DISUSUN OLEH:
KELOMPOK V
Noviani Nastiti S
Achmad Luky Amanda F
Agida De Argarinta
Siti Hidayati Al Indasah
Yeny Rachmawati
Thurfah Kustiati Azmi
(131311123034)
(131311123035)
(131311123037)
(131311123039)
(131311123041)
(131311123045)
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ....................................................................
B. Tujuan ................................................................................
3
4
5
5
7
9
11
12
12
14
14
14
15
15
16
26
26
27
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gigantisme adalah pertumbuhan abnormal terutama dalam tinggi
badan (melebihi 2,14 m), akibat kelebihan growth hormone pada anak
sebelum fusi epifise (Brooker, 2009). Hubungan antara gigantisme dan GH
telah diketahui pertama kali sejak tahun 1886 oleh seorang neurologis
Perancis, Piere Marie yang mengatakan sebagai penyakit kronis endokrin.
intervensi
keperawatan
pada
pasien
dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Gigantisme adalah pertumbuhan abnormal, terutama dalam tinggi
badan (melebihi 2,14 m) akibat kelebihan GH pada anak sebelum fusi
epifisis (Brooker, 2005).
Gigantisme merupakan suatu penyakit kelebihan pertumbuhan
longitudinal tulang skelet yang dijumpai akibat kelebihan GH sebelum
pubertas (Corwin, 2008).
Gigantisme merupakan peningkatan hormone protein dalam banyak
jaringan, meningkatkan penguraian asam lemak dan jaringan adipose dan
kadar glukosa darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Jadi, gigantisme adalah suatu penyakit akibat hipersekresi growth
hormone yang terjadi pada anak-anak sebelum fusi epifise atau lempeng
tulang menutup yang dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal.
2. Etiologi
Sekresi GH berlebihan memiliki beberapa penyebab potensial dan
dapat terjadi dalam konteks sejumlah gangguan heterogen. Kasus
hipersekresi GH dapat dibagi menjadi dua ketegori utama yaitu primer
pada hipofisis dan peningkatan sekresi growth hormone-realising
hormone (GHRH) atau disregulasi. Kebanyakan insiden gigantisme
karena adenoma hipofisis yang mensekresis GH atau karena hiperplasia.
Gigantisme juga tampak pada keadaan lain seperti multiple endocrine
neoplasma (MEN) tipe 1, Mc Cune-Albright Syndrome (MAS),
neurofibromatosis, sklerosis tuberosistas atau kompleks Carney (Eugster
& Pescovitz, 1999).
Penyebab sekresi GH yang berlebihan adalah:
Sumber
Mekanisme
Kelebihan
Patogenetik
Konteks Klinis
GH
Kelebihan
Mutasi Gs
GH
Adenoma hipofisis
gsp onkogen
sporadis
hipofisis
primer
Hilangnya
heterozigositas
11q13
MEN tipe 1
Abnormalitas di
Carney kompleks
2p16
paratiroid.
Warisan dominan autosomal,
beberapa lentigines mixoma,
Hiperplasia pituitari
neoplasia endokrin.
Tak ada sumber identifikasi
Kelebihan
Kelebihan
GH
GHRH
sekunder
hipotalamus
Sekresi GHRH
Gangliositoma,
tumor
neurositoma
intrakranial
Kelebihan
Ca. pankreas,
hipofisis
Penyebab yang sangat jarang
GHRH ektopik
Kelebihan GH
neoplasia bronkial
Limpoma
dari gigantisme
Salah melaporkan kasus
ektopik
Pola abnormal
Neurofibromatosis
akromegali
Infiltrasi ke jalur
somatostatin
dengan optik
somatostatinergik
glioma/astrositoma
Etiologi gigantisme menurut Greenspan & Baxter (2000) adalah:
a. Fungsi hipotalamus yang abnormal menyebabkan sekresi GH
berlebihan.
b. Adenoma hipofise:
1) Mikroadenoma : adenoma intrasellar dengan diameter < 1 cm yang
disertai dengan manifestasi hormone yang berlebihan tanpa
pembesaran sellar atau penekanan ekstrasellar.
2) Makroadenoma: adenoma yang berdiameter > 1 cm.
3. Manifestasi Klinik
Pada pasien gigantisme terjadi pertumbuhan linier yang cepat,
wajah kasar, pembesaran kaki dan tangan. Pada anak muda,
pertumbuhan cepat kepala dapat mendahului pertumbuhan linier dan
memiliki masalah penglihatan dan perilaku. Pada kebanyakan kasus
yang terekam, pertumbuhan abnormal menjadi nyata pada masa
pubertas. Jangkung dapat tumbuh sampai ketinggian 8 kaki atau lebih
(Behrman, Kliegman & Arvin, 2000).
