Anda di halaman 1dari 8

GIGANTISME DAN AKROMEGALI

ESSAY

Diajukan untuk memenuhi tugas Blok 10

Oleh :

RIGANDI TAUFIK

NIM 1708123220

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2019
A. Definisi BUKU SHERWOOD EDISI 8 th
Hipersekresi GH paling sering disebabkan oleh tumor sel penghasil
GH di hipofisis anterior. Gejala bergantung pada usia pasien ketika
kelainan sekresi tersebut dimulai. Jika produksi berlebihan GH tersebut
terjadi pada masa anak sebelum lempeng epifisis menutup, gambaran
utamanya adalah pertambahan tinggi yang pesat tanpa distorsi proporsi
tubuh. Karenanya penyakit ini dinamai gigantisme. Jika tidak diterapi
dengan mengangkat tumor atau dengan obat yang menghambat efek GH,
pasien dapat mencapai tinggi delapan kaki atau lebih. Semua jaringan
lunak ikut tumbuh sehingga proporsi tubuh masih normal.
Jika hipersekresi GH terjadi setelah masa remaja ketika lempeng
epifisis telah tertutup, tubuh tidak lagi dapat bertambah tinggi. Namun, di
bawah pengaruh kelebihan GH, tulang menjadi lebih tebal dan jaringan
lunak, khususnya jaringan ikat dan kulit, berproliferasi. Pola pertumbuhan
yang tidak seimbang ini menimbulkan keadaan cacat yang dikenal sebagai
akromegali (akro artinya"ekstremitas"; megali artinya "besar"). Penebalan
tulang paling nyata di ekstremitas dan wajah. Wajah yang terus bertambah
kasar sehingga hampir menyerupai kera terjadi karena rahang dan tulang
pipi menjadi menonjol akibat penebalan tulang wajah dan kulit. Tangan
dan kaki membesar, dan jari tangan dan kaki sangat menebal.

B. Epidemiologi
Angka prevalensi akromegali diperkirakan mencapai 70 kasus dari
satu juta penduduk, sementara angka kejadian akromegali diperkirakan
mencapai 3-4 kasus setiap tahunnya dari satu juta penduduk. Frekuensi
akromegali sama pada laki-laki dan perempuan. Usia rerata pasien yang
terdiagnosis akromegali adalah 40-45 tahun.2,3
C. Etiologi
Penyebab paling umum dari pelepasan GH yang terlalu banyak
adalah tumor kelenjar hipofisi. Selain itu, terdapat beberapa penyebab:
 Penyakit genetik yang mempengaruhi warna kulit (pigmentasi) dan
menyebabkan tumor jinak pada kulit, jantung, dan sistem endokrin
(hormon) (kompleks Carney)
 Penyakit genetik yang memengaruhi tulang dan pigmentasi kulit
(sindrom McCune-Albright)
 Penyakit genetik di mana satu atau lebih kelenjar endokrin terlalu
aktif atau membentuk tumor (multiple endocrine neoplasia tipe 1)
 Penyakit di mana tumor terbentuk di saraf otak dan tulang
belakang (neurofibromatosis)

