Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gigantisme merupakan penyakit kronis yang diakibatkan oleh kelebihan

GH (Growth Hormone) / IGF-1 (Insulin Like Growth Factor-1) yang dapat

mengganggu faal jantung dan pernapasan sehingga meningkatkan angka

morbiditas dan mortalitas. Penyebab kematian tersering pada gigantisme adalah

penyakit kardiovaskuler.

Kelebihan GH pada masa kanak-kanak, dimana lempeng epifisis

(epiphyseal plate) pada ujung-ujung tulang panjang masih belum tertutup, akan

berakibat timbulnya tubuh raksasa (gigantisme). Pada umumnya pasien

gigantisme juga menunjukkan gambaran akromegali. Penyakit ini jarang sekali,

insiden pasien baru adalah 3-4/1 juta penduduk / tahun.Usia rata-rata pada saat

ditegakkannya diagnosis akromegali adalah 40-45 tahun.

Peningkatan GH / IGF-1 biasanya akibat tumor hipofisis yang

menghasilkan GH (somatotroph tumor). Penyebab lain yang sangat jarang adalah

peningkatan GHRH (Growth Hormone Releasing Hormone) yang dihasilkan oleh

tumor-tumor hipotalamus dan GHRH / GH ektopik dari tumor-tumor non

endokrin.

Timbulnya gambaran klinis berlangsung perlahan-lahan dimana waktu

rata-rata antara mulai keluhan sampai terdiagnosis berkisar sekitar 12 tahun.

Gambaran klinis akromegali / gigantisme dapat berupa akibat kelebihan GH /

IGF-1 dan akibat massa tumor sendiri. Pengobatan pada kasus dini dengan
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa mampu memahami konsep tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan Gigantisme
2. Tujuan khusus
Setelah mengikuti diskusi ini, ditujukan agar mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan pengertian dari gigantisme
b. Menyebutkan dan menjelaskan etiologi dari gigantisme
c. Menyebutkan manifestasi klinis dari gigantisme
d. Menjelaskan patofisiologi dari gigantisme
e. Menyebutkan dan menjelaskan penatalaksanaan dari gigantisme
f. Menyebutkan komplikasi dari gigantisme
g. Membuat dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
penderita gigantisme
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Ginggatisme hampir selalu merupakan akibat sekresi berlebihan GH
sebelum epifisis bersatu. Pada masa hidup selanjutnya kegagalan hipofisis
cenderung terjadi dan oleh karenanya penderitanya biasanya tidak kuat, agresif,
atau jantan. (David, dkk. Lecture Notes Kedokteran Klinis).
Gigantisme dan akromegali adalah kelainan yang disebabkan oleh karena
sekresi hormone pertumbuhan (HP) atau Growth Hormon (GH) yang berlebihan.
(Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, edisi 3).
Gigantisme dan akromegali merupakan peningkatan hormone protein
dalam banyak jaringan, meningkatkan penguraian asam lemak dan jaringan
adipose dan kadar glukosa darah. (Keperawatan Medikal Bedah,
Bruner&Suddarth, 2001)
Gigantisme adalah kondisi seseorang yang kelebihan pertumbuhan,
dengan tinggi dan besar yang diatas normal. Gigantisme disebabkan oleh
kelebihan jumlah hormon pertumbuhan. Tidak terdapat definisi tinggi yang
merujukan orang sebagai "raksasa." tinggi dewasa.
Gigantisme adalah pertumbuhan tidak normal besar karena kelebihan hormon
pertumbuhan selama masa kanak-kanak, sebelum piring pertumbuhan tulang telah
ditutup.