Adapun menurut Kowalak (2011) manifestasi klinis pasien
dengan gigantisme adalah:
a. Rasa
sakit
pada
punggung,
artralgia,
dan
artritis
akibat
(sriaristiadewi.wordpress.com/tag/gigantisme/)
4. Patofisiologi
Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH (Growth Hormone) yang
berlebihan. Keadaan ini dapat diakibatkan tumor hipofisis yang
mensekresi GH atau karena kelainan hipotalamus yang mengarah pada
pelepasan GH secara berlebihan. Penyebab kelebihan produksi hormon
pertumbuhan juga berasal dari tumor pada sel-sel somatrotop yang
menghasilkan hormon pertumbuhan.
Jika adenoma penghasil GH terjadi sebelum lempeng epifisis
menutup, seperti pada anak prapubertas, kadar GH yang berlebihan akan
otot
tetap
tumbuh.
Gigantisme
juga
dapat
mengalami
misalnya
hipogonadisme,
hiperprolaktinema,
WOC Gigantisme
pen
Stimulasi
Retensi cairan Organo
dan
Na
Proliferasi
tulang enzim 1-hidroksilase
10
Hipertrofi
Pada masa pertumbuhan (anak-anak) lempeng epifise pada tulang belum
menu
kadar vit. D
vol. plasma
absorbsi Ca
HT
MK: Penuruna
Glomerulo-sklerosis
Pertumbuhan longitudinal cepat (abnormal)
MK
Kelem
Kurangnya peng
5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Behrman, Kliegman & Arvin
(2000) pemeriksaan
11
respons
normal
atau
respons
paradoks
terhadap
berbagai
menampakkan
ikatan
falangs
dan
12
menimbulkan
manifestasi
klinis
hiperttofi
jantung.
dan
pada
kasus
yang
sudah
berlangsung
lama
7. Penatalaksanaan
a. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan adalah cara pengobatan utama pada pasien
kelainan GH yang disebabkan adenoma. Ada 2 jenis terapi
pembedahan yaitu:
1) Pembedahan mikro transfenoidal.
Pengangkatan adenoma transfenoidal secara selektif merupakan
prosedur pilihan.
2) Kraniotomi transfrontal.
Dibutuhkan pada sebagian kecil pasien yang mengalami ekstensi
suprasellar major sehingga menghalangi prosedur transfenoidal.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan operasi adalah ukuran
tumor, kadar hormon sebelum operasi dan pengalaman dokter bedah.
Pada pasien dengan mikroadenoma (ukuran tumor < 1 cm) angka
normalisasi
IGF-I
mencapai
75-95%
kasus,
sementara
pada
13
mempunyai
efikasi
antara
10-35%
dalam
somatostatin,
yaitu
menghambat
sekresi
hormon
14
pasien-pasien
yang
berhasil
dilakukan
pengurangan
15
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan Utama:
Keluhan utama pasien adalah adanya kelelahan dan kelemahan,
kebutuhan tidur atau istirahat meningkat, pertumbuhan organ
tubuh yang berlebih, postur tubuh yang tinggi pada gigantisme.
2) Riwayat Penyakit Sekarang:
Kapan terjadinya gigantisme, apa yang dirasakan klien dan apa
saja yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya.
3) Riwayat Penyakit Dahulu:
Adanya riwayat tumor hipofisis atau penyakit lain yang berkaitan
dengan gigantisme.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga:
Adanya anggota keluarga yang mengalami gigantisme dan
akromegali.
6) Riwayat psikososial
Adanya rasa cemas, gelisah, dan gangguan citra diri.
b. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Pola napas normal, tidak terjadi gangguan pola napas.
2) B2 (Blood)
Hipertensi, hipertrofi jantung, gagal jantung kongestif.
3) B3 (Brain)
Nyeri kepala, pusing, gangguan penglihatan akibat adanya
adenoma.
4) B4 (Bladder)
Glomerulosklerosis.
5) B5 (Bowel)
Peningkatan laju metabolisme tubuh.
6) B6 (Bone and Integumen)
Pertumbuhan longitudinal yang abnormal, lemah, letargia,
hidroporesis, kifosis, artralgia dan artritis.
7) Endokrin dan Metabolik
Intoleransi glukosa, DM.
2. Diagnosa Keperawatan
16
a.
b.
c.
d.
kondisi fisik.
e. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri.
f. Resiko ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan resistensi
insulin.
g. Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
kelelahan
sekunder
dan bagian
17
pertahanan
normal,
kecuali
mereka
digunakan
18
dapat
mempengaruhi
ini
sangat
tidak
mungkin
setelah
pasien
19
dan
kemampuan
Rasionalisasi:
untuk
Menambah
melakukan
atau
kegiatan
mengurangi
pemulihan.
dosis
opioid
20
dikendalikan
dengan
cukup
baik
dengan
intervensi
farmakologis
Rasinalisasi: Intervensi nonfarmakologi harus digunakan untuk
melengkapi , bukan menggantikan, intervensi farmakologis.
17) Rencanakan aktivitas perawatan sekitar periode kenyamanan
terbaik bila memungkinkan.
