Anda di halaman 1dari 8

12

Penelitian

Karakteristik Angiofibroma Nasofaring Belia


di SMF Ilmu Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
Periode 1 Januari 2011 20 Juni 2016

dr. I Putu Aditya Bawa*,


Dr. Yussy Afriani Dewi, dr., M.Kes., Sp.T.H.T.K.L(K), FICS,
Agung Dinasti Permana, dr., Sp.T.H.T.K.L, M.Kes., FICS
Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran / Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

ABSTRAK
Latar Belakang: Angiofibroma nasofaring belia adalah suatu tumor nasofaring yang secara histologis bersifat
jinak, terdiri dari komponen pembuluh darah (angio) dan jaringan ikat (fibroma), tetapi secara klinis bersifat ganas
karena mempunyai kemampuan mendestruksi tulang. Tujuan: Untuk mengetahui karakteristik penderita
angiofibroma nasofaring di SMF Ilmu Kesehatan THT-KL RSHS Bandung. Metode: Rancangan penelitian
deskriptif retrospektif dari rekam medis RSHS Bandung dari 1 Januari 2011 20 Juni 2016. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, nasofaringoskopi, dan CT angiografi kepala. Hasil: 65 kasus
angiofibroma nasofaring belia; laki-laki 65 pasien (100 %), terbanyak pada rentang usia 10-20 th sebanyak 63 pasien
(96,92%), dengan keluhan utama hidung tersumbat 31 pasien (47,69%), terdapat massa kebiruan dari
nasofaringoskopi 60 pasien (92,31%), CT andiografi menunjukkan tidak ada perluasan ke intrakranial pada 61
pasien (93,85%), dan teknik operasi dengan pendekatan transpalatal 61 pasien (93,85%). Kesimpulan:
Angiofibroma nasofaring belia pada SMF Ilmu Kesehatan THT RSHS lebih banyak laki laki, usia 10-20 tahun,
dengan keluhan benjolan di hidung, massa kebiruan dan CT angiografi menunjukkan belum terdapat perluasan ke
intrakranial, serta teknik operasi dengan pendekatan transpalatal.

Kata kunci : Angiofibroma nasofaring belia, laki-laki, massa kebiruan, transpalatal

ABSTRACT
Introduction : Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma is a benign, but locally aggressive and extremely vascular
Head and Neck Neoplasm. It is a fibrovascular tumour with a tendency to erode and remodel adjacent bone. Aim:
To know the characteristic of Nasopharyngeal Angiofibroma at Department of Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung. Method: Retrospective descriptive study from medical record dr.
Hasan Sadikin Hospital Bandung (January 1st 2011 - June 20nd 2016). Diagnose according to history taking, physical
examination, nasopharyngoscopy examination and CT Angiography. Result: there are 65 juvenile nasopharyngeal
angiofibroma cases; 65 patients are men (100%), about 63 patients in range of 10-20 years old (96,92%), 31 patients
with chief complaint of nasal obstruction, (47,69%), 60 patients with bluish mass in nasopharyngoscopy finding
(92,31%), from CT angiography there is no extention to intracranial in 61 patients (93,85%), and extirpation
approach transpalatal in 61 patients (93,85%). Conclusion: The characteristic of juvenile nasopharyngeal
angiofibroma at Department of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung,
all of the patients is male, in range of 10-20 years old, with chief complaint nasal obstruction, bluish mass in
nasopharyngoscopy, mostly no intracranial extention in CT-Scan, and transpalatal approach in mass extirpation.

