Anda di halaman 1dari 31

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

MATARAM
2020
 Nama : Ny. NWP
 JK : Perempuan
 Usia : 44 Tahun
 Alamat : Sandubaya, Mataram
 No. RM : 053380
 Diagnosis : Tumor Hipofisis
 KU Nyeri kepala
 RPS Pasien merupakan rujukan dari RS HK,
datang ke Poli Bedah Saraf dengan keluhan
nyeri kepala sejak 6 tahun yang lalu. Keluhan
nyeri kepala dirasakan terutama pada kepala
sebelah kiri, dengan sensasi berputar.
Keluhan dirasakan semakin lama semakin
memberat, sekitar 1 tahun ini. Keluhan
nyeri kepala disertai dengan keluhan
pandangan kabur pada mata kiri, kabur
secara perlahan. Selain itu, pasien juga
dikeluhkan mengalami mual dan muntah,
pasien muntah setiap kali makan. Sesak (+)
 RPD : Asma (+), DM (-), HT (-)
 RPK : Asma (+), DM (-), HT (-)
 O/
KU : Sedang
GCS : E4V5M6
TD : 115/75 mmHg
HR : 90x/menit
RR : 24x/menit
SpO2 : 98%
 O/
Status Generalis
K/L : Anemis -/-, ikterik -/-, sianosis -
/-
Thoraks : Simetris +/+, retraksi -/-
Pulmo : vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
Cor : S1 S2 tunggal reguler, murmur
-/- , gallop (-)
Abdomen : BU (+)
Ekstremitas : AH +/+, edema -/-, CRT <2 detik
 O/
Status Neurologis
GCS : E4V5M6
Tanda rangsang meningeal : (-)
Refleks patologis : -/-
Refleks fisiologis : +2/+2
Motorik :
Sensorik :
 A/
Tumor Hipofisis
 P/
Ceftriaxon 2 x 2 gr
Ketorolac 3 x 3%
Ondansentron 2 x 1
Dexamethason 3 x 1 amp
Omeprazol 2 x 1
Asam Tranexamat 3 x 500 mg
Citicolin 2 x 500 mg
 Tumor hipofisis atau adenoma hipofisis
adalah jenis neoplasma yang relatif sering
muncul, yaitu antara 10-20% dari semua
kejadian tumor intrakranial.

 Pada umumnya, tumor hipofisis bersifat jinak


dan menyebabkan gejala klinis akibat efek
massa serta aktivitas sekresi hormonal, yang
merupakan indikasi utama untuk tindakan
operasi.
 Berdasarkan ukuran massa tumor, adenoma
hipofisis dapat dibedakan menjadi
mikroadenoma (diameter <1 cm) dan
makroadenoma (diameter >1 cm).

 Berdasarkan jenis tumor, adenoma hipofisis


terbagi menjadi adenoma nonfungsional dan
adenoma fungsional. Istilah nonfungsional
digunakan karena jenis tumor ini tidak
menyebabkan presentasi klinis akibat hormon
yang berlebihan (hipersekresi), sedangkan
adenoma fungsional berasal dari sel adenoma
anterior hipofisis yang mengatur sekresi dan
regulasi hormon peptida juga faktor stimulasi.
Scheme Features
Microadenoma/ Macroadenoma ≤ 10 mmm/ > 10 mm
Non-Functioning adenoma Endocrinologically inactive,
patient may present with
pituitary deficiency or cranial
nerve deficits (CN 1 most
commonly)
Functioning adenoma Excess of pituitary hormone
secreting: GH adenoma; PRL
adenoma; ACTH adenoma; TSH
adenoma; GH -PRL adenoma;
FSH/LH adenoma (rare, most are
non-functioning)
Other plurihormonal
hypersecretory adenomas
 Tumor Classification based on size. Microadenoma: Coronal and
sagittal T1 weighted MRIs with contrast with arrow indicating the
location of the tumor (A and B). Macroadenoma: Coronal and
sagittal T1 weighted MRIs of a typical macroadenoma (C and D).
Giant invasive macroadenoma: Coronal and sagittal T1 MRIs with
contrast in a patient in whom the tumor compresses the right
temporal lobe and invades the sphenoid sinus (E and F). In
another patient, the sagittal MRI reveals a tumor that has not
only invaded the sphenoid sinus but compresses the brainstem;
the tumor is highlighted (G and H).
 Adenoma hipofisis menyumbang sekitar 10 hingga 15% dari
tumor primer yang dirawat dengan pembedahan sistem
saraf pusat (SSP). Tingkat kejadian tumor hipofisis telah
meningkat dari 2,5 menjadi 3,1 per 100.000 per tahun
(persentase perubahan tahunan 4,25%). Dalam sebuah
studi kohort besar antara 2004 dan 2009, puncak kejadian
terbesar adalah 8,5 untuk pria berusia 75-79 tahun.

