Anda di halaman 1dari 15

AKROMEGALI DAN GIGANTISME

I. DEFINISI
A. AKROMEGALI

Akromegali berasal dari istilah Yunani yaitu akron (ekstremitas) dan


megale (besar), yang didasarkan atas salah satu temuan klinis akromegali,
yaitu pembesaran tangan dan kaki. Pembengkakan tangan dan kaki sering
kali merupakan gambaran awal, dengan pasien melihat perubahan di ring
atau ukuran sepatu, khususnya sepatu lebar. Sebagian besar (98%) kasus
akromegali disebabkan oleh tumor hipofisis.
Akromegali adalah gangguan hormonal yang dihasilkan dari terlalu
banyak hormon pertumbuhan (GH) di dalam tubuh. Hipofisis, kelenjar
kecil di otak, mensekresikan hormon GH (Growth Hormon). Pada
akromegali, hipofisis menghasilkan GH dalam jumlah yang berlebihan.
Akromegali merupakan gangguan pertumbuhan somatik dan proporsi
yang pertama kali dideskripsikan oleh Marie pada tahun 1886. Peningkatan
kadar GH dan IGF-1 (Insulin-like Growth Factor-I) merupakan petanda
pada sindroma ini. Ketika Marie menggambarkan sindroma ini pada
pasiennya, pertumbuhan hipofisis yang berlebih merupakan penyebab atau
refleksi dari Visceromegaly pada pasien-pasien ini. Pada tahun 1909,
Harvey Cushing melaporkan remisi gejala klinis dari akromegali setelah
dilakukan hipofisektomi parsial, yang mengindikasikan etiologi penyakit
dan penatalaksaan yang potensial
Akromegali yang paling sering didiagnosis pada orang dewasa
setengah baya, meskipun gejala dapat muncul pada usia berapa pun.
Akromegali dapat diobati pada kebanyakan pasien, tetapi karena onset
lambat, ia sering tidak didiagnosis dini.
B. GIGANTISME

Gigantisme adalah pertumbuhan abnormal besar karena kelebihan


hormon pertumbuhan (GH) selama masa kanak-kanak, sebelum lempeng
pertumbuhan tulang ditutup (fusi epifisis). Hal ini menyebabkan
pertumbuhan berlebihan pada tinggi badan, otot, dan organ, membuat anak
sangat besar untuk usianya. Penyebabnya yaitu Pertumbuhan linear yang
abnormal karena aksi Insulin-like Growth Factor-I (IGF-I) atau GH
menyebabkan gigantisme. Namun, ketika lempeng pertumbuhan epifiseal
terbuka saat masa kanak-kanak, ketika pubertas akan diikuti dengan
perubahan akromegalik yang progresif menyebabkan akromegalik
gigantisme. Ketika onset penyakit muncul setelah penutupan epifiseal,
hanya akromegali yang timbul. Gejala lain mungkin termasuk pubertas
tertunda, penglihatan ganda atau kesulitan dengan visi (perifer) sisi, dahi
menonjol (Bossing frontal) dan rahang yang menonjol, sakit kepala,
meningkat berkeringat (hiperhidrosis), menstruasi yang tidak teratur,
tangan besar dan kaki dengan jari-jari tebal dan kaku, penebalan fitur
wajah, dan kelemahan. Ini mungkin dimulai pada usia berapa pun sebelum
epifisis fusion. Penyebab paling umum adalah non-kanker (jinak) tumor
dari kelenjar di bawah otak, penyebab utama adalah hiperesekresi GH,
tetapi dapat disebabkan oleh kondisi yang mendasari lainnya (yang dapat
menyebabkan tumor hipofisis) termasuk Carney kompleks, sindrom
McCune-Albright, Beberapa endokrin neoplasia tipe 1 (MEN-1) dan Tipe
4, danneurofibromatosis. Dalam beberapa kasus penyakit ini disebabkan
oleh mutasi pada GPR101 gen. Pengobatan biasanya meliputi pembedahan
untuk mengangkat tumor dan dapat menyembuhkan banyak kasus. Obat
atau terapi radiasi dapat digunakan untuk mengurangi pelepasan GH atau
memblokir efek GH. Jika kondisi ini terjadi setelah pertumbuhan tulang
yang normal telah berhenti (dewasa), itu disebut sebagai akromegali.
Gigantisme adalah bentuk adenoma hipofisis keluarga, dan dapat berjalan
di beberapa keluarga karena mutasi genetik.

