Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tonsil merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.1 Jaringan limfoid yang terdapat disekitar
pintu masuk sistem respirasi dan pencernaan membentuk sebuah cincin, yaitu
cincin Waldeyer yang dibentuk oleh tonsila palatina, tonsila tubaria, tonsila
pharyngeus, dan tonsila lingualis.2
Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki
virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau
mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang
berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem
kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang.
Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut
maka akan timbul tonsillitis. 3,4 Tonsilitis dapat terjadi akut dan kronik. Tonsilitis
kronis merupakan peradangan kronis tonsil setelah serangan akut/subakut yang
terjadi berulang-ulang dengan kuman penyebab nonspesifik.1
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, meskipun jarang
terjadi pada anak-anak usia kurang dari dua tahun. Tonsilitis akibat infeksi
Streptococcus secara khusus terjadi pada anak-anak usia 6-15 tahun. Kasus
terbanyak ditemukan pada anak-anak usia sekolah, yang berkontak dengan anak
lain yang menderita tonsilitis akibat bakteri maupun virus. Berdasarkan data di
Indonesia, tonsilitis kronis menjadi salah satu penyakit THT yang paling banyak
dijumpai pada anak. Penelitian yang dilakukan Sapitri tentang karakteristik
penderita tonsilitis kronis yang diindikasikan tonsilektomi di RSUD Raden
Mattaher Jambi, dari 30 sampel ditemukan usia 5-14 tahun (50%), jenis kelamin
perempuan (56,7%) dan keluhan nyeri pada tenggorok atau sakit menelan (100%).5
Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan dapat
memengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai mengenai

1
tonsilitis diperlukan guna penegakan diagnosis dan pemberian terapi yang tepat dan
rasional.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pola penyakit tonsillitis di RSUD Provinsi NTB pada periode 1 Juni
sampai dengan 1 Oktober 2019?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui pola penyakit tonsillitis di RSUD Provinsi NTB pada
periode 1 Juni sampai dengan 1 Oktober 2019

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1) Penelitian ini dapat memberikan gambaran terkait dengan pola penyakit
tonsillitis di RSUD Provinsi NTB pada periode 1 Juni sampai dengan 1
Oktober 2019.
2) Penelitian ini dapat menambah pengetahuan terkait dengan tonsilitis,
termasuk cara menegakkan diagnosis dan pemberian terapi.
3) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan sumber penelitian
selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan kasus tonsilitis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tonsil


Tonsil merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.1 Jaringan limfoid yang terdapat disekitar
pintu masuk sistem respirasi dan pencernaan membentuk sebuah cincin, yang
disebut dengan cincin Waldeyer. Bagian lateral cincin dibentuk oleh tonsila palatina
dan tonsila tubaria (jaringan limfoid di sekitar muara tuba auditiva di dinding lateral
nasofaring). Bagian atasnya dibentuk oleh tonsila pharyngeus yag terdapat di atas
nasofaring, dan bagian bawahnya dibentuk oleh tonsila lingualis yang terdapat pada
sepertiga bagian posterior lidah.2

Gambar 2.1 Anatomi Tonsil

Tonsil palatina (biasa disebut tonsil saja) berbentuk dua massa jaringan limfoid
yang masing-masing terletak di dalam sekungan dinding lateral orofaring diantara
arcus palatoglossus dan arcus palatopharyngeus.1,2 Setiap tonsil diliputi oleh
membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol ke dalam faring.
Permukaannya berbintik-bintik yang disebabkan oleh banyaknya muara kelenjar
yang terbuka ke crypta tonsilaris.2 Pada kutub atas tonsil seringkali terdapat celah
intratonsil yang merupakan sisa kantong faring kedua. Kutub bawah tonsil melekat
pada dasar lidah.1

3
Permukaan medial tonsil mempunyai celah yang disebut kriptus dan bentuknya
beraneka ragam. Epitel yang melapisi tonsil dan juga kriptus adalah epitel
skuamosa. Di dalam kriptus terdapat leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri
dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering
juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi
karena tidak melekat erat pada otot faring.1
Arteri yang memvaskularisasi tonsil adalah a. palatina minor, a. palatina
asendens, cabang tonsil a. maksila eksterna, a. faring asendens dan a. lingualis
dorsal.1

