata dapat
pula dengan memejamkan mata. Kita perlu juga menjaga kesehatan mata
dari dalam dengan mengonsumsi makanan bergizi dan bervitamin,
misalnya sayur dan buah-buahan berwarna. Dan untuk seseorang yang
memang dalam kesehariannya menggunakan kacamata karena gangguan
refraksi dianjurkan tetap memakainya saat menatap layar monitor28.

2.2 COMPUTER VISION SYNDROME SELAMA WORK FROM HOME


Karena tidak ada solusi segera untuk menghentikan penyebaran COVID-19,
pemerintah melakukan pembatasan aktivitas diluar rumah guna mencegah
timbulnya keramaian, seperti work from home (WFH) dan study from (SFH). Hal
ini paling jelasa terlihat pada institusi pendidikan. Institusi pendidikan di seluruh
dunia termasuk negara kita telah ditutup sejak Maret 2020. Penutupan sekolah
dan perguruan tinggi berdampak pada pembelajaran di semua kelompok umur.
Wabah ini telah mengubah metode pengajaran konvensional menjadi kelas
online yang dibantu perangkat digital. Sistem e-learning ini membutuhkan waktu
ekstra untuk duduk di depan perangkat digital, baik smartphone, laptop, maupun
komputer4.
Berdasarkan penelitian, juga telah terjadi peningkatan digitalisasi untuk
tujuan rekreasi oleh semua orang30. Menonton melalui perangkat digital (tv,
laptop, komputer, smartphone) adalah salah satu sumber hiburan utama setelah
terperangkap di rumah selama pandemi. Menghabiskan waktu berjam-jam di
depan perangkat ini dapat menyebabkan banyak masalah mata di semua
kelompok umur. Penggunaan dan perhatian visual yang tinggi membuat setiap
pengguna komputer / layar digital rentan untuk terkena Computer vision
syndrome (CVS) atau Digital eye strain (DES)4.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Setyowati et al yang dilakukan di
Universitas Mulawarman pada tahun 2021 didapati insedensi CVS sebesar 79,4%

12
selama work from home (WFH) dan study from home (SFH). Pada penelitian ini
juga diamati faktor risiko terjadinya CVS yaitu jarak layar monitor, tingkat
penerangan, penyakit mata (dalam penelitian ini yaitu mata minus, silinder, plus,
glakuoma, dan hipertensi okular), dan jenis kelamin (1).
Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan Babu et al (2020), dari
sebanyak 584 orang yang berpartisipasi dalam penelitian, terdapat lebih dari 86%
melaporkan setidaknya satu gejala dari CVS selama periode lockdown. Ponsel
pintar dan komputer adalah platform utama yang digunakan oleh peserta
terutama untuk pembelajaran dan hiburan. 31% peserta terus menggunakan layar
digital selama> 2 jam. Seperempat peserta menggunakan layar selama> 9 jam
dan 20% menggunakan layar dalam gelap ruangan atau cahaya redup selama> 5
jam. 66% mengalami gejala ringan dan 2,2% mengalami gejala berat. Gejala
umum yang ditemukan adalah sakit kepala diikuti oleh nyeri mata dan nyeri leher
/ bahu / sendi. Wanita ditemukan lebih rentan untuk mengembangkan CVS. Sakit
kepala, mata merah, rasa terbakar, dll berhubungan dengan durasi penggunaan31.
Dari penelitian Bakhir dan Grandee (2020), dari 407 responden, 93,6%
responden melaporkan peningkatan waktu layar mereka sejak lockdown
diberlakukan. Peningkatan rata-rata penggunaan perangkat digital dihitung
sekitar 4,8 ± 2,8 jam per hari. Total penggunaan per hari ditemukan 8,65 ± 3,74
jam. 95,8% responden pernah mengalami setidaknya satu gejala mata terkait
penggunaan perangkat digital, dan 56,5% mengatakan bahwa frekuensi dan
intensitas gejala tersebut meningkat sejak lockdown dilakukan32.
Niveditha dan Dheepak (2020), melakukan penelitian dengan menggunakan
kuesioner untuk mendapatkan informasi mengenai jumlah dan frekuensi paparan
waktu layar sebelum dan sesudah lockdown dan pengaruh lockdown terhadap
gejala CVS. Di antara 250 mahasiswa kedokteran selama periode lockdown ini,
diamati waktu layar atau jam yang dihabiskan untuk menggunakan layar digital
oleh responden meningkat secara signifikan dalam kategori 2-3 jam dan 3-4 jam.
Tidak ada perubahan signifikan yang diamati pada jenis dan pencahayaan gadget

13
yang digunakan. Hampir 82,3% siswa mengalami satu atau lebih gejala CVS.
Gejala yang paling sering dilaporkan adalah sakit kepala yang melonjak setelah
lockdown menjadi 51,6% dari 32,7%. Kemudian diikuti oleh ketegangan mata
dan mata kering, yang masing-masing meningkat dari 19,5% menjadi 40,3% dan
10% menjadi 21% setelah jam malam. Selama lockdown pandemi COVID-19,
tampaknya ada peningkatan gejala CVS yang semakin parah di antara mahasiswa
kedokteran, salah satu alasan utamanya adalah peningkatan waktu layar.
Hubungan yang signifikan ditemukan antara peningkatan gejala dan lockdown
intensif33.

