Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gigantisme merupakan penyakit kronis yang diakibatkan oleh kelebihan GH (Growth
Hormone) / IGF-1 (Insulin Like Growth Factor-1) yang dapat mengganggu faal jantung dan
pernapasan sehingga meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Penyebab kematian tersering
pada gigantisme adalah penyakit kardiovaskuler.
Kelebihan GH pada masa kanak-kanak, dimana lempeng epifisis (epiphyseal plate) pada
ujung-ujung tulang panjang masih belum tertutup, akan berakibat timbulnya tubuh raksasa
(gigantisme).Pada umumnya pasien gigantisme juga menunjukkan gambaran akromegali. Penyakit
ini jarang sekali, insiden pasien baru adalah 3-4/1 juta penduduk / tahun.Usia rata-rata pada saat
ditegakkannya diagnosis akromegali adalah 40-45 tahun.
Peningkatan GH / IGF-1 biasanya akibat tumor hipofisis yang menghasilkan GH
(somatotroph tumor). Penyebab lain yang sangat jarang adalah peningkatan GHRH (Growth
Hormone Releasing Hormone) yang dihasilkan oleh tumor-tumor hipotalamus dan GHRH / GH
ektopik dari tumor-tumor non endokrin.
Timbulnya gambaran klinis berlangsung perlahan-lahan dimana waktu rata-rata antara mulai
keluhan sampai terdiagnosis berkisar sekitar 12 tahun. Gambaran klinis akromegali / gigantisme
dapat berupa akibat kelebihan GH / IGF-1 dan akibat massa tumor sendiri. Pengobatan pada kasus
dini dengan pembedahan tumor, obat-obatan dan penyinaran dapat memperbaiki kualitas hidup
pasien.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah definisi Gigantisme dan Kretinisme ?
2. Apa etiologi dan gejala Gigantisme dan Kretinisme?
3. Bagaimana patofisiologi Gigantisme dan Kretinisme ?
4. Bagaimana pentalaksanaan Gigantisme dan Kretinisme ?
5. Bagaimana asuhan kepeawatan dengan pasien Gigantisme dan Kretinisme ?

1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti diskusi ini, mahasiswa mampu memahami dan mengerti asuhan keperawatan
pada pasien yang menderita Gigantisme dan Kretinisme
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti diskusi ini, ditujukan agar mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan pengertian dari gigantisme dan Kretinisme
b. Menyebutkan dan menjelaskan etiologi dari gigantisme dan Kretinisme
c. Menyebutkan manifestasi klinis dari gigantisme dan Kretinisme
d. Menjelaskan patofisiologi dari gigantisme dan Kretinisme
e. Menyebutkan dan menjelaskan penatalaksanaan dari gigantisme dan Kretinisme
f. Membuat dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien penderita gigantisme dan
Kretinisme
BAB II
GIGANTISME

1. DEFINISI
Gigantisme adalah kelainan yang disebabkan sekresi hormone pertumbuhan (HP) atau Growth
Hormone (GH) yang berlebihan. Gigantisme terjadi jika produksi hormone pertumbuhan
berlebihan, terjadi sebelum dewasa atau sebelum proses penutupan epifisis. Efek anabolic hormone
pertumbuhan dimungkinkan karena adanya mediator insulin like growth factor (IGF I), suatu
peptida yang dihasilkan oleh jaringan hati sebagai respon terhadap rangsangan hormone
pertumbuhan (Tjokronegoro, 1999).
Apabila kelebihan hormone pertumbuhan terjadi sebelum penutupan epifisis pada anak akan
terjadi peningkatan pertumbuhan linier dan gigantisme (Isselbacher dkk., 2000)

2. FISIOLOGI
Hormon Pertumbuhan (HP,GP,Somatotropin) dihasilkan oleh sel somatotropin, yang merupakan
50% dari sel hipofisis anterior. Dalam keadaan normal sel hipofisis mengandung 3-5 mg HP dan
mampu menyekresi 500-875 𝜇g HP perhari dalam darah. Akan tetapi, dijumpai dua bentuk HP yaitu
bentuk monomer dan bentuk dimer. Kekurangan HP akan berakibat pertumbuhan yang lambat
sedangkan kelebihan HP berakibat gigantisme atau akromegali. Efek metabolik HP lainnya adalah
meningkatkan sintesis protein , efek anti-insulin yang ditunjukkan dengan adanya resistansi insulin
pada kasus kelebihan HP dan meningkatkan pengeluaran FFA dari sel-sel lemak. Kadar HP
tertinggi dijumpai pada waktu tidur, dan kadar HP tinggi dijumpai pada waktu anak-anak dan
dewasa muda (pada fase pertumbuhan) (Tjoktronegoro, 1999).

3. ETIOLOGI
Penyebab utama gigantisme atau akromegali adalah adanya adenoma kelenjar hipofisis yang
merupakan 95% kasus. Sisanya kurang dari 3% berasal dari produksi berlebihan GHRH dari tumor
karsinoid (terutama tumor bronkial), tumor sel beta pankreas, atau tumor adrenal dan kurang dari
2% berasal dari sekresi HP yang berlebihan yang berasal dari tumor ektopik beta sel pancreas.
Penyebab gigantisme atau akromegali dapat digolongkan sebagai berikut.
1. Gigantisme atau akromegali primer atau hipofisis, yakni penyebabnya adalah adenoma
hipofisis.
2. Gigantisme atau akromegali sekunder atau hipotalamik, disebabkan karena hipersekresi
GHRH dari hipotalamus.
3. Gigantisme atau akromegali yang disebabkan karena tumor ektopik (paru, pancreas, dan
lain-lain) yang menyekresi HP atau GHRH.
Adenoma hipofisis dapat dibedakan dalam dua bentuk berdasarkan besarnya tumor yakni,
mikroadenoma dengan diameter lebih kecil dari 10 mm dan makroadenoma kalau diameternya lebih
10 mm. Tumor pada umumnya dijumpai pada sayap lateral sela tursika (sella turcica).
Kadar HP mempunyai korelasi dengan besarnya tumor pada saat diagnosis ditegakkan.
Kebanyakan (75%) kasus adenoma somatotrofik merupakan makroadenoma, di antaranya 70%
dengan ukuran kurang lebih 20 mm. Dua pertiga kasus proklatinoma tergolong mikroadenoma pada
saat didiagnosis. Atas dasar inilah maka pemeriksaan penyaring intensif sangat penting dilakukan
untuk menemukan kasus sedini mungkin.
Akromegali yang disebabkan karena GHRH sangat jarang (kurang dari 1%), namun secara
klinis keadaan ini sulit dibedakan dengan akromegali yang disebabkan karena adenohipofisis.
Perbedaan hanya dibuat atas dasar pemeriksaan histopatologis, yang mendapatkan adanya
hyperplasia dan bukan adanya adenoma. Penyebab lainnya adalah adanya tumor islet sel pancreas
yang menghasilkan HP (Tjokronegoro, 1999).