Keyword : Juvenile nasopharyngeal angiofibroma, male, bluish, transpalatal

1
12

PENDAHULUAN terbanyak antara usia 14-18 tahun.4

Angiofibroma nasofaring belia jarang terjadi laki


Angiofibroma nasofaring belia adalah suatu
laki diatas 25 tahun dan perempuan usia
tumor nasofaring yang secara histologis bersifat
remaja.5 Sedangkan di Indonesia dari beberapa
jinak, terdiri dari komponen pembuluh darah
rumah sakit pendidikan melaporkan 2 sampai 4
(angio) dan jaringan ikat (fibroma), tetapi secara
kasus angiofibroma nasofaring belia dalam 1
klinis bersifat ganas karena mempunyai
tahun. Namun demikian, tumor ini merupakan
kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke
tumor jinak nasofaring yang paling sering
jaringan sekitarnya seperti ke daerah sinus
ditemukan. Keterlibatan intrakranial dilaporkan
paranasal, pipi, mata, dan tengkorak, serta sangat
terjadi pada 10-36% kasus dengan glandula
mudah menimbulkan perdarahan dan susah
pituitari, fossa kranii anterior dan media sebagai
untuk dihentikan.1 Tumor yang kaya pembuluh
bagian yang paling sering terkena.6 Angka
darah ini memperoleh aliran darah dari arteri
kekambuhan setelah terapi dilaporkan bervariasi
faringealis asenden atau arteri maksilaris
antara 0% hingga 57%.7
2
interna. Angiofibroma kaya dengan jaringan

fibrosa yang timbul dari atap nasofaring atau Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

bagian dalam dari fossa pterigoid.3 prevalensi, karakteristik angiofibroma

nasofaring belia pada SMF THT-KL RSHS


Angiofibroma nasofaring belia merupakan
Bandung, selama periode 1 Januari 2011 20
tumor yang jarang ditemukan, diperkirakan
Juni 2016.
hanya 0,05% dari keseluruhan tumor kepala dan
METODE
leher. Insidensi di berbagai negara diperkirakan
Dilakukan penelitian deskriptif retrospektif
1: 500.000 dari jumlah keseluruhan pasien THT.
dari pasien angiofibroma nasofaring belia pada
Angiofibroma nasofaring belia paling sering
SMF THT-KL RSHS Bandung, selama periode
ditemukan pada anak lak-laki pre pubertas dan
1 Januari 2011 20 Juni 2016. Diagnosis
remaja, yang umumnya terdapat pada rentang

usia 7 sampai 21 tahun dengan insidens

2
12

ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan 2). Usia termuda yang ditemukan berusia 11

fisik, dan CT angiografi. tahun, dan usia tertua yang ditemukan berusia 24

Pada seluruh subyek yang memenuhi kriteria, tahun.

kemudian dilakukan pendataan dilihat dari usia, Tabel 2. Distribusi Usia

jenis kelamin, keluhan utama, pemeriksaan


Usia Jumlah
nasofaringoskopi, temuan CT angiografi, dan
(=65)
teknik operasi.
10-20 63

HASIL PENELITIAN 21-30 2

Jumlah 65
Selama periode 1 Januari 2011 20 Juni
Kasus baru Angiofibroma nasofaring belia
2016 didapatkan 65 kasus Angiofibroma
yang datang ke THTKL RSHS Bandung dengan
nasofaring belia pada SMF THT-KL RSHS
berbagai keluhan utama. Dari 65 kasus
Bandung. Dari 65 kasus baru angiofibroma
angiofibroma nasofaring belia datang dengan
nasofaring belia didapatkan semua pasien
keluhan utama hidung tersumbat 31 pasien
(100%) berjenis kelamin laki-laki. (tabel 1)
(47,69%), mimisan 29 pasien (44,61%) dan

Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin benjolan di hidung sebanyak 5 orang (7,69%).

