Anda di halaman 1dari 20

Penatalaksanaan

Sumbatan Jalan Napas


Mahardani Utami Pratiwi
(H1A015044)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


2019
Pendahuluan
 Obstruksi jalan nafas atas mengacu pada penyempitan atau
oklusi anatomi yang mengakibatkan penurunan kemampuan
untuk menggerakkan udara (ventilasi).
 Obstruksi jalan nafas atas juga bisa partial atau complete,
dengan obstruksi complete menunjukkan ketidakmampuan total
untuk mendapatkan udara masuk atau keluar dari paru-paru.
 Penyebab obstruksi jalan napas akut partial atau complete,
sering membutuhkan intervensi darurat. Ini karena obstruksi
akut menyebabkan penurunan kemampuan ventilasi yang bisa
berakibat fatal dalam hitungan menit. Obstruksi jalan napas
kronis dapat menghasilkan kompromi kardiopulmoner yang
pada akhirnya juga dapat menyebabkan morbiditas.
Epidemiologi
 Sebagian besar anak yang meninggal karena obstruksi jalan
napas berusia empat tahun atau lebih muda.

 Pada orang dewasa, obstruksi jalan napas lebih sering


terjadi karena infeksi, peradangan, dan trauma.

 Obstruksi jalan nafas adalah penyebab umum dari kunjungan


gawat darurat.
Etiologi
 Seringkali, etiologi yang menyebabkan obstruksi jalan nafas
atas melibatkan infeksi, peradangan, atau trauma pada
struktur jalan nafas.

 Varian anatomi juga dapat menyebabkan atau berkontribusi


pada obstruksi, meliputi: septum yang menyimpang, benda
asing, makroglossia, jaringan trakea, atresia trakea, abses
retrofaringeal, abses peritonsillar, rhinitis, polip, pembesaran
amandel, lipoma leher, lipoma leher, kanker paru-paru,
epigtoma, epigtosa, epiglosa atau trauma tembus,
anafilaksis, hipertrofi turbinate, dan luka bakar kimia atau
panas.
Patofisiologi
Penegakkan Diagnosis
Anamnesis
 Gejala dan tanda umumnya mencerminkan tingkat penyempitan dan kecepatan
onsetnya. Dalam obstruksi akut, misalnya karena trauma, epiglottitis atau Ludwig's
angina (selulitis dari dasar mulut dan jaringan submandibular), stridor dan dyspnoea
sering ditemui.
 Stridoris, suara keras bernada tinggi yang diciptakan oleh aliran udara turbulen melalui
jalan napas yang sebagian terhambat. Pada fase inspirasi, stridor menunjuk ke
obstruksi pada tingkat supraglottic atau glottic, sedangkan stridor inspiratif-ekspirasi
biphasic menyiratkan kompromi subglottic. Stridor ekspirasi atau mengi klasik
menunjukkan obstruksi trakea atau trakeobronkial.
 Stertoris adalah istilah untuk menggambarkan pernapasan mendengkur yang berat dan
biasanya dihasilkan dari obstruksi pada tingkat nasofaring sedangkan gurgling dapat
menunjukkan asal orofaring.
 Gejala lain yang menonjol dari obstruksi jalan napas termasuk suara serak, perubahan
suara, preferensi untuk duduk, dispnea nokturnal, ortopnoea, kelelahan, disfagia dan air
liur.
Lanjutan…
Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada menemukan
sumber obstruksi yang dapat diperbaiki, terutama pada
pasien dengan tekanan akut.
 Bagian hidung dan juga, orofaring harus diperiksa, Leher
harus diperiksa sepenuhnya untuk patologi yang dapat
menyebabkan kompresi eksternal pada struktur jalan napas.
 Tambahan untuk pemeriksaan fisik termasuk spekulum
hidung dengan sumber cahaya, endoskopi kaku atau
fleksibel, dan laringoskopi langsung.
Lanjutan…
Pemeriksaan Penunjang
 Semua peralatan jalan nafas yang diperlukan harus tersedia pada
saat evaluasi jika diperlukan intervensi segera.
 Area nasofaring dapat dievaluasi dengan endoskopi yang fleksibel
atau kaku. Laringoskopi langsung adalah alat evaluasi lain yang juga
dapat membantu tidak hanya untuk diagnosis tetapi juga dalam hal
intervensi. Teknik pencitraan tersedia, tetapi kehati-hatian ekstrem
harus digunakan pada pasien dengan obstruksi akut atau obstruksi
kronis dengan tekanan akut. Memperoleh pencitraan seharusnya
tidak menunda koreksi obstruksi pada pasien dalam distres akut.
Dalam kasus ini, pencitraan dapat membantu untuk menentukan
etiologi setelah obstruksi berkurang. Modalitas pencitraan yang
digunakan untuk menilai obstruksi jalan napas meliputi rontgen
kepala dan leher lateral, CT scan, dan MRI.
 CT menghasilkan gambar yang dapat menilai struktur tulang dan
jaringan lunak. Diameter jalan nafas dapat dievaluasi juga. CT scan
terbaru cepat dan dapat membuat gambar tiga dimensi. Sekali lagi
kehati-hatian harus dilakukan ketika memutuskan apakah pasien
stabil untuk pengujian diagnostik tersebut. MRI juga bisa sangat
membantu dalam menentukan etiologi obstruksi jalan napas. MRI
bermanfaat khususnya ketika mengevaluasi massa jaringan lunak
dan struktur di sekitarnya. Selain menghasilkan gambar tiga dimensi,
MRI tidak menghasilkan radiasi, dan pewarna tidak selalu
digunakan. Keterbatasan MRI adalah ketersediaan dan biaya.
Penatalaksanaan Sumbatan Jalan
Napas
 Teknik yang dapat dilakukan untuk mengelola jalan nafas meliputi
tindakan yang non invasif atau invasif tergantung dari sumbatan di atas
atau di bawah glotis, dan apakah bersifat surgical atau non surgical.