Pertumbuhan berlebih dari tulang dan tulang rawan sering


menyebabkan arthritis. Ketika jaringan mengental, mungkin perangkap
saraf, menyebabkan carpal tunnel syndrome, yang mengakibatkan mati rasa
dan kelemahan dari tangan. organ tubuh, termasuk jantung, bisa membesar.

II. EPIDEMIOLOGI

Angka prevalensi pada gigantisme maupun akromegali diperkirakan


mencapai 70 kasus dari satu juta penduduk, sementara angka kejadian
akromegali dan gigantisme diperkirakan mencapai 3-4 kasus setiap
tahunnya dari satu juta penduduk. Frekuensi akromegali sama pada laki-
laki dan perempuan. Usia rerata pasien yang terdiagnosis akromegali
adalah 40-45 tahun.

III. ETIOLOGI
Pada akromegali dapat terjadi hipersekresi maupun penekanan sekresi
hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Hiperprolaktinemia
dijumpai ada 30% kasus sebagai akibat dari penekanan tangkai atau
histopatologi tumor tipe campuran. Selain itu, dapat terjadi hipopituitari
akibat penekanan massa hipofisis yang normal oleh massa tumor.
Bertambahnya sekresi hormon seks steroid pada waktu anak anak
dapat menyebabkan pubertas praecox, dengan permulaan pertambahan
ukuran tinggi secara dini. Walaupun begitu epifise tulang panjang telh
meningkat, sehingga hasil akhir yang didapat ialah tinggi tubuh bisa
berada di bawah normal.
Pada beberapa pasien dapat timbul akromegali sebagai respons
terhadap neoplasia yang menyekresi GHRA ektopik. Pada pasien yang
terdapat hipeplasia hipofisis somatotrop dan hipersekresi GH.
a. Pituitary Tumor

Dalam lebih dari 95 persen orang dengan akromegali, tumor jinak dari
kelenjar hipofisis, disebut adenoma, menghasilkan kelebihan GH. tumor
hipofisis diberi label baik mikro atau makro-adenoma, tergantung pada
ukuran mereka. Kebanyakan tumor GH-mensekresi yang makro-adenoma,
yang berarti mereka lebih besar dari 1 sentimeter. Tergantung pada lokasi
mereka, ini tumor yang lebih besar dapat kompres struktur otak
sekitarnya.

Kebanyakan tumor hipofisis berkembang secara spontan dan tidak


diwariskan secara genetik. Mereka adalah hasil dari perubahan genetik
dalam sel hipofisis tunggal, yang mengarah ke pembelahan sel meningkat
dan pembentukan tumor. Perubahan ini genetik, atau mutasi, tidak hadir
pada saat lahir, tetapi terjadi di kemudian hari. mutasi terjadi pada gen
yang mengatur transmisi sinyal kimia dalam sel hipofisis. Secara
permanen beralih pada sinyal yang memberitahu sel untuk membelah dan
mengeluarkan GH. Peristiwa dalam sel yang menyebabkan pertumbuhan
sel tidak teratur hipofisis dan GH oversecretion saat ini adalah subjek
penelitian yang intensif.

b. Tumor Nonpituitary

Akromegali dapat juga bukan disebabkan oleh tumor hipofisis (SSP)