4. PATOFISIOLOGI
Kelenjar hipofisis dianggap sebagai kelenjar endoktrin utama dalam tubuh dan memproduksi
enam hormon penting dan menyimpan dan hormon lainnya. Keenam hormon tersebut adalah
hormon pertumbuhan (HP),proklatin,luteinizing hormone (LH), follicle stimulating hormone (FSH),
thyroid stimulating hormone (TSH), dan adrenocorticotropin hormone (ACTH), yang dihasilkan
oleh neuron hipotalamus dan disimpan di hipofisis posterior.
Terdapat hubungan timbal balik negatif antara hipofisis dengan organ sasaran (gonad, korteks
adrental, dan kelenjar tiroid). Hipofisis sebaliknya dikontrol oleh hipotalamus melalui “bahan-bahan
kimia” sebagai mediator, yang mencapai hipofisis melalui sistem portal ditangkai hipofisis.
Gangguan tangkai ini akan berakibat menurunnya sekresi GH,TSH,FSH,LH, ataupun ACTH dari
hipofisis anterior.
Penyebab hipersekresi atau hiposekresi hormon, di samping berakibat terjadinya penekanan
mekanis terhadap organ-organ sekitarnya. Gejala utama akibat adanya tumor hipofisis adalah
timbulnya ekses (sekresi berlebihan) HP dan proklatin. Kelebihan proklatin berakibat
hipogonadisme dan galaktorea, sedangkan kelebihan HP berakibat gigantisme atau akromegali
(Tjokronegoro, 1999).
Kebanyakan pasien mengalami pembesaran tulang dan jaringan lunak, mengakibatkan
pembesaran tangan, kaki, ukuran topi, prognatisme, pembesaran lidah, pelebaran jarak antar gigi,
dan kulit muka menjadi kasar. Akromegali dikatakan lebih mirip orang lain daripada dengan
anggota keluarga. Hipertrofi laring dan pembesaran sinus akan mengakibatkan suara yang sangau.
Telapak tangan yang menebal, lembap, bertambahnya skin tag, akantosis nigrikans, dan kulit yang
berminyak.
Akromegali bukan hanya penyakit kerusakan kosmetik. Pasien akan merasa lemah dan lelah.
Angka metabolisme basal meningkat, yang pada gilirannya keringat bertambah banyak.
Kebanyakan mengalami gejala neurologis dan musculoskeletal, termasuk sakit kepala, paresthesia,
kelemahan otot, dan atralgia. Hipertrofi kartilago dan pertumbuhan tulang yang berlebihan sering
menyebabkan artritis degenelatif,kiposkoliosis,dan kadang-kadang stenosis spinal. Hipertensi
terjadi sekitar sepertiga dan ditandai supresi sekresi renim dan aldosterone akibat ekspansi volume
plasma dan natrium badan total.hampir semua penderita akromegali yang hipertensif dan setengah
akromigali yang tidak hipertensif mengalami kenaikan massa ventrikel kiri atau penebalan dinding
ventrikal kiri. Amenorea dapat terjadi dengan atau tanpa hiperprolaktinemia dan hirsutisme sering
dijumpai. Depresi dapat menetap setelah pengubatan akromegali yang berhasil. Banyak organ
termasuk hati dan ginjal bertambah ukurannya tanpa ada bukti kerusakan fungsional (Isselbacher
dkk., 2000).

5. PENATALAKSANAAN
1. Terapi pembedahaan
Ada dua macam pembedahan bergantung pada besarnya tumor,yaitu bedah makro dan
melakukan pembedahan pada batok kepala dan bedah mikro.
Cara terakhir ini dilakukan dengan cara pembedahan mlalui sudut antara celah infra orbita dan
jembatan hidung antara kedua mataa, untuk mencapai tumor hipofisis. Keberhasilan tersebut
bergantung pada besarnya tumor.
Kemungkinan relaps post-operasi kecil (kurang dari 5%).jika tumor terlalu besar maka
untuk mencegah timbulnya efek difisiensi hormon hopofisis,kerap dilalkukan kombinasi radiasi
post operatif atau kombinasi dengan terapi medikamentosa. Masalah anestesiologis adalah
akibat terjadi perubahan anatomi rahang, lidah, glotis, dan faring, sehingga proases itubasi
menjadi lebih sulit.
Efek samping operasi dapat terjadi pada 6-20% kasus, namun pada umumnya dapat
diatasi,komplikasi post -operasi dapat berupa kebocoran cairan serebrospinal, fistula oronasal,
epistaksis, sinutisis, dan dan infeksi luka operasi. Meskipun ditangani ahli bedah yang
berpengalaman kematian tetap dapat terjadi (kurang dari 1% kasus). Komplikasi lainnya adalah
terjadinya diabees insipidus dan hipopituitarisme(5-10% kasus). Keberhasilan terapi ditandai
dengan menurunnyaa kadar HP dibawah ug/l. Dengan kriteria ini keberhasilan terapi tercapai
50-60% kasus, yang terjadi atas 80% kasus mikroadenoma dan 20% kasus makroadenoma.
Pemantauan yang dilakukan pada post-operasi adalah sebagai berikut.
a. Insulin telerance lest
b. OGTT dikerjakan jika HP et rendom diatas 2 ug/l
c. Tes TRH harus dibuat jika menunjukan tes positif preoperatif
d. Fungsi kelenjar tiroid
e. Fungsi gonod
Jika hasil pemeriksaan tersebut diatas normal maka dianjur untuk melakukan pemeriksaan
ulang enam bulan setelah operasi, meliputi perkembangan klinis dan laboratorium (rendom GH,
IGF 1/SM-C levels).
Selanjutnya jika keadaan ini stabil dala kuurun waktu 2-3 tahun maka umumnya teraoi dianggap
berhasil, dan pemeriksaan ulang dapat dilakukan setahun sekali(Tjokronegoro 1999).
2. Tindakan Radiasi
Indikasi Radiasi adalah sebagai terapi pilihan secara tunggal,jika tindakan operasi tidak
memungkin dan menyertai tindakan pembedahan jika masih terdapat gejala aktif setelah terapi
pembedahan dilaksanakan. Tindakan rediasi dapat dilaksanakan dalam dua cara, yaitu sebagai
berikut.
Radiasi secara konvensional (konventoonal high voltage radiation, 45 Gy/4.500 rad).radiasi
ini bertujuan untuk mencegah kerusakan jaringan yang sehat, dan bermanfaat untuk pengecilan
tumor,menurunkan kadar HP, tetapi dapat pula memengaruhui fungsi hipofisis.
Radiasi reaksi tinggi partikel berat (high energy heavy perticles radiation, 150 Gy/15.000
rad). Radiasi ini dapat memberikan hasil yang lebih baik, tetapi membawa resiko yang lebih
besar pada gangguan penglihatan ( Tjokronegoro, 1999),
3. Terapi Medikammentosa (Agonis Dopamin)
pada orang normal, dopamin ataupun agonis dopamin dapat meningkatkan kadar HP, tetapi
tidak demikian halnya pada pasien akromegali. Pada akromegali, dopamin ataupun agonis
dopamin menurunkan kadar HP dalam darah. Biasanya agonis dopamin diberikan menyertai
terapi lainnya, dan jarang berhasil sebagai obat tunggal. Pasien akromegali membutuhkan
ppemantauan jaka panjang, untuk mengamati kemungkinan terjadinya kekambuhan.
Pengawasan terhadap sekresi Hp ataupun IGF 1/SM-C perlu dilakukan setiap enam bulan sekali,
di samping pengawasan terhadap gejala klinis yang timbul (Tjokronegoro, 1999)