 Seri yang lebih baru dengan menggunakan magnetic


resonance imaging (MRI) dari subyek sehat menunjukkan
bahwa sekitar 10% populasi memiliki lesi hipofisis.
Beberapa seri melaporkan tingkat diagnosis yang lebih
tinggi di antara wanita usia subur, meskipun kejadian
serupa pada wanita dan pria.
 Gejala klinis pada kasus adenoma hipofisis
umumnya timbul akibat pengaruh massa tumor
pada struktur di sekitarnya, invasi tumor, serta
gejala yang berkaitan dengan kadar hormon
sistemik yang meningkat atau berkurang.

 Pada pasien dengan makroadenoma hipofisis,


gejala yang berkaitan dengan efek massa tumor
dan tekanan pada struktur di sekitarnya, serta
pada sebagian kasus invasi tumor dari struktur
tersebut cenderung menjadi presentasi klinis
tersering. Kelainan fungsi penglihatan karena
kompresi struktur saraf kranial II (nervus opticus)
terjadi pada 50-60% pasien makroadenoma
hipofisis.
 Sakit kepala termasuk gejala yang sering muncul,
dapat bersifat nonspesifik ataupun bersumber di
daerah dahi sesuai dengan distribusi saraf kranial
V (nervus trigeminus).
 Penekanan pada kelenjar hipofisis normal dapat
menyebabkan hipopituitarisme.
 Invasi tumor ke sinus kavernosus dapat
menyebabkan gejala visual lain akibat cedera
saraf kranial III, IV, VI seperti ophthalmoplegia,
diplopia, ptosis, maupun rasa baal atau nyeri
pada wajah.
 Perluasan tumor ke dalam sinus sfenoid dapat
menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal
spontan lewat hidung (rhinorrhea).
 Selain gejala yang bersumber dari efek massa tumor
atau invasi tumor ke struktur di sekitarnya, disfungsi
endokrin dapat terjadi akibat kelebihan produksi
hormon dari tumor hipofisis (adenoma fungsional atau
sekretoris), atau dari kompresi tangkai (stalk) pada
kelenjar hipofisis normal.

 Manifestasi endokrinologis bergantung pada kelebihan


atau kekurangan produksi hormon yang disebabkan
oleh adanya tumor. Seringkali pasien dengan
adenoma hipofisis akan datang dengan onset sakit
kepala yang mendadak, penurunan fungsi
penglihatan, serta disfungsi hormon yang merupakan
akibat dari perdarahan mendadak atau infark di
dalam tumor. Hal ini yang menyebabkan pembesaran
ukuran tumor secara tiba-tiba dan cepat (pituitary
apoplexia).
Hormon Prolaktin
Hipogonadisme, jika terjadi
hiperprolaktinemia dalam jangka waktu lama,
terutama pada pria
Amenore, galaktorea dan infertilitas pada
wanita
Penurunan libido dan impotensi pada pria
Osteoporosis
Gigantisme Pada Anak Dan Remaja
Pada orang dewasa dapat terjadi akromegali
(perubahan ukuran tangan dan kaki, kulit wajah
menjadi kasar, penonjolan dahi, prognathism,
perubahan suara, diabetes melitus, hipertensi,
sleep apnea dan kardiomiopati).
Adrenocorticotropic Hormone (ACTH)
Penyakit Cushing yang ditandai dengan
pertambahan berat badan, obesitas sentripetal,
moon face, hirsutisme, striae ungu, mudah memar,
miopati proksimal, gangguan perilaku, diabetes
melitus, serta gangguan jantung sekunder.
 Pengaruh Jenis kelamin
 Prolaktinoma simptomatik lebih sering
ditemukan pada wanita. Penyakit Cushing juga
lebih sering terjadi wanita (rasio wanita
dibandingkan pria 3:1). Insiden akromegali setara
untuk pria dan wanita.
 Pengaruh Usia
 Sebagian besar adenoma hipofisis terjadi pada
orang dewasa muda, walaupun dapat dijumpai
pula pada remaja dan kaum lanjut usia.
Akromegali biasanya didiagnosis pada rentang
usia dalam dekade keempat dan kelima.
 Magnetic resonance imaging (MRI) adalah
modalitas radioimaging terpilih untuk
mendiagnosis dan melihat karakteristik lesi
hipofisis saat ini.

 Protokol standar untuk MRI hipofisis dan


wilayah parasellar terdiri dari potongan
sagital T1- dan T2-weighted dengan atau
tanpa kontras intravena.
 Pengobatan medikamentosa dapat memperbaiki
fungsi penglihatan, mengurangi gejala yang
berhubungan dengan hiperprolaktinemia
(galaktorea, amenorea) dan menyebabkan
penyusutan tumor.