tetapi dari organ lain selain SSP diantaranya tumor pankreas, paru-paru,
dan bagian lain dari otak. Tumor ini juga mengakibatkan kelebihan GH,
baik karena mereka menghasilkan GH sendiri atau, lebih sering, karena
mereka menghasilkan GHRH, hormon yang merangsang hipofisis untuk
membuat GH. Ketika ini tumor non-hipofisis pembedahan, tingkat GH
jatuh dan gejala acromegaly meningkatkan.
Tabel 1. Etiologi akromegali
IV. PATOFISIOLOGI
Sekresi GH dikendalikan oleh kompleks hipotalamik dan
faktor perifer. Hipotalamus menstimulasi pengeluaran Growth Hormone
Releasing Hormone (GHRH) terdiri dari 44 asam amino peptida
hipotalamik untuk selanjutnya menstimulasi sintesis GH dan
pelepasannya. Ghrelin, merupakan octanoylated gastric-derived peptide,
dan agonis sintetik dari Growth Hormone Secretagogue-Reseptor (GHS-
R) menginduksi GHRH dan juga secara langsung menstimulasi pelepasan
GH. Somatostatin [somatotropin-release inhibiting factor (SRIF)]
disintesis di area preoptik medial di hipotalamus dan menghambat sekresi
GH. GHRH disekresikan dengan lonjakan yang berlainan yang
menimbulkan pulse GH, sedangkan SRIF mengatur pola sekretori GH
basal. SRIF juga diekpresikan pada banyak jaringan ekstrahipotalamus,
termasuk sistem saraf pusat, gastrointestinal, dan pankreas, dimana SRIF
juga berperan untuk menghambat sekresi hormon islet. IGF-1, target GH
di perifer, memberikan umpan balik untuk menghambat GH, estrogen
merangsang GH, sedangkan glukokortikoid berlebihan yang kronik akan
mensupresi pelepasan GH. Reseptor permukaan pada somatotrop
meregulasi sintesis dan sekresi GH. Reseptor GHRH merupakan reseptor
G protein–coupled (GPCR) yang memberikan sinyal melalui jalur
intraseluler siklik AMP untuk menstimulasi proliferasi sel somatotrop
begitu juga produksi GH. Sekresi GH bersifat pulsatil, dengan kadar
puncak pada malam hari, berkaitan dengan onset tidur. Apabila terdapat
penekanan massa hipofisis yang normal yang diakibatkan oleh oleh massa
tumor. Maka akan terjadi hipersekresi hormon GH. Maka dari itu akan
dikirimkan sinyal umpan balik negatif kepada Hipotalamus untuk
mengurangi sekresi GnRH.
Sekresi GH oleh pituitari ke dalam aliran darah merangsang hati untuk
menghasilkan hormon lain yang disebut insulin-like growth factor I (IGF-
I). Hati merupakan sumber paling besar dari IGF-1 yang bersirkulasi. Baik
IGF-I dan IGF-II berikatan dengan IGF-binding proteins (IGFBPs) yang
memiliki affinitas tinggi yang meregulasi bioaktivitas IGF.

IGF-I adalah apa yang sebenarnya menyebabkan pertumbuhan


jaringan di dalam tubuh. Tingginya kadar IGF-I, pada gilirannya, sinyal
hipofisis untuk mengurangi produksi GH. Jika hipofisis terus melakukan
GH independen dari mekanisme pengaturan normal, tingkat IGF-I terus
meningkat, menyebabkan pertumbuhan berlebih tulang dan pembesaran
organ. Tingginya kadar IGF-I juga menyebabkan perubahan glukosa
(gula) dan lipid (lemak) metabolisme dan dapat menyebabkan diabetes,
tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung.
Gambar 1. Regulasi dan efek GH5

V. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama yang terkait dengan gigantisme adalah perawakan tubuh
besar dengan peningkatan ketinggian dibandingkan dengan rekan-rekan.
Otot dan organ mengalami perbesar juga.

