KELOMPOK 1
1. Ade Triana
2. Afrina Hayati
3. Ahmad Zulfakar
4. Akhmad Zailani
5. Armawati
6. Elina Parlina Santi
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gigantisme adalah pertumbuhan abnormal terutama dalam tinggi badan
(melebihi 2,14 m), akibat kelebihan growth hormone pada anak sebelum fusi epifise.
Hubungan antara gigantisme dan GH telah diketahui pertama kali sejak tahun 1886
oleh seorang neurologis Perancis, Piere Marie yang mengatakan sebagai penyakit
kronis endokrin (Brooker, 2009).
Gigantisme biasa terjadi di negara Barat karena gigantisme bisa terdiagnosa
secara dini, sedangkan di Afrika, Amerika Selatan dan Asia jarang terdiagnosa secara
dini (Herder, 2008).
Kelainan gigantisme dapat mengakibatkan peningkatan metabolisme tubuh
dan terganggunya keseimbangan tubuh. Asuhan keperawatan yang tepat sangat
diperlukan untuk mengatasi masalah yang muncul akibat gangguan hipofisis yang
terjadi. Penatalaksanaan keperawatan yang tepat dan cepat diperlukan agar pasien
dapat kembali memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri. Melalui makalah ini
diharapkan mahasiswa mengerti dan memahami asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan kelenjar hipofisis dengan baik dan benar.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami konsep dan mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada pasien yang menderita gigantisme.
BAB II
TINAJUAN TEORI
A. Pengertian
Gigantisme atau somatomegali merupakan kasus yang sangat jarang.
Gigantisme lebih sering pada anak laki-laki ketimbang perempuan. Pada
gigantisme, seorang anak bertumbuh secara ekstrem jauh melebihi anak
sebayanya. Tidak hanya pertumbuhan linier panjang tulang, tetapi juga disertai
pertumbuhan otot dan organ tubuh, sehingga pada gigantisme, postur tubuh
tetap tampak proporsional antara lengan, tungkai, badan, dan kepala.
Meskipun tangan dan kaki tampak relatif besar terhadap tinggi tubuh.
Berbeda dengan gigantisme, akromegali muncul akibat hipersekresi hormon
pertumbuhan (growth hormone) saat masa pertumbuhan telah terhenti atau
lempeng epifisis telah menutup. Lantaran laju pertumbuhan tulang tidak
diimbangi oleh pertumbuhan otot, maka postur tubuh tampak tidak
proposional.
Selain itu, pertumbuhan tulang terjadi pada tulang tertentu saja. Misalnya, bila
terjadi pada tulang pipi, maka tulang pipi tampak sangat menonjol. Penebalan
tulang akral pada anggota gerak, menyebabkan tangan dan kaki tampak
berukuran lebih besar, selain tulang jari tangan dan kaki teraba sangat
menebal. Akromegali lebih sering ditemukan ketimbang gigantisme. Insidensi
akromegali berkisar 3-4 kasus per satu juta orang pertahun, dan prevalensi 40-
70 kasus per satu juta penduduk. Akromegali umumnya melanda usia 30-40
tahun.
B. Etiologi
Tumor hipofise : adenoma eosinofilik
Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini dapat
diakibatkan tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan
hipotalamus yang mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan.
Gigantisme dapat terjadi bila keadaan kelebihan hormone pertumbuhan terjadi
sebelum lempeng epifisis tulang menutup atau masih dalam masa
pertumbuhan. Penyebab kelebihan produksi hormone pertumbuhan terutama
adalah tumor pada sel-sel somatrotop yang menghasilkan hormone
pertumbuhan.
H. PEMERIKSAAN FISIK
1. BREATH (B1)
Biasanya pada pasien akromegali dan gigantisme tidak terjadi
perubahan pola nafas.Bunyi nafas normal. Gangguan nafas biasanya
terjadi akibat adanya proses pembesaran tumor hipofisis.
2. BLOOD (B2)
Pada gigantisme biasanya tidak terjadi perubahan dalam kerja
jantung.Pada akromegali jantung biasanya membesar dan fungsinya
sangat terganggu sehingga terjadi gagal jantung.
3. BRAIN (B3)
Pada tumor hipofisis yang mengakibatkan akromegali biasanya terjadi
nyeri kepala bitemporal, gangguan penglihatan disertai hemi-anopsia
bitemporal akibat penyebaran supraselar tumor dan penekanan kiasma
optikum.
4. BLADDER (B4)
Pada gigantisme terjadi pertumbuhan alat kelamin yang tidak
sempurna.Pola BAK biasanya normal.Pada akromegali terdapat
penurunan libido, impotensi, oligomenorea, infertilitas, nyeri senggama
pada wanita, batu ginjal.
5. BOWEL (B5)
Biasanya pola BAB normal, terjadi deformitas mandibula disertai
timbulnnya prognatisme (rahang ang menjorok ke depan) dan gigi geligi
tidak dapat menggigit sehingga meyulitkan dalam mengunyah makanan.
Pembesaran mandibula menyebabkan gigi-gigi renggang, lidah juga
membesar sehingga penderita sulit berbicara. (Price, 2005)
5. BONE (B6)
Pada gigantisme pertumbuhan longitudinal, pembesaran pada kaki
dan tangan perubahan bentuk yang terjadi membesar.Deformitas tulang
belakang karena pertumbuhan tulang yang berlebihan, mengakibatkan
timbulnya nyeri punggung dan perubahan fisiologik tulang
belakang.Terdapat nyeri sendi pada bahu tulang dan lutut. (Price, 2005)
L. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaanfungsi target organ
2. Pemeriksaan ACTH, TSH, FSH dan LH serta hormone nontropik
3. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormone dan
dengan melakukan efeknya terhadap kadar hormone sarum.
4. Foto rongen kepala dan tulang kerang tubuh dengan CT scan
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan
transmissi impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus
2. Nyeri berhubungan dengan adanya adenoma kelenjar hipofisis
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot
N. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan
transmissi impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
Tujuan : gangguan persepsi sensori teratasi.
Kriteria hasil :
o Dengan penglihatan yang terbatas klien mampu melihat lingkungan
semaksimal mungkin.
o Mengenal perubahan stimulus yang positif dan negatif.
o Mengidentifikasi kebiasaan lingkungan.
Rencana Tindakan:
i. Orientasikan pasien terhadap lingkungan aktifitas.
Rasional : Memperkenalkan pada pasien tentang lingkungan dam aktifitas
sehingga dapat meninggalkan stimulus penglihatan.
ii. Bedakan kemampuan lapang pandang diantara kedua mata
Rasioal : Menentukan kemampuan lapang pandang tiap mata
iii. Observasi tanda disorientasi dengan tetap berada di sisi pasien
Rasional : Mengurangi ketakutan pasien dan meningkatkan stimulus.
iv. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sederhana seperti menonton TV,
mendengarkan radio. dll
Rasional : Meningkatkan input sensori, dan mempertahankan perasaan
normal, tanpa meningkatkan stress.
v. Posisi pintu harus tertutup terbuka, jauhkan rintangan.
Rasional : Menurunkan penglihatan perifer dan gerakan.
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa
Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 2013
Rumahorbo, Hotma . 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta :
EGC
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2013