Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

MASALAH SCLERODERMA

KELOMPOK 11

Suriana Syarif R011181013


Nirwana R011181025
Nilasari R011181037
Egghy Yosiana Sirappa R011181327
Nurul Rezky Mardianthy R011181357

KELAS RA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia-Nya lah makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Masalah Scleroderma” dapat selesai dengan tepat waktu.

Makalah ini berisi uraian mengenai definisi, klasifikasi, etiologi, faktor risiko,
manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, hingga
asuhan keperawatan pada pasien dengan Scleroderma.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III, Bapak Saldy Yusuf, S.Kep., Ns., MSH., ETN.,
Ph.D. serta teman-teman sekalian yang telah ikut berpartisipasi dalam penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah


ini, karena itu kami mohon arahan, saran dan kritik yang sifatnya menyempurnakan
makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita
semua.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

` Sabtu, 17 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................................3
A. Definisi.........................................................................................................................3
B. Klasifikasi....................................................................................................................3
C. Etiologi dan Faktor Risiko...........................................................................................4
D. Manifestasi Klinis........................................................................................................5
E. Patofisiologi...............................................................................................................10
F. Pathway......................................................................................................................11
G. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................12
H. Penatalaksanaan.........................................................................................................13
I. Asuhan Keperawatan..................................................................................................15
EVIDENCE BASED..............................................................................................................30
BAB III..................................................................................................................................31
PENUTUP.............................................................................................................................31
A. Kesimpulan................................................................................................................31
B. Saran..........................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skleroderma adalah penyakit yang cukup langka terjadi. Kata
skleroderma berasal dari bahasa Yunani yaitu sclero berarti keras dan derma
berarti kulit. Skleroderma merupakan penyakit kronis yang menyerang
jaringan ikat, dan diklasifikasikan sebagai salah satu penyakit rematik
autoimun.
Tanda dan gejala penyakit skleroderma berbeda-beda, kadang terlihat
dan mungkin juga tidak terlihat, tergantung bagian tubuh yang terkena dan
tingkat keparahannya. Pada beberapa kasus, skleroderma memberi dampak
hanya pada kulit. Akan tetapi, ada juga yang berdampak pada struktur luar
kulit seperti pembuluh darah, organ internal, dan saluran pencernaan. Salah
satu tanda dan gejala yang ditemukan pada penderita skleroderma adalah
adanya sindroma CREST (Calcinosis, fenomena Raynaud, disfungsi esofagus,
sklerodaktili, dan telengiektasis). Akibat munculnya tanda dan gejala di atas
menimbulkan beberapa permasalahan diantaranya impairment berupa adanya
nyeri pada pada kedua tangan; adanya kekakuan pada sendi wrist,
interphalang medial dan distal sehingga menyebabkan terjadinya keterbatasan
lingkup gerak pada sendi wrist dan fingers; dan adanya penurunan kekuatan
otot telapak tangan dan otot-otot jari. Selain itu, terjadi keterbatasan saat
pasien melakukan aktifitas fungsional seperti menggenggam; bersalaman; dan
mengangkat barang, dan adanya keterbatasan saat beraktifitas dan
bersosialisasi di lingkungan keluarga dan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Scleroderma?
2. Bagaimana klasifikasi dari Scleroderma?

1
3. Bagaimana etiologi dari Scleroderma?
4. Apa faktor risiko dari Scleroderma?
5. Apa manifestasi klinis dari Scleroderma?
6. Bagaimana patofisiologi dari Scleroderma?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang Scleroderma?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Scleroderma?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Scleroderma?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Scleroderma
2. Untuk mengetahui klasifikasi Scleroderma
3. Untuk mengetahui etiologi Scleroderma
4. Untuk mengetahui faktor risiko Scleroderma
5. Untuk mengetahui manufestasi klinis Scleroderma
6. Untuk mengetahui patofisiologi Scleroderma
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Scleroderma
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Scleroderma
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Scleroderma

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Skleroderma berasal dari kata sklere (keras) dan derma (kulit). Skleroderma
atau sklerosis sistemik adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya
vaskulopati dan fibrosis akibat deposisi masif kolagen dan komponen matriks
ekstraseluler (Kalim et al., 2019).
Scleroderma (sklerosis sistemik) adalah kelainan jaringan ikat yang ditandai
oleh fibrotik, degeneratif, dan kadang-kadang perubahan inflamasi pada kulit,
pembuluh darah, sinovium, otot rangka, dan organ dalam. Ada dua jenis penyakit:
skleroderma kulit terbatas, yang lebih umum (80%), dan scleroderma difus.
Kedua bentuk tersebut sistemik dengan derajat dan jenis yang berbeda
keterlibatan organ dan perkembangan penyakit. Prognosis dari pasien dengan
penyakit terbatas umumnya lebih baik daripada mereka dengan penyakit difus
(Lewis et al., 2014).

B. Klasifikasi

3
Menurut (Kalim et al., 2019) klasifikasi skleroderma adalah sebagai berikut.
1. Skleroderma terlokalisir
Skleroderma diklasifikasikan menjadi skleroderma lokal (SL) bila kelainan
terbatas pada kulit dan jaringan subdermis.
a. Morphea, merupakan satu atau banyak pengerasan kulit (setempat)
berbentuk bercak di kulit.
b. Skleroderma linier, merupakan pengerasan kulit berupa garis linear pada
ekstremitas dan terdapat atrofi otot, umumnya pada anak-anak.
c. Skleroderma en croup de sabre, dibedakan dengan skleroderma linear
berdasarkan lokasinya yang terletak pada dahi dan wajah sehingga dapat
menyebabkan deformitas pada wajah.
2. Sklerosis sistemik
Skleroderma sistemik (SS) terjadi bila disertai keterlibatan organ dalam.
a. Sklerosis sistemik terbatas, memiliki gambaran pengerasan kulit yang
hanya terjadi pada distal siku dan atau distal lutut.
b. Sklerosis sistemik difus, memiliki gambaran pengerasan kulit pada
ekstremitas proksimal siku dan atau lutut serta dapat melibatkan area
dibawah siku maupun lutut.
c. Systemic sclerosis sine scleroderma, tidak dijumpai kelainan kulit, namun
dijumpai keterlibatan organ viseral dan profil imuno serologi sesuai
dengan sklerosis sistemik.

C. Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab scleroderma tidak diketahui secara pasti. Disfungsi imunologi dan
kelainan pembuluh darah diyakini berperan dalam perkembangan penyakit
sistemik yang meluas. Resiko lainnya faktor yang terkait dengan penebalan kulit
termasuk lingkungan atau paparan pekerjaan terhadap batu bara, plastik, dan debu
silika (Lewis et al., 2014).

4
Banyak faktor yang diduga menjadi pencetus skleroderma, antara lain autoimun,
keturunan, faktor lingkungan, infeksi, obat-obatan, bahan kimia, trauma fisik dan
stres psikologis yang dapat merusak jaringan vaskular dan menghasilkan reaksi
skleroderma (Gandi et al., 2008).
a. Faktor genetik
Faktor genetik memiliki peranan dalam kejadian sklerosis sistemik, hal ini
dapat dilihat dari adanya peningkatan 13 sampai 15 kali kemungkinan
menderita sklerosis sistemik pada anggota keluarga yang menderita penyakit
ini (Kalim et al., 2019).
b. Faktor lingkungan
Dalam hal ini, infeksi belum terbukti dengan pasti memilki peranan dalam
patogenesis skleroisis sistemik. Penelitian menunjukkan beberapa pasien
memilki antibodi terhadap epitop protein UL83 dan UL94 dari human
cytomegalovirus (hCMV) yang diduga dapat bereaksi silang dengan anibodi
tepoisomerase I (Kalim et al., 2019).
c. Paparan bahan-bahan kimia
Paparan bahan-bahan kimia diduga berperan dalam patogenesis penyakit ini,
antara lain : pelarut organik, silika, logam berat, merkuri, kimia organik, vinil
klorida, benzena, toluen, dan trikloroetilen (Kalim et al., 2019).
d. Obat-obatan
Obat-obatan yang diduga berperan dalam patogenesis penyakit ini antara lain :
kokain, bleomisin, pentazosin, vitamin K dan suplemen penekan nafsu makan
(triptofan, mazindil, fenfluramin, dan dietilpropion) (Kalim et al., 2019).

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi scleroderma berkisar dari penebalan kulit yang menyebar dengan
organ yang berkembang pesat dan keterlibatan meluas ke bentuk kulit terbatas
yang lebih jinak. Tanda-tanda penyakit terbatas muncul di wajah dan tangan,

5
sedangkan penyakit difus awalnya melibatkan batang tubuh dan ekstremitas.
Manifestasi klinis dari scleroderma dapat dijelaskan oleh akronim CREST (Lewis
et al., 2014).
Calcinosis : endapan kalsium yang menyakitkan di kulit
Raynaud’s phenomenon (Fenomena Raynaud) : aliran darah abnormal
sebagai respons dingin atau stres
Esophageal dysfunction (Disfungsi esofagus): menyebabkan kesulitan
menelan oleh jaringan parut internal
Sclerodactyly: pengencangan kulit pada jari tangan dan jari kaki
Telangiectasia: bintik merah di tangan, lengan bawah, telapak tangan,
wajah, dan bibir
1. Kalsinosis.
Kalsinosis adalah kalsifikasi patologis pada jaringan lunak. Deposit kristal
kalsium hidroksiapatit dapat pada kulit, jaringan lunak, atau otot mungkin
subklinis. Ketika simptomatis,mereka mungkin terasa nyeri dan sakit. Mereka
dapat membentuk ulkus, mengeluarkan senyaw aberwarna putih pucat, dan
mengalami infeksi sekunder. Reaksi inflamasi muncul secara intermiten pada
lokasi kalsinosis (Anggoro, 2017).
2. Fenomena Raynaud.
Maurice Raynaud mendefinisikan fenomena Raynaud pada tahun 1862. Ia
mengamati adanya episode pucat, sianosis, dan/atau rubor pada tangan secara
bilateral sebagai respon terhadap suhu dingin atau stres emosional, dengan
pulsasi arterial proksimal yang normal, dan tanpa gangren. Pasien kadang
menjelaskan perubahan warna secara proksimal hingga mencapai pergelangan
tangan. Kaki lebih jarang terlibat. Jarang terkena telinga dan hidung. Kulit
yang terlibat terasa dingin selama serangan, tetapi kulit yang di sebelah
proksimal terasa hangat. Perubahan warna sering disertai dengan gejalayang