Hipersekresi hormon petumbuhan dapat menimbulkan berbagai


macam perubahan metabolik dan sistemik, seperti pembengkakan jaringan
lunak akibat peningkatan deposisi glikosaminoglikan serta retensi cairan
dan natrium oleh ginjal, pertumbuhan tulang yang berlebihan, misalnya
pada tulang wajah dan ekstremitas, kelemahan tendon dan ligamen sendi,
penebalan jaringan kartilago sendi dan jaringan fibrosa periartikular,
osteoartritis, serta peningkatan aktivitas kelenjar keringat dan sebasea.
Hormon pertumbuhan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan
organ dalam dan metabolik. Pembesaran organ dalam (organomegali)
seringkali ditemukan.
Pada jantung terjadi hipertrofi kedua ventrikel. Retensi cairan dan
natrium akan menyebabkan peningkatan volume plasma dan berperanan
dalam terjadinya hipertensi pada pasien akromegali. Selain itu, efek kontra
hormon pertumbuhan terhadap kerja insulin di jaringan hati maupun
perifer dapat menyebabkan toleransi glukosa terganggu ( 15%), gangguan
glukosa darah puasa ( 19%), dan diabetes melitus (20%). Efek tersebut
diperkirakan terjadi melalui peningkatan produksi dan ambilan asam
lemak bebas. Resistensi insulin terjadi akibat peningkatan massa jaringan
lemak, penurunan lean body mass, serta gangguan aktivitas fisik.
Gangguan kerja enzim trigliserida lipase dan lipoprotein lipase di hati
akan menyebabkan hipertrigliseridemia.
Perubahan juga dapat terjadi pada saluran napas atas, seperti
pembesaran sinus paranasal dan penebalan pita suara. Selain itu, lidah
mengalami pembesaran dan massa jaringan lunak di daerah saluran napas
atas bertambah, sehingga menyebabkan terjadinya gangguan tidur (sleep
apnoe). Pada pasien akromegali juga dapat terjadi hiperkalsiuria,
hiperkalsemia, dan nefrolitiasis, yang disebabkan oleh stimulasi enzim l α-
hidroksilase, sehingga meningkatkan kadar vitamin D, yang akan
meningkatkan absorbsi kalsium.
Pada jaringan saraf dapat terjadi neuropati motorik dan sensorik.
Neuropati yang terjadi diperburuk oleh kondisi hiperglikemia yang sering
ditemukan pada pasien akromegali. Edema pada sinovium sendi
pergelangan tangan dan pertumbuhan tendon dapat menyebabkan sindrom
terowongan karpal (carpal tunnel syndrome)

Efek lokal tumor Pembesaran hipofisis, defek lapang


pandang, kelumpuhan saraf kranial, sakit
kepala
Sistem somatik Pembesaran akral
Sistem muskuloskeletal Gigantisme, prognatism, maloklusi,
atralgia, artritis, sindrom terowongan
karpal, miopati
Kulit dan saluran cerna Hiperhidrosis, skin tag, polip kolon
Sistem kardiovaskular Hipertrofi ventrikel kiri, kardiomiopati,
hipertensi, gagal jantung kongestif
Sistem pernapasan Gangguan tidur, sleep apnea, narkolepsi
Viseromegali Lidah, kelenjar tiroid, kelenjar saliva, hati,
limpa, ginjal, prostat
Sistem endokrin dan metabolik Reproduksi: gangguan menstruasi,
galaktorea, impotensi
MEN tipe 1: hiperparatiroidisme, tumor
pankreas
Karbohidrat: gangguan metabolisme
glukosa,
resistensi insulin, hiperinsulinemia, diabetes
melitus
Lemak : hipertrigliseridemia
Mineral : hiperkalsiuria, peningkatan kadar
vitamin
Elektrolit: penurunan kadar renin.
Peningkatan kadar aldosteron
Tiroid: penurunan kadar thyroxine binding
globulin, goiter
Tabel 2. Manifestasi klinis akromegali