Jenis Kelamin Jumlah Gambar 1. Keluhan Utama pada Angiofibroma

(n=65) Nasofaring belia

Laki laki 65
Temuan Keluhan Utama pada
Perempuan 0 Pasien Angiofibroma Nasofaring

Jumlah 65

Dari keseluruhan kasus Angiofibroma


Mimisan
Nasofaring belia, didapatkan 63 pasien (96,92%)
Hidung
Tersumbat
berusia antara 10-20 tahun. Serta terdapat 2 Benjolan

pasien (3,07%) berusia antara 21-30 tahun.(tabel

3
12

Dari 65 kasus angiofibroma nasofaring belia, isodens di nasofaring yang meluas ke

didapatkan 60 pasien (92,31%) temuan intracranial.

nasofaringoskopi tampak massa berwarna Gambar 3. Temuan CT angiografi pada

kebiruan rapuh mudah berdarah dan 5 pasien angiofibroma nasofaring belia

(7,69%) temuan nasofaringoskopi tampak massa


Temuan CT Scan Nasofaring pada
sewarna mukosa rapuh dan mudah berdarah. Pasien Angiofibroma Nasofaring

Gambar 2. Temuan Nasofaringoskopi Tidak Meluas


ke Intrakranial

Temuan Nasofaringoskopi pada Meluas ke


intrakranial
Pasien Angiofibroma Nasofaring

Massa
Dari 65 kasus angiofibroma nasofaring belia
kebiruan
Massa sewarna yang dilakukan operasi ekstirpasi dengan 3
mukosa
teknik pendekatan operasi, didapatkan 60 pasien

(92,31%) dilakukan pendekatan operasi dengan

teknik Transpalatal, didapatkan 4 pasien (6,15%)

Dari 65 kasus angiofibroma nasofaring belia dilakukan pendekatan operasi dengan teknik

yang dilakukan pemeriksaan CT angiografi, Rhinotomi lateral, didapatkan 1 pasien (1,54%)

didapatkan 61 pasien (93,85%) terdapat lesi dilakukan pendekatan operasi dengan teknik

isodens yang tidak meluas ke intrakranial hemifacial degloving.

dengan kesimpulan massa isodens di nasofaring

yang tidak meluas ke intracranial, didapatkan 4 Gambar 4. Metode Operasi pada angiofiboma

pasien (6,15%) terdapat lesi isodens yang nasofaring belia

meluas ke intrakranial dengan kesimpulan massa

4
12

defisiensi androgen.4 Berdasarkan hal tersebut


Temuan Metode Operasi pada
Pasien Angiofibroma Nasofaring diketahui terdapat hubungan antara tumor

dengan jenis kelamin dan usia pasien.7


Rhinotomi
Lateral Pasien angiofobroma nasofaring belia datang
Transpalatal
dengan berbagai keluhan utama. Pada penelitian
Hemifacial
ini kami dapatkan keluhan yang paling banyak
Degloving
dikeluhkan oleh pasien adalah mimisan pada

DISKUSI hidung. Gejala pada angiofibroma nasofaring

Angiofibroma nasofaring belia adalah tumor belia dapat berupa hidung tersumbat (80-90%),

yang jarang ditemukan. Pada penelitian ini epistaksis (45-60%) yang kebanyakan unilateral

didapatkan 65 kasus pasien yang terdiagnosis dan rekuren, nyeri kepala (25%) terjadi apabila

angiofibroma nasofaring yang kesemuanya tumor telah meluas ke sinus paranasal, dan

adalah laki-laki, dan memiliki kisaran rentang pembengkakan wajah (10-18%). Gejala lain

usia antara 10-20 tahun. Menurut seperti anosmia, rhinolalia, deafness,

Satyaranjan,dkk mengatakan bahwa pembengkakan palatum serta deformitas pipi

angiofibroma nasofaring belia memiliki juga dapat ditemukan pada penderita

predileksi pada remaja laki- laki yang memiliki angiofibroma nasofaring. Angiofibroma

rentang usia antara 14-18 tahun.16 Etiologi nasofaring sangat sulit untuk di palpasi, palpasi

tumor ini masih belum dapat diketahui secara harus sangat hati-hati karena sentuhan jari pada

pasti, namun diketahui terdapat beberapa teori permukaan tumor dapat menimbulkan

yang dikemukakan sebagai etiologi dari perdarahan yang ekstensif.2

angifibroma nasofaring.4,6 Salah satu diantaranya Pasien angiofibroma nasofaring belia


adalah teori ketidakseimbangan hormonal, yang didapatkan massa kebiruan yang rapuh dan
menyebutkan bahwa penyebab angiofibroma mudah berdarah. Hal ini senada dengan Thakar
adalah produksi estrogen yang berlebih atau et al yang mengatakan bahwa pada temuan klinis