Gambar 2.2 Vaskularisasi Tonsil

2.2 Fisiologi Tonsil


Jaringan limfoid, terutama tonsil dan adenoid membentuk proteksi imunologis
terhadap patogen yang masuk di awal sistem pernapasan.6 Tonsil merupakan organ
limfatik sekunder yang berfungsi untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang
sudah disensitisasi.7 Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu: 1) menangkap dan
mengumpulkan benda asing, dan 2) sebagai tempat produksi antibodi yang
dihasilkan oleh sel plasma yang berasal dari diferensiasi limfosit B.7
Limfosit terbanyak ditemukan dalam tonsil adalah limfosit B. Bersama-sama
dengan adenoid limfosit B berkisar 50-65% dari seluruh limfosit pada kedua organ
tersebut. Limfosit T berkisar 40% dari seluruh limfosit tonsil dan adenoid. Tonsil

4
berfungsi mematangkan sel limfosit B dan kemudian menyebarkan sel limfosit
terstimulus menuju mukosa dan kelenjar sekretori di seluruh tubuh.7
Aktivitas tonsil paling maksimal antara usia 4-10 tahun. Tonsil mulai
mengalami involusi pada saat pubertas, sehingga produksi sel B menurun dan rasio
sel T terhadap sel B relatif meningkat. Pada tonsilitis yang berulang dan inflamasi
epitel kripta retikuler terjadi perubahan epitel skuamosa stratifikatum yang
mengakibatkan rusaknya aktivitas sel imun dan menurunkan fungsi transport
antigen. Perubahan ini mengakibatkan penurunan aktivitas lokal sel B dan
menurunkan produksi antibodi.7

2.3 Tonsilitis
2.3.1 Definisi
Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki
virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau
mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang
berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem
kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang.
Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut
maka akan timbul tonsillitis.3,4

2.3.2 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis


Tabel 2.1 Klasifikasi Tonsilitis
Tonsilitis Kronis
Tonsilitis Akut Tonsilitis Kronis
Eksaserbasi akut
Hiperemis dan Hiperemis dan edema Membesar/mengecil
edema tapi tidak hiperemis
Kripte tak melebar Kripte melebar Kripte melebar
Detritus (+/-) Detritus (+) Detritus (+)
Perlengketan (-) Perlengketan (+) Perlengketan (+)
Antibiotika, Sembuhkan radangnya, Jika perlu Bila mengganggu
analgetika, lakukan tonsilektomi 2 – 6 minggu lakukan
obat kumur setelah peradangan tenang Tonsilektomi

5
Pada tonsilitis akut, gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri
tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa
lesu, dan rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga
(otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred pain) melalui
n.glosofaringeus (n.IX).
Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus
berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula
membengkak dan nyeri tekan.8
Pada tonsilitis kronik, rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering
di tenggorok dan napas berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan
permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.8
Pada pemeriksaan faringoskopi tampak tonsil membesar dengan permukaan
yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kriptus terisi oleh detritus. Pada
tonsillitis kronik juga sering disertai halitosis dan pembesaran nodul servikal. Pada
umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan
kedalam kategori tonsillitis kronik berupa (a) pembesaran tonsil karena hipertrofi
disertai perlekatan kejaringan sekitarnya, kripte melebar di atasnya tertutup oleh
eksudat yang purulen (b) tonsil tetap kecil, bisanya mengeriput, kadang-kadang
seperti terpendam dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemis, kripte
melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulent.9

2.3.3 Epidemiologi
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, meskipun jarang terjadi pada
anak-anak usia kurang dari dua tahun. Tonsilitis akibat infeksi streptococcus secara
khusus terjadi pada anak-anak 6-15 tahun. Kasus terbanyak ditemukan pada anak-
anak usia sekolah, yang berkontak dengan anak lain yang menderita tonsilitis akibat
bakteri maupun virus. Berdasarkan data di Indonesia, tonsilitis kronis menjadi salah
satu penyakit THT yang paling banyak dijumpai pada anak. Penelitian yang
dilakukan Sapitri tentang karakteristik penderita tonsilitis kronis yang diindikasikan
tonsilektomi di RSUD Raden Mattaher Jambi, dari 30 sampel ditemukan usia 5-14

