PENDAHULUAN
1
mengalami perbaikan klinis yang cukup memuaskan, termasuk berkurangnya
jaringan lunak dan artralgia bersifat reversibel pada penatalaksanaan yang tepat.
Oleh karena itu melalui makalah ini akan kami bahas mengenai penyakit
gigantisme serta asuhan keperawatan pada pasien khususnya anak dengan
gigantisme. Penatalaksanaan keperawatan yang tepat dan cepat diperlukan agar
pasien dapat kembali memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri. Melalui
makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti dan memahami asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan kelenjar hipofisis khususnya gigantisme dengan
baik dan benar.
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar hipofisis
2. Untuk mengetahui pengertian dari gigantisme pada anak
3. Untuk mengetahui etiologi gigantisme
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari gigantisme
5. Untuk mengetahui patofisiologi gigantisme
6. Untuk mengetahui komplikasi penyakit dari gigantisme
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik gigantisme
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada gigantisme
9. Untuk mengetahui prognosis gigantisme
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gigantisme
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
pertumbuhan longitudinal tulang skelet yang dijumpai akibat kelebihan GH
sebelum pubertas (Corwin, 2008). Gigantisme merupakan peningkatan hormone
protein dalam banyak jaringan, meningkatkan penguraian asam lemak dan
jaringan adipose dan kadar glukosa darah (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut
Whaley & Wong (2002) kelebihan GH akan menyebabkan
Jadi, gigantisme adalah suatu penyakit akibat hipersekresi growth hormone
yang terjadi pada anak-anak sebelum fusi epifise atau lempeng tulang menutup
yang dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal. Apabila hipersekresi GH pada
usia remaja (setelah penutupan celah efipiseal) akan terjadi peningkatan tinggi
badan dan akromegali (Eugster & Shim M, 2004)..
2.3 Etiologi
Etiologi gigantisme menurut Greenspan & Baxter (2000) adalah:
a. Fungsi hipotalamus yang abnormal menyebabkan sekresi GH berlebihan.
b. Adenoma hipofise:
1) Mikroadenoma : adenoma intrasellar dengan diameter < 1 cm yang
disertai dengan manifestasi hormone yang berlebihan tanpa pembesaran
sellar atau penekanan ekstrasellar.
2) Makroadenoma: adenoma yang berdiameter > 1 cm.
Sumber yang lain menyebutkan bahwa sekresi GH berlebihan akibat adenoma
hipofisis menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari jaringan lunak, termasuk
kulit, lidah, dan visera serta tulang. Hormon ini memiliki sifat anti insulin.
Penyebab gigantisme dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Gigantisme primer atau hipofisis, dimana penyebabnya adalah adenoma
hipofisis
2. Gigantisme sekunder atau hipothalamik, disebabkan oleh karena hipersekresi
GHRH dari hypothalamus
3. Gigantisme primer yang disebabkan oleh tumor ektropik (paru, pankreas, dll)
yang mensekresi GH atau GHRH (Rubenstein & David 2007).
4
Pada pasien gigantisme terjadi pertumbuhan linier yang cepat, wajah kasar,
pembesaran kaki dan tangan. Pada anak muda, pertumbuhan cepat kepala dapat
mendahului pertumbuhan linier dan memiliki masalah penglihatan dan prilaku.
Pada kebanyakan kasus yang terekam, pertumbuhan abnormal menjadi nyata pada
masa pubertas. Jangkung dapat tumbuh sampai ketinggian 8 kaki atau lebih
(Behrman, Kliegman & Arvin, 2000).
Adapun menurut Kowalak (2011) manifestasi klinis pasien dengan
gigantisme adalah:
a. Rasa sakit pada punggung, artralgia, dan artritis akibat pertumbuhan
tulang yang cepat.
b. Tinggi badan yang berlebihan akibat pertumbuhan berlebihan sebelum
lempeng epifisis menutup.
d. Defisiensi pada sistem hormon yang lain (jika tumor yang memproduksi
GH menghancurkan sel-sel penghasil hormon yang lain).
2.5 Patofisiologi
Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH (Growth Hormone) yang berlebihan.