6
termasuk nyeri dan parestesia. Fenomena berlangsung selama hitungan menit
hingga jam,dan pasien bebas gejala antar-episode (Anggoro, 2017).
3. Dismotilitas esofagus.
Meski seluruh isi perut mungkin terlibat dalam skleroderma, keterlibatan
esofagus adalah yang paling sering dan relevan secara klinis. Semua pasien
memiliki motilitas normal pada esofagus proksimal,yang terutama terdiri dari
otot striatum. Prevalen-si esofagitis dan striktura (41%) dalam populasi pasien
ini lebih tinggi daripada pasien yang sehat dengan penyakit refluks
gastroesofageal. Gejala heart burndan disfagia bisa terjadi pada pasien dengan
esofagitis erosif. Komplikasi dari refluks gastroesofageal yaitu esofagitis
Barret, transfor-masi malignan adenokarsinoma esofageal akibatesofagitis
Barrett, juga telah terdokumentasikan pada pasien skleroderma. Kemungkinan
komplikasi lain dari dismotilitas esofagus dan refluks gastroesofageal adalah
occult aspiration (aspirasi tersembunyi) dan penyakit pulmoner (Anggoro,
2017).
4. Sklerodaktili.
Sklerodaktili berarti penebalan kulit jari tangan dan kaki. Tiga fase perubahan
kulit muncul dalam skleroderma: fase edematosa, faseinduratif, dan fase
atrofi. Pasien dengan skleroderma yang masih dini muncul dengan puffy
edema pada jari tangan dan mungkin melaporkan adanya kaku pagi hari atau
atralgia.
a) Fase edematosa biasanya pendek (dalam hitungan bulan, tetapi ka-dang
hingga tahunan).
b) Dalam fase induratif, kulit menjadi lebih tebal, tampak mengkilat, lipatan
kulit menghilang dan kencang, eritema mungkinmuncul, pasien mungkin
mengeluh gatal. Dalam skleroderma terbatas, proses ini berlangsung
perlahan selama bertahun-tahun.

7
c) Pada akhir perjalanan skleroderma, kulit menjadi rapuh dan kendor seiring
memasuki fase atrofi. Pada pasien sklero-derma terbatas, perubahan
penyakit kulit terjadisecara perlahan, selama bertahun-tahun, biasanya
keterlibatan kulit terjadi pada distal siku dan lutut, meski dapat melibatkan
wajah dan leher (Anggoro, 2017).
5. Telangiektasia.
Telangiektasia adalah lesi yang dibentuk oleh sekumpulan pembuluh darah
yang mengalami dilatasi. Pada pasien skleroderma, telangiektasia terjadi
pada wajah, badan tubuh atas, dan tangan. Lesi mungkin juga terjadi pada
permukaan mukosa (seperti bibir) dan sepanjang traktus gastrointestinal
(perdarahan saluran cerna rekuren) dan mungkin asimtomatis (Anggoro,
2017).

Di sebagian besar penderita terdapat fenomena Raynaud dan antinuclear antibody


selain itu terdapat gambaran sistemik yaitu disfagia, hipomotiliti traktus
gastrointestinal dan keterlibatan jantung, dan ginjal.
a. Kulit
1) Pada satu penderita hanya penebalan kulit di jari dan muka. Kelainan kulit
biasanya simetris dan bila menyerang kulit jari disebut sclerodacitly, yang
mungkin mengenai kulit bagian ujung lengan.
2) Mengenai kulit seluruh badan, kulit menjadi kencang dan tampak lebih
gelap (hiperpigmentasi).
3) Kulit muka seperti berbentuk topeng.
4) Timbul teleangictasi pada jari-jari, kulit dada, bibir, dan lidah.
5) Timbul penumpukan calcium di bawah kulit (calcinosis sircumscripta).
b. Sistem otot rangka

8
Menurut (Yatim, 2006) terjadi pergeseran sendi terutama sendi lutut, selaput
sendi mengalami peradangan (tendinitis), bursa sendi mengalami
pengendapan selaput fibrin pada permukaan sendi:
1) Persendian fleksi pada jari-jari, telapak tangan, dan siku mengalami
kontraktur. Karena terjadi fibrosis membrana sinovia dan jaringan lunak
sekitar sendi.
2) Bisa terjadi borok di ujung jari atau sekitar persendian jari.
c. Saluran cerna
Menurut (Yatim, 2006) terjadi gangguan oesopagus dimana gerakan otot
lambat hingga timbul gangguan penyerapan dan mungkin terjadi gerakan arus
balik (reflux).
1) Timbul gangguan dalam menelan makanan
2) Terjadi arus balik asam lambung sampai mungkin terjadi borok lambung
dan usus halus.
3) Timbul kantong-kantong besar pada dinding usus halus karena terjadi
penciutan otot dinding setempat.

Refluks asam lambung dapat terjadi sebagai akibat dari fibrosis esofagus. Jika
sulit menelan, pasien cenderung mengurangi makanan asupan dan
menurunkan berat badan. Efek GI tambahan termasuk sembelit akibat
hipomotilitas kolon dan diare yang disebabkan oleh malabsorpsi dari
pertumbuhan bakteri berlebih (Lewis et al., 2014).

d. Paru-paru
Keterlibatan paru meliputi penebalan pleura, fibrosis paru, dan kelainan fungsi
paru. Pasien mengalami batuk dan dispnea. Hipertensi arteri pulmonalis dan
penyakit paru interstisial dapat terjadi. Hipertensi arteri pulmonalis diobati
dengan obat-obatan seperti extendedrelease nifedipine (Afeditab CR),
bosentan (Tracleer), dan ambrisentan (Letairis). Penyakit paru-paru adalah
penyebab utama kematian pada scleroderma (Lewis et al., 2014).

9
e. Jantung
Penyakit jantung primer terdiri dari perikarditis, efusi perikardial, dan
disritmia jantung. Fibrosis miokard yang mengakibatkan gagal jantung paling
sering terjadi pada pasien dengan penyakit diffuse (Lewis et al., 2014).
f. Ginjal
Terjadi hiperplasia lapisan intima tubulus dan rongga antara lobus ginjal,
hingga terjadi hipertensi maligna. Bila tidak diatasi, keadaan makin buruk
sampai fatal dalam beberapa bulan (Yatim, 2006).
Penyakit ginjal sebelumnya merupakan penyebab utama kematian di
scleroderma difus. Karena hipertensi maligna berhubungan dengan
insufisiensi ginjal progresif cepat dan ireversibel dapat terjadi, pengenalan
dini terhadap keterlibatan ginjal dan inisiasi terapi sangat penting. Perbaikan
terbaru dalam dialisis, nefrektomi bilateral pada pasien dengan hipertensi
yang tidak terkontrol, dan transplantasi ginjal telah menawarkan beberapa
harapan kepada pasien gagal ginjal. Secara khusus, penggunaan angiotensin-
converting inhibitor enzim (ACE) (misalnya, lisinopril [Prinivil]) telah
memiliki a berdampak nyata pada kemampuan mengobati penyakit ginjal
(Lewis et al., 2014).

