Penelitian
ABSTRAK
Latar Belakang: Angiofibroma nasofaring belia adalah suatu tumor nasofaring yang secara histologis bersifat
jinak, terdiri dari komponen pembuluh darah (angio) dan jaringan ikat (fibroma), tetapi secara klinis bersifat ganas
karena mempunyai kemampuan mendestruksi tulang. Tujuan: Untuk mengetahui karakteristik penderita
angiofibroma nasofaring di SMF Ilmu Kesehatan THT-KL RSHS Bandung. Metode: Rancangan penelitian
deskriptif retrospektif dari rekam medis RSHS Bandung dari 1 Januari 2011 20 Juni 2016. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, nasofaringoskopi, dan CT angiografi kepala. Hasil: 65 kasus
angiofibroma nasofaring belia; laki-laki 65 pasien (100 %), terbanyak pada rentang usia 10-20 th sebanyak 63 pasien
(96,92%), dengan keluhan utama hidung tersumbat 31 pasien (47,69%), terdapat massa kebiruan dari
nasofaringoskopi 60 pasien (92,31%), CT andiografi menunjukkan tidak ada perluasan ke intrakranial pada 61
pasien (93,85%), dan teknik operasi dengan pendekatan transpalatal 61 pasien (93,85%). Kesimpulan:
Angiofibroma nasofaring belia pada SMF Ilmu Kesehatan THT RSHS lebih banyak laki laki, usia 10-20 tahun,
dengan keluhan benjolan di hidung, massa kebiruan dan CT angiografi menunjukkan belum terdapat perluasan ke
intrakranial, serta teknik operasi dengan pendekatan transpalatal.
ABSTRACT
Introduction : Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma is a benign, but locally aggressive and extremely vascular
Head and Neck Neoplasm. It is a fibrovascular tumour with a tendency to erode and remodel adjacent bone. Aim:
To know the characteristic of Nasopharyngeal Angiofibroma at Department of Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung. Method: Retrospective descriptive study from medical record dr.
Hasan Sadikin Hospital Bandung (January 1st 2011 - June 20nd 2016). Diagnose according to history taking, physical
examination, nasopharyngoscopy examination and CT Angiography. Result: there are 65 juvenile nasopharyngeal
angiofibroma cases; 65 patients are men (100%), about 63 patients in range of 10-20 years old (96,92%), 31 patients
with chief complaint of nasal obstruction, (47,69%), 60 patients with bluish mass in nasopharyngoscopy finding
(92,31%), from CT angiography there is no extention to intracranial in 61 patients (93,85%), and extirpation
approach transpalatal in 61 patients (93,85%). Conclusion: The characteristic of juvenile nasopharyngeal
angiofibroma at Department of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung,
all of the patients is male, in range of 10-20 years old, with chief complaint nasal obstruction, bluish mass in
nasopharyngoscopy, mostly no intracranial extention in CT-Scan, and transpalatal approach in mass extirpation.
1
12
fibrosa yang timbul dari atap nasofaring atau Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
2
12
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan 2). Usia termuda yang ditemukan berusia 11
fisik, dan CT angiografi. tahun, dan usia tertua yang ditemukan berusia 24
Jumlah 65
Selama periode 1 Januari 2011 20 Juni
Kasus baru Angiofibroma nasofaring belia
2016 didapatkan 65 kasus Angiofibroma
yang datang ke THTKL RSHS Bandung dengan
nasofaring belia pada SMF THT-KL RSHS
berbagai keluhan utama. Dari 65 kasus
Bandung. Dari 65 kasus baru angiofibroma
angiofibroma nasofaring belia datang dengan
nasofaring belia didapatkan semua pasien
keluhan utama hidung tersumbat 31 pasien
(100%) berjenis kelamin laki-laki. (tabel 1)
(47,69%), mimisan 29 pasien (44,61%) dan
Laki laki 65
Temuan Keluhan Utama pada
Perempuan 0 Pasien Angiofibroma Nasofaring
Jumlah 65
3
12
Massa
Dari 65 kasus angiofibroma nasofaring belia
kebiruan
Massa sewarna yang dilakukan operasi ekstirpasi dengan 3
mukosa
teknik pendekatan operasi, didapatkan 60 pasien
Dari 65 kasus angiofibroma nasofaring belia dilakukan pendekatan operasi dengan teknik