Keadaan ini dapat diakibatkan tumor hipofisis yang mensekresi GH atau karena
kelainan hipotalamus yang mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan.
Penyebab kelebihan produksi hormon pertumbuhan juga berasal dari tumor pada
sel-sel somatrotop yang menghasilkan hormon pertumbuhan.
Jika adenoma penghasil GH terjadi sebelum lempeng epifisis menutup,
seperti pada anak prapubertas, kadar GH yang berlebihan akan menyebabkan
gigantisme. Hal ini ditandai dengan peningkatan umum ukuran tubuh serta lengan
5
dan tungkai yang memanjang berlebihan. Penderita gigantisme biasanya
berperawakan tinggi lebih dari 2 meter dengan proporsi tubuh yang normal, hal
ini terjadi karena jaringan lunak seperti otot tetap tumbuh. Gigantisme juga dapat
mengalami hiperhidrosis yaitu keadaan dimana terjadinya hipermetabolisme yang
menyebabkan keringat berlebih. Penderita dapat pula mengalami gangguan
penglihatan apabila tumor pada kelenjar hipofisis menekan chiasma opticum yang
merupakan jalur saraf mata. Pembesaran jaringan saraf yang tertekan juga
mengakibatkan terjadinya sensasi kesemutan dan kelemahan pada lengan dan
kaki.
Hormon pertumbuhan mempengaruhi metabolisme beberapa zat penting
tubuh, sehingga penderita gigantisme sering mengalami endocrinopathies
misalnya hipogonadisme, hiperprolaktinema, diabetes/hiperglikemi. Hiperglikemi
terjadi karena produksi hormone pertumbuhan yang sangat banyak menyebabkan
hormone pertumbuhan tersebut menurunkan pemakaian glukosa di seluruh tubuh
sehingga banyak glukosa yang beredar di pembuluh darah. Dan sel-sel beta pulau
Langerhans pancreas menjadi terlalu aktif akibat hiperglikemi dan akhirnya sel-sel
tersebut berdegenerasi. Akibatnya, kira-kira 10 persen pasien Gigantisme
menderita Diabetes Melitus.
6
2.6 Komplikasi
7
1. Diabetes mellitus
GH juga mempengauhi metabolisme karbohidrat. Pada keadaan
berlebihan, akan meningkatkan penggunaan karbohidrat dan mengganggu
pengambilan glukosa ke dalam sel. Resistensi terhadap insulin karena GH
tampak berhubungan dengan kegagalan postreseptor pada kerja insulin.
Kejadian ini mengakibatkan intoleransi glukosa dan hiperinsulinisme
sekunder. Intoleransi glukosa dan hiperinsulinisme terjadi masing-masing
pada 50% dan 70% kasus.
2. Hipertensi dan Hipertrofi jantung
Sebagian besar kerusakan akibat hipersekresi GH yang kronis disebabkan
oleh stimulasi IGF-1 yang berlebihan. Pengaruh daya tumbuh dari IGF-1
menyebabkan proliferasi yang khas pada jaringan lunak dan meningkatkan
ukuran besarnya orrgan lain hingga menimbulkan manifestasi klinis hipertrofi
jantung. Hipertrofi jantung terjadi sekitar 15% kasus dan hipertensi yang
tidak diketahui penyebabnya terjadi sekitar 25% kasus.
3. Artralgia dan artritis
Pertumbuhan tulang dan kartilago berlebihan menyebabkan artralgia dan
pada kasus yang sudah berlangsung lama menyebabkan artritis degeneratif
pada tulang vertebra, panggul dan lutut. Bila terjadi hipersekresi GH selama
beberapa tahun, terjadilah komplikasi-komplikasi lanjut, mencakup
deformitas kosmetis yang progesif dan artritus degeneratif yang menimbulkan
cacat (yang sering menimbulkan terapi pembedahan).