Diagnosis
Manifestasi klinis akromegali yang muncul perlahan selama bertahun-
tahun menyebabkan terdapatnya rentang waktu yang lama antara
diagnosis dengan waktu timbulnya gejala untuk pertama kali, yaitu
berkisar antara 5-32 tahun. Pada hampir 70% kasus saat diagnosis
akromegali ditegakkan, ukuran tumor telah mencapai >10 mm (makro-
adenoma).
Hormon Pengujian untuk Gigantisme adalah kadar IGF-1 tingkat yang
lebih tinggi di darah dan pasien mungkin melakukan tes toleransi glukosa
oral (OGTT) untuk mengkonfirmasikan diagnosis, dengan cara minum 75
gram larutan glukosa menurunkan kadar GH darah ke kurang dari satu
nanogram per mililiter (ng / ml) pada orang sehat. Dalam akromegali,
penurunan ini tidak terjadi. Bahkan, kadang-kadang tingkat GH
meningkat.
Diagnosis akromegali ditegakkan berdasarkan atas temuan klinis,
laboratorium, dan pencitraan. Secara klinis akan ditemukan gejala dan
tanda akromegali. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditemukan
peningkatan kadar hormon pertumbuhan. Selain itu, dari penilaian
terhadap efek perifer hipersekresi hormon pertumbuhan didapatkan
peningkatan kadar insulin like growth factor-I (IGF-I). Oleh karena
sekresinya yang bervariasi sepanjang hari, pemeriksaan hormon
pertumbuhan dilakukan 2 jam setelah pembebanan glukosa 75 gram.
Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) dengan kontras
diperlukan untuk mengonfirmasi sumber sekresi hormon pertumbuhan.
Pemeriksaan MRI dapat memperlihatkan tumor kecil yang berukuran 2
mm.

VI. TATA LAKSANA


A. Non Farmakologi
Pasien akromegali memiliki angka mortalitas dan morbiditas
dua hingga empat kali lebih tinggi dibandingkan populasi normal.
Tujuan tata laksana pasien akromegali adalah mengendalikan
pertumbuhan massa tumor, menghambat sekresi hormon pertumbuhan,
dan normalisasi kadar IGF-I. Perlu dilakukan trapi supresi yaitu
penggunaan testosteron pada anak laki-laki dan estrogen pada anak
perempuan. Pengobatan ini menggunakan preparat estrogen 2,5-20 mg
per hari. Estrogen memacu maturasi tulang sehingga terjadi penutupan
lempeng epifisis. Hal ini dimulai oleh Goldziher pada tahun 1956
dengan reduksi tinggi akhir antara 2,6-6,2 cm dari prediksi. Terapi
dimulai bila usia tulang mencapai 15-16 tahun. Terdapat tiga
modalitas terapi yang dapat dilakukan pada kasus akromegali, yaitu
pembedahan, medikamentosa dan radioterapi.

a. Pembedahan

Tindakan pembedahan diharapkan dapat mengangkat seluruh massa


tumor sehingga kendali terhadap sekresi hormon perturnbuhan dapat
tercapai. Tindakan ini menjadi pilihan pada pasien dengan keluhan
yang timbul akibat kompresi tumor. Ukuran tumor sebelum
pembedahan mempengaruhi angka keberhasilan terapi. Pada pasien
dengan mikroadenoma (ukuran tumor <10 mm), angka normalisasi
IGF-I mencapai 75-95%, sementara pada makroadenoma angka
normalisasi hormonal lebih rendah yaitu 40-68%. Selain ukuran tumor

b. Radioterapi
Radioterapi umumnya tidak digunakan sebagai terapi lini pertama
pada kasus akromegali karena lamanya rentang waktu tercapainya
terapi efektif sejak pertama kali dimulai. Radioterapi konvensional
dengan dosis terbagi memerlukan waktu 10-20 tahun untuk mencapai
terapi yang efektif, sementara beberapa teknik radioterapi yang baru,
yaitu gamma knife, proton beam, linac stereotactic radiotherapy dapat
memberikan remisi yang lebih cepat. Studi yang menilai efektivitas
stereotactic radiotherapy terhadap para pasien yang tidak berhasil
dengan radioterapi konvensional memperlihatkan penurunan kadar
IGF-I sebesar 38% dua tahun pascaterapi. Saat ini di Indonesia
modalitas stereotactic radiotherapy telah digunakan pada kasus
akromegali.
B. Farmakologi

Terapi medikamentosa pada akromegali terdiri atas tiga golongan,


yakni agonis dopamin, analog somatostatin, dan antagonis reseptor
hormon pertumbuhan.
a. Dopamin agonis (DA)
Dopamin agonis terdiri atas bromokriptin dan cabergoline.
Monoterapi dengan cabergoline memiliki efikasi antara l0-35% dalam
menormalisasi kadar IGF-I. Pada serial 64 pasien dengan akromegali
yang ditatalaksana dengan cabergoline selama 3 sampai 40 bulan
dengan dosis 1,0-1,75 mg/minggu menurunkan kadar GH dan IGF-I
pada 40% pasien.7 Pasien yang menolak tindakan operasi dan
pemberian obat injeksi dapat menggunakan obat golongan ini,
mengingat dopamin agonis merupakan satu-satunya golongan obat
dalam tata laksana akromegali yang dapat dikonsumsi secara oral.
2,3,4,6,7,8

b. Analog somatostatin (SSA)