6
tahun (50%), jenis kelamin perempuan (56,7%) dan keluhan nyeri pada tenggorok
atau sakit menelan (100%).5

2.3.4 Etiologi
Kuman penyebab tonsilitis akut, yaitu Grup A Streptococcus ß hemoliticus,
Pneumokokus, Streptococcus viridan, dan Streptococcus piogenes, tetapi kadang-
kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negatif.1 Etiologi lain
berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission on Acute

Respiration Disease bekerja sama dengan Surgeon General of the Army America dimana dari
169 kasus didapatkan data sebagai berikut:

 25% disebabkan oleh Streptokokus (3 hemolitikus yang pada masa


penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam
serum penderita).
 25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak menunjukkan
kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita. Sisanya adalah
Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.

Sedangkan faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan


yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higienitas mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

2.3.5 Patofisiologi
Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-
kriptenya, sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung
kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun melalui
mulut bersama makanan.10
Kuman yang masuk ke dalam dihancurkan oleh makrofag, sel-sel
polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka pada suatu waktu
tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang
di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi
sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar
ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang menurun.10

7
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang
berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri dan epitel yang terlepas. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga
terbentuk membran semu (pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik
terjadi karena proses radang berulang sehingga epitel mukosa dan jaringan limfoid
terkikis. Pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut.
Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus)
yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan
akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsiler.

2.3.6 Tata Laksana


1) Medikamentosa
Tonsilitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara simptomatik.
Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat membantu. Gejala-gejala
yang timbul biasanya akan hilang sendiri. Tonsilitis yang disebabkan oleh
streptokokus perlu diobati dengan Penisilin V secara oral, Sefalosporin,
Makrolida, Klindamisin, atau injeksi secara intramuskular Penisilin Benzatin
G. Terapi yang menggunakan Penisilin mungkin gagal (6-23%), oleh karena itu
penggunaan antibiotik tambahan mungkin akan berguna.11,12
2) Operatif
Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan yang paling sering
dilakukan pada pasien dengan tonsilitis kronik, yaitu berupa tindakan
pengangkatan jaringan tonsil palatina dari fossa tonsiliaris. Tetapi tonsilektomi
dapat menimbulkan berbagai masalah dan berisiko menimbulkan komplikasi
seperti perdarahan, syok, nyeri pasca tonsilektomi, maupun infeksi.
Tonsilektomi sebagai tindakan operasi terbanyak dan biasa dilakukan di bidang
THT belum mempunyai keseragaman indikasi. Indikasi tonsilektomi yang
diterima luas pada saat ini adalah tonsilitis kronik dengan insidensi 7 atau lebih

8
episode sakit tenggorok akibat tonsilitis dalam 1 tahun atau 5 episode/tahun
dalam dua tahun dan 3 episode/tahun dalam 3 tahun.12
The American Academy of Otolaryngology-Head and Surgery (AAO-HNS)
merilis indikasi klinis untuk melakukan tonsilektomi adalah:
a. Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali per tahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat.
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial.
c. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertropi tonsil dengan sumbatan
jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan bicara, dan cor
pulmonal.
d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak berhasil hilang dengan pengobatan.
e. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus
β haemoliticus.
g. Hipertropi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
h. Otitis media efusa atau otitis media supuratif.

2.3.7 Komplikasi
Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal
maupun umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan
komplikasi tindakan bedah dan anestesi.
1) Komplikasi Anastesi
Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien.
Komplikasi yang dapat ditemukan berupa:
- Laringosspasme
- Gelisah pasca operasi
- Mual muntah
- Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi

9
- Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan
henti jantung
- Hipersensitif terhadap obat anestesi
2) Komplikasi Bedah
a. Nyeri
Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf
glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang
menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi
kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi.
b. Perdarahan
Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus).
Perdarahan dapat terjadi selama operasi, segera sesudah operasi atau
dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien.
Sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah
yang sama membutuhkan transfusi darah.
c. Komplikasi Lain
Dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara,
aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, stenosis faring, lesi dibibir, lidah,
gigi dan pneumonia.