6. PENGKAJIAN
1. Tanda klinis dijumpai pada usia dekade kedua dan ketiga atau diagnosa baru dapat ditegakkan
setelah kasus berjalan 5-15 tahun karena perjalanan awal penyakit sangat lambat.
2. Gejala akibat kelebihan hormon pertumbuhan atau IGF
a. Sistem muskuloskeletal
1) Gigantisme (pada kasus pubertas onset)
2) Bentuk muka berubah (frontal bossing)
3) Bentuk gigi tak teratur (prognatisme), pertumbuhan gigi tidak rapat, dan maloklusi.
3. Kiposis dan adanya osteopenia
4. Artropati
5. Pertumbuhan tulang ekstremitas berlebihan (bone shaft extremities)
a. Sistem intrugumen
1) Pelebaran atau pembesaran hidung, lidah, bibir, telinga, tangan dan kaki.
2) Kulit tampak menebal, basah, dan berminyak
3) Lipatan kulit kasar dan melebar (skin tag)
4) Tampak adanya achantosis nigricans
5) Hipertrikosis
6) Suara parau (lower pilch)
7) Penebalan telapak kaki (thicks heel pads)
6. Gejala akibat pembesaran tumor
a. Pembesaran ke atas
1) Sakit kepala
2) Gangguan penglihatan, mulai dari skotoma samapai dengan buta (dasar pada kiasma
optik)
3) Pembesaran ke lateral
b. Pembearan ke lateral
1) Kelumpuhan saraf III, IV, V, dan VI.
2) Penyumbatan pembuluh darah lokal ( sinus kavernosus)
3) Kejang (temporal lobe seizure)
c. Pertumbuhan ke inferior : CSF rinore.
d. Pertumbuhan ke anterior : CSF rinorea
e. Infark (pituitari appoplexia)

7. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANNGUAN HORMONE GH


No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Resiko pertumbuhan Setelah dilakukan Panduan antisipatif
tidak proposional dengan tindakan keperawatan, a. Bantu keluarga untuk
mengidentifikasi kemungkinan akan
faktor resiko individu : resio gigantisme terdeteksi
terjadinya ganguan perkembangan
penyakit gigantisme dengan kriteria hasil b. Ajarkan tentang tahap
sebagai berikut : perkembangan dan perilaku yang
normal sesuai usia pasien
a. Mengenali tanda dan c. Kaji cara memecahkan masalah
gejala gigantisme yang digunakan oleh keluarga
d. Bantu keluarga cara memecahkan
b. Mampu masalah terkait dengan
mengidentifikasi perkembangan pasien
potensial resiko e. Berikan contoh-contoh kasus
penyakit gigantisme yang diderita
terjadinya gigantisme
oleh orang lain dan cara – cara
c. Mencari validasi penyelesaian masalahnya
ketika merasa ada f. Latih keluarga cara menangani
ganguan perkembangan mental atau
resiko terjaddinya
adanya krisis situasional yang terjadi
gigantisme pada pasien
d. Melakukan g. Bantu pasien dan keluarga untuk
beradaptasi pada perubahan yang
pemeriksaan tumbuh
terjadi
kembang secara rutin h. Berikan edukasi pada keluarga
sesuai dengan dengan memberikan selebara
rekomendasi tentang penyakit gigantisme dan
resiko tejadinya ganguan
e. Pasien mendapatkan
perkembangan serta cara
pengetahuan tentang menghadapinya
riwayat terjadinya
resiko gigantisme
f. Mampu memantau
perubahan status
kesehatan umum.
2 Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan Peningkatan citra tubuh
berhubungan dengan tindakan keperawatan ,
a. Tentukan harapan pasien akan citra
penyakit ( gigantisme ) citra tubuh meningkat
tubuhnya sesuai dengan tahap
dengan kriteria hasil
perkembanganya
sebagai berikut
b. Gunakan panduan antisipasif untuk
a. Gambar diri internal mempersiapkan pasien dalam
meningkat menerima perubahan citra tubuh
b. Adanya kesesuaian c. Kaji adanya perasaan tidak suka
antara realitas tubuh, pada beberapa bagian tubuhnya
tubuh ideal, dan yang dapat berakibat terhambatnya
presentasi tubuh hubungan sosial pada pasien remaja
c. Pasien dapat d. Bantu pasien mendiskusikan
mendisripsikan bagian perubahan pada tubuhnya yang
tubuh bermasalah disebabkan oleh penyakit
d. Pasien bersedia e. Tentukan apaka perubahan fisik
menunjukkan sikap yang baru saja terjadi telah menjadi
menyentuh bagian gambaran dirinya saat ini
tubuh yang bermasalah f. Bantu pasien untuk memisahkan
e. Pasien menunjukkan antara penampilan fisik yang ada
sikap untuk dengan perasaan personalnya
memperbaki g. Bantu pasien untuk membahas stress
penampilan yang mempengaruhi cara tubuh
f. Pasien menunjukkan h. Pantau beberapa kali pasien
kepuasaan dengan mengritik diri sendiri
penampilan tubuhnya i. Pantau apakah pasien mau melihat
g. Pasien dapat bagian tubuh yang berubah
menunjukkan j. Pantau adanya pernyataan pasien
penyesuaian diri yang mengidentifikasi persepsi citra
dengan perubahan tubuh berkaitan dengan bentuk
penampilan fisiknya tubunya
h. Pasien dapat k. Kaji persepsi pasien dan keluarga
menunjukkan tentang citra tubuh berhubungan
penyesuaian diri dengan kerusakan yang terjadi pada
dengan perubahan bagian tubuhnya
fungsi tubuhnya l. Identifikasi strategi koping yang
i. Pasien dapat digunakan oleh pasien keluarga
menunjukkan dalam menanggapi perubahan yang
penyesuaian diri terjadi
dengan perubahan m. Kaji bagaimana pasien merespons
status kesehatannya reaksi keluarga
n. Informasikan pada keluarga
pentingnya respons positif mereka
terhadap perubahan tubuh pasien
dan menyesuaikan terhadap masa
depannya
o. Kaji apakah perubahan citra tubuh
telah menciptakan isolasi sosial
p. Bantu pasien dalam
mengidentifikasi bagian tubuh agar
memiliki persepsi positif
q. Identifikasi cara untuk mengurangi
dampak dari gigantisme melalui
pakaian yang sesuai
r. Bantu pasien mengidentifikasi
tindakan yang dapat meningkatkan
penampilan
s. Fasilitasi pasien untuk
bertemu/kontak dengan individu
yang memiliki permasalahan yang
sama
t. Kemangkan harapan terhadap citra
tubuh yang realistis.
3 Kerusakan gigi Setelah dilakukan Promosi kesehatan mulut
berhubungan dengan keperawatan , kesehatan
a. Pantau kondisi mulu pasien (bibir,
presisposisi : peningkatan mulut adekuat dengan
lidah, membran mokusa, gigi dan
kadar hormon kriteria hasil sebagai
gusi )
pertumbuhan berikut
b. Lakukan pemeriksaan pada
a. Mulut bersih kesehatan mulut dan aji adanya
b. Gigi bersih resiko kerusakan
c. Gusi bersih c. Kaji kebiasaan pasien dalam
d. Lidah bersih membersihkan gigi dan mulut secara
e. Bibir lembap rutin
f. Lidah dan membran d. Anjurkan pada pasien atau keluarga
mokusa lembab pasien untuk meningkatkan
g. Warna membran frekuensi dan kualitas dalam
mokusa dalam batas merawat kesehatan mulut (
normal penggunaan benang gigi, sikat gigi,
h. Integritas membran berkumur, nutrisi yang adekuat,
mokusa dalam batas penggunaan flourida dan kebiasaan
normal merawat diri )
e. Bantu pasien dalam menggosok
gigi,gusi dan lidah berkumur dan
menggunakan benang gigi
f. Berikan pelempbab pada bibir.
4. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan Terapi Latihan :Ambulasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan, a. Pakailah pakaian pasien yang tidak
perubahan metabolik meningkat dengan kriteria kentat
(peningkatan kadar hasil sebagai berikut. b. Bantu pasien untuk menggunakan
hormon pertumbuhan ) a. Mampu menanggung alas kaki untuk latihan berjalan agar
dan gangguan berat badan terbebas dari cedera
muskuloskeletal b. Gaya berjalan yang c. Turunkan tempat tidur pasien
efektif d. Posisikan tempat tidur pasien agar
c. Berjalan dengan mudah digunakan untuk berpindah
langkah yang cukup. e. Bantu pasien untuk duduk disisi
d. Berjalan dengan terluar tempat tidur untuk
langkah cepat. memfasilitasi berdiri
e. Berjalan langkah naik f. Konsultasikan pada dokter dan
f. Berjalan langkah turun fisioterapis tentang rencana
g. Berjalan menurun ambulasi yang akan dilakukan
h. Berjalan menanjak g. Instruksikan pada pasien cara
i. Berjalan jarak dekat memosisikan dirinya saat proses
j. Berjalan jarak sedang berpindah
k. Berjalan jarak jauh h. Bantu pasien saat pindah
l. Berjalan mengitari i. Ginakan alat bantu untuk ambulasi
ruangan (tongkat,alat bantu berjalan /walker
m. Berjalan mengitari atau kursi roda ) jika dibutuhkan.
rumah j. Instruksikan pada pasien bagaimana
n. Dapat mengatur saat teknik berpindah dan ambulasi
berjalan dengan sacara aman.
permukaan tanah yang k. Pantau pasien dalam
berbeda menggunakanalat bantu
o. Dapat berjalan l. Bantu pasien saat belajar berdiri dan
mengitari rintangan berpindah
m. Bantu pasien menentukan jarak
untuk ambulasi
n. Anjurkan pasien untuk tidak
bergantung saat ambulasi dan
melakukannya secara aman
5 Keletihan berhubungan Setelah dilakuakan Manajemen Energi (Energy
dengan status penyakit tindakan keperawatan Management)
gigantismekromegali tingkat keletihan a. Kaji status fisiologis pasien yang
berkurang dengan kriteria mengakibatkan kelelahan dalam
hasil sebagai berikut. konteks perkembangan
a. Tidak terdapat b. Dorong pasien untuk
kelelahan /keletihan mengungkapkan perasaan tentang
b. Tidak terdapat keterbatasan aktivitasnya.
kelemahan /kelesuan c. Kaji persepsi pasien/orang lain
c. Tidak terdapat penyebab kelelahan
penurunan mood d. Konsultasikan dengan ahli gizi
d. Tidak terdapat tentang cara-cara untuk
kehilangan nafsu meningkatkan asupan makanan
makan energi tinggi sesuai dengan status
e. Tidak terdapat penyakit gigantisme/akromegali
penurunan libido e. Pantau respons kardiorespirasi
f. Tidak terdapat terhadap aktivitas (takikardi,
kerusakan konsentrasi disritmia, dyspnea, diaspoesis pucat,
g. Tidak terdapat hemodinamik, dan jumlah respirasi)
penurunan motivasi f. Pantau dan catat pola tidur dan
h. Tidak terdapat sakit jumlah tidur pasien
kepala/ pusing g. Pantau lokasi ketidaknyamanan atau
i. Tidak terdapat nyeri nyeri selama bergerak dan aktivitas
pada tulang h. Pantau intake nutrisi
j. Tidak terdapat stress i. Pantau pemberian obat dan efek
k. Aktivitas hidup sehari- samping obat
hari normal. j. Instrusikan pada pasien untuk
l. Dapat menggunakan mencatat tanda-tanda dan gejala
bantuan alat dalam kelelahan.
aktivitas sehari k. Catat beberapa aktivitas yang dapat
m. Penampilan kerja baik meningkatkan kelelahan pasien
n. Gaya hidup normal l. .Anjurkan pasien melakukan
o. Kualitas istirahat baik kegiatan yang dapat meningkatkan
p. Kualitas tidur baik relaksasi (membaca atau
q. Terjadi keseimbangan mendengarkan musik)
antara istirahat dan m. Rencanakan kegiatan ketika pasien
aktivitas memiliki energi yang lebih.
r. Kewaspadaan baik
s. Kadar hematocrit
dalam batas normal
t. Saturasi oksigen dalam
batas normal
u. Fungsi tiroid dalam
batas normal
v. Fungsi neurologi
dalam batas normal
w. Metabolisme dalam
batas normal
6. Kerusakan integritas Setelah dilakukan Ketahanan kulit (Skin Surveilans)
kulit berhubungan tindakan keperawatan a. Periksa kulit dan membrane mukosa
dengan faktor ,integritas jaringan:kulit terkait adanya kemerahan,panas ,dan
perkembangan dan membrane mukosa edema
(gigantisme/akromegali) adekuat dengan kriteria b. Amati pada ekstremitas yaitu
hasil sebagai berikut: warna,kehangatan,pembekakan,
a. Temperatur kulit tekstur,edema,dan ulserasi
dalam batas normal c. Gunakan skala Braden untuk
b. Sensasi dalam batas mengidentifikasi pasien pada resiko
normal kerusakan kulit
c. Elastisitas dalam batas d. Pantau warna dan suhu kulit
normal. e. Pantau kulit dan selaput lender
d. Perspirasi dalam batas untuk perubahan warna,memar,dan
normal kerusakan
e. Tekstur dalam batas f. Pantau adanya ruam/pruritus
normal g. Pantau pada kulit adanya kekeringan
f. Thickness dalam batas yang berlebihan
normal h. Pantau adanya tanda-tanda infeksi
g. Perfusi jaringan dalam i. Ajarkan pada anggota
batas normal keluarga/pengasuh tentang tanda-
h. Pertumbuhan rambut tanda kerusakan kulit
pada kulit dalam batas
normal Perawatan kulit Pengobatan Topikal
i. Integritas kulit dalam (Skin CareTopical/Treatment)
batas normal a. Bersihkan kulit dengan sabun anti
j. Tidak terdapat bakteri
pigmentasi yang b. Pakaikan baju pada pasien dengan
abnormal baju yang tidak ketat
k. Tidak terdapat lesi c. Berikan bedak yang kering pada
tubuh pasien (sesuai Kebutuhan )
d. Lakukan back rub dan neck rub
BAB III
KRETINISME/HIPOTIROIDISME KONGENITAL
1. DEFINISI
Kretinisme atau hipotiroidisme kongenital adalah kurangnya hormon tiroid yang terjadi sejak
bayi dilahirkan. Hal ini dapat ditimbulkan karena defek anatomi dari glandula, kelainan bawaan dari
metabolisme hormon tiroid, atau defisiensi yodium. Hipotiroid kongenital ditandai dengan kadar
hormon tiroid (HT) yang sangat rendah, dengan TSH dan TRF tinggi (Crowin, E., 2001).
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah mencatat perbandingan insiden hipotiroid kongenital
adalah 1 berbanding 3000-4000 pada bayi baru lahir di Indonesia.
Kretinisme adalah suatu kelainan hormonal pada anak-anak yang terjadi akibat kurangnya
hormon tiroid. Penderita kelainan ini mengalami kelambatan dalam perkembangan fisik maupun
mental. Kretinisme adalah perawakan pendek pada anak-anak akibat kurangnya hormon tiroid
dalam tubuh.
Kretinisme adalah suatu kondisi akibat hipotiroidisme ekstrem yang di derita selama kehidupan
janin, bayi, atau kanak-kanak, dan terutama di tandai dengan gagalnya pertumbuhan tubuh anak
tersebut dan retardasi mental (guyton, 2007).
Kretinisme adalah keadaan seseorang sebagai akibat dari kekurangan yodium yang ditandai
dengan keterbelakangan mental disertai satu atau lebih kelainan syaraf seperti gangguan
pendengaran, gangguan bicara, serta gangguan sikap tubuh dalam berdiri dan berjalan dari ringan
sampai berat atau gangguan pertumbuhan (cebol).
Ciri-ciri penderita kretinisme sangat khas. Cirinya antara lain bentuk tubuhnya pendek dengan
proporsi yang tak normal. Ciri lainnya adalah lidahnya besar dan lebar, pangkal hidungnya datar,
rambutnya kasar dan kering, kulitnya kusam, serta otot-ototnya lembek. Anak-anak penderita
kretinisme ini biasanya mengalami gangguan pencernaan, pendengaran, dan kemampuan berbicara.
Bila kelainan ini terjadi sebelum usia dua tahun, biasanya anak mengalami keterbelakangan mental
untuk selamanya. Bila munculnya kelainan ini pada umur setelah dua tahun, anak hanya mengalami
keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan fisik. Kelainan ini diobati dengan cara pemberian
hormon tiroid. Hormon diberikan tiap hari secara terus-menerus. Bila kelainan muncul sebelum usia
dua tahun, pengobatan ini tak dapat memperbaiki keterbelakangan mental yang ditimbulkannya.
2. GEJALA
Gejala klinis hipotiroid kongenital sering kali nonspesifik dan asimptomatik, dan hanya berkisar
5% yang dapat didiagnosis. Sayangnya, hipotiroid kongenital tidak tampak pada bayi baru lahir.
Bayi dengan kelainan ini tetap tampaknormal saat lahir dan baru bisa dideteksi setelah berusia
beberapa minggu. Hal ini dikarenakan selama dalam kandungan ibu, bayi mendapatkan HT dari ibu
sehingga bayi akan lahir tanpa kelainan. Namun, apabila penyakit tersebut tidak terdeteksi setelah
lahir dan tidak dilakukan pemberian HT pengganti, maka perkembangan susunan saraf pusat (SSP)
terganggu (Crowin, E., 2001 dan Saraswati, D., 2014)
Hormon tiroid memiliki peran vital dalam pertumbuhan, metabolisme, dan pengaturan cairan
tubuh. Kekurangan HT menyebabkan sel saraf, sel otak, dan otot tidak bisa berkembang dengan
baik serta keterbelakangan mental. Ciri-ciri bayi yang menderita hipotiroid kongenital adalah
sebagai berikut (Saraswati, D., 2014).
1. Ubun-ubun besar dan sutura melebar.
2. Hernia umbilikalis (perut yang membesar dengan pusar menonjol keluar)
3. Ukuran lidah lebih besar.
4. Prolonged jaundice (jaundis yang berkepanjangan, lebih dari tujuh hari)
5. Konstipasi.
6. Hipotonia (tonus/tegangan otot lemah).
7. Gangguan minum dan mengisap.
8. Sering tersedak.
9. Tidur berlebihan.
10. Kulit kering dan teraba dingin.
11. Bayi jarang menangis.
12. Refleks lambat.
Pada umur 3-6 bulan gejala makin jelas. Sekarang mulai kelihatan pertumbuhan dan
perkembangan lambat (retardasi mental dan fisik). Sesudah melewati bayi, anak akan kelihtan
pendek, anggota gerak pendek, dan kepala kelihatan besar. Ubun-ubun besar terbuka lebar. Jarak
antara kedua mata lebar (hipertelorisme). Mulut sering terbuka dan tampak lidah membesar dan
tebal. Pertumbuhan gigi terlambat dan gigi mudah rusak. Tangan agak lebar dan jari pendek. Kulit
kering tanpa keringan warna kulit kekuning-kuningan yang disebabkan oleh karotenemia.
Miksedema tampak jelas pada kelopak mata, punggung tangan, dan genetelia eksterna. Otot-otot
biasanya hipotonik. Retardasi mental makin jelas. Suara biasanya parau dan biasanya tidak dapat
berbicara. Makin tua, anak makin terlambat dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pematangan
alat kelamin terlambat atau sama sekali tidak terjadi (Abdoerrachman, M.H., 2000)