E. Patofisiologi
Sejumlah penelitian telah menyarankan urutan peristiwa patogenetik yang
diinisiasi oleh faktor etiologi yang tidak diketahui pada beberapa genetik
reseptif host yang memicu cedera mikrovaskuler yang ditandai dengan kelainan
struktural dan fungsional sel endotel. Disfungsi sel endotel memungkinkan daya
tarik kemokin dan sitokin-yang diperantarai sel inflamasi dan prekursor fibroblas
(fibrosit) dari aliran darah dan sumsum tulang dan perpindahannya ke jaringan
sekitarnya, mengakibatkan pembentukan proses inflamasi kronis dengan
partisipasi makrofag dan limfosit T dan B, dengan produksi lebih lanjut dan
sekresi sitokin dan faktor pertumbuhan dari sel ini.

10
Perubahan imunologi termasuk kelainan kekebalan bawaan, infiltrasi jaringan
dengan makrofag dan limfosit T dan B; produksi berbagai autoantibodi penyakit
khusus; dan disregulasi dari sitokin, kemokin dan produksi faktor
pertumbuhan. Pelepasan faktor pertumbuhan dan sitokin menginduksi aktivasi
dan konversi fenotip berbagai jenis sel, termasuk fibroblas, sel epitel, sel
endotel, dan perisit ke myofibroblas teraktivasi, sel-sel yang bertanggung jawab
untuk inisiasi dan pembentukan proses fibrosis.
Disfungsi endotel dan fibrosis adalah fenomena yang berkaitan dan telah
diusulkan bahwa perubahan vaskular, termasuk konversi fenotipik sel endotel
menjadi myofibroblas mesenkimal teraktifasi, mungkin memulai
peristiwa dan perubahan patogenetik umum yang menyebabkan fibrosis dan
inflamasi kronis yang melibatkan beberapa organ
Sel-sel inflamasi dan imun yang diaktifkan mengeluarkan sitokin,
kemokin, dan faktor-faktor pertumbuhan yang menyebabkan aktifasi
fibroblas, diferensiasi sel-sel endotel dan epitel menjadi myofibroblas, dan
perekrutan fibrosit dari sumsum tulang dan sirkulasi darah perifer.
Myofibroblas yang teraktivasi menghasilkan ECM dalam jumlah berlebihan
mengakibatkan fibrosis jaringan (Zubir & Zakiah, 2015).

11
F. Pathway

12
G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium Darah lengkap, biasanya didapatkan gambaran
yang non spesifik mungkin hanya gambaran anemia karena defisiensi besi
akibat GI blood lose.
2. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan scrologi tidak mutlak dikerjakan bila manifestasi klinis jelas,
Antibodi anti UIRNP (berhubungan dengan overlap sindrom), anti Sm.
Anticentromere anlibody pada pemcriksaan ANA dengan hep-2 cell, maka
didapatkan gambaran speckled karena adanya anticentromere. Bila ada
penderita raynaud penomenon dengan anticentromere positit, maka dapat
diprediksi akan berkembang ke arah skleroderma, dan antibodi ini sangat
kuat pada skleroderma dengan manifestasi CREST syndrome (Calcinosis,
Raynaud Phenomenon, Esophageal dysmotility, Sclerodactyby, dan
Telangiectasia) (Khanna, 2011), Bila pemeriksaan ANA memberikan
pattern nucleolar, i maka antibodi yang ditemukan adalah anti-PM-Scli
antibodi.
3. Biopsi kulit
Biopsi kulit jarang dilakukan bila secara klinis sudah dapat ditcgakkan
sklerodcrma. Biopsi kulit hanya dikerjakan pada manifestasi yang tidak
spesifik atau membedakan dengan penyakit mimicking skleroderma.
Gambaran histopatologi pada stadium awal hanya didapatkan infiltrasi
limfosit, monosit, sel plasma pada area sekitar pembuluh darah dan daerah
duktus kelenjar keringat (sueat glands). Akumulasi protein di dalam
pembuluh darah pada dermis dan batas antara dermin dan subkutan. Pada
stadium lanjut infiltrasi sel jarang tampak jaringan kolagen yang tebal
pada daerah dermal dan subkutan. Kelenjar keringat mengalami atrofi
yang disekitarnya mengalami fibrosis [ CITATION Tjo15 \l 1057 ].

13
H. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Tidak ada obat yang dapat menghentikan perkembangan
skleroderma. Tetapi obat hanya dapa meredakan beberapa gejala dan
mengurangi kerusakan organ ataui dapat membantu mencegah
komplikasi. Gaya hidup dan perubahan pola makan bisa membua hidup
dengan penyakit ini lebih mudah. Obat-obat yang dimaksud seperti:
a) Obat anti peradangan
Obat anti peradangan non steroi atau kadang-kadang kortikosteroid,
membantu meredakan nyeri otot dan sendi yang berat dan kelemahan
Non- medis.
b) Pensilamin
Efek Penisilamin akan memperlambat penebalan kulit dan bisa
menghambat keterlibata organ dalam, tetapi beberapa penderita tidak
dapat mengatasi samping obat-obatan ini.
c) Obat imunosupresan (penekan kekebalan)
Obat imunosupresan (penekan kekebalan) seperti metotreksat bisa
membantu beberapa penderita`
d) Tetracycline atau antibiotik
Tetracycline atau antibiotik lainnya dapat membantu mencegah
gangguan penyerapan di usus yang disebabkan oleh pertumbuhan
bakteri berlebih pada usus yang rusak
e) Nifedipine
Nifedipine dapat meredakan gejal dari fenomena Raynaud, tapi juge
bisa meningkatkan refluks asam.
f) Obat anti tekanan darah tinggi

