Anda di halaman 1dari 3

Angiofibroma Nasofaring Belia

T. Siti Hajar H, Hafni


Departemen Ilmu Penyakit THT KL Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik, Medan

Abstrak: Angiofibroma nasofaring belia merupakan suatu tumor jinak yang jarang ditemukan, secara histologi jinak, tetapi secara klinis ganas. Tumor ini sering dijumpai pada anak laki laki remaja. Penyebab pasti dari angiofibroma tidak diketahui secara pasti, beberapa teori menyebutkan berdasarkan jaringan tempat asal tumbuh tumor dan adanya gangguan hormonal. Hidung tersumbat merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan (80 90%), selain epistaksis. Dari pemeriksaan klinis dijumpai adanya massa di nasofaring. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiologi. Pembedahan (pengangkatan massa) merupakan pilihan utama dalam terapi, selan radioterapi, terapi hormonal dan kemoterapi. Pengangkatan massa dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan seperti pendekatan transpalatal, rinotomi lateral, degloving, kraniotomi. Bagaimanapun pendekatan yang dilakukan bertujuan untuk memaksimalkan pemaparan dan memudahkan kontrol perdarahan agar tidak terjadi kekambuhan. Kata kunci : Angiofibroma nasofaring belia, hidung tersumbat, epistaksis

Abstract: Juvenile nasopharyngeal angiofibroma is a benign tumor that is rarely found, histologically benign, but clinically it is malignant. It is frequently found for puberty adolescene boy. The definitive cause of angiofibroma is unknown exactly, several theories mention that derivational site tissue of tumor growth and hormonal disorder. Nasal obstruction is the most frequent clinical symptom found (80 90%), besides epistaxis. From clinical examination found, there is a mass in nasopharynx. Diagnosis is established based on anamnesis, clinical examination and radiological examination. Surgery (mass removal) is the main choice in the therapy, besides radiotherapy, hormonal therapy and chemotherapy. Mass removal can be done with several approaches such as transpalatal, rhinotomy lateral, degloving, craniotomy. However the approaches which is done aim to maximalize the exposure and ease blood control so that there is no recurrence. Key words : Juvenile nasopharyngeal angiofibroma, nasal obstruction, epistaxis.

PENDAHULUAN Angiofibroma nasofaring adalah suatu tumor jinak nasofaring yang secara histologis terdiri dari komponen pembuluh darah dan jaringan ikat. Meskipun secara histologis jinak, secara klinis tumor ini bersifat seperti tumor ganas karena mempunyai daya ekspansif yang amat merusak dan mendorong jaringan sekitarnya. Tumor ini jarang ditemukan, merupakan 0,05% dari tumor kepala dan leher, biasanya ditemukan pada laki-laki usia remaja.16

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiologis. Trias gejala dan tanda klinis adalah epistaksis masif berulang, obstruksi hidung dan

massa di nasofaring sangat mendukung kecurigaan adanya angiofibroma.2,4 Pengelolaan angiofibroma nasofaring dapat berupa pembedahan (ekstirpasi tumor), radioterapi, terapi hormonal, sitostatika. Pembedahan merupakan pilihan utama, dan dapat dilakukan dengan beberapa macam metode yaitu pendekatan transpalatal, rinotomi lateral, degloving, kraniotomi. Pengobatan lain seperti pemberian hormonal, sitostatika maupun radioterapi dilakukan bila tumor tidak dapat dioperasi atau diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan tumor dan mengurangi perdarahan durante operasi. 2 - 4 ETIOLOGI Penyebab yang pasti dari angiofibroma belum diketahui secara pasti. Beberapa teori No. 3 September 2005 251