5
12

pasien angiofibroma belia terdapat massa empat rute invasi intrakranial telah dijelaskan:

berlobus dengan permukaan halus dan berwarna ekstensi langsung melalui rotundum foramen,

biru keunguan pink.11 Pada pemeriksaan fisik ovale, dan lacerum dari fossa infratemporal

secara rinoskopi posterior dan endoskopi hidung langsung ke fossa media; dari celah

akan terlihat massa tumor yang konsistensinya pterygomaxillary melalui celah orbital inferior

kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu sampai dan superior dalam fossa media; jarang melalui

merah muda, dengan konsistensi kenyal dan lamina ethmoid dan lempeng cribriform ke fossa

permukaan licin. Bagian tumor yang terlihat di kranial anterior dengan keterlibatan sel udara

nasofaring biasanya diliputi oleh selaput lendir ethmoid; dan akhirnya perpanjangan intrakranial

berwarna keunguan, sedangkan bagian yang melalui atap sinus sphenoid ke sella dan medial

meluas ke luar nasofaring berwarna putih atau ke sinus kavernosus. Dengan ekstensi

abu-abu. Pada usia muda warnanya merah muda, intrakranial, JNAs merekrut suplai darah dari

sedangkan pada penderita yang lebih tua sirkulasi internal melalui pleksus hypophyseal.

warnanya kebiruan karena lebih banyak Invasi sinus kavernosus dan sella akan mengenai

komponen fibromanya. Mukosanya mengalami hipofisis, kiasma optik, saraf optik serta saraf

hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan kranial 3, 4, dan 6.15

adanya ulserasi.1,2 Teknik operasi ekstirpasi yang sering di

gunakan adalah dengan pendekatan transpalatal.


Hasil pemeriksaan CT angiografi didapatkan
Hal ini seperti yang di katakana oleh thakar et al,
mayoritas belum terdapat perluasan massa ke
bahwa teknik yang sering digunakan adalah
intracranial. Pertumbuhan tumor ke arah
transpalatal.11 Pemilihan jenis operasi
superior melibatkan dasar lempengan
bergantung pada letak tumor, kedekatan dengan
pterygoideus dan badan dari sphenoid.
struktur penting, kontrol perdarahan, mencegah
Keterlibatan intrakranial telah dilaporkan terjadi
pertumbuhan sentral pada skeletal kraniofasial
di 10% sampai 36% dari semua kasus dalam seri
pada pasien usia muda dan mencegah bekas
barat. Perluasan ke intrakranial (90%) melalui
operasi pada wajah. Dengan pendekatan

6
12

transpalatal, langit-langit lunak digerakkan dan hidung yang progresif dan epistaksis berulang

ditarik ke sisi yang berlawanan dengan tumor yang masif. Gejala-gejala lain muncul

setelah dilakukan reseksi pembuluh palatina tergantung dari luasnya tumor dan arah

besar dan kecil dan saraf di sisi ipsilateral telah pembesarannya. Diagnosis ditegakkan dengan

dikorbankan. Posterior palatum keras bersama anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang

dengan posterior geraham atas dapat direseksi seperti x-foto polos, CT scan, angiografi atau

dan alveolus dibor ke bawah bersama dengan MRI. Tindakan operasi merupakan pilihan

langit-langit keras, lempeng pterygoideus yang utama selain terapi hormonal atau radioterapi.