2.3.8 Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan
pengobatan suportif.

10
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Pasien di Poliklinik THT RSUD


Provinsi NTB

Keluhan

Telinga Hidung Tenggorokan

Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan


Fisik Penunjang

Tonsilitis Adenotonsilitis

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

--------- : Variabel yang tidak diteliti

11
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Rawat Jalan Teling Hidung Tenggorokan
(THT) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB. Pengumpulan data
penelitian dilakukan pada 30 September 2019 sampai dengan 19 Oktober 2019.

4.2 Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

4.3 Unit Penelitian


4.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian adalah seluruh pasien yang menjalani pemeriksaan
tenggorokan di Poliklinik THT RSUD Provinsi NTB selama periode 1 Juni 2019
sampai dengan 30 September 2019.

4.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian adalah seluruh pasien yang menjalani pemeriksaan
tenggorokan di Poliklinik THT RSUD Provinsi NTB selama periode 1 Juni 2019
sampai dengan 30 September 2019 dengan diagnosis tonsilitis.

4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


4.4.1 Pada penelitian ini kriteri inklusi yang digunakan sebagai berikut:
 Pasien yang menjalani pemeriksaan tenggoroka
 Data mengenai usia, jenis kelamin, dan alamat lengkap
 Pasien dengan diagnosis tonsilitis

4.4.2 Pada penelitian ini kriteria eksklusi yang digunakan sebagai berikut:
 Apabila data mengenai usia, jenis kelamin, dan/atau alamat tidak
lengkap
 Pasien tidak terdiagnosis tonsilitis

12
4.5 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rentang usia, jenis kelamin,
alamat, dan tonsilitis (akut, kronik, kronik eksaserbasi akut).

4.6 Definisi Operasional


Tabel 4.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional


1. Tonsilitis akut Tonsilitis yang terjadi kurang dari 2 minggu dan
biasanya disebabkan oleh infeksi virus/bakteri dengan
gejala akut yang menonjol seperti gejala prodormal dan
pada pemeriksaan fisik ditemukan tonsil hiperemis.
2. Tonsilitis kronik Tonsilitis yang terjadi lebih dari 2 minggu dan
biasanya disebabkan karena adanya paparan berulang
dari tonsilitis akut dengan predisposisi paparan zat
iritan yang berulang dan pada pemeriksaan fisik
biasanya tidak didapatkan hiperemis pada tonsil.
3. Tonsilitis kronis Tonsilitis kronik yang berulang namun menunjukkan
eksaserbasi akut gejala seperti tonsilitis akut.

4.7 Instrumen Penelitian


Tidak ada instrumen khusus yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini.

4.8 Metode Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
dari data registrasi pasien di Poliklinik THT-KL RSUD Provinsi NTB, yang mana
setiap pasien yang telah menjalani pemeriksaan tenggorokan dan terdiagnosis
tonsilitis akan diambil sebagai subjek penelitian.

4.9 Teknik Analisis Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tentang derajat
OMSK berdasarkan hasil pemeriksaan pasien. Data yang telah terkumpul
selanjutnya akan diolah menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2019 pada
komputer.

13
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian


Selama periode penelitian (1 Juni 2019 sampai dengan 1 Oktober 2019) di
Poliklinik THT RSUD Provinsi NTB telah dilakukan pemeriksaan terhadap 45
subjek penelitian berusia 3 bulan sampai dengan 63 tahun yang berasal dari
berbagai daerah di NTB.

Tabel 5.1 Distribusi pasien tonsilitis


Tonsilitis
Total
Akut Kronik Kronik Eksaserbasi Akut
2 43 - 45

Berdasarkan Tabel 5.1 didapatkan bahwa dari 45 sampel dalam penelitian ini,
pasien dengan tonsilitis kronik merupakan diagnosa yang paling sering didapatkan
dengan jumlah sebanyak 43 orang diikuti tonsilitis akut sebanyak 2 orang dan tidak
didapatkan pasien dengan diagnosis tonsilitis kronik eksaserbasi akut.