4. Kesulitan Psikososial
Tinggi secara ekstrim berhenti menjadi keuntungan dan dapat dianggap
sebagai beban, sehingga baik secara fisik maupun psikologis, cacat. Hal ini
mendorong pengobatan farmakologis remaja yang tinggi dengan steroid seks
untuk mempercepat fusi epifise, sebuah praktik yang telah ada sejak tahun
1950. Gadis tinggi sering melaporkan kesulitan sosial akibat ukuran mereka,
karena tinggi patologis akibat kelebihan GH jelas jauh melampaui tinggi
normal/sehat. Meskipun tidak ada informasi mendalam mengenai profil
psikologis pasien dengan gigantisme, serangkaian kasus menunjukkan
8
tingginya insiden depresi berat, penarikan sosial dan rendah diri (Eugster,
2004).
9
Pengangkatan adenoma transfenoidal secara selektif merupakan prosedur
pilihan.
b. Kraniotomi transfrontal.
Dibutuhkan pada sebagian kecil pasien yang mengalami ekstensi
suprasellar major sehingga menghalangi prosedur transfenoidal. Faktor
yang mempengaruhi keberhasilan operasi adalah ukuran tumor, kadar
hormon sebelum operasi dan pengalaman dokter bedah. Pada pasien
dengan mikroadenoma (ukuran tumor < 1 cm) angka normalisasi IGF-I
mencapai 75-95% kasus, sementara pada makroadenoma angka
normalisasi hormonal 40-68%.
2. Terapi Radiasi
Tidak digunakan sebagai terapi lini pertama karena lamanya rentang waktu
tercapainya terapi efektif sejak pertama kali dimulai. Terapi radiasi dapat
dilakukan dalam 2 cara yaitu:
a. Penyinaran Sinar rotgen yaitu penyinaran konvesional yang menggunakan
sumber energy tinggi dengan dosis total 4000-5000 rad dan biasanya
diberikan sejumlah 180-210 rad per hari. Cara ini memerlukan waktu 10-
20 tahun untuk mencapai terapi yang efektif.
b. Penyinaran partikel berat yaitu penyinaran yang menggunakan partikel alfa
atau proton beam, gamma knife dan stereotactic radiotherapy. Cara ini
dapat memberikan remisi yang lebih cepat. Efektivitas stereotactic
radiotherapy terhadap pasien yang gagal dengan radioterapi konvensional
memperlihatkan penurunan kadar IGF-I sebesar 38% 2 tahun pasca terapi.
3. Terapi Medikamentosa
a. Agonis dopamine
Terdiri dari bromokriptin dan cabergoline. Monoterapi dengan
cabergoline mempunyai efikasi antara 10-35% dalam menormalisasi
kadar IGF-I. Ini merupakan satu-satunya alternatif pilihan bagi pasien
yang menolak tindakan operasi dan pemberian obat injeksi, karena hanya
dopamin agonis yang dapat dikonsumsi secara oral dalam tata laksana
akromegali. Agonis bromocriptine dopamin dapat memberikan perawatan
10
medis ajuvan gigantisme yang aman digunakan oleh anak-anak dalam
jangka waktu lama.
b. Analog somatostatin
Merupakan pilihan pertama dalam terapi medikamentosa karena memiliki
efektivitas yang tinggi dalam menormalisasi kadar IGF-I dan hormon
pertumbuhan (sekitar 70%). Bekerja menyerupai hormon somatostatin,
yaitu menghambat sekresi hormon pertumbuhan. Analog somatostatin
juga dapt mengurangi ukuran tumor sekitar 0-50% tapi hanya pada tingkat
yang kecil. Beberapa penelitian menunjukkan analog somatostatin aman
dan efektif digunakan dalam jangka panjang dalam pengobatan pasien
dengan gigantisme yang tidak disebabkan oleh tumor hipofise. Analog
somatostatin diberikan secara injeksi SC beberapa kali dalam sehari,
namun saat ini sudah terdapat sediaan baru dengan masa kerja panjang
yang diberikan secara injeksi IM setiap 1 x/28 hari. Efek samping dari
analog somatostatin terutama terdiri dari keluhan gastrointestinal ringan
sementara dan peningkatan resiko batu empedu. Kendala utamanya adalah
harga yang mahal.
c. Antagonis reseptor hormon pertumbuhan
Merupakan kelas baru dalam terapi medikamentosa akromegali.