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38

Tinjauan Pustaka

telah diajukan oleh beberapa ahli yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berdasarkan jaringan tempat asal tumbuh tumor dan adanya gangguan hormonal. Pada teori berdasarkan jaringan asal tumbuh diduga bahwa tumor terjadi karena pertumbuhan abnormal jaringan fibrokartilago embrional di daerah oksipitalis os sfenoidalis.3 Sedangkan teori hormonal menyatakan bahwa terjadinya angiofibroma diduga karena ketidakseimbangan hormonal, yaitu adanya kekurangan hormon androgen atau kelebihan estrogen. Anggapan ini didasarkan atas adanya hubungan erat antara tumor dengan jenis kelamin dan usia penderita serta hambatan pertumbuhan pada semua penderita angiofibroma nasofaring.1,3 HISTOPATOLOGI Makroskopis Angiofibroma nasofaring tampak sebagai massa yang tidak teratur, warna kemerah merahan, permukaan licin. Ia berbentuk nodular, kokoh, tidak memiliki kapsul dengan dasar yang biasanya bertangkai.4,6,7-9 Mikroskopis Angiofibroma nasofaring terdiri dari komponen pembuluh darah di dalam stroma yang fibrous. Pada pertumbuhan tumor yang aktif, komponen pembuluh darah menjadi predominan. Dinding pembuluh darah secara umum terdiri dari endothelial tunggal yang melapisi stromafibrous. Ini membantu untuk menyebabkan pendarahan yang masif. Pembuluh darah dalam bisa memiliki suatu lapisan muskular. Stroma terbuat dari fibril kolagen yang halus dan kasar yang memiliki ciri - ciri jaringan ikat berbentuk bintang pada daerah tertentu. Jaringan angiomatous cenderung surut seiring dengan waktu. Karena karakteristik histologis internal dapat dilihat, maka biopsi permukaan bisa menimbulkan salah penafsiran.4,6,79 Gejala Klinis Sumbatan hidung merupakan keluhan yang paling sering (80 90%), sumbatan ini bersifat progresif disertai epistaksis yang berulang (45 60%), sehingga penderita sering datang dengan keadaan umum yang lemah dan anemia. Gejala lain adalah sakit kepala, rinore, anosmia, hiposmia, rinolalia, tuli, otalgia, pembengkakan palatum dan deformitas pipi.6,8,10

Diagnosis Banding Polip hidung, polip antrokoanal, teratoma, ensefalokel, dermoid, inverted papilloma, rhabdomyosarkoma, karsinoma sel skuamosa.6 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, nasofaringoskopi optik dan pemeriksaan radiologis. Diagnosis pasti dibuat berdasarkan histopatologis jaringan tumor paska bedah. Pada foto polos didapatkan massa jaringan lunak di nasofaring dan dinding posterior sinus maksilaris melengkung ke depan. Biopsi pre operasi tidak dianjurkan pada setiap kasus mengingat bahaya perdarahan yang terjadi akibat biopsi. Bila memungkinkan dapat dilakukan arteriografi untuk menentukan vaskularisasi massa tumor (feeding vessel), perluasan tumor ke daerah sekitarnya dapat ditentukan dengan pemeriksaan CT Scan.1 4,8, 9 Perluasan Tumor dan Stadium Tempat asal angiofibroma pertama kali tumbuh adalah bagian posterior atap nasofaring. Dari tempat ini tumor dapat meluas ke kavum nasi, sinus paranasalis, fossa pterigopalatina, kavum orbita, fossa infra temporal, pipi, dasar tengkorak dan kadang - kadang rongga intrakranial. Menurut Chandler, berdasarkan perluasan tumor stadium tumor dibagi menjadi: Stadium I Stadium II : terbatas di nasofaring : ke kavum nasi atau sinus spenoidalis Stadium III : ke satu atau lebihtempat seperti sinusetmoidalis, fossa pterigomaksilaris, infra temporal, kavum orbita Stadium IV : meluas ke intrakranial.3,7,9 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan angiofibroma nasofaring belia dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti : (1) terapi hormonal; (2) kemoterapi; (3) radioterapi; dan (4) pembedahan. Pembedahan merupakan pilihan utama angiofibroma nasofaring belia, sedangkan tumor - tumor yang tidak dapat dioperasi diberikan pengobatan radiasi. Pengobatan hormonal digunakan untuk mengecilkan tumor yang inoperabel.7, 8,10 Beberapa pendekatan bedah yang dapat dilakukan antara lain: pendekatan transpalatal, pendekatan rinotomi lateral, pendekatan midfacial degloving. Pendekatan transpalatal dilakukan untuk tumor yang berada di No. 3 September 2005