3. PENATALAKSANAAN
Perkembangan otak sangat bergantung pada kadar hormon tiroid dalam 2-3 tahun pertama
kehidupan. Tujuan terapi adalah menjamin anak memiliki pertumbuhan yang memadai dan
perkembangan psikomotor sedekat mungkin dengan potensi genetik mereka. Terapi hipotiroidisme
kongenital sejak dini diyakini akan memberikan luaran atau hasil pertumbuhan dan perkembangan
intelektual yang lebih baik. Beberapa kondisi yang juga mungkin berperan terhadap perbaikan
tumbuh kembang pada balita dengan hipotiroidisme kongenital adalah derajat beratnya penyakit,
ada tidaknya komorbid, dan keadekuatan terapi L-T4 yang diberikan, meliputi dosis awal yang
tinggi, dan keteraturan minum obat, serta ketaatan kunjungan (Maciel, dkk, 2013; Wirawan, A.,
dkk, 2013).
Jika tidak diobati selama beberapa bulan setelah lahir, hipotiroidisme kongrnital parah dapat
meneybabkan kegagalan pertumbuhan dan keterbelakangan mental permanen. Pengobatan terdiri
atas dosis harian hormon tiroid (tiroksin) yang pemberiannya melalui mulut. Oleh karena
pengobatan yang sederhana, efektif, dan murah, hampir semua negara maju melakukan skrining
bayi baru lahir untuk mendeteksi dan mengobati hipotiroidisme kongenital pada minggu-minggu
prtama kehidupan (Maciel, dkk., 2013; APEG, 2015).
Pengobatan hipotiroidisme kongenital menggunakan Levothyroxine. Levothyroxine (levothroid,
levoxyl, synthroid) dikenal sebagai L-tiroksin, T4, dan tiroksin. Sebuah hormon tiroid yang sudah
terbukti aman, manjur, dan mudah penggunaannya. Dalam bentuk aktif, hormon ini
mempengaruhipertumbuhan dan pematangan jaringan, terlibat dalam pertumbuhan normal,
metabolisme, dan pengembangan. Pemberian dosis bervariasi menyesuaikan ukuran tubuh masing-
masing individu. Sebagai panduan, berikut adalah dosis yang bisa digunakan (Doctor Indonesia,
2013; APEG, 2015).
Dosis Levothyroxine pada Hipertiroidisme Kongenital
Usia Dosis
0-6 bulan 25-50 µg/hari atau 8-15 µg/kg/hari
6-12 bulan 50-75 µg/hari atau 7-10 µg/kg/hari
1-5 tahun 5-100 µg/hari atau 5-7 µg/kg/hari
5-10 tahun 100-150 µg/hari atau 3-5 µg/kg/hari
>10-12 tahun 100-200 µg/hari atau 2-4 µg/kg/hari
Setelah masa bayi, dosis dipertahankan 100 µg/m2/hari

Dosis Levothyroxine yang direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics adalah 10-
15 µg/kg/hari, yang harus dimulai sesegera mungkin, idealnya dalam 14 hari pertama kehidupan
walaupun gejala tidak ada. Penelitian menunjukkan, dengan dosis tersebut, konsentrasi, FT4 atau
TT4 dan TSH akan normal dalam 3 hari dan 2-4 minggu (Maciel, dkk., 2013).
Pemberian Levothyroxine atau L-T4 harus dalam bentuk tablet, tidak boleh dalam bentuk
suspensi/sirup, karena sediaan hormon dalam bentuk cair tidak di perbolehkan dalam penggunaan
klinis.Tablet harus dihancurkan dalam bentuk kecil dengan sedikit air atau susu,kemudian diberikan
dengan sendok dan tidak boleh ditambahkan dalam botol susu formula.L-T4 tidak boleh digunakan
dengan substansi lain yang mempengaruhi absorbsinya seperti kacang kedelai,zat besi,dan
kalsium.pemberian dilakukan pada pagi hari sebelum makan atau dalam kondisi perut kosong,dan
pemberian makanan harus dihindari dalam waktu 30-60 menit.Meskipun pemberian L-T4
direkomendasikan dalam kondisi perut kosong,namun ini tidak praktis untuk bayi.Pemberian untuk
bayi bisa diberikan di antara waktu makan/bersama waktu makan.Bila pasien muntah,dosis harus
diulang (Macie,dkk.,2013;APEG,2015).