Direkomendasikan untuk kasus akromegali yang tidak dapat dikontrol
dengan terapi pembedahan, pemberian agonis dopamin, maupun analog
somatostatin. Golongan ini dapat menormalisasi kadar IGF-I pada 90%
pasien. Efektivitas serta keamanan terapi obat golongan ini sebagai
monoterapi atau kombinasi dengan analog somatostatin memperlihatkan
efektivitas masing-masing sebesar 56% dan 62% dalam menormalisasi
kadar IGF-I.
4. Diet
Perubahan diet perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarga karena
intoleransi karbohidrat dapat mengakibatkan DM. Diet DM dapat dipakai
sebagai patokan. Pasien tidak disarankan untuk merokok karena zat racun
dalam rokok menghambat penyerapan nutrisi makanan. Selain itu pasien
harus berolahraga secara teratur untuk menjaga stamina tubuh dan
11
mengendalikan berat badan. Asupan gula dalam makanan dan minuman harus
dikurangi caranya gunakan gula khusus DM. Selain itu, konsumsi buah-
buahan, kurangi porsi makan nasi, dan perbanyak minum air putih. Aktivitas
fisik akan membakar kalori dalam tubuh. Selain itu olahraga dengan teratur
akan menjaga peredaran darah, memperbaiki kerja insulin dan mendorong
terjadinya pembakaran gula dalam darah agar diubah menjadi energi.
(langkahsehat.com/diet-sehat-untuk-penderita-diabetes-melitus).
2.9 Prognosis
Pada pasien-pasien yang berhasil dilakukan pengurangan hipersekresi GH,
terdapat penghentian pertumbuhan tulang yang berlebihan. Sebagai tambahan,
pasien-pasien ini mengalami perbaikan klinis yang cukup memuaskan, termasuk
berkurangnya jaringan lunak dan artralgia bersifat reversibel pada terapi yang
berhasil. Intoleransi glukosa dan hiperinsulinemia teratasi pada sebagian besar
kasus. Namun, Angka harapan hidup turun setengahnya karena komplikasi
kardiopulmonal. Penatalaksanaan disebut berhasil bila terjadi penghancuran
jaringan yang memproduksi GH berlebih (Rubenstein, Wayne, & Bradley, 2005).
Kejadian gigantisme antara wanita dan laki-laki sama. Laporan adanya kasus
gigantisme di Indonesia juga sangat jarang. Prognosis pada pasien gigantisme
tergantung pada lamanya proses kelainan berlangsung dan besarnya tumor
(Guyton, 2006).
12
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Adanya riwayat tumor hipofisis atau penyakit lain yang berkaitan dengan
gigantisme.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Gigantisme dan akromegali tidak diturunkan dari riwayat keluarga yang
memilki penyakit akromegali dan gigantisme.
e. Riwayat psikososial
Adanya rasa cemas, gelisah, dan gangguan citra diri. Berhubungan
dengan perasaan dan emosi yang dialami pasien mengena.i sakitnya dan
tanggapan keluarga tentang penyakitnya.
f. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Pola napas normal, tidak terjadi gangguan pola napas.
b. B2 (Blood)
Hipertensi, hipertrofi jantung, gagal jantung kongestif.
c. B3 (Brain)
Nyeri kepala, pusing, gangguan penglihatan akibat adanya adenoma.
d. B4 (Bladder)
Glomerulosklerosis.
e. B5 (Bowel)
Peningkatan laju metabolisme tubuh, anorexia, dan disfagia
f. B6 (Bone and Integumen)
Pertumbuhan longitudinal yang abnormal, lemah, letargia,
hidroporesis, kifosis, artralgia dan artritis. Dapat ditemukan juga
lipatan kulit kasar, kulit tebal, turgor jelek.
g. Endokrin dan Metabolik
Intoleransi glukosa, DM.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan struktur tubuh.
b. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
13
c. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensori persepsi dan kondisi
fisik.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan menurut Nanda NIC NOC dalam Huda (2015):
a. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan struktur tubuh.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NOC: NIC :
Body image Body image enhancement
Self esteem - Kaji secara verbal dan nonverbal
Setelah dilakukan tindakan respon klien terhadap tubuhnya
keperawatan gangguan body - Monitor frekuensi mengkritik
image dirinya
pasien teratasi dengan kriteria - Jelaskan tentang pengobatan,
hasil: perawatan, kemajuan dan prognosis
Body image positif penyakit
Mampu mengidentifikasi - Dorong klien mengungkapkan
kekuatan personal perasaannya
Mendiskripsikan secara - Identifikasi arti pengurangan
faktual perubahan fungsi melalui pemakaian alat bantu
tubuh - Fasilitasi kontak dengan individu
Mempertahankan interaksi lain dalam kelompok kecil
sosial
14
b. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NOC : NIC :
- Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan
- Koping kecemasan)
Setelah dilakukan asuhan Gunakan pendekatan yang
keperawatan kecemasan menenangkan
teratasi dgn kriteria hasil: Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
Klien mampu pelaku pasien
mengidentifikasi dan Jelaskan semua prosedur dan apa yang
mengungkapkan gejala dirasakan selama prosedur
cemas Temani pasien untuk memberikan
Mengidentifikasi, keamanan dan mengurangi takut
mengungkapkan dan Berikan informasi faktual mengenai
menunjukkan tehnik diagnosis, tindakan prognosis
untuk mengontol cemas Libatkan keluarga untuk mendampingi
Vital sign dalam batas klien
normal
Instruksikan pada pasien untuk
Postur tubuh, ekspresi
menggunakan tehnik relaksasi
wajah, bahasa tubuh dan
Dengarkan dengan penuh perhatian
tingkat aktivitas
Identifikasi tingkat kecemasan
menunjukkan
Bantu pasien mengenal situasi yang
berkurangnya
menimbulkan kecemasan
kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
Kelola pemberian obat anti cemas
15
c. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensori persepsi dan kondisi
fisik,
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
16
d. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri.
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
NOC : NIC :
Cardiac Pump Evaluasi adanya nyeri dada
effectiveness Catat adanya disritmia jantung
Circulation Status Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
Vital Sign Status putput
Tissue perfusion: Monitor status pernafasan yang menandakan
perifer gagal jantung
Setelah dilakukan Monitor balance cairan
asuhan selama……… Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
penurunan kardiak antiaritmia
output klien teratasi Atur periode latihan dan istirahat untuk
dengan kriteria hasil: menghindari kelelahan
Tanda Vital dalam Monitor toleransi aktivitas pasien
rentang normal Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
(Tekanan darah, ortopneu
Nadi, respirasi)
Anjurkan untuk menurunkan stress
Dapat
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
mentoleransi
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
aktivitas, tidak ada
berdiri
kelelahan
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
Tidak ada edema
bandingkan
paru, perifer, dan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
tidak ada asites
setelah aktivitas
Tidak ada
Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
penurunan
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
kesadaran
Monitor pola pernapasan abnormal
AGD dalam batas
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
normal
Monitor sianosis perifer
Tidak ada distensi
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
17
vena leher melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Warna kulit Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
normal Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian
oksigen
Sediakan informasi untuk mengurangi stress
Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas jantung
Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah
trombus perifer
Minimalkan stress lingkungan
NOC : NIC :
Self Care : ADLs Observasi adanya pembatasan
Toleransi aktivitas klien dalam melakukan aktivitas
Konservasi eneergi Kaji adanya faktor yang
Setelah dilakukan tindakan menyebabkan kelelahan
keperawatan selama …. Pasien Monitor nutrisi dan sumber energi
bertoleransi terhadap aktivitas yang adekuat
dengan Monitor pasien akan adanya
Kriteria Hasil : kelelahan fisik dan emosi secara
Berpartisipasi dalam aktivitas berlebihan
fisik tanpa disertai peningkatan Monitor respon kardivaskuler
tekanan darah, nadi dan RR terhadap aktivitas (takikardi,
Mampu melakukan aktivitas disritmia, sesak nafas, diaporesis,
sehari hari (ADLs) secara pucat, perubahan hemodinamik)
mandiri Monitor pola tidur dan lamanya
Keseimbangan aktivitas dan tidur/istirahat pasien
18
istirahat Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang
tepat.
Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek, tongkat
Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual
19
f. Resiko peningkatan kadar glukosa darah dengan faktor resiko status
kesehatan fisik,periode pertumbuhan cepat
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
NOC: NIC :
Blood glucose Hyperglikemi management
Risk for unstable Memantau kadar glukosa darah
Kriteria hasil: Pantau tanda dan gejala hiperglikemia
Penerimaan: kondisi Mendorong asupan cairan oral
kesehatan Mengidentifikasi kemungkinan penyebab
Kepatuhan perilkau: hiperglikemia
diet sehat Anjurkan diet sehat dan seimbang
Dapat mnegontrol
Memfasilitasi kepatuhan terhadap diet dan
kadar glukosa darah
latihan
Dapat mengontrol
stres
Tingkat pemahaman
untuk pencegahan
komplikasi
Status nutrisi adekuat
20
BAB III
KASUS
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan glukosa darah:
Gigantisme (+) : glukosa darah meningkat
GDP: 150 mg/dL
(normal: 70-110 mg/dL 3.8-6.1 mmol / L)
2 jam PP: 130 mg/dL
(normal: < 120 mg/dL< 6.6 mmol/L
Pemeriksaan Growth Hormone darah atau SM-C (IGF 1):
Gigantisme (+) : peningkatan GH darah atau SM-C (IGF 1)
Growth hormone - arginine stimulation Fasting: 8 µg/mL
21
( normal: < 5 µ g/L)
Pemeriksaan Somatostatin:
Gigantisme (+) : somatostatin meningkat
2,6-21,7 U/ml
(normal: 0,31-1,4 U/ml)
Hasil CT Scan : tumor hipofisis
Hasil MRI : pembesaran sella tursika dan sinus paranasalis (Menampakan Tumor)
22
ANALISA DATA
23
2 DS = Gangguan citra Perubahan
Ibu klien mengatakan anaknya tubuh perkembangan
mengalami ketidaknormalan di
usianya yang 10 tahun
Ibu klien mengatakan anaknya
tidak pede dan menarik diri
Klien mengatakan tinggi dan
berat badanya berbeda dengan
teman sebaya nya
DO =
Anak tampak murung
Menghindari kontak mata
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d adenoma kelenjar hipofisis yang ditnadai dengan skala
nyeri 6, pemeriksaan CT Scan adanya tumor hipofisis, grimace +
24
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan perkembangan ditandai
dengan klien menarik diri, tidak pede, tampak murung
3. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d periode
pertumbuhana cepat ditandai dengan hasil pemeriksaan glukosa darah GDP
150 mg/dL dan GD 2 jam PP 130 mg/dL
25
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d adenoma kelenjar hipofisis yang ditnadai dengan skala nyeri 6,
pemeriksaan CT Scan adanya tumor hipofisis, grimace +
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NOC : NIC :
Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara
pain control, komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
comfort level durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
Setelah dilakukan tindakan presipitasi
keperawatan pasien tidak Observasi reaksi nonverbal dari
mengalami nyeri, dengan ketidaknyamanan
kriteria hasil: Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
Mampu mengontrol nyeri menemukan dukungan
(tahu penyebab nyeri, Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
mampu menggunakan nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
tehnik nonfarmakologi kebisingan
untuk mengurangi nyeri, Kurangi faktor presipitasi nyeri
mencari bantuan) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
Melaporkan bahwa nyeri intervensi
berkurang dengan Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
menggunakan manajemen napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
nyeri hangat/ dingin
Mampu mengenali nyeri Kolaborasi berikan analgetik untuk
(skala, intensitas, frekuensi mengurangi nyeri
dan tanda nyeri) Tingkatkan istirahat
Menyatakan rasa nyaman
Berikan informasi tentang nyeri seperti
setelah nyeri berkurang
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
Tanda vital dalam rentang berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
normal dari prosedur
Tidak mengalami gangguan Monitor vital sign sebelum dan sesudah
tidur pemberian analgesik pertama kali
26
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan perkembangan ditandai