B. Anatomi Dan Fisiologi

Gambar : kelenjar hipofisis


Gambar : Growth Hormone
Growth hormone adalah suatu hormone yang diproduksi oleh hipofisis
anterior yang berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan metabolism pada sel
target. Target sel hormone ini berada di hampir seluruh bagian tubuh. Growth
hormone juga berperan dalam mensintesis somatomedin pada liver untuk
menstimulasi pertumbuhan lempeng epifiseal. Dampak metabolic dari GH yaitu
mobilisasi asam lemak bebas pada jaringan adiposa dan hambatan metabolisme
glukosa di otot dan di jaringan adiposa
Growth hormone merupakan polipeptida dengan 191-asam amino (BM
21.500) yang disintesis dan disekresi oleh somatotrof hipofisis anterior. Seperti
namanya hormone pertumbuhan berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan
linier yang diperantarai oleh insulin liked growth factor-1 (IGF-1) yang juga
dikenal somatomedin. (Greenspan & Baxter, 2000)
Hormone pertumbuhan meningkatkan sintesis protein dengan peningkatan
masukan asam amino dan langsung mempercepat transkripsi dan translasi mRNA.
Selain itu, dapat menurunkan katabolisme protein dengan mobilisassi lemak
sebagai sumber bahan bakar yang berguna. Secara langsung GH membebaskan
asam lemak dari jaringan lemak dan mempercepat perubahan menjadi asetil-KO
yang merupakan asal energi. Pengaruh penghematan terhadap protein adalah
mekanisne yang paling penting dimana GH meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan.
GH juga mempengaruhi metabolism karbohidrat. Pada keadaan
berlebihan, akan meningkatkan penggunaan karbohidrat dan mengganggu ambilan
glukosa kedalam sel. Resistensi terhadap insulin karena GH tampak berhubungan
dengan kegagalan postreseptor pada kerja insulin. Kejadian ini nebtakibatkan
intoleransi glukosa dan hiperinsulinisme sekunder.
GH beredar terutama tidak terikat dalam plasma dan mempunyai waktu paruh
20-50 menit. Pada orang dewasa, normal sekresinya kurang lebih 400 µg/hari
(18,6 nmol/hari), sebaliknya orang dewasa mudah mengsekresikan 700 µg/d (32,5
nmol/hari).
Pada orang dewasa konsetrasi GH pada pagi hari dalam keadaan puasa
kurang dari 2 ng/ml (93 pmol/L). tidak terdapat perbedaan nyata antara kedua
jenis kelamin.
Kadar IGF-1 ditentukan dengan cara radio receptor assay maupun dengan cara
radio immunoassay. Penentuan kadar mediator kerja GH ini menghasilkan
penilaian aktifitas biologis GH lebih akurat. (Greenspan & Baxter, 2000)
Sekresi GH diperantarai oleh 2 hormon hipotalamus : growt hormone –
releasing hormone (GHRH) dan somatostatin (Growt hormone-inhibiting
hormone). Pengaruh hipotalamus ini diatur dengan ketat melalui integrasi sistem
saraf, metabolism dan factor hormonal. Karena baik GRH maupun somatostatin
tidak dapat diperiksa secara langsung, hasil akhir setiap factor terhadap sekresi
GH harus dianggap merupakan jumlah efeknya pada hormone hipotalamus ini.

C. Etiologi
Terdapat sekresi GH berlebihan akibat adenoma hipofiis. GH
menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari jaringan lunak, termasuk kulit, lidah,
dan visera serta tulang. Hormon ini memiliki sifat antiinsulin. (David, dkk.
Lecture Notes Kedokteran Klinis)
Penyebab ginggatisme dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Ginggatisme primer atau hipofisi, imana penyebabnya adalah adenoma
hipofisis
2. Ginggatisme sekunder atau hipothalamik, disebabkan oleh karena
hipersekresi GHRH dari hipothalamus
3. Ginggatisme primer yang disebabkan oleh tumor ektropik (paru, pankreas,
dll) yang mensekresi GH atau GHRH
Melihat besarnya tumor, adeoma hipofisis dapat dibedakan menjadi 2 :
a. Mikroadenoma : tumor dengan diameter lebih kecil dari 10 mm
b. Makroadenima : tumor dengan diameter lebih besar dari 10 mm

D. Patofisiologi
Pada orang muda denga epifisis terbuka. Produksi GH yang berlebihan
mengakibatkan gigantisme.Gigantisme adalah suatu kelainan yang disebabkan
karena sekresi yang berlebih dari GH, bila kelebihan GH terjadi selama masa
anak-anak dan remaja, maka pertumbuhan longitudinal pasien sangat cepat, dan
pasien sangat cepat akan menjadi seorang raksasa. Setelah pertumbuhan somatic
selesai, hipersekresi GH tidak akan menimbulkan gigantisme, tetapi menyebabkan
penebalan tulang-tulang dan jaringan lunak. kelebihan hormone pertumbuhan ini
terjadi setelah masa pertumbuhan lewat atau lempeng epifisis menutup. Hal ini
akan menimbulkan penebalan tulang terutama pada tulang akral.

E. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan adalah sebagai berikut :
1. Keabnormalan skeletal dan tanda-tanda intoleransi glukosa seperti yang
terlihat pada penderita akromegali
2. Pembesaran tumor pituitari (yang menyebabkan hilangnya hormon trofik
lain, misal hormon yang menstimulasi tiroid, hormon yang menstimulasi
folikel dan kortikotropin).
3. Manusia dikatakan berperawakan raksasa (gigantisme) apabila tinggi
badan mencapai dua meter atau lebih. Ciri utama gigantisme adalah
perawakan yang tinggi hingga mencapai 2 meter atau lebih dengan
proporsi tubuh yang normal. Hal ini terjdi karena jaringan lunak seperti
otot dan lainnya tetap tumbuh.
4. Gigantisme dapat disertai gangguan penglihatan bila tumor membesar
hingga menekan khiasma optikum yang merupakan jalur saraf mata.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pengukuran kadar GH melalui radioimmunoassay, kadarnya hanya
meningkat pada penyakit aktif dan tidak ditekan oleh glukosa pada tes
toleransi glukosa standar.
2. Perimetri untuk mencari defek lapang pandang visual bitemporal (50%)
3. Rontgen tengkorak untuk melihat pembesaran sella, erosi prosesus klinoid,
alur supraorbtal, dan rahang bawah. lantai fosa hpofisis biasanya tampak
mengalami erosi menjadi ganda pada tomogram tampak lateral.
4. CT scan atau MRI untuk melihat ekstensi suprasellar
5. Rontgen tangan untuk mencari bentuk lempeng pada falang distal dan
peningkatan jarak rongga antara sendi karena hipertrofi kartilago.
Bantalan tumit biasanya menebal. Tes ini lebih memiliki unsur menarik
daripada diagnostik
6. Kadar glukosa serum bila meningkat
7. Kadar fosfat dalam serum saat puasa bisa meningkat namun tidak
memiliki manfaat diagnostik
8. Rontgen dada dan EKG bisa menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri akibat
hipertensi.
(David, dkk. Lecture Notes Kedokteran Klinis)
9. Kadar serum hGh yang diukur dengan radioimmunoassay biasanya naik
10. Uji supresi glukosa tidak bisa menekan kadar hormon sampai dibawah
jumlah normal yang dapat diterima, yaitu 2 ng/ml
11. Sinar X tengkorak, computed tromography (CT) Scan, arteriografi, dan
magnetic resonance imaging menentukan keberadaan dan perluasan lesi
pituitari
12. Sinar X tulang menunjukkan penebalan kranium (terutama tulang frontal,
oksipital dan parietal) dan penebalan tulang panjang, serta osteoartritis
ditulang belakang.

G. Terapi
Dikenal 2 macam terapi, yaitu:

1. Terapi Pembedahan
Tindakan pembedahan adalah cara pengobatan utama. Dikenal dua macam
pembedahan tergantung dari besarnya tumor yaitu : bedah makro dengan
melakukan pembedahan pada batok kepala (TC atau trans kranial) dan bedah
mikro (TESH atau trans ethmoid sphenoid hypophysectomy). Cara terakhir ini
(TESH) dilakukan dengan cara pembedahan melalui sudut antara celah infra
orbita dan jembatan hidung antara kedua mata, untuk mencapai tumor hipofisis.
Hasil yang didapat cukup memuaskan dengan keberhasilan mencapai kadar HP
yang diinginkan tercapai pada 70 – 90% kasus. Keberhasilan tersebut juga sangat
ditentukan oleh besarnya tumor.
Efek samping operasi dapat terjadi pada 6 – 20% kasus, namun pada
umumnya dapat diatasi. Komplikasi pasca operasi dapat berupa kebocoran cairan
serebro spinal (CSF leak), fistula oro nasal, epistaksis, sinusitis dan infeksi pada
luka operasi.

Keberhasilan terapi ditandai dengan menurunnya kadar GH di bawah 5


µg/l. Dengan kriteria ini keberhasilan terapi dicapai pada 50 – 60% kasus, yang
terdiri dari 80% kasus mikroadenoma, dan 20 % makroadenoma.