D. Patofisiologi
Tumor hipofisis anterior akan menimbulkan efek massa terhadap struktur
sekitarnya. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah sakit kepala dan gangguan
penglihatan. Pembesaran ukuran tumor akan menyebabkan timbulnya keluhan
sakit kepala, dan penekanan pada kiasma optikum akan menyebabkan gangguan
penglihatan dan penyempitan lapang pandang. Selain itu, penekanan pada daerah
otak lainnya juga dapat menimbulkan kejang, hemiparesis, dan gangguan
kepribadian. Pada akromegali dapat terjadi hipersekresi maupun penekanan
sekresi hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Hiperprolaktinemia
dijumpai ada 30% kasus sebagai akibat dari penekanan tangkai atau histopatologi
tumor tipe campuran. Selain itu, dapat terjadi hipopituitari akibat penekanan
massa hipofisis yang normal oleh massa tumor. Hipersekresi hormon petumbuhan
dapat menimbulkan berbagai macam perubahan metabolik dan sistemik, seperti
pembengkakan jaringan lunak akibat peningkatan deposisi glikosaminoglikan
serta retensi cairan dan natrium oleh ginjal, pertumbuhan tulang yang berlebihan,
misalnya pada tulang wajah dan ekstremitas, kelemahan tendon dan ligamen
sendi, penebalan jaringan kartilago sendi dan jaringan fibrosa periartikular,
osteoartritis, serta peningkatan aktivitas kelenjar keringat dan sebasea. Hormon
pertumbuhan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan organ dalam dan
metabolik. Pembesaran organ dalam (organomegali) seringkali ditemukan. Pada
jantung terjadi hipertrofi kedua ventrikel. Retensi cairan dan natrium akan
menyebabkan peningkatan volume plasma dan berperanan dalam terjadinya
hipertensi pada pasien akromegali. Selain itu, efek kontra hormon pertumbuhan
terhadap kerja insulin di jaringan hati maupun perifer dapat menyebabkan
toleransi glukosa terganggu ( 15%), gangguan glukosa darah puasa ( 19%), dan
diabetes melitus (20%). Efek tersebut diperkirakan terjadi melalui peningkatan
produksi dan ambilan asam lemak bebas. Resistensi insulin terjadi akibat
peningkatan massa jaringan lemak, penurunan lean body mass, serta gangguan
aktivitas fisik. Gangguan kerja enzim trigliserida lipase dan lipoprotein lipase di
hati akan menyebabkan hipertrigliseridemia. Perubahan juga dapat terjadi pada
saluran napas atas, seperti pembesaran sinus paranasal dan penebalan pita suara.
Selain itu, lidah dapat membesar dan massa jaringan lunak di daerah saluran
napas atas bertambah, sehingga menyebabkan terjadinya gangguan tidur (sleep
apnoe). Pada pasien akromegali juga dapat terjadi hiperkalsiuria, hiperkalsemia,
dan nefrolitiasis, yang disebabkan oleh stimulasi enzim l α-hidroksilase, sehingga
meningkatkan kadar vitamin D, yang akan meningkatkan absorbsi kalsium.
Pada jaringan saraf dapat terjadi neuropati motorik dan sensorik. Neuropati yang
terjadi diperburuk oleh kondisi hiperglikemia yang sering ditemukan pada pasien
akromegali.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis dari gigantisme, mereka jauh lebih besar daripada anak-
anak lain pada usia yang sama. Juga, beberapa bagian tubuh mereka mungkin
lebih besar proporsinya dengan bagian lain. Gejala umum meliputi:
 tangan dan kaki yang sangat besar
 jari kaki dan jari-jari yang tebal
 rahang dan dahi yang menonjol
 fitur wajah kasar
Anak-anak dengan gigantisme mungkin juga memiliki hidung yang rata dan
kepala, bibir, atau lidah yang besar.
Gejala-gejala anak-anak mungkin tergantung pada ukuran tumor kelenjar
pituitari. Ketika tumor tumbuh, itu mungkin menekan saraf di otak. Banyak
orang mengalami sakit kepala, masalah penglihatan, atau mual akibat tumor di
area ini. Gejala gigantisme lainnya mungkin termasuk:
 keringat berlebih
 sakit kepala yang parah atau berulang
 kelemahan
 insomnia dan gangguan tidur lainnya
 menunda pubertas pada anak laki-laki dan perempuan
 periode menstruasi yang tidak teratur pada anak perempuan
 ketulian

F. Tatalaksana
Pasien akromegali memiliki angka mortalitas dan morbiditas dua hingga
empatkali lebih tinggi dibandingkan populasi normal. Thta laksana yang
adekuat dapat menurunkan angka mortalitas tersebut. Tujuan tata laksana pasien
akromegali adalah mengendalikan pertumbuhan massa tumor, menghambat
sekresi hormon pertumbuhan, dan normalisasi kadar IGF-I.
Terdapat tiga modalitas terapi yangdapat dilalnrkan pada kasus akromegali,
yaitu pembedahan, medikamentosa dan radioterapi (Tabel 2). Masing-masing
modalitas memiliki keuntungan dan kelemahan, tetapi kombinasi berbagai
modalitas yang ada dlharapkan dapat menghasilkan tata laksana yang optimal.
- Pembedahan
Tindakan pembedahan diharapkan dapat mengangkat seluruh massa tumor
sehingga kendali terhadap sekresi hormon perturnbuhan dapat tercapai.
Tindakan ini menjadi pilihan pada pasien dengan keluhan yang timbul akibat
kompresi tumor. Ukuran tumor sebelum pembedahan mempengaruhi angka
keberhasilanterapi. Pada pasien dengan mikroadenoma (rikuran trmor <1 0
mm), angka normalimsi IGFI mencapai 75-95o/oka*ts, sementara pada
makroadenoma angfua normalisasi hormonal lebih renda[ yaitr 40-68%. Selain
ukuran tumor faktor lain yang menenfitkan keberhasilan tindakan operasi
adalah pengalaman dokter bedah dan kadar hormon sebelum operasi. Teknik
pembedahan yang kini dikerjakan di Indcnesia adalah transfenoid per
endoskopi. Teknik tersebut memiliki keunggulan dalam visualisasi lapangan
operasi serta angka kesakitan yang lebih rendah dibanding dengan teknik per
mikroskopik. Tidak semua kasus akromegali dapat diatasi hanya dengan
pembedahan.Padakeadaan ini dapat dipilih terapi alternatif yaitu kombinasi
terapi bedah debulking dengan terapi medikamentosa atau radioterapi pasca
pembedahan. Tata laksana medikamentosajuga dapat menjadi pilihan pertama
pada kasus tersebut.