 Obat analog somatostatin seperti octreotide dan


antagonis reseptor hormon pertumbuhan,
pegvisomant, dapat membantu dalam
menurunkan kadar GH pascaoperasi dalam kasus
akromegali.

 Agonis dopamin juga telah digunakan untuk


terapi pada akromegali.
 Pada pasien dengan penyakit Cushing, preparat
ketoconazole dapat diberikan untuk mengurangi produksi
kortisol.

 Pengalaman klinis menunjukkan bahwa pemberian terapi


medikamentosa dapat menyebabkan tumor menjadi lebih
padat dan lebih fibrotik, dengan demikian secara teknis
lebih menantang untuk direseksi pada saat dilakukan
tindakan bedah mikro.

 Selain itu, beberapa data menunjukkan bahwa


bromocriptine dan octreotide dapat memberikan
radioresistensi relatif pada tumor yang menjalani
radiosurgery. Akibatnya, disarankan untuk menghentikan
kedua preparat ini 4-6 minggu sebelum tindakan bedah
dilakukan. Terapi dapat dimulai kembali satu minggu
setelah radiosurgery.
Tujuan dari prosedur operasi adalah:

(1) pengangkatan tumor secara total,


(2) dekompresi kiasma optikum dan saraf
kranial II (mata),
(3) debulking tumor untuk cytoreduction,
(4) menjaga atau memperbaiki fungsi
endokrin, dan
(5) konfirmasi histologis.
Terdapat dua pendekatan operasi, yaitu operasi endonasal
transsphenoidal dan operasi transkranial (kraniotomi).

Operasi endonasal transsphenoidal lebih banyak dipilih untuk terapi


bedah pada adenoma hipofisis.

Kelebihan dari operasi endonasal dibanding operasi kraniotomi


termasuk pendekatan yang invasif minimal, secara anatomi lebih
langsung mencapai sasaran, tidak ada kraniotomi atau luka operasi
pada wajah, sedikit trauma pada otak dan struktur neurovaskular,
devaskularisasi suplai darah ke tumor dapat terjadi lebih cepat, serta
struktur anatomi yang relevan dapat tervisualisasi dengan baik.

Selain itu secara kosmetik pasien merasa lebih baik dan waktu
pemulihan menjadi lebih singkat. Untuk lesi yang besar dengan
ekstensi ke lateral suprasellar, tindakan kraniotomi mungkin
diperlukan untuk mendekompresi struktur saraf penglihatan serta
reseksi lesi suprasellar yang berada lateral dari garis tengah.
Endoscopic approach. Intra-operative
photograph of one surgeon (left) driving
the endoscope while the main surgeon
(right) resects the tumor.
Endoscopic views. A. After the anterior wall of the sphenoid sinus is opened, the
endoscope provides a panoramic view of the sella and surrounding anatomy. B.
Endoscopic view of the tumor bed after resection. C. Endoscopic view of the
right cavernous sinus wall using the 0 degree endoscope. D. Note the
dramatically improved view of the right cavernous sinus wall in the same patient
using the 45 degree endoscope. (arrowhead= carotid artery)
 Operasi endonasal transsfenoidal merupakan terapi dengan hasil
yang sangat baik dengan tingkat keberhasilan yang tinggi dalam
mendekompresi saraf penglihatan.

 Komplikasi yang timbul akibat tindakan bedah relatif jarang,


yang dapat berupa tersisa tumor pascareseksi adenoma yang
besar, diabetes insipidus (DI) yang bersifat sementara atau
permanen, kebocoran cairan otak (rhinorrhea), defisiensi hormon
serta gangguan penglihatan yang menetap.

 Komplikasi endokrin paling utama setelah operasi endonasal


transsphenoidal adalah hipopituitarisme. Semua pasien harus
dinilai untuk kebutuhan terapi penggantian hormon selektif
pascareseksi adenoma. Kegagalan untuk mencapai remisi
permanen terjadi pada setidaknya 5-15% dari seluruh kasus,
bahkan di tangan ahli bedah berpengalaman. Tingkat
keberhasilan menurun dan komplikasi secara signifikan meningkat
bila dilakukan operasi yang kedua.
Outcome Measure Cumulative Incidence (%)
1972-2000 1992-2017
Mortality <0.5% <0.3%

Major complication:
(CSF leak,
CSF leak 2.6%
meningitis, ischemic 1.5%
Other 3.2%
stroke, intracranial
hemorrhage, vascular
injury, visual loss)

Minor complication:
(sinus disease, septal
perforations, 6.5% 1.3%
epistaxis, wound
infections and
hematomas)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai