Anda di halaman 1dari 6

TERAPI HORMONAL PADA GIANT ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENIL

EKSTENSI INTRAKRANIAL
dr.FERA KAMILA KAMAL*
*PPDS ILMU KESEHATAN THT-KL FK UNSYIAH RSUDZA BANDA ACEH

ABSTRAK
Angiofibroma Nasofaring Juvenil (ANJ) merupakan tumor jinak kepala
leher langka pada remaja laki-laki namun mempunyai resiko invasi yang tinggi
karena sifatnya yang agresif dan merusak tulang - tulang tengkorak.
Pembedahan masih merupakan terapi utama untuk kasus ini. Terapi lain yang
dapat diberikan meliputi tatalaksana hormonal, embolisasi dan radiasi.
Dilaporkan satu kasus Angiofibroma Nasofaring Juvenil pada remaja laki-
laki usia 13 tahun dengan massa berukuran 5,25 x 3,83 cm yang mendesak
nasofaring kanan, kavum nasi posterior hingga medial kanan, m.pterygoidea
media kanan, lobus temporal kanan hingga melibatkan sinus sphenoid kanan,
disertai destruksi sphenoid wing kanan dan basis cranii.
Pada pasien ini diberikan terapi hormonal preparat Esterogen (Estradiol)
1x2mg selama 15 hari dan didapatkan perubahan signifikan dari ukuran tumor
dengan komplikasi yang sangat minimal.
Kata kunci : Juvenile nasopharyngeal angiofibroma, ektensi intrakranial, terapi
hormonal

ABSTRACT
Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma is a rare benign head and neck
tumor in male adolescent, but has a high risk of invasion due to their aggressive
nature and damaging skull bones. Surgery is still the main therapy of this case.
Other therapies that can be given include hormonal therapy, embolization and
radiation.
One case of Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma was reported in a 13-
year-old boy with a mass measuring 5.25 x 3.83 cm who urged the right
nasopharynx, posterior to medial right cavity, right m.pterygoidea media, right
temporal lobe to involve the sphenoid sinus right, with right wing sphenoid
destruction and cranii base.
These patients were given 1x2mg of Esterogen (Estradiol) hormonal
therapy for 15 days and found significant changes in tumor size with very minimal
complications.
Keywords: Juvenile nasopharyngeal angiofibroma, intracranial extension,
hormonal therapy

1
LAPORAN KASUS

Pasien Laki-laki usia 13 tahun datang dengan keluhan utama mata kanan
menonjol. Riwayat penyakit sekarang adalah pasien datang dengan keluhan
mata kanan menonjol sejak satu tahun sebelum masuk rumah sakit yang
semakin lama dirasakan semakin memberat. Pasien juga mengeluh mimisan
hilang timbul sejak satu tahun yang lalu dengan frekuensi hampir setiap bulan
dan volume mimisan kurang lebih lima hingga sepuluh sendok makan setiap kali
kejadian. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala dirasakan hilang timbul sejak
enam bulan sebelum masuk rumah sakit. Keluhan gangguan pendengaran juga
dirasakan oleh pasien yang makin lama semakin memberat. Keluhan disertai
dengan rasa penuh pada telinga terutama telinga sebelah kanan. Keluhan
gangguan penglihatan seperti seperti pandangan ganda dan penurunan
penglihatan tidak dikeluhkan oleh pasien. Dari status lokalis hidung terlihat
penonjolan massa dari bagian posterior hidung, massa berwarna kemerahan,
permukaan licin kesan mudah berdarah. Dari maksilofasial kesan asimetris
dengan penojolan dari mata dan pipi sebelah kanan. Dari regio okular telihat
exophtalmus mata kanan dengan pemeriksaan visus VOD 5/5, VOS 5/5.

Gambar 1.Klinis Gambar 2 Nasoendoskopi Gambar 3. CT Scan Gambar 4.CT Angiografi Gambar5 .Progres

Pada pemeriksaan Ct Scan nasofaring dengan kontras pada tanggal 15


februari 2019 dijumpai kesan massa yang melibatkan sinus sphenoid, kavum
nasi posterior hingga medial kanan, m.pterygoidea media kanan, lobus temporal
kanan, ukuran 5,25 x 3,83 cm mendesak nasofaring kanan, disertai destruksi
sphenoid wing kanan, basis cranii, dengan diagnosis banding Juvenile
Angiofibroma. Pemeriksaan CT Angiografi pada tanggal 4 maret 2019 didapati
kesan dilatasi dari vena superior ophtalmika kanan. Pemeriksaan deep FNAB
guide endoskopi pada massa nasofaring didapatkan sebaran sel-sel darah
merah sesetempat dijumpai sel-sel jaringan ikat. Tidak dijumpai tanda keganasan

2
dengan kesimpulan benign smear, gambaran yang dapat dijumpai pada
angiofibroma. Pasien didiagnosis dengan Angiofibroma Nasofaring Juvenile
dengan Destruksi Sphenoid wing dan basis cranii dan Eksophtalmus.