 Teknik Non Invasif


 Tanpa Alat
 Pada kondisi dimana tidak terdapat alat maka dilakukan
upaya membebaskan jalan nafas secara manual dengan cara triple
airway manuver meliputi: ekstensi kepala, angkat dagu (Chin Lift
maneuver), dan mendorong mandibula/rahang bawah (Jaw thrust
maneuver). Upaya ini dilakukan untuk mengangkat lidah yang jatuh
menutupi saluran nafas.
 Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk management
airway tanpa alat yaitu:
 Lakukan teknik Chin Lift untuk membuka jalan nafas. Ingat
tempatkan korban pada tempat yang datar. Kepala dan
leher korban jangan terganjal.
 Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah
ke depan.
 Caranya: gunakan jari tengah dan telunjuk untuk
memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.
 Head Tilt
 Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien. Tidak boleh
dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal.
 Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan
ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga
leher tegang dan lidah pun terangkat ke depan.

Gambar: Tangan kanan melakukan Chin Lift (dagu diangkat) dan tangan kiri melakukan Head Tilt.
Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas
 Jaw Thrust
 Caranya: dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan
sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas.
 Back Blow (untuk bayi)
 Bila penderita sadar, dapat batuk keras, observasi ketat. Bila
nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali
(hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar
belikat dengan tulang punggung/vertebrae).
 Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
 Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang
dada dengan jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di
bawah garis imajinasi antara kedua puting susu pasien). Bila
penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukan chest thrust, tarik
lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan.
 Teknik Cross Finger untuk memeriksa jalan nafas terutama di
daerah mulut dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
yang disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.

Gambar: Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan menggunakan


teknik cross finger
 Teknik Finger Sweep. Bila jalan nafas tersumbat karena
adanya benda asing dalam rongga mulut.

Gambar: Teknik finger sweep


Teknik Maneuver Heimlich, dilakukan jika kegagalan membuka nafas dengan cara sapuan jari.
Ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti
nafas (apnea) Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui
mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas.
 Teknik maneuver Heimlich ada beberapa macam yaitu:
 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)
 Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang. Caranya berikan hentakan
mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).
 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)
 Pada posisi berdiri atau duduk. Caranya: penolong harus berdiri di belakang korban,
lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu
tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas
pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan
tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke
atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)
 Pada posisi tergeletak (tidak sadar). Caranya: korban harus diletakkan pada
posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban.
Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas
pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di
atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan
yang cepat ke arah atas.
 Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring
tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi
Jantung Paru (RJP).
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)
 Pada yang dilakukan sendiri. Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami
obstruksi jalan napas. Caranya: kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari
pada perut di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala
itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kearah diafragma dengan gerakan yang
cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada
tepi meja atau belakang kursi.
Dengan Alat
 Bag-Mask Ventilation
 Kombinasi antara triple airway manuver dengan ventilasi menggunakan bag mask merupakan
upaya yang sangat dasar dalam menangani jalan nafas.
 Tangan kiri melakukan jaw trust sambil memegang sungkup muka, sementara tangan kanan
memompa baging. Berbagai jenis sungkup muka tersedia tetapi yang disarankan adalah yang
transparan sehingga dapat melihat langsung keadaan mulut dan hidung serta ada tidaknya
sumbatan. Kunci utama teknik ini adalah kemampuan mempertahankan seal antara sungkup
muka clan wajah paten, jika tidak terjadi kebocoran maka ventilasi akan adekuat. Komplikasi dari
teknik ini adalah kemungkinan aspirasi paru.