Tabel 5.2 Distribusi pasien tonsilitis berdasarkan usia


Tonsilitis
Usia Pasien Total
Akut Kronik Kronik Eksaserbasi Akut
0-10 2 8 - 10 (22,2%)
11-20 - 25 - 25 (55,6%)
21-30 - 7 - 7 (15,6%)
31-40 - - - -
41-50 - - - -
51-60 - 2 - 2 (4,4%)
61-70 - 1 - 1 (2,2%)

Pada tabel 5.2 berdasarkan parameter usia, didapatkan bahwa dari 45 subjek
penelitian, lebih banak berusia antara 11-20 tahun. Subjek dengan usia antara 11-
20 tahun berjumlah 25 orang (55,6%). Hasil ini diikuti subjek dengan usia antara
0-10 tahun dengan 10 orang (22,2%), 21-30 tahun dengan 7 orang (15,6%), 51-60
tahun dengan 2 orang (4,4%), dan 61-70 tahun dengan 1 orang (2,2%). Tidak
didapatkan pasien dengan rentang usia 31-50 tahun.

14
Tabel 5.3 Distribusi pasien tonsilitis berdasarkan jenis kelamin
Tonsilitis
Usia Pasien Total
Akut Kronik Kronik Eksaserbasi Akut
Laki-laki 1 25 - 26 (57,8%)
Perempuan 1 18 - 19 (42,2%)

Untuk parameter jenis kelamin, berdasarkan Tabel 5.3, dari 45 subjek


penelitian didapatkan jenis kelamin yang paling banyak adalah pasien laki-laki
berjumlah 26 orang (57,8%) berbanding 19 orang (42,2%) pasien perempuan.

Tabel 5.4 Distribusi pasien tonsilitis berdasarkan alamat


Tonsilitis
Usia Pasien Total
Akut Kronik Kronik Eksaserbasi Akut
Mataram - 7 - 7 (15,6%)
Lombok
2 16 - 18 (40%)
Barat
KLU - 8 - 8 (17,8%)
Bima - 11 - 11 (24,4%)
Sumbawa - 1 - 1 (2,2%)

Berasarkan parameter alamat, dari 45 subjek penelitian didapatkan pasien yang


beralamat di Lombok Barat merupakan pasien terbanyak dengan 18 pasien (40%)
diikuti daerah Bima dengan 11 orang (24,4%), KLU dengan 8 orang (17,8%),
Mataram dengan 7 orang (15,6%), dan Sumbawa dengan 1 orang (2,2%).

5.2 Pembahasan
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran pola penyakit tonsilitis pada pasien di Poliklinik THT RSUD
Provinsi NTB. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 45 orang dengan variabel
yang digunakan dalam menggambarkan distribusi hasil pola penyakit tonsilitis pada
penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, alamat, dan klasifikasi tonsilitis (akut,
kronik, dan kronisk eksaserbasi akut) pada pasien.
Tonsilitis akut adalah tonsilitis yang terjadi kurang dari 2 minggu dan biasanya
disebabkan oleh infeksi virus/bakteri dengan gejala akut yang menonjol seperti
gejala prodormal dan pada pemeriksaan fisik ditemukan tonsil hiperemis. Tonsilitis
kronis adalah tonsilitis yang terjadi lebih dari 2 minggu dan biasanya disebabkan
karena adanya paparan berulang dari tonsilitis akut dengan predisposisi paparan zat