14
BAB 3

KESIMPULAN

Computer Vision Syndrome adalah kumpulan gangguan pada mata dan


penglihatan yang muncul berhubungan dengan penggunaan komputer/gadget dan
aktivitas jarak dekat. Diperkirakan terdapat 60 juta penderita CVS di seluruh dunia,
dan angka ini terus meningkat tiap tahunnya. Beberapa penelitian menyebutkan
prevalensi keluhan mata yang timbul akibat aktivitas penggunaan komputer yaitu
berkisar 25-93%. Angka ini dapat semakin bertambah dalam era pandemi Corona
virus disease 2019 (COVID-19), di mana pemakaian gadget atau komputer sangat
meningkat. Gadget saat ini digunakan dalam segala aspek, baik dalam
berkomunikasi, belajar mengajar dan bekerja. Gejala CVS pada umumnya bersifat
reversibel, namun pada beberapa orang keluhan dapat menetap bahkan ketika sudah
tidak menggunakan komputer lagi. Sehingga CVS dapat menurunkan produktivitas
kerja dan menurunkan kualitas hidup penderitanya.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Zaman, Badru dkk. 2005, Media dan Sumber Belajar T, Universitas Terbuka,
Jakarta.
2. Setyowati, D. L. Nuryanto, M. K. Sultan, M. Sofia, L. Gunawan, S. & Wiranto, A.
2021, ‘Computer Vision Syndrome Among Academic Community In
Mulawarman University, Indonesia During Work From Home In COVID-19
Pandemic’, Annals of Tropical Medicine and Public Health, vol. 24, no. 1.
3. Bhattacharya, S. Saleem, S. M. & Singh, A. 2020, ‘Digital Eye Strain in The Era of
COVID-19 Pandemic: An Emerging Public Health Threat’, Indian Journal
of Ophthalmology, vol. 68, no. 8, pp. 1709.
4. Lakshmi, V. 2020, ‘Progress of Medical Undergraduates to an Era of Computer
Vision Syndrome and Insomnia as an Aftermath of Increased Digitalization
during COVID-19 Pandemic’, European Journal of Molecular and Clinical
Medicine vol. 7, no. 11, pp. 8225-8233.
5. Loh, K. Y., & Reddy, S. C. 2008, Understanding and Preventing Computer Vision
Syndrome In Malaysian Family Physician.
6. Hazarika, A.K. & Singh, P.K., 2014. Computer Vision Syndrome. Sikkim Manipal
University,1(2), pp.132 -138.
7. Arif, K. M., & Alam, M. J. 2015, Review Article: Computer Vision Syndrome.
Faridpur Med.
8. Rosenfield, M., & Mcoptom, M. R. 2016, ‘Computer Vision Syndrome (a.k.a.
Digital Eye Strain’, Optometry in Practice.
9. Sheppard, A. L., & Wolffsohn, J. S. 2018, ‘Digital Eye Strain: Prevalence,
Measurement and Amelioration’, BMJ Open Ophthalmology, 3(1),
e000146. doi:10.1136/bmjophth-2018-000146. 
10. American Optometric Association. Computer Vision Syndrome. 2017, [Internet].
Available from: https://www.aoa.org/patients-and-public/caring-for-your-
vision/protecting-your-vision/computer-vision-syndrome?sso=y.
11. Sheedy J. E., Hayes J. N., & Engle J. 2003, ‘Is All Asthenopia the Same?’ Optom
Vis Sci; 80:732–doi:10.1097/00006324-200311000-00008.
12. Coles‐Brennan C., Sulley A., & Young G. 2019, ‘Management of Digital Eye
Strain’, Clin Exp Optom; 102(1):18-29. https://doi.org/10.1111/cxo.12798.
13. Rosenfield M. 2011, ‘Computer Vision Syndrome: A Review of Ocular Causes
and Potential Treatments’, Ophthalmic Physiol Opt; 31(5):502–15.
14. Mersha, G. A. et al., 2020, ‘Knowledge about Computer Vision Syndrome among
Bank Workers in Gondar City, Northwest Ethiopia’, Occupational Therapy
International, pp. 1-5. doi: 10.1155/2020/2561703.
15. The Vision Councill, 2016, Eyes Overexposed: The Digital Device Dilemma,
2016 Digital Eye Strain Report - The Vision Council.
16. Logaraj, M., Madhupriya, V., & Hegde, S. 2014, ‘Computer Vision Syndrome
and Associated Factors among Medical and Engineering Students in