Analog somatostatin bekerja menyerupai hormon somatostatin
yaitu menghambat sekresi hormon pertumbuhan. Obat golongan ini
memiliki efektivitas sekitar 70% dalam menormalisasi kadar IGF-I
dan hormon pertumbuhan. Efektivitasnya yang tinggi menjadikan obat
golongan analog somatostatin sebagai pilihan pertama dalam terapi
medikamentosa. Studi yang menilai efektivitas obat golongan ini
memperlihatkan bahwa normalisasi IGF-I tercapai pada 51% subjek
setelah pernberian analog somatostatin kerja panjang selama 36 bulan.
Pada 32% subjek penelitian terjadi reduksi IGF-1 sekitar lebih dari
50%. Selain menormalisasi kadar IGF-I, terapi analog somatostatin
juga dapat mengecilkan ukuran tumor (80%), perbaikan fungsi
jantung, tekanan darah, serta profil lipid. Kendala utama yang dihadapi
hingga saat ini adalah mahalnya biaya yang harus dikeluarkan.
Terdapat dua preparat SSA kerja panjang yang efektif : intramuscular
ocreotide long acting
release (LAR), dan deep sc lanreotide depot/autogel yang
diberikan setiap bulan. Lanreotide depot/autogel dapat disuntikkan
sendiri atau oleh orang lain. Dosis awal ocreotide LAR yang disetujui
adalah 20 mg/bulan dengan titrasi dosis setiap 3-6 bulan turun hingga
10 mg atau naik hingga 40 mg/bulan. Lanreotide autogel/depot dosis
awalnya yang disetujui 90 mg/bulan dosis dititrasi turun hingga 60
mg/bulan atau naik hingga 120 mg/bulan. Ocerotide sc yang kerja
cepat juga tersedia yang diberikan secara injeksi subkutan beberapa
kali dalam sehari.

b. Antagonis reseptor hormon pertumbuhan (GH Receptor


Antagonist)
Antagonis reseptor hormon pertumbuhan merupakan kelas baru
dalam terapi medikamentosa akromegali. Pegvisomant merupakan
rekombinan analog hormon pertumbuhan manusia yang bekerja
sebagai selektif antagonis reseptor GH. Obat golongan ini
direkomendasikan pada kasus akromegali yang tidak dapat dikontrol
dengan terapi pembedahan, pemberian agonis dopamin, maupun
analog somatostatin. Antagonis reseptor hormon pertumbuhan dapat
menormalisasi kadar IGF-I pada 90% pasien. Sebuah studi yang
menilai efektivitas serta keamanan terapi obat golongan ini sebagai
monoterapi atau kombinasi dengan analog somatostatin
memperlihatkan efektivitas masing-masing sebesar 56% dan 62%
dalam menormalisasi kadar IGF- I. 2,4,6,7 Pegvisomant diberi secara
subkutan dengan dosis 10, 15, atau 20 mg/hari. Pada uji pivotal,
normalisasi IGF-I bersifat dose dependent dan dapat dicapai pada
pasien yang mendapat dosis hingga 40 mg/hari.

DAFTAR PUSTAKA

Tridjaja, Bambang. 2015. Buku Ajar Endokrionologi Anak. Jakarta: UKK


Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI
Sumber:https://www.niddk.nih.gov/health-information/endocrine
diseases/acromegaly, 3 February 2019

http://pituitary.ucla.edu/resources, 5 Februari 2019


Gigantism. MedlinePlus. February 7, 2017;
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001174.htm,
5 February 2019

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/62929/1-
AKROMEGALI.pdf;sequence=1 3 FEBRUARI 2019

Anda mungkin juga menyukai