15
iritan yang berulang dan pada pemeriksaan fisik biasanya tidak didapatkan
hiperemis pada tonsil. Tonsilitis kronik eksaserbasi akut adalah tonsilitis kronik
yang berulang namun menunjukkan gejala seperti tonsilitis akut.
Berdasarkan teori yang ada dan dicocokkan dengan hasil yang didapatkan
peneliti pada penelitian ini adalah:
1) Distribusi pasien tonsilitis
Pada penelitian didapatkan kejadian terbanyak adalah tonsilitis kronis. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Raden Mattaher Jambi
yang mengatakan bahwa jarang sekali pasien dengan tonsilitis yang akut
mencari pengobaan karena ukuran tonsil yang belum terlalu besar dan biasanya
sembuh di fasilitas kesehatan primer dengan obat-obatan simptomatik dan
karena tidak memerlukan terapi pembedahan sehingga data yang ada di rumah
sakit dengan tingkatan yang lebih tinggi tentu akan sangat jarang.5
2) Distribusi pasien tonsilitis berdasarkan usia
Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Raden Mattaher Jambi didapatkan
angka kejadian tertinggi penyakit tonsilitis adalah pada rentang usia 5-15 tahun
atau pada pasien remaja. Pada penelitian ini, hasil yang didapatkan tidak jauh
berbeda dengan angka kejadian tertinggi yaitu pada rentang usia 11-20 tahun
sebanyak 25 pasien. Menurut studi epidemiologi yang ada, hal ini terkait dengan
faktor predisposisi terjadinya tonsilitis yaitu rangsangan menahun dari berbagai
jenis makanan, higienitas mulut yang kurang baik, serta kelelahan fisik.
Dijelaskan pada penelitian lain bahwa pada usia antara 7-20 tahun terjadi
paparan yang lebih banyak dengan faktor predisposisi yang disebutkan
tersebut.5
3) Distribusi pasien tonsilitis berdasarkan jenis kelamin
Pada penelitian ini tidak didapatkan angka kejadian yang berbeda secara
signifikan antara laki-laki dan perempuan. Didapatkan hasil pada peneitian ini
angka kejadian tonsilitis pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan yaitu 26 orang berbanding 19 orang. Pada penelitian yang dilakukan
di RSUD Raden Mattaher Jambi didapatkan hasil yang berbeda yaitu
didapatkan angka kejadian lebih banyak pada perempuan yakni sebanyak

16
56,7% ari seluruh pasien. Hasil ini berbeda dengan hasil yang didapatkan
penulis pada penelitian ini namun masih sesuai dengan studi epidemiologi
karena menyebutkan bahwa tidak terdapatkan perbedaan angka kejadian pada
laki-laki dan perempuan sehingga bisa saja terjadi perbedaan di setiap penelitian
namun tentu saja dengan rentang yang tidak terlalu jauh. 5
4) Distribusi pasien tonsilitis berdasarkan alamat
Pada penelitian ini didapatkan hasil angka kejadian yang terbanyak
berdarakan alamat pasien adalah dari Lombok Barat diikuti Bima. Hal ini
dikaitkan berdasarkan studi epidemiologi adalah berkaitan dengan faktor risiko
terkait dengan pengaruh cuaca. Terkait pengaruh cuaca, pada daerah yang
cuacanya dapat terjadi perubahan suhu yang ekstrim dalam waktu yang singkat
dapat memicu terjadinya tonsilitis.5

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, and Restuti RD. 2012. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Ketujuh.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Snell, R. S. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.
3. Bohne, S. Siggel, R. et al. 2013. Clinical Significance and Diagnostic
Usefulness of Serologic Markers for Improvement of Outcome of
Tonsilectomy in Adult with Chronic Tonsillitis. Biomed Central Journal of
Negative Result in Biomedicine.
4. Lucina, G. Claudia, E. et al. 2013. Tonsillar Hyperplasia and Recurrent
Tonsilitis: Clinical- Histological Correlation. Brazilian Journal of
Otorrinolaryngology.
5. Sapitri V. 2013. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis Yang Diindikasikan
Tonsilektomi di RSUD Raden Mattaher Jambi (Skripsi). Jambi: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
6. Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta:
EGC.
7. Wiatrak BJ, Woolley AL. Pharyngitis and Adenotonsilar Disease. Dalam:
Cummings CW editor. Otolaryngology Head & Neck Surgery. 4th ed.
Philadelphia Elsevier Mosby. 2007: Hal. 4136-65.
8. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: ECG, 1997. p263-340.
9. Bluestone CD. Controversies in tonsillectomy,adenoidectomy, and
tympanostomy tubes. In: BaileyBJ, Johnson JT, Newlands SD
editors.Ototlaryngology Head and Neck Surgery, 4th Ed Vol1. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, 2006:p.1199-208.
10. Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam
Malik Medan tahun 2007-2010.
11. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: ECG, 1997. p263-340.

18
12. Medical Disbility Advisor. Tonsillitis and Adenoiditis.

19

Anda mungkin juga menyukai