Pilihan penatalaksaan pada pasien ini adalah pembedahan, radiasi,


krioterapi, elektrokoagulasi, terapi hormonal, embolisasi, dan injeksi sclerosing
agent. Terapi yang dipilih adalah terapi hormonal disebabkan untuk pilihan terapi
pembedahan dinilai terlalu beresiko karena mengingat banyak struktur anatomi
penting yang terlibat dan menghindari banyak komplikasi yang dapat terjadi.
Untuk pilhan radiasi, embolisasi, krioterapi, dan injeksi sclerosing agent tidak
dilakukan disebabkan keterbatasan fasilitas dan pasien belum bersedia untuk
dirujuk ke centre yang lebih tinggi sehingga diputuskan untuk diberikan terapi
hormonal. Pada pasien ini diberikan terapi hormonal preparat Esterogen
(Estradiol) 1x2mg selama 15 hari dan didapatkan perubahan signifikan dari
ukuran tumor berdasarkan pemeriksaan nasoendoskopi dengan komplikasi yang
sangat minimal. Frekuensi perdarah yang tejadi juga berkurang drastis selama
mendapatkan terapi hormonal ini. Estrogen dapat menimbulkan efek samping
berupa penurunan kadar testosteron plasma, atrofi testis dan ginekomastia pada
anak laki-laki, namun pada pasien ini tidak dimukan ginekomasti maupun
perubahan kefeminiman pada pasien.

PEMBAHASAN

Angiofibroma nasofaring juvenile adalah suatu tumor fibrovaskular yang


jarang, secara histologis bersifat jinak yang berasal dari area superoposterior
foramen sfenopalatina. Tumor tumbuh lambat, akan tetapi bersifat invasif lokal
yang dapat meluas dan menyebabkan erosi tulang. Perluasan dari tempat
asalnya dapat mencapai rongga hidung, nasofaring, sinus paranasal, fosa
pterigopalatina, fosa pterigomaksila, orbita dan fosa kranii media. ANJ terdiri dari
komponen pembuluh darah (angio) dan jaringan ikat (fibroma), tetapi secara
klinis bersifat ganas karena mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan
meluas ke jaringan sekitarnya seperti ke daerah sinus paranasal, pipi, mata, dan
tengkorak, serta mudah menimbulkan perdarahan dan susah untuk dihentikan.1,2

Penyebab ANJ belum diketahui secara jelas, beberapa pendapat dari


para ahli telah dikemukakan diantaranya berdasarkan jaringan tempat asal

3
tumbuh tumor dan adanya gangguan hormonal. Beberapa literatur berpendapat
bahwa ANJ merupakan tumor fibrovaskuler yang tumbuh dibawah pengaruh
sirkulasi dan fluktuasi hormon seksual selama masa pubertas. Pada teori tentang
jaringan asal tumbuh, diduga tumor terjadi karena pertumbuhan abnormal
jaringan fibrokartilago embrional di daerah oksipital os spenoidalis. Sedangkan
teori hormonal menerangkan bahwa tumbuhnya angiofibroma diduga karena
ketidakseimbangan hormonal terutama androgen.3,4,5

Gejala klinis tergantung dari letak tumor dan perluasannya serta saat
tumor terdiagnosis. Pola dari penyebaran tumor secara submukosa dan jaringan
lunak disekitar lesi lemah. Tumor dapat menyebar ke anterior ke dalam kavum
nasi, ke arah superior menuju sinus sphenoid dan sella, ke arah lateral melalui
foramen sphenopalatina menuju fosa pterygomaksila,fosa infratemporal dan
fisura infaorbita. Tumor dapat menyebar ke intrakranial melalui sella atau melalui
foramen lacerum menuju ke fossa kranii media. Gejala klinis lainnya terdiri dari
hidung tersumbat (80-90%), merupakan gejala yang paling sering, diikuti
epistaksis (45-60%), kebanyakan unilateral dan rekuren, nyeri kepala (25%),
khususnya bila sudah meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (10-
18%) dan gejala lain seperti anosmia, rhinolalia, deafness, pembengkakan
palatum serta deformitas pipi. Sefalgia hebat biasanya menunjukkan bahwa
tumor sudah meluas ke intrakranial.6,7

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan radiologik


konvensional, CT scan MRI dan angiografi. Pada pemeriksaan radiologik
konvensional (foto kepala AP-lateral, Waters) akan terlihat gambaran klasik yang
disebut tanda Holman Miller yaitu pendorongan prosesus pterigoideus ke
belakang, sehingga fisura pterigo-palatina akan melebar, akan terlihat juga
massa jaringan lunak di daerah nasofaring yang dapat mengerosi dinding orbita,
arkus zigoma dan tulang di sekitar nasofaring. Pada pemeriksaan CT scan
dengan zat kontras akan tampak secara tepat perluasan massa tumor serta
destruksi tumor ke tulang sekitarnya.. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
diindikasikan untuk menggambarkan dan menentukan batas tumor terutama
pada kasus yang meluas ke intrakranial. 13,14 Angiografi memperlihatkan cabang
dari arteri carotis eksterna sebagai vaskularisasi utama pada tumor (94%).8,9