16
Chennai’, Annals of Medical and Health Sciences Research.
https://doi.org/10.4103/2141- 9248.129028.
17. Shantakumari, N. Eldeeb, R. Sreedharan, J. & Gopal, K. 2014, ‘Computer use and
vision related problems among university students in Ajman, United Arab
Emirate’, Ann Med Heal Sci Res, 4(2):258–63.
18. Rahman, Z. A. & Sanip, S. 2011, ‘Computer User: Demographic and Computer
Related Factors that Predispose User to Get Computer Vision Syndrome’,
Int J Bus Humanit Technol, vol. 1, pp. 84–91.
19. Sari, F. T. A. & Himayani, R. 2018, ‘Faktor Risiko terjadinya Computer Vision
Syndrome’, Jurnal Majority, 7(2):278-82. Available at:
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/
article/view/1890/1858.
20. Das B, & Ghosh T. 2010, ‘Assessment of Ergonomical and Occupational Health
Related Problems among VDT Workers of West Bengal, India’, Asian
Journal Med, Sci.1:26–31.
21. Sa E. C., Ferreira, J. M., & Rocha, L. E., 2012, Risk Factors for Computer Visual
Syndrome (CVS) among Operators of Two Call Centers in São Paulo,
Brazil. Work. 2012;41 Suppl 1:3568-74. doi: 10.3233/WOR-2012-0636-
3568. PMID: 22317263.
22. Hayes, J. R., Sheedy, J. E., Stelmack J. A., & Heaney C. A., 2007, ‘Computer
Use, Symptoms, and Quality of Life’, Optom Vis Sci; 84(8):E738–55.
23. Akinbinu, T. R., & Mashalla, Y. J. 2014, ‘Medical Practice and Review Impact of
Computer Technology on Health : Computer Vision Syndrome (CVS)’,
Academic Journals. https://doi.org/10.5897/MPR.2014.0121.
24. Seegehalli, P. J. 2016, Digital Eye Strain Reduction Techniques : A Review.
International Journal on Computer Science and Engineering (IJCSE).
25. Rosen, E., & Garg, A., 2009, Instant Clinical Diagnosis in Opthalmology Anterior
Segment Diseases. New Delhi: Jaypee brothers medical publishers.
26. Yan, Z. Hu, L. Chen, H. & Lu, F., 2008, ‘Computer vision syndrome: a widely
spreading but largely unknown epidemic among computer users’, Comput
Human Behav. 24(5):2026–42.
27. Lee, J. W. et al., 2019, ‘Effects of Prolonged Continuous Computer Gaming on
Physical and Ocular Symptoms and Binocular Vision Functions in Young
Healthy Individuals’, PeerJ. 7050. doi: 10.7717/peerj.7050.
28. Kartini, K. H., A. A., Z. N. Yenny, Y. & C., A. 2020, ‘Penyuluhan Menjaga
Kesehatan Mata Anak Selama Pembelajaran Daring di Masa Pandemik
COVID-19’, Jurnal Wahana Abdimas Sejahtera, vol. 2, no. 1, pp. 9-32.
29. American Optometric Association. 2020, Computer Vision Syndrome. St. Louis:
American Optometric Association.
30. Király, O. Potenza, M. N. Stein, D.J. King, D.L. Hodgins, D.C. Saunders, J.B. et
al. 2020, Preventing problematic internet use during the COVID-19
pandemic: Consensus guidance. Compr Psychiatr. 2020; 100: 152180.

17
31. Babu, J. V., Abraham, S. Biju, M. J., & Jose, J. 2021, ‘Impact of Digitalization in
the Eye Strain during COVID-19 Lockdown Period: An Epidemiological
Study’, Journal of Drug Delivery and Theurapetics, 2021; 11(1-s):7-14.
32. Bakhir, F. A. & Grandee, S. S. 2020, ‘Impact of the COVID-19 Lockdown on
Digital Divice-Related Ocular Healt’, Indian Journal of Ophthalmology, vol.
68, no. 11, pp. 2378-2383.
33. Niveditha, K. P. & Dheepak, S. M. 2020, Digital Vision Syndrome among
Medical Students during COVID-19 Pandemic Curfew, doi:
https://doi.org/10.26452/ijrps.v11iSPL1.3557 .
34. Abudawood, G. A., Ashi, H. M., & Almarzouki, N. K. 2020, ‘Computer Vision
Syndrome among Undergraduate Medical Students in King Abdulaziz
University, Jeddah, Saudi Arabia’, Journal of Ophthalmology.
https://doi.org/10.1155/2020/2789376.

18

Anda mungkin juga menyukai