mengarah ke dasar sphenoid. Setelah itu, Pada kasus-kasus di mana pertumbuhan tumor

mengggunakan dura sebagai landmark dura dari dapat diatasi dengan pambedahan dapat

fossa media, V2 dan V3 dan foramen tulang dan dikatakan memiliki prognosis yang baik.

sinus sphenoid, dasar tengkorak dapat secara


DAFTAR PUSTAKA
luas terkena dan tumor diangkat.
1. Soepardi ES, Iskandar N, Bashiruddin J,

KESIMPULAN Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Angiofibroma nasofaring yang datang ke Telinga Hidung Tenggorokan Kepala &

THTKL RSHS memiliki karakteristik yang Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Fakultas

cukup beragam. Dimana seluruh penderita Kedokteran Universitas Indonesia. 2007 ; p

adalah laki-laki dengan rentang usia antara 10- 188 190.

20 th, memiliki keluhan utama hidung 2. Asroel HA, Angiofibroma Nasofaring

tersumbat, belum terdapat perluasan ke Belia, http://library.usu.ac.id, diakses

intrakranial, dan dilakukan ekstirpasi massa tanggal 20 April 2007.

dengan pendekatan transpalatal. Angiofibroma 3. Mansfield E. Juvenile Nasopharyngeal

nasofaring belia khusus menyerang jenis Angiofibroma. June 26, 2006. Available

kelamin laki-laki prepubertas dan remaja. from :

Gejala yang sering ditemukan adalah sumbatan

7
12

http:/www.emedicine.com/med/topic 11. Thakar A. Gupta G, Bhalla AS, et al.

2758.htm. Adjuvant therapy with fl.u- tamide fur

4. Persky M, Manolidis S. Vascular Tumors of presurgical volume reduction in juvenile

The Head and Neck. 2014;2023-28. nasopharyn- geal angiofibroma. Head Neck

5. Coutinho-Camillo CM. Brentani MM. 2011;33:1747-1753.

Nagai MA Genetic alterations in juvenile 12. Harry A. Angiofibroma Nasofaring Belia.

nasopharyngeal angiofibromas. Head Neck Journal USU. 2002.

2008;30:390-400. 13. Adams GL. Penyakit - Penyakit Nasofaring

6. Pandi PS, Rifki N. The Surgical dan Orofaring. Dalam : Boeis Buku Ajar

Management of Juvenile Nasopharyngeal Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : EGC,

Angiofibroma. Third edition. Bali: Asia 1997; 324.

Oceania Congress of OLR, 2005. 14. Browne JD, Jacob SL. U:mporal approach

7. Scholtz AW, Apperonth E, Kammen-Jolly fur resection of juvenile nasopharyngeal

K, et al. Juvenile Nasopharyngeal angiofibromas. Laryngoscope 2000; 110:

Angiofibroma: Management and Therapy. 1287-1293.

Laryngoscope: 2001. 15. Danesi G, Panizza B, Mazzoni A. et al.

8. Howard DJ. lloyd G, Lund V. Recurrence Anterior approaches in juvenile

and its avoidance in juvenile angiofibroma. nasopharyngeal angiofibromas with

Lal}'ngoscope 2001;111:1509-1511. intracranial extension. Otolaryngol Head

9. Mokhtar Furaq, Ghanimah. Hormonal Neck Surg 2000;122:277-283.

Receptor in Juvenile Nasopharyngeal 16. Satyaranjan M, Praveena N. et al. Imaging

Angiofibroma. Laryngoscope, 2007. in the Diagnosis of Juvenile Nasopharyneal

10. Ballengger JJ.Penyakit Telinga, Hidung, Angiofibroma. Jornal of Clinical Imaging

Tenggorok, Kepala Dan leher, jilid 1. Edisi Science.vol 3; Issue 1; Jan-Mar 2013.

13. Jakarta: Binarupa Aksara, 1994.

Anda mungkin juga menyukai