2. Terapi radiasi

Indikasi radiasi adalah sebagai terapi pilihan secara tunggal, kalau


tindakan operasi tidak memungkinkan, dan menyertai tindakan pembedahan kalau
masih terdapat gejala akut setelah terapi pembedahan dilaksanakan.

Radiasi memberikan manfaat pengecilan tumor, menurunkan kadar GH ,


tetapi dapat pula mempengaruhi fungsi hipofisis. Penurunan kadar GH umumnya
mempunyai korelasi dengan lamanya radiasi dilaksanakan. Eastment dkk
menyebutkan bahwa, terjadi penurunan GH 50% dari kadar sebelum disinar (base
line level), setelah penyinaran dalam kurun waktu 2 tahun, dan 75% setelah 5
tahun penyinaran.

Peneliti lainnya menyebutkan bahwa, kadar HP mampu diturunkan


dibawah 5 µg/l setelah pengobatan berjalan 5 tahun, pada 50% kasus. Kalau
pengobatan dilanjutkan s/d 10 tahun maka, 70% kasus mampu mencapai kadar
tersebut.
H. Komplikasi
Bedah dan radiasi dapat menyebabkan keduanya rendahnya tingkat
hormon hipofisis lainnya, yang dapat menyebabkan:
1. Adrenal insufisiensi
2. Diabetes insipidus (jarang)
3. Hipogonadisme
4. Hypothyroidisme
(A.D.A.M. Encyclopedia medis)

I. Penatalaksanaan Medis
1. Kraniatomi
Hipofisektomi kranial atau transfenoidal atau terapi radiasi pituitari
dilakukan untuk membuang tumor yang mendasar (David, dkk. Lecture
Notes Kedokteran Klinis)
2. Penggantian hormon tiroid dan gonadal dan kortison dilakukan sesudah
pembedahan
3. Bromocriptine (parlodel) dan octreotide (sandostatin) digunakan untuk
menghambat hGh.
4. Intervensi bedah dilakukan apabila terjadi peningkatan tekanan intra
kranial
5. Radiasi konvensional / sinar proton energi tinggi apabila papil edema dan
penyempitan lapang pandang
6. Pengobatan medis dengan menggunakan ocreotide, suatu analog
somatostatin, juga tersedia. Ocreotide dapat menurunkan supresi kadar GH
dan IGF-1, mengecilkan ukuran tumor, dan memperbaiki gambaran klinis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ginggatisme hampir selalu merupakan akibat sekresi berlebihan GH
sebelum epifisis bersatu. Pada masa hidup selanjutnya kegagalan hipofisis
cenderung terjadi dan oleh karenanya penderitanya biasanya tidak kuat, agresif,
atau jantan. (David, dkk. Lecture Notes Kedokteran Klinis).
Gigantisme dan akromegali adalah kelainan yang disebabkan oleh karena
sekresi hormone pertumbuhan (HP) atau Growth Hormon (GH) yang berlebihan.
(Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, edisi 3).
Gigantisme dan akromegali merupakan peningkatan hormone protein
dalam banyak jaringan, meningkatkan penguraian asam lemak dan jaringan
adipose dan kadar glukosa darah. (Keperawatan Medikal Bedah,
Bruner&Suddarth, 2001)
Gigantisme adalah kondisi seseorang yang kelebihan pertumbuhan,
dengan tinggi dan besar yang diatas normal. Gigantisme disebabkan oleh
kelebihan jumlah hormon pertumbuhan. Tidak terdapat definisi tinggi yang
merujukan orang sebagai "raksasa." tinggi dewasa.

B. Saran

Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi pedoman untuk kita
bersama,terkhusus bagi pembaca makalah ini,namun kami selaku penulis
menyaran kan kepada pembaca agar sebagus nya mencari referensi lain untuk
menambah keyakinan kita dalam menimba ilmu,dan membuat ilmu yang kita
pegang menjadi kokoh. Sekian dari panulis,banyak maaf atas segala ke khilafan.
DAFTAR PUSTAKA

Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk.


Ed. 1. Jakarta : EGC; 2001

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.
8. Jakarta : EGC; 2001.

Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis,
And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease


Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994

Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono.


Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001

Anda mungkin juga menyukai