Terdapat 4 sistem pengklasifikasian yaitu berdasarkan Session, Fisch,


Chandler dan Redkowski yang dapat dilihat padatabel dibawah.10

4
Tabel 1. Stadium ANJ.10

Terapi yang dapat dilakukan meliputi pembedahan, radiasi, krioterapi,


elektrokoagulasi, terapi hormonal, embolisasi, dan injeksi sclerosing
agent. Saat ini banyak yang memberikan terapi embolisasi sebelum operasi dan
radioterapi setelah operasi.11

Teori hormonal, pertama tumor ini terjadi oleh karena ketidakseimbangan


androgen-estrogen. Kedua, aktivitas berlebihan dari kelenjar hipotalamus, dan
ketiga, respon yang berlebihan dari jaringan pembuluh darah tersebut. Estrogen
memberikan efek pematangan jaringan fibrosa dan pembuluh darah. Estrogen
termasuk hormon steroid kelamin, yang fungsi utamanya berhubungan erat
dengan fungsi alat kelamin primer dan sekunder, terutama pada wanita. Hormon
ini merupakan sintesis dari kolesterol, terutama di ovarium dan di kelenjer lain,
misalnya korteks adrenal, testis dan plasenta. Estrogen endogen pada manusia
paling banyak terdiri dari estradiol dan potensi estrogeniknya juga paling kuat.
Terapi hormonal pada angiofibroma nasofaring bertujuan untuk mengecilkan
masa tumor dan mengurangi perdarahan. Pemberian estrogen dapat
meningkatkan maturasi kolagen dan mengurangi pembuluh darah dari tumor,
sehingga perdarahan berkurang dan tumor mengecil. Estrogen dapat
menimbulkan efek samping berupa penurunan kadar testosteron plasma, atrofi
testis dan ginekomastia pada anak laki-laki. Dosis terapi yang dianjurkan tidak
lebih dari 15 mg/hari selama satu bulan dan dosis maksimal yang pernah
diberikan adalah 3.000 mg.12,13

5
DAFTAR PUSTAKA

1. Panda NK, Gupta G, Sharma S, Gupta A. Nasopharyngeal


angiofibroma-changing trends in the management. Indian J
Otolaryngol Head Neck Surg. 2012; 64(3):233-9.
2. Garca MF, Yuca SA, Yuca K. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Eur J
Gen Med. 2010;7(4): 419-25.
3. Persky M, Manolidis S. Vascular Tumors of The Head and Neck. 2014;2023-
28.
4. Thakar A. Gupta G, Bhalla AS, et al. Adjuvant therapy with flutamide for
presurgical volume reduction in juvenile nasopharyngeal angiofibroma. Head
and Neck. 2011;33:1747-53.
5. Lee KJ. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 7th ed. Connecticut :
Appleton & Lange, 1999. 778, 887-8.
6. Nicolai P, Schreiber A, Villaret AB. Juvenile Angiofibroma: Evolution of
Management. International Journal of Pediatrics. 2012; 1:11-18.
7. Snow JJ, Ballenger JJ, penyunting. Ballenger ‘s Otorhinolaryngology Head
and Neck Surgery. Edisi ke6. Hamilton: BC Decker Inc; 2003. h. 1402-7
8. Shah JP. Atlas of Clinical Oncology Cancer of the Head and Neck. Hamilton,
London: BC Decker Inc; 2001
9. Angela B, Kristen O, Bradford A; Juvenile nasopharyngeal angiofibroma.
Otolaryngologic Clinics of North America. 2011;44(4):989-1004.
10. Spiros M et al. Youmans and winn neurological surgery.
17th ed. Elsevier; 2016. Chapter 160, Juvenile nasopharyngeal
angiofibromas; p.1302-1309.
11. Mauricio P et al; Molecular Pathogenesis of Juvenile Nasopharyngeal
Angiofibroma in Brazilian Patients. Pediatric
Hematology and Oncology. 2013; 30:616–622.
12. Llorente JL, Lopez F, Suarez V, Costales M, Suarez C.
Evolution in the treatment of juvenile nasopharyngeal angiofibroma. Acta
Otorinolaringol Esp. 2011;62(4): 279-86.
13. Malick S, Benson R, Bhasker R, Mohanti BK. Long-term
treatment outcomes of juvenile nasopharyngeal angiofibroma
treated with radiotherapy. Acta Otorhinolaryngol Italy. 2015;
35(2): 75–79.

Anda mungkin juga menyukai