14
Terutama penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitor),
berguna untuk mengobati penyakit ginjal dani tekanan darah tinggi.
2. Nonfarmakologi
a) Fisioterapi
Fisioterapi merupakan hal yang tak boleh dilupakan pada
penatalaksanaan scleroderma. Latihan range of motion aktif/pasif,
pemanasan. Keduanya bermanfaat untuk memperbaiki peredaran darah
dan kontraktur yang disebabkan oleh fibrosis pada sendi dan kulit.
Pencegahan vasokonstriksi karena dingin dan usaha mempertahankan
pembuluh darah dalam keadaan sedikit vasodilatasi dilakukan
misalnya dengan melindungi tubuh terhadap dingin dan melakukan
latihan jasmani bertahap.
b) Terapi Fisik
Terapi fisik dan latihan olah raga dapat membantu mempertahankan
kekuatan otot, tapi tidak dapat secara keseluruhan mencegah sendi
yang terflksasi pada posisi fleksi (Lewis et al., 2014).

I. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pada pengkajan diakukan wawancara dan pemerkKsaan laboraturium untuk
memperoleh informasi dan I data yang nantinya akan digunakan sebagal dasar
untuk membuat rencana asuhan keperawatan kien.
a. Anamnesa
Anamnesa mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, dan tanggal pengkajian.
b. Keadaaan Umum
Keadaan Umum Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan,
tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.

15
c. Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda Vital meliputi pemeriksaan :
- Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi dan kondisi patologis
- Pulse rate
- Respiratory rate
- Suhu
d. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Inspeksl Pada pemeriksaan fisik, saat infeksi ditemukan adanya
kelainan berupa adanya perubahan pada kulit seperti ulserasi (borok
ataul koreng), kalsifkasi (pengapuran), dan perubahan pigmentasi
(warna kulit), fenomena raynaud (perubahan warna iari tangan dan
jari kaki menjadi pucat, kebiruan atau kemerahan, iika terkena panas
ataupun dingin), kulit tangan dan lengan depan tampak mengkilat dan
menebal, kulit wajah tampak kencang sepertii topeng. Apabila
scleroderma menyebabkan terjadinya jaringan parut di paru-paru,
akan ditemukan dipsnea pada saati bernapas, adanya penggunaan otot
bantu pernapasan, klien tampaki sesak nafas. Apabila scleroderma
menyebabkan jaringan parut di jantung klien tampak menglami
palpitasi, terdapat sianosis sikumoral.
2. Palpasi
Ditemukan adanya pembengkakan, nyeri tekan, dan kekakuan pada
persendian. Kulit menjadi keras saat diraba, apabil scleroderma
menyebabkan jaringan parut dijantung, paru, ginjal dan organ-organ
lainya akan detemukan tacicardia, denyut nadi meningkat, turgor kulit
menurun Fremitus raba meningkat disisi yang sakit, Hati mungkin
membesar.
3. Perkusi

16
Apabila scleroderma menyebabkan jaringan parut di paru maka
didapatkan suara perkusi pekak bagian dada dan suara redup pada
paru yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi pada scleroderma yang menyebabkan jaringan parut di
jantung sehingga menimbulkan gagal jantung baik kanan maupul kiri
akan ditemukan Bunyi jantung; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4
dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, adanya murmur.
Sedangkan apabila scleroderma menyebabkan jaringan parut pada
paru akan terdengar stridor dan ronchii pad lapang paru.

17
B. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Luaran keperawatan Intervensi keperawatan


1 Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Monitor pernapasan
bd fibrosis paru ketidakefektifan pola napas dapat teratasi dengan Observasi :
kriteria hasil : - Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan
Domain 4 : Aktivitas/istirahat Setelah dilakukan perawatan, masalah pasien kesulitan bernapas
Kelas 4 : Respons dapat teratasi dengan kriteria hasil : - Catat pergerakan dada, ketidaksimetrisan,
kardiovaskular/pulmonal Status pernapasan penggunaan otot-otot bantu napas, dan
- Frekuensi napas dalam batas normal (16- retraksi pada otot supraclaviculas dan
Definisi : Inspirasi dan/atau 24x/menit) interkosta
ekspirasi yang tidak memberi - Irama pernapasan normal - Monitor suara napas tambahan seperti
ventilasi adekuat - Kedalaman inspirasi normal ngorok atau mengi
- Tidak ada penggunaan otot bantu napas - Monitor pola napas (mis. Bradipnea,
Batasan karakteristik : takipnea, dan hiperventilasi)
- Pola napas abnormal - Monitor saturasi oksigen
- Bradipnea - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Dispnea - Auskultasi suara napas, catat area dimana

- Pernapasan cuping terjadi penurunan atau tidak adanya

hidung ventilasi dan keberadaan suara napas

- Fase ekspirasi tambahan

memanjang Terapeutik :