dengan klien menarik diri, tidak pede, tampak murung
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NOC: NIC :
Body image Body image enhancement
Self esteem - Kaji secara verbal dan nonverbal respon
Setelah dilakukan tindakan klien terhadap tubuhnya
keperawatan gangguan body - Monitor frekuensi mengkritik dirinya
image pasien teratasi dengan - Jelaskan tentang pengobatan, perawatan,
kriteria hasil: kemajuan dan prognosis penyakit
Body image positif - Dorong klien mengungkapkan
Mampu mengidentifikasi perasaannya
kekuatan personal - Identifikasi arti pengurangan melalui
Mendiskripsikan secara pemakaian alat bantu
faktual perubahan fungsi - Fasilitasi kontak dengan individu lain
tubuh dalam kelompok kecil
Mempertahankan interaksi
sosial
NOC: NIC :
Blood glucose Hyperglikemi management
Risk for unstable Memantau kadar glukosa darah
Kriteria hasil: Pantau tanda dan gejala hiperglikemia
Penerimaan: kondisi Mendorong asupan cairan oral
kesehatan Mengidentifikasi kemungkinan penyebab
Kepatuhan perilkau: diet hiperglikemia
sehat Anjurkan diet sehat dan seimbang
Dapat mnegontrol kadar
Memfasilitasi kepatuhan terhadap diet dan
27
glukosa darah latihan
Dapat mengontrol stres
Tingkat pemahaman untuk
pencegahan komplikasi
Status nutrisi adekuat
28
BAB IV
PENUTUP
4.1Kesimpulan
1. Kelenjar Hipofisis terdapat di sela tursika bertulang yang berada di
bawah lapisan dura mater.
2. Gigantisme adalah suatu penyakit akibat hipersekresi growth
hormone yang terjadi pada anak-anak sebelum fusi epifise atau lempeng
tulang menutup yang dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal.
3. Etiologi gigantisme yaitu sekresi GH berlebihan dan adenoma
hipofise
4. Manifestasi klinis gigantisme diantaranya pertumbuhan linier yang
cepat, wajah kasar, pembesaran kaki dan tangan
5. Patofisiologi gigantisme pada anak terjadi karena adenoma
penghasil GH terjadi sebelum lempeng epifisis menutup.
6. Komplikasi gigantisme diantaranya diabetes mellitus, hipertensi
dan hipertrofi jantung, artralgia dan artritis, serta kesulitan psikososial
7. Pemeriksaan penunjangnya yaitu laboratorium dan radiologi
8. Penatalaksanaannya adalah pembedahan, radiasi, pengobatan
medis/farmakologis dan diet.
9. Prognosis gigantisme mengalami perbaikan klinis yang cukup
memuaskan, termasuk berkurangnya jaringan lunak dan artralgia bersifat
reversibel pada terapi yang berhasil.
10. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan
gigantisme, dan adalah cemas, resiko cidera, gangguan citra tubuh, intoleransi
aktivitas, resiko ketidakstabilan gula darah. Rencana asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan hormon pertumbuhan (GH) bertujuan untuk
mengatasi permasalahan keperawatan, sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatan pasien.
29
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis menyampaikan saran-saran
yang kiranya dapat dijadikan perhatian dan masukan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan yaitu:
1. Pasien hendaknya lebih memahami tentang penyakit, gejala, pengobatan
dan penanganan di rumah.
2. Keluarga hendaknya memahami keadaan pasien dan mendukung proses
pengobatan pasien.
3. Perawat hendaknya lebih memahami tentang konsep gigantisme sehingga
dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien secara komprehensif.
30
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman & Arvin. 2000. Ilmu kesehatan anak nelson (ed. 15).
Jakarta: EGC.
Eugster, E.A. & Shim. 2004. Gigantism The Journal of Clinical Endocrinology &
Metabolism (http://jcem.endojournals.org/content/84/12/4379.full).
Greenspan, F.S. & Baxter, J.D. 2000. Endokrinologi Dasar & Klinik. Jakarta:
EGC.
Rubenstein, D., Wayne, D. & Bradley, J. (2005). Lecture notes: kedokteran klinis
(ed.6). Jakarta: Erlangga.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G., 2002. Buku Ajar: Keperawatan
Medikal Bedah . Jakarta: EGC.
Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. (2013). Buku saku diagnosis keperawatan:
diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC (ed. 9). Jakarta: EGC.
31