4. EVALUASI
Anak-anak dengan hipotiroidisme congenital harus dipantau secara klinis dan
biokimia.Parameter klinis harus mencakup pertumbuhan linier,berat badan,perkembangan,dan
kesejahteraan secara keseluruhan.Sementara parameter biokimia meliputi pemeriksaan TSH dan
T4.Pengukuran laboratorium T4 (total atau T4 bebas) dan TSH harus diulang 4-6 minggu setelah
memulai terapi,yaitu setiap 1-3 bulan selama tahun pertama kehidupan dan setiap 2-4 bulan selama
tahun kedua dan ketiga.Pada anak-anak usia 3 tahun dan lebih tua,interval waktu antara pengukuran
dapat ditingkatkan atau dibuat lebih lama.
Kemungkinan terjadinya hipertiroidisme perlu diwaspadai,karena terapi hipotiroidisme yang
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan TSH sehingga memicu hipertiroidisme.Dosis yang
berlebihan dapat mengakibatkan takikardia,kecemasan berlebihan,gangguan tidur,dan gejala
tirotoksikosis yang lain.Pemberian tiroksin berlebihan jangka lama mengakibatkan teradinya
kraniosinostosis.Pemeriksaan fungsi tiroid 2-4 minggu setelah terapi dimulai dan 2 minggu setelah
setiap perubahan dosis.Apabila fase perkembangan otak sudah dilalui,pemantauan dapat dilakukan
3 bulan sampai 6 bulan sekali dengan mengevaluasi pertumbuhan linear,berat badan,perkembangan
motorik dan bahasa,serta kemampuan akademis untuk yang sudah bersekolah.
Berikut adalah rekomendasi pengobatan dan monitoring pengobatan anak dengan hipotiroidisme
congenital menurut American Academy of Pediatrics.
Tabel 3.8 Pengobatan Hipotiroidisme Kongenital,Monitoring,dan Konsentrasi Target Hormon
Dosis Awal L-T4 10-15µg/kg/hari
Mengawasi T4 bebas,atau T4 total,dan TSH a. 2-4 minggu setelah pemberian L-T4
b. Setiap 1-2 bulan selama bulan pertama
c. Setiap 2-3 bulan dari 6-36 bulan
d. Setiap 6-12 bulan sampai pertumbuhan
selesai
Target terapi untuk hormone tiroid a. T4:rentang bervariasi menurut usia,contoh T4
bebas rentang dosis 0,8-2,3 ng/dL,bertujuan
untuk mencapai target nilai 1,4-2,3 ng/dL
b. T4 total: 10-16 µg/dL pada dua tahun
pertama kehidupan
c. TSH: < 5 µU/mL,optimal 0,5-2,0 µU/mL
Sumber: Marciel et al,2011;Doctor Indonesia,2013