- Medikamentosa
Terapi medikamentosa pada akromegali terdiri atas tiga golongan, yakni
agonis dopamin, analog somatostatin, dan agonis hormon pertumbuhan.
Dopamin agonis terdiri atas bromokriptin dan cabergaline. Monoterapi
dengan cabergoline memiliki efektifitas antara 10-30% dalam menormalisasi
kadar IGF-I.
Analog somatostatin bekerja menyerupai hormon somatostatin yaitu
menghambat sekresi hormon perhrmbuhan. Obat golongan ini memiliki
efektivitas sekitar 70% dalam menormalisasi kadar IGF-I dan hormon
perhrmbuhan. Efektivitasnya yang tinggi menjadikan obat golongan analog
somatostatin sebagai pilihan pertama dalam terapi medikamentosa.
Antagonis reseptor hormon pertumbuhan merupakan kelas baru dalam
terapi medikamentosa akromegali. Obat golongan ini direkomendasikan pada
kazus akromegali yang tidak dapat dikontrol dengan terapi pembedahan,
pemberian agonis dopamin, maupun analog somatostatin. Antagonis reseptor
hormon pertumbuhan dapat menormalisasi kadar IGF-I pada 90% pasien.
- Radioterapi
Radioterapi umumnya tidak digunakan sebagai terapi lini pertama pada
kasus akromegali, karena lamanya rentang waktu tercapainya terapi efektif
sejak pertama kaii dimulai. Radioterapi konvensional dengan dosis terbagi
memerlukan waktu 10-20 tahun untuk mencapai terapi yang efektif, sementara
beberapa teknik radioterapi yang baru, yaitu gamma knife, proton beam, linac
stereotactic radiotherapy dapat memberikan remisi yang lebih cepat. Studi yang
menilai efektivitas stereotactic radiotherapy terhadap para pasien yang tidak
berhasil dengan radioterapi konvensional memperlihatkan penurunan kadar
IGF-I sebesar 38% dua tahun pasc aterapi. Saat ini di Indonesia modalitas
stereotactic radiotherapy telah digunakan pada kasus akromegali.
- Pemantauan Terapi
Pemantauan reqpon biokimiawi terapi dilakukan dengan memeriksa kadar
hormon pertumbuhan dan IGF-I. Pemeriksaan kadar hormon pertumbuhan
setelah pembebanan glukosa lebih baik dibandingkan pemeriksaan kadar
hormon sewaktu. Umumnya pemeriksaan tersebut dilakukan 3-6 bulan setelah
pembedahan. Kendali biokimiawi didefinisikan sebagai kadar hormon
pertumbuhan <1,0 ng/ml setelah pembebanan glukosa, dan kadar IGF-I yang
normal.
Pemeriksaan MRI pascaoperasi umumnya dilakukan 3-4 bulan kemudian.
Pada pasien yang menjalani terapi medikamentosa pemeriksaan MRI dilalilkan
setiap 3-4 bulan setelah terapi dimulai. Pemeriksaan hormon hipofisis dilakukan
segera setelah terapi pembedahan untuk mengevaluasi preservasi fungsi
hipofisis serta terjadinya insufisiensi adrenal. Pada pasien yang menjalani terapi
medikamentosa, pemeriksaan hormon hipofisis lainnya dilalskan sesuai
penilaian klinis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Abe T, Tara LA, Lüdecke DK. Growth hormone-secreting pituitary


adenomas in childhood and adolescence: features and results of
transnasal surgery. Neurosurgery. [Diakses 07 Februari 2019].

2. Eugster E. Gigantism. [Updated 2018 Apr 17]. In: Feingold KR, Anawalt
B, Boyce A, et al., editors. Endotext [Internet]. South Dartmouth (MA):
MDText.com, Inc.; 2000-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279155/ [Diakses 07 Februari
2019].

3. Syafril, Santi, Steffie S. Solin. 2016. Akromegali dan Gigantisme.


http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/62929 [Diakses 7 Februari
2019].

4. Cahyanur, Rahmat, Pradana Soewondo. 2010. Akromegali. Jurnal


Kedokteran Indonesia 60(6) : 279-284.

5. Neurosurg Focus. 2010. Early descriptions of acromegaly and gigantism


and their historical evolution as clinical entities. DOI: http://dx.doi.org
/10.3171/2010.7.FOCUS10160 [Diakses 07 Februari 2019].

Anda mungkin juga menyukai