didapatkan 61 pasien (93,85%) terdapat lesi dilakukan pendekatan operasi dengan teknik
yang tidak meluas ke intracranial, didapatkan 4 Gambar 4. Metode Operasi pada angiofiboma
4
12
Angiofibroma nasofaring belia adalah tumor belia dapat berupa hidung tersumbat (80-90%),
yang jarang ditemukan. Pada penelitian ini epistaksis (45-60%) yang kebanyakan unilateral
didapatkan 65 kasus pasien yang terdiagnosis dan rekuren, nyeri kepala (25%) terjadi apabila
angiofibroma nasofaring yang kesemuanya tumor telah meluas ke sinus paranasal, dan
adalah laki-laki, dan memiliki kisaran rentang pembengkakan wajah (10-18%). Gejala lain
predileksi pada remaja laki- laki yang memiliki angiofibroma nasofaring. Angiofibroma
rentang usia antara 14-18 tahun.16 Etiologi nasofaring sangat sulit untuk di palpasi, palpasi
tumor ini masih belum dapat diketahui secara harus sangat hati-hati karena sentuhan jari pada
pasti, namun diketahui terdapat beberapa teori permukaan tumor dapat menimbulkan
5
12
pasien angiofibroma belia terdapat massa empat rute invasi intrakranial telah dijelaskan:
berlobus dengan permukaan halus dan berwarna ekstensi langsung melalui rotundum foramen,
biru keunguan pink.11 Pada pemeriksaan fisik ovale, dan lacerum dari fossa infratemporal
secara rinoskopi posterior dan endoskopi hidung langsung ke fossa media; dari celah
akan terlihat massa tumor yang konsistensinya pterygomaxillary melalui celah orbital inferior
kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu sampai dan superior dalam fossa media; jarang melalui
merah muda, dengan konsistensi kenyal dan lamina ethmoid dan lempeng cribriform ke fossa
permukaan licin. Bagian tumor yang terlihat di kranial anterior dengan keterlibatan sel udara
nasofaring biasanya diliputi oleh selaput lendir ethmoid; dan akhirnya perpanjangan intrakranial
berwarna keunguan, sedangkan bagian yang melalui atap sinus sphenoid ke sella dan medial
meluas ke luar nasofaring berwarna putih atau ke sinus kavernosus. Dengan ekstensi
abu-abu. Pada usia muda warnanya merah muda, intrakranial, JNAs merekrut suplai darah dari
sedangkan pada penderita yang lebih tua sirkulasi internal melalui pleksus hypophyseal.
warnanya kebiruan karena lebih banyak Invasi sinus kavernosus dan sella akan mengenai
komponen fibromanya. Mukosanya mengalami hipofisis, kiasma optik, saraf optik serta saraf
6
12
transpalatal, langit-langit lunak digerakkan dan hidung yang progresif dan epistaksis berulang
ditarik ke sisi yang berlawanan dengan tumor yang masif. Gejala-gejala lain muncul
setelah dilakukan reseksi pembuluh palatina tergantung dari luasnya tumor dan arah
besar dan kecil dan saraf di sisi ipsilateral telah pembesarannya. Diagnosis ditegakkan dengan
dikorbankan. Posterior palatum keras bersama anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang
dengan posterior geraham atas dapat direseksi seperti x-foto polos, CT scan, angiografi atau
dan alveolus dibor ke bawah bersama dengan MRI. Tindakan operasi merupakan pilihan
langit-langit keras, lempeng pterygoideus yang utama selain terapi hormonal atau radioterapi.
mengarah ke dasar sphenoid. Setelah itu, Pada kasus-kasus di mana pertumbuhan tumor
mengggunakan dura sebagai landmark dura dari dapat diatasi dengan pambedahan dapat
fossa media, V2 dan V3 dan foramen tulang dan dikatakan memiliki prognosis yang baik.
THTKL RSHS memiliki karakteristik yang Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Fakultas
nasofaring belia khusus menyerang jenis Angiofibroma. June 26, 2006. Available
7
12
The Head and Neck. 2014;2023-28. nasopharyn- geal angiofibroma. Head Neck
6. Pandi PS, Rifki N. The Surgical dan Orofaring. Dalam : Boeis Buku Ajar
Oceania Congress of OLR, 2005. 14. Browne JD, Jacob SL. U:mporal approach
Tenggorok, Kepala Dan leher, jilid 1. Edisi Science.vol 3; Issue 1; Jan-Mar 2013.