- takipnea - Buka jalan napas dengan menggunakan

18
- Penggunaan otot bantu maneuver chin lift atau jaw thrust, dengan
pernapasan tepat
- Posisika pasien miring ke samping, sesuai
indikasi untuk mencegah aspirasi, lakukan
teknik log roll, jika pasien diduga
mengalami cedera leher
Edukasi :
- Ajarkan pasien untuk latihan pernapasan
yang efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bantuan terapi napas
(misalnya nebulizer)
2 Nyeri akut bd penumpukan Setelah dilakukan perawatan, masalah pasien Manajemen nyeri
kalsium dibawah kulit dan dapat teratasi dengan kriteria hasil : Observasi :
proses peradangan Kontrol nyeri - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
- Mengenali kapan nyeri terjadi frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
Domain 12 : Kenyamanan - Menggambarkan faktor penyebab nyeri dan faktor pencetus.
Kelas 1 : Kenyamanan fisik - Menggunakan tindakan pencegahan - Identifikasi skala atau tingkat nyeri
- Menggunakan tindakan pengurangan nyeri - Observasi adanya petunjuk nonverbal
Definisi : Pengalaman sensori tanpa analgesik mengenai ketidaknyamanan
dan emosional tidak - Menggunakan analgesik yang Terapeutik :
menyenangkan berkaitan direkomendasikan - Lakukan teknik nonfarmakologi untuk
dengan kerusakan jaringan - Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri mengurangi rasa nyeri seperti teknik

19
aktual atau potensial, atau yang pada profesional relaksasi atau pemberian kompres hangat
digambarkan sebagai - Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
kerusakan (International mempengaruhi ketidaknyamanan
Association for the Study of - Kendalikan faktor yang dapat mencetuskan
Pain); awitan yang tiba-tiba atau meningkatkan nyeri
atau lambat dengan intensitas - Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika
ringan hingga berat, dengan memilih strategi penurunan nyeri
berakhirnya dapat diantisispasi Edukasi :
atau diprediksi, dan dengan - Berikan informasi mengenai penyebab
durasi kurang dari 3 bulan nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan,
dan antisipasi dari ketidaknyamanan
Batasan karakteristik : - Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
- Bukti nyeri dengan - Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi
menggunakan standar Kolaborasi :
daftar periksa nyeri - Kolaborasi pemberian analgesik atau
untuk pasien yang tidak strategi nonfarmakologi
dapat
mengungkapkannya
- ekspresi wajah nyeri
- sikap tubuh melindungi
- sikap melindungi area
nyeri

20
- laporan tentang perilaku
nyeri/perubahan
aktivitas
3. Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan perawatan, masalah pasien Perawatan sirkulasi : Insufisiensi Arteri
jaringan perifer bd gangguan dapat teratasi dengan kriteria hasil : Observasi
pembuluh darah arteri dan Perfusi jaringan : Perifer - Lakukan pemeriksaan fisik sistem
respon terhadap suhu - Pengisian kapiler jari baik kardiovaskular atau penilaian yang
- Suhu kulit ujung kaki dan tangan normal komprehensif pada sirkulasi perifer
Domain 4 : Aktivitas/istirahat - Tekanan darah sistolik dan diastolik normal (misalnya, memeriksa denyut nadi perfer,
Kelas 4 : Respons - Tidak ada edema perifer edema, waktu pengisian kapiler, warna,
kardiovaskular/pulmonal dan suhu)
- Inspeksi kulit untuk adanya luka pada
Definisi : Penurunan sirkulasi arteri atau kerusakan jaringan
darah ke perifer yang dapat - Monitor jumlah cairan yang masuk dan
mengganggu kesehatan yang keluar
Terapeutik
Batasan karakteristik : - Ubah posisi pasien setidaknya setiap 2 jam
- Perubahan karakteristik dengan tepat
kulit - Lindungi ujung kaki dan tangan dari
- Nyeri ekstremitas cedera
- Parastesia - Pelihara hidrasi yang memadai untuk
- Warna kulit pucat menurunkan kekentalan darah

21
Edukasi
- Ajarkan pasien mengenai faktor-faktor
yang mengganggu sirkulasi darah
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat vasodilator
(melebarkan pembuluh darah) seperti
nitrogliserin atau obat antidepresan

Pengaturan suhu
Observasi
- Monitor suhu setiap 2 jam sesuai
kebutuhan
- Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi
sesuai kebutuhan
- Monitor suhu dan warna kulit
Terapeutik
- Gunakan matras penghangat, selimut
hangat, dan hangatkan lingkungan sekitar
untuk meningkatkan suhu tubuh
- Sesuaikan suhu lingkungan untuk
kebutuhan pasien
Edukasi

22
- Informasikan mengenai tindakan untuk
mencegah hipotermia karena paparan
dingin
Kolaborasi
- Kolaborasikan medikasi yang tepat
seperti suntik batolinum toxin agar tidak
memberikan respon berlebihan terhadap
suhu dingin
4 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan perawatan, masalah pasien Manajemen gangguan makan
kurang dari kebutuhan dapat teratasi dengan kriteria hasil : Observasi :
tubuh bd disfagia dan refluks Status nutrisi - Monitor tanda-tanda fisiologis (TTV,
asam lambung - Asupan gizi adekuat elektrolit
- Asupan makanan dan minuman adekuat - Monitor intake/asupan dan asupan secara
Domain 2 : Nutrisi - Kemampuan mengunyak dan menelan tepat
Kelas 1 : Makan - Status hidrasi baik - Monitor asupan kalori makanan harian
- Monitor berat badan klien secara rutin
Definisi : Asupan nutrisi tidak Terapeutik :
cukup untuk memenuhi - Bangun harapan terkait dengan perilaku
kebutuhan metabolik makan yang baik, intake/asupan
makanan/cairan dan jumlah aktifitas fisik
Batasan karakteristik : - Bantu dukungan (misalnya terapi relaksasi,
- Nyeri abdomen latihan desenstisasi, kesempatan untuk
- Gangguan sensasi rasa membicarakan perasaan) sembari klien juga

23
- Diare berusaha mengintegrasikan perilaku makan
- Enggan makan yang baru, perubahan citra tubuh, dan
- Asupan makanan kuran perubahan gaya hidup.

dari recommended Edukasi :

daily allowance (RDA) - Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang

- kurang minat pada baik dengan klien

makanan Kolaborasi :