Rasionalisasi: Nyeri berkurang saat aktivitas.
18) Minta klien untuk menggambarkan nafsu makan, eliminasi usus,
dan kemampuan untuk beristirahat dan tidur . Memberi obat dan
perawatan untuk meningkatkan fungsi-fungsi ini . Mendapatkan
resep untuk stimulan peristaltik untuk mencegah sembelit.
Rasionalisasi: Karena ada variasi individu yang besar dalam
pengembangan efek samping opioid, efek samping ini harus
dipantau dan jika perkembangannya tidak bisa dihindari (misalnya
sembelit), dirawat dengan profilaksis. Opioid menyebabkan
sembelit dengan mengurangi peristaltik usus.
c. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
Tujuan: Cemas hilang/berkurang setelah mendapat tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil: Pasien mengungkapkan tingkat kecemasan yang bisa
ditoleransi, cukup tidur dan menunjukkan pengendalian diri terhadap
ansietas dengan merencanakan strategi koping untuk situasi penuh
tekanan, mempertahankan performa peran, memantau distorsi persepsi
sensori, memantau manifestasi perilaku ansietas dan menggunakan teknik
relaksasi untuk meredakan ansietas.
Intervensi:
1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien, termasuk reaksi
fisik.
2) Gali teknik yang berhasil dan tidak berhasil menurunkan cemas di
masa lalu.
21
3) Pada saat ansietas berat, dampingi pasien,, bicara dengan tenang dan
berikan ketenangan serta rasa nyaman.
4) Beri dorongan pada pasien untuk mengungkapkan secara verbal
pikiran dan perasaan untuk mengekternalisasikan ansietas.
5) Sediakan pengalihan melalui TV, radio, permainan serta terapi okupasi
untuk menurunkan ansietas dan memperluas fokus.
6) Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, terapi dan
prognosis.
7) Berikan obat penurun ansietas bila perlu.
d. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensori persepsi dan kondisi
fisik.
Tujuan: Resiko cidera menurun setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil: Pasien mampu memperlihatkan pengendalian resiko cidera
yaitu dengan memantau faktor resiko perilaku individu dan lingkungan,
mengembangkan strategi pengendalian resiko yang efektif, menerapkan
strategi pengendalian resiko pilihan dan memodifikasi gaya hidup untuk
mengurangi resiko.
Intervensi:
1) Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan,
misalnya perubahan status mental.
2) Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan resiko jatuh.
3) Orientasikan kembali pasien terhadap realitas dan lingkungan saat ini
4)
5)
6)
7)
bila dibutuhkan.
Bantu ambulasi pasien bila perlu.
Sediakan alat bantu berjalan (seperti tongkat atau walker).
Jauhi bahaya lingkungan (misalnya beri pencahayaan yang adekuat).
Berikan materi edukasi yang berhubungan dengan strategi dan
tindakan untuk mencegah cidera.
22
glukosa.
Pantau kadar glukosa serum sesuai dengan protokol.
Pantau asupan dan haluaran.
Pantau tanda dan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia.
Tentukan penyebab hipo/hiperglikemia jika terjadi.
Beri informasi tentang penyakit, diet, latihan fisik, obat-obatan dan
23
adekuat.
7) Instruksikan kepada pasien dan keluarga tindakan untuk menghemat
energi, misalnya menyimpan alat/benda yang sering digunakan di
tempat yang mudah dijangkau.
8) Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan selama
periode istirahat.
9) Rencanakan aktivitas bersama pasien dan keluarga yang dapat
meningkatkan kemandirian dan ketahanan.
10) Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisisk atau rekreasi untuk
merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu.
24
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Gigantisme terjadi akibat hipersekresi persisten dari GH
yang
adanya
adenoma hipofise.
Pilihan utama pengobatan adalah operasi transsphenoid. Namun akhirakhir ini pengobatan medis/farmakologis mengalami perkembangan yang
pesat.
Pengobatan
radiasi
mempunyai
banyak
kelemahan,
sehingga
25
2013
pada
http://penelitian.unair.ac.id/artikel/
61eeae06beb7c843311de82cf9433f55_Unair.pdf
Eugster, E.A. & Pescovitz, O.H. (1999). Gigantism diakses pada 06 Nopember
2013 dari The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism pada
http://jcem.endojournals.org/content/84/12/4379.full.
Greenspan, F.S. & Baxter, J.D. (2000). Endokrinologi dasar & klinik (ed. ).
Jakarta: EGC.
Kowalak, J.P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi (ed. ). Jakarta : EGC.
Rubenstein, D., Wayne, D. & Bradley, J. (2005). Lecture notes: kedokteran klinis
(ed.6). Jakarta: Erlangga.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G., (2002). Buku ajar: keperawatan
medikal bedah brunner & suddarth (ed. 8). Jakarta: EGC.
Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. (2013). Buku saku diagnosis keperawatan:
diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC (ed. 9). Jakarta: EGC.
26