252

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38

T. Siti Hajar H, Hafni

Angiofibroma Nasofaring Belia

nasofaring, meluas ke daerah nasal posterior atau tumor yang sudah mendorong palatum ke bawah. Pendekatan midfacial degloving dilakukan untuk tumor yang berada di nasofaring dan meluas ke kavum nasi. Sedangkan pendekatan rinotomi lateral dilakukan untuk tumor yang sudah meluas ke sinus paranasal atau yang sudah mendestruksi dinding sinus. Kekurangan dari pendekatan rinotomi lateral ini adalah dapat memberikan jaringan parut pada wajah bekas operasi.5,6 KESIMPULAN Angiofibroma nasofaring merupakan tumor jinak yang jarang dijumpai. Tumor ini 0,05% dari seluruh tumor pada kepala dan leher. Sering ditemukan pada usia remaja dan terutama pada anak laki - laki. Gejala dan tanda klinis yang sering ditemukan adalah hidung tersumbat, epistaksis dan adanya massa pada nasofaring. Biopsi tidak dianjurkan, mengingat dapat terjadi perdarahan yang hebat. Sesuai dengan kepustakaan, terapi pilihan untuk angiofibroma adalah tindakan bedah. Pilihan pendekatan pembedahan berdasarkan pengalaman ahli bedah dan latihan. Bagaimanapun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan : luasnya penyebaran tumor, pemaparan tumor yang adekuat, suplai pembuluh darah ke tumor, kemampuan mengontrol perdarahan, tidak terbentuknya jaringan parut/deformitas pada wajah paska operasi dan tidak berhubungan dengan pertumbuhan skeleton wajah.

KEPUSTAKAAN 1. Elfahmi, Munir D, Adenin L, AA Rizalina, Azwan, Lutan R. Pendekatan degloving dengan ligasi arteri karotis eksterna pada angiofibroma juvenil nasofaring. Dalam: Soepardjo H, Soenarso BS, Suprihati, dkk, ed. Kumpulan naskah ilmiah Kongres Nasional XII Perhati. Semarang 2001: 1157 - 65. 2. Wartawan IN, Samsudin. Embolisasi pra bedah pada penanganan angiofibroma nasofaring juvenile dengan perluasan ke intra kranial. Dalam : Soepardjo H, Soenarso BS, Suprihati, dkk, ed. Kumpulan naskah ilmiah Kongres Nasional XII Perhati. Semarang 2001: 1085 - 91. 3. Mashari, Wiyanto BH, Subroto DS. Angiofibroma nasofaring dengan perluasan intra kranial. Dalam: Soepardjo H, Soenarso BS, Suprihati, dkk, ed. Kumpulan naskah ilmiah Kongres Nasional XII Perhati. Semarang 2001: 1033 - 37. 4. Paparella MM. Otolaryngology head and neck. 3rd ed. Vol. 3. Philadelphia. W.B. Saunders Company 1991: 952, 2190 - 93, 1948 - 49. 5. Kassir R. Juvenile nasopharyngeal angiofibroma. Available from URL http://www.uttnb.edu/oto/Grand Rounds Earlier.dir/JNA Fibroma 1993.txt 6. Tewfik TL. Juvenile nasopharyngeal angiofibroma. Available from URL http:// www.emedicine.com/ent/topic470.htm 7. Myers EN, Suen JY. Cancer of the head and neck. 3rd ed. Philadelphia. W.B. Saunders Company. 1981 : 222 - 24. 8. Shaheen OH. Angiofibroma. In : Hibbert J,ed. Scott - Brown's Otololaryngology. 6th ed. London. Butterworth Heinemann 1997: 5/12/1 - 6. 9. Elsheikh E. Nasopharyngeal angiofibroma. Available from URL: http://www. egyorlsoc.com/ NASOPHARYNGEAL.doc 10. Roezin A, Dharmabakti US. Angiofibroma nasofaring belia. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2002 151-52.

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38

No. 3

September 2005

253

Anda mungkin juga menyukai