- membran mukosa pucat - Rundingkan dengan ahli gizi dalam

- ketidakmampuan menentukan asupan kalori harian yang


dibutuhkan
memakan makanan
5 Gangguan menelan bd Setelah dilakukan perawatan, masalah pasien Pencegahan aspirasi
dismotilitas esofagus dapat teratasi dengan kriteria hasil : Observasi :
Status menelan : - Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk,
Domain 2 : Nutrisis - Mempertahankan makanan di mulut kemampuan menelan
Kelas 1 : Makan - Kemampuan mengunyah - Monitor status pernapasan
- Kemampuan untuk membersihkan rongga - Monitor kebutuhan perawatan terhadap
Definisi : Fungsi abnormal mulut saluran cerna
mekanisme menelan yang - Reflek menelan sesuai dengan waktunya - Monitor indikasi pemasangan NGT
dikaitkan dengan defisit - Penerimaan makanan Terapeutik :
struktur atau fungsi oral, faring, - Pertahankan kepatenan jalan napas
atau esofagus - Pantau cara makan atau bantu jika
diperlukan

24
Batasan karakteristik : - Beri makanan dalam jumlah sedikit
- Tersedak sebelum - Potong makanan menjadi potongan-
menelan potongan kecil
- Batuk sebelum menelan - Inspeksi kavitas oral terkait dengan obat-
- Makanan jatuh dari obatan maupun makanan yang tertahan
mulut Edukasi :
- Muntah sebelum Kolaborasi :
menelan - Sarankan konsultasi pada terapis bicara
- Makanan terdorong patologi dengan tepat
keluar dari mulut
- Bibir tidak menutup
rapat
6 Kerusakan integritas kulit bd Setelah dilakukan perawatan, masalah pasien Pengecekan kulit
penumpukan kalsium dapat teratasi dengan kriteria hasil : Observasi :
dibawah kulit Integritas jaingan : kulit & membran mukosa - periksa kulit dan selaput lendir terkai
- suhu, sensasi, elastisitas, hidrasi dan tekstur dengan adanya, kehangatan ekstrim, edema,
Definisi : Kerusakan pada bisa dipertahankan atau drainase
epidermis dan/atau dermis - integritas kulit - amati warna kulit, kehangatan, bengkak,
- pigmentasi dan perfusi jaringan baik pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada
Batasan karakteristik : - tidak ada lesi/luka pada kulit ekstremitas
- Nyeri akut - monitor warna dan suhu kulit
- Gangguan integritas - monitor kulit dan selaput lendir terhadap

25
kulit area perubahan warna, memar, dan pecah
- monitor kulit untuk adanya kekeringan
yang berlebihan dan kelembaban
- monitor sumber tekanan dan gesekan
Terapeutik :
- lakukan langkah-langkah untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut (misalnya, melapisi
kasur, menjadwalkan reposisi)
Edukasi :
- ajarkan anggota keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda kerusakan kulit,
dengan tepat
Kolaborasi :
- kolaborasikan pemberian obat untuk
mengurangi penumpukan kalsium seperti
warfarin, infus imonogloblin atau
diltilazem
7 Hambatan mobilitas fisik bd Setelah dilakukan perawatan, masalah pasien Terapi latihan : Mobilitas sendi
fibrosis pada sendi dapat teratasi dengan kriteria hasil : Observasi :
Pergerakan sendi - Tentukan batasan pergerakan sendi dan
Domain 4 : Aktivitas/istirahat - Jari dapat digerakkan atas inisitaif sendiri efeknya terhadap fungsi sendi
Kelas 2 : Aktivitas/olahraga - Pergelangan tangan dapat digerakkan atas - Monitor lokasi dan kecenderungan adanya
inisitaif sendiri dengan skala ROM nyeri dan ketidaknyamanan selama

26
Definisi : Keterbatasan dalam meningkat pergerakan/aktivitas
gerakan fisik atau satu atau - Tentukan motivasi pasien untuk
lebih ekstremitas secara meningkatkan atau memelihara pergerakan
mandiri dan terarah sendi
- Tentukan perkembangan terhadap
Batasan karakteristik : pencapaian tujuan
- Penurunan rentan gerak Terapeutik :
- Kesulitan membolak- - Pakaikan baju yang tidak menghambat
balik posisi pergerakan pasien
- Ketidaknyamanan - Lindungi pasien dari trauma selam latihan

- Dispnea setelah - Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal

beraktivitas yang teratur dan terencana


- Lakukan latihan ROM pasif atau ROM
dengan bantuan sessuai indikasi
- Bantu pasien untuk membuat jadwal
latihan ROM
- Bantu untuk melakukan pergerakan sendi
yang ritmis dan teratur sesuai kadar nyeri
yang bisa ditoleransi, ketahanan dan
pergerakan sendi
Edukasi :
- Jelaskan pada pasien atau keluarga manfaat

27
dan tujuan melakukan latihan sendi
- Ajarkan pasien/keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, ROM dengab bantuan
atau ROM aktif
Kolaborasi :
Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengambangkan dan menerapkan sebuah
pogram latihans
8 Gangguan citra tubuh bd Setelah dilakukan perawatan, masalah pasien Peningkatan citra tubuh
penebalan kulit, dapat teratasi dengan kriteria hasil : Observasi
hiperpigmentasi dan Citra Tubuh - Monitor frekuensi dari pernyataan
talangectesia - Gambaran internal diri mengkritisi diri
- Kesesuaian antara realitas tubuh dan ideal - Monitor apakah pasien bisa melihat bagian
Domain 6 : Persepsi diri tubuh dengan penampilan tubuh tubuh mana yang berubah
Kelas 3 : Citra tubuh - Sikap terhadap penggunaan strategi untuk Terapeutik
meningkatkan penampilan - Gunakan bimbingan antisipasif
Definisi : Konfusi dalam - Penyesuaian terhadap perubahan tampilan menyiapkan pasien terkait dengan
gambaran mental tentang diri- fisik perubahan-perubahan citra tubuh yang
fisik individu telah diprediksikan
- Bantu pasien untuk mendiskusikan
Batasan karakteristik : perubahan-perubahan bagian tubuh
- Perubahan fungsi tubuh disebabkan adanya penyakit atau
- Perubahan struktur pembedahan, dengan cara yang tepat