 Laryngeal Mask Airway (LMA)


 Alat ini dimasukkan ke mulut sampai dengan faring kemudian cuffnya diisi udara sehingga akan
terjadi seal. Berbeda dengan ETT alat ini tidak masuk ke dalam trakea hanya ada lubang pipa
nafas di depan glotis/pita suara.

 Oro dan Nasofaringeal Airway


 Pada pasien yang tidak sadar, obstruksi terjadi akibat ketidakmampuan untuk mempertahankan
tonus lidah sehingga akan jatuh menutupi jalan nafas. Orofaringeal airway/gudel/mayo dapat
menahan lidah pada posisi yang seharusnya. Cara memasukkan adalah dengan memasukkan
pada posisi lengkungnya menghadap keatas sampai menyentuh palatum kemudian diputar
1800 sambil didorong.
 Nasofaringeal airway terbuat dari karet atau plastik yang lembut yang dimasukkan melalui lubang
hidung dan diteruskan sampai faring posterior. Komplikasi pemasangan NPA adalah epistaksis,
aspirasi, laringospasme dan masuk ke esofagus.
Teknik Invasif
 Intubasi Trakea
 Sebelum melakukan intubasi, persiapan alat merupakan hal yang sangat penting,
jika terjadi malfungsi alat atau tidak tersedianya alat yang dibutuhkan karena
persiapan yang kurang baik, maka akan sangat membahayakan keselamatan dan
nyawa pasien. Untuk menghindari hal itu maka setiap alat harus dipersiapkan
dengan baik dan lengkap dan dilakukan pengecekan terhadap fungsinya.
 Untuk mempermudah dan agar tidak ada alat yang terlewatkan maka dibuatlah
singkatan untuk persiapan alat yaitu: "S T A T I C S‘.
 Krikotirodotomi
 Merupakan upaya emergensi untuk membypass sumbatan dengan cara membuat
lubang pada membrana krikoid. Dalam keadaan emergensi dapat dilakukan
penusukan di membran krikoid dengan menggunakan abocath no 14.
 Trakeostomi
 Trakeostomi dilakukan jika tidak memungkinkan untuk dilakukan intubasi.
Merupakan upaya bypass jalan nafas dengan membuat lubang secara langsung
pada cincin trakea.
Daftar Pustaka
 Afzal M. Airway Management In Pediatric Anesthesia: Laryngeal Mask Airway Vs Endotracheal Tube.
The Internet Journal of Anesthesiology 2007. Volume 13 Number 11.
 Aghasafari P, George U, Pidaparti R. A review of inflammatory mechanism in airway diseases.
Inflamm. Res. 2019 Jan;68(1):59-74.
 Cramer N, Jabbour N, Tavarez MM, Taylor RS. StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing; Treasure
Island (FL): Oct 27, 2018. Foreign Body Aspiration.
 Doherty C, Neal R, English C, Cooke J, Atkinson D, Bates L, Moore J, Monks S, Bowler M, Bruce IA,
Bateman N, Wyatt M, Russell J, Perkins R, McGrath BA., Paediatric Working Party of the National
Tracheostomy Safety Project. Multidisciplinary guidelines for the management of paediatric
tracheostomy emergencies. Anaesthesia. 2018 Nov;73(11):1400-1417.
 NouraeiSA,GiussaniDA,HowardDJetal.Physiologicalcomparisonofspontaneousandpositive-
pressureventilationinlaryngotrachealstenosis.BrJAnaesth. 2008 Sep;101(3):419-23.
 Ojeda Rodriguez JA, Brandis D. StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing; Treasure Island (FL): Dec
13, 2018. Abdominal Thrust Maneuver.
 PatelAandPierceA.Progressinmanagementoftheobstructedairway.Anaesthesia2011,66(suppl2)93-100.
 Schauer SG, April MD, Cunningham CW, Long AN, Carter R. Prehospital Cricothyrotomy Kits Used in
Combat. J Spec Oper Med. 2017 Fall;17(3):18-20.
 Yildirim E. Principles of Urgent Management of Acute Airway Obstruction. Thorac Surg Clin. 2018
Aug;28(3):415-428.

Anda mungkin juga menyukai