5. KOMPLIKASI
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi
(perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermia tanpa menggigil, hipotensi,
hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hinggan koma. Dalam keadaan darurat misalnya pada koma
miskedema maka hormon tiroid diberikan secara intravena.
6. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KRETINISME
NO Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Perawatan Jantung : Rehabilitatif
berhubungan dengan tindakan keperawatan a. Pantau toleransi terhadap aktivitas
ketidakseimbangan ntara pasien dapat pasien
suplai dan kebutuhan menoleransi akivitas b. buat jadwal untuk ambulasi
oksigen dengan kriteria hasil c. Anjurkan pada pasien / keluarga
berikut. untuk memiliki harapan yang
a. saturasi oksigen saat realistis sesuai dengan penyakit
beraktivitas dalam yang dialaminya
batas normal d. Instruksikan pada pasien dan
b. denyut nadi saat keluarga untuk menghentikan
beraktivitas dalam kebiasaan merokok , melakukan
batas normal diet sesuai dengan kondisi
c. Rata-rata pernapasan jantungnya dan latihan aktivitas
saat beraktivitas sesuai dengan kemampuan
dalam batas normal jantungnya
d. kemudahan dalam e. Instruksikan pada pasien untuk
bernapas saat melapor pada tenaga kesehatan
beraktivitas dalam saat nyeri dada
batas normal f. Instruksikan pada pasien dan
e. Tekanan darah keluarga untuk membatasi
sistolik saat aktivitas mengangkat benda berat
beraktivitas dalam g. Instruksikan pada keluarga untuk
batas normal memperhatikan pasien secara
f. Tekanan darah khusus dalam melakukan aktivitas
diastolik saat hidup sehari hari
beraktivitas dalam h. Hindarkan pasien dari kecemasan
batas normal dan depresi
g. Hasil EKG dalam
batas normal i. Terapi Latihan : Ambulasi
h. Warna kulit dalam j. Konsultasikan pada dokter atau
batas normal fisioterapis tentang ambulasi yang
i. Pasien dapat akan dilakukan
melangkah saat k. Anjurkan pasien untuk
berjalan memakaipakaian yang tidak ketat
j. Jarak berjalan l. Bantu pasien untuk mengguakan
bertambah jauh alas kaki
k. Pasien dapat m. Turunkan tempat tidur pasien
menoleransi n. Posisikan tempat tidur pasien agar
keseimbangan agar mudah digunakan untuk
tidak terjatuh ke berpindah
lantai. o. Bantu pasien untuk duduk disisi
l. kekuatan tubuh terluar tempat tidur untuk
bagian atas memfasilitasi berdiri
meningkat p. Istruksikan pada pasien cara
m. kekuatan tubuh memosisikan dirinya saat akan
bagian bawah melakukan proses berpindah
meningkat q. Bantu pasien saat pindah
n. Pasien mampu r. Gunakan alat bantu untuk
melaksanakan ambulasi (tongkat ,alat bantu
aktivitas hidup sehari bejalan ,atau kursi roda )
hari
o. Mampu berbicara
ketika sedang
beraktivitas
2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (Pain Management
dengan agen cedera tindakan keperawatan , )
biologis nyeri terkontrol dengan a. kaji nyeri secarakomprehensif
kriteria hasil sebagai meliputi (lokasi ,karakteristik ,
berikut. dan onset ,durasi , frekuensi ,
a. Mengenali faktor kualitas ,intesitas nyeridan faktor
penyebab penyebab nyeri )
b. mengenali omset ( b. Observasi respons nonverbal klien
Lamanya sakit ) yang menunjukkan rasa
c. Menggunakan ketidaknyamanan
metode pencegahan c. yakinkan pasien dengan penuh
untuk mengurangi perhatian bahwa dia akan
nyeri dilakukan perawatan untuk
d. menggunakan mengurangi nyeri
metode nonanalgetik d. gunakan komunikasi
untuk mengurangi teraupetikuntuk mengkaji
nyeri pengalaman nyeri dan perhatikan
e. menggunakan respon nyeri pasien
analgesik sesuai e. gaji pengetahuan pasien dan
dengan kebutuhan kepercayaan tentang nyeri
f. mencari bantuan f. perhatikan faktor budaya pasien
tenaga kesehatan dalam merespon nyeri
g. melaporkan gejala g. kaji efek nyeri terhadap pola tidur
pada petugas , nafsu makan , aktivitas , kognisi
kesehatan , mood , dan hubungan
h. mengenali gejala- h. kaji faktor yang memperburuk
gejala nyeri nyeri yang dialami pasien
i. melaporkan nyeri i. evaluasi pengalaman nyeri pasien
yang sudah sebelumnya
terkontrol j. bantu pasien mendapatkan
dukungan dai keluarga
k. berikan informasi tentang nyeri
(seperti faktor penyebab nyeri)
l. kontrol lingkungan yang
mengakibatkan pasien tidak
nyaman (temperatur ruangan
.pencahayaan , dan bau )
m. Kurangi faktor yang
menyebabkan nyeri bertambah
n. Kolaborasi dengan dokter untuk
memberikan analgesic.
o. Kaji ketidaknyamanan pasien dan
catat perubahan nya di rekan
medis/asuhan keperawatan
p. Evaliasi efektivitas komtrol
myeri.
q. Anjurkan pasien untuk
tidur/istirahat secara adekuat.
r. Pantau kepuasan pasien setelah
dilakukan manajemen nyeri.
3 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Terapi oksigenasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan
a. Bersihkan mulut,hidung,dan
sindrom hipoventilasi statuspernapasan
sekresi pada trakea.
adekuat dengan kriteria b. Hentikan kebiasaan merokok
hasil sebagai berikut. pasien.
a. Rata-rata pernapasan c. Jaga kepatenan jalan napas.
dalam batas normal. d. Atur peralatan oksigenasi.
b. Ritme pernapasan e. Pantau aliran oksigen secara
dalam batas normal. periodic sesual dengan kebutuhan
c. Kedalaman pasien.
pernapasan dalam f. Pantau posisi aliran oksigen.
batas normal. g. Jelaskan pada pasien tentang
d. Auskultasi suara pentingnya pemberian oksigen
napas dalam batas dan jangan biarkan pasien
normal melepaskan selang oksigen.
e. Jalan napas paten. h. Pantau efektivitas terapi oksigen
f. Volume tidak dalam dengan memantau hasil gas darah
batas normal. arteri.
g. Kapasitas vital i. Pantau kebiasaan pasien saat
dalam batas normal. makan agar tidak mengganggu
h. Saturasi oksigen terapi oksigenasi.
dalam batas normal. j. Observasi adanya tanda
i. Tes fungsi paru hipoventilasi.
dalam batas normal. k. Pantau adanya tanda keracunan
j. Tidak menggunakan oksigen.
otot bantu l. Pantau adanya kecemasan pada
pernapasan. pasien.
k. Tidak terdapat m. Ajarkan kepada pasien cara
retraksi dada. menjaga kepatenanoksigenasi saat
l. Tidak terdapat napas melakukan mobilitas.
cuping hidung.
m. Tidak terdapat
sianosis.
n. Tidak terdapat
dyspnea saat
istirahat.
o. Tidak terdapat
diaphoresis.
4 Risiko keterlambatan Setelah dilakukan Panduan Antisipasi
perkembangan dengan tindakan keperawatan a. Bantu keluarga untuk
faktor risiko prenatal : risiko terdeteksi dengan mengidentifikasi kemungkinan
ganngguan endokrin kriteria hasil sebagai akan terjadinya gangguan
berikut: perkembangan
a. Mengenali tanda dan b. Ajarkan tentang tahap
gejala perkembangan dan perilaku yang
keterbelakangan normal sesuai usia pasien
mental dan c. Kaji cara memecahkan masalah
kretinisme yang digunakan oleh keluarga
b. Mampu d. Bantu keluarga mencari
mengidentifikasi memecahkan masalah yang terkait
potensial risiko dengan perkembangan pasien
terjadinya e. Berikan contoh-contoh kasus
keterbelakangan penyakit hipotiroid yang diderita
mental dan oleh orang lain dan cara-cara
kretinisme penyelesaian masalahnya
c. Mencari validasi
ketika merasa ada
risiko terjadinya
keterbelakangan
mental dan
kretinisme.
d. Melakukan
pemeriksaan tumbuh
kembang secara
rutin sesuai dengan
rekomendasi
e. Pasien mendapatkan
pengetahuan tentang
riwayat terjadinya
risiko
keterbelakangan
mental dan
kretinisme
f. Mampu memantau
perubahan status
kesehatan umum
g. Memperoleh
informasi tentang
perubahan pada
rekomendasi
kesehatan
5 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan Terapi latihan : Ambulasi
berhungan dengan: tindakan keperawatan, a. Pakaikan pakaian pasien yang
Penurunan massa otot ambulasi meningkat tidak ketat
Penurunan kekuatan otot dengan kriteria hasil b. Bantu pasien untuk menggunakan
sebagai berikut. alas kaki untuk latihan berjalan
a. Mampu menanggung agar terbebas dari cedera
berat badan c. Turunkan tempat tidur pasien
b. Gaya berjalan yang d. Posisikan tempat tidur pasien agar
efektif mudah digunakan untuk
c. Berjalan dengan berpindah
langkah yang cukup e. Bantu pasien untuk duduk disisi
d. Berjalan dengan terluar tempat tidur untuk
langkah cepat memfasilitasi berdiri
e. Berjalan langkah f. Konsultasikan pada dokter dan
naik fisioterapis tentang rencana
f. Berjalan langkah ambulasi yang akan dilakukan
turun g. Intruksikan pada pasien
g. Berjalan menurun bagaimana memosisikan dirinya
h. Berjalan menanjak saat proses berpindah
i. Berjalan jarak dekat h. Bantu pasien saat pindah
j. Berjalan jarak i. Gunakan alt bantu untuk ambulasi
sedang (tongkat, alat bantu
k. Berjalan jarak jauh berjalan/walker, atau kursi roda)
l. Berjalan mengitari
ruangan
m. Berjalan mengitari
rumah
DAFTAR PUSTAKA

Aini, Nur dan Ledy Martha Aridiana. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Sistem Endokrin dengan
NANDA NIC NOC. Jakarta : Salemba Medika.
Susan C. Smelther. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 12. Jakarta : EGC
Wijaya, andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika.

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................................................................ 1
1.3 TUJUAN .................................................................................................................................................... 1
BAB II GIGANTISME ........................................................................................................................................ 3
1. DEFINISI .................................................................................................................................................. 3
2. FISIOLOGI ............................................................................................................................................... 3
3. ETIOLOGI ................................................................................................................................................ 3
4. PATOFISIOLOGI ...................................................................................................................................... 4
5. PENATALAKSANAAN .............................................................................................................................. 5
6. PENGKAJIAN ........................................................................................................................................... 7
7. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANNGUAN HORMONE GH ............................................... 8
BAB III KRETINISME/HIPOTIROIDISME KONGENITAL .................................................................................. 16
1. DEFINISI ................................................................................................................................................ 16
2. GEJALA ................................................................................................................................................. 17
3. PENATALAKSANAAN ............................................................................................................................ 18
4. EVALUASI.............................................................................................................................................. 19
5. KOMPLIKASI ......................................................................................................................................... 20
6. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KRETINISME ...................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................ 29

Anda mungkin juga menyukai