28
tubuh - Bantu pasien menentukan keberlanjutan
- Menyembunyikan dari perubahan-perubahan aktual dari
bagian tubuh tubuh atau tingkat fungsinya
- Perasaan negatif - Tentukan perubahan fisik saat ini apakah
tentang tubuh berkontribusi pada citra diri pasien
- Menolak menerima Edukasi
perubahan - Ajarkan pentingnya respon terhadap
perubahan tubuh dan penyesuaian di masa
depan, dengan cara yang tepat
kolaborasi

29
EVIDENCE BASED

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kemalaningtyas (2015)


tentang Penatalaksanaan Fisioterapi pada Skelroderma Jari Tangan Di RSUD
Kota Salatiga, ditemukan bahwa setelah dilakukan pelaksanaan terapi Micro
Wave Diathermy (MWD) dan terapi latihan dapat meringankan gejala nyeri,
penurunan rentang gerak sendi dan kelemahan otot. Pada pelaksanaan
fisioterapi ini, aktivitas yang dilakukan yaitu terapi Micro Wave Diathermy
(MWD) untuk membentu pasien agar merasa lebih hangat dengan memasang
alat elektrode glass tegak lurus di atas kedua tangan pasien serta terapi latihan
pada area tangan dan jari-jari berupa gerakan relaxed and forced passive
exercise , free and resisted active exercise dan hold relax yang meliputi
gerakan palmar-dorsal fleksi, radial-ulnar deviasi, fleksi-ekstensi jari tangan,
dan adduksi-abduksi jari tangan dilakukan secara bergantian dan setiap
gerakan diulang sebanyak 8 kali pengulangan. Didapatkan penurunan skala
nyeri yang dirasakan klien akibat adanya efek termal dari pemberian terapi
MWD. Peningkatan suhu pada area yang diterapi mengakibatkan terjadinya
vasodilatasi pada pembuluh darah sehingga aliran darah menjadi lancar dan
zat-zat penyebab nyeri dapat terbuang. Selain itu, pemberian terapi latihan
pada tangan dan jari-jari tangan berdampak dalam mengurangi nyeri karena
dengan melakukan latihan tersebut otot dapat terulur maksimal sehingga otot
yang spasme menjadi rileks. Selai itu, terapi latihan pada tangan dan jari-jari
tangan berupa latihan gerak aktif, latihan gerak pasif, dan hold relax dapat
mencegah terjadinya perlengketan jaringan, merileksasikan otot yang
mengalami spasme sehingga dapat dilakukan penguluran secara maksimal dan
dapat menurunkan nyeri, menjaga elastisistas dan kontraktilitas jaringan otot,
memelihara kekuatan otot serta mencegah kontraktur (Kemalaningtyas &
Studi, 2015)

30
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Scleroderma adalah penyakit langka kronis yang menyerang
pertahanan tubuh. Saat ini diperkirakan sekitar 150.000 sampai 500.000
orang Amerika telah terjangkit penyakit ini. Terutama wanita berumur
antara 30 sampai 50 tahun. Penyakit ini menjangkit 30 orang per 100.000
dan perbandingan antara wanita dan pria berkisar empat banding satu.
Scleroderma terbagi menjadi 2 yaitu scleroderma terlokalisir dan
scleroderma sistemik. Penyebab scleroderma tidak diketahui secara pasti.
Disfungsi imunologi dan kelainan pembuluh darah diyakini berperan
dalam perkembangan penyakit sistemik yang meluas. Resiko lainnya
faktor yang terkait dengan penebalan kulit termasuk lingkungan atau
paparan pekerjaan terhadap batu bara, plastik, dan debu silika

B. Saran
Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya serta dapat menjadi referensi untuk membuat makalah
selanjutnya. Kritik dan masukan sangat diharapkan agar makalah ini dapat
lebih baik lagi.

31
DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, J. (2017). CREST Syndrome. Jurnal Kedokteran Unram, 6 (1), 1–9.

Gandi, M., Seprida, Q. D., Wisesa, T. W., & Munasir, Z. (2008). Skleroderma pada
Anak. Sari Pediatri, 9 (6), 398–405.

Kalim, H., Wahono, C. S., Rahman, P. A., Najikhah, N. R., Santoso, A. A., Winoto,
E. S., & Jayanto, G. D. (2019). Reumatologi Klinik. Malang : UB Press.

Kemalaningtyas, R., & Studi. (2015). Penatalaksanaan fisioterapi pada skleroderma


jari tangan di rsud kota salatiga. Program Fisioterapi, Diii Kesehatan, Fakultas
Ilmu Surakarta, Universitas Muhammadiyah, 8–10. Retrieved from
http://eprints.ums.ac.id/32657/19/NASKAH PUBLIKASI.pdf

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-
Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems. Canada :
Elsevier.

Tjokroprawiro, I. (2015). BukuAjar Ilmu Dalam Ed.2 . Surabaya: Airlangga


University Press.

Yatim, F. (2006). Penyakit Tulang dan Persendian (Arthritis atau Arthralgia).


Jakarta : Pustaka Populer Obor.

Zubir, Zuhrial & Zakiah, Ayu Nurul. (2015). Skleroderma. Divisi


Pulmonologi Alergi-Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. (2-5).

32
33

Anda mungkin juga menyukai