Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Sinusitis merupakan penyakit yang telah dikenal luas oleh orang awam dan
merupakan penyakit yang sering dieluhkan. Keberhasilan terapi pada sinusitis
tergantung dari berbagai faktor. Hal ini memerlukan manajemen penatalaksanaaan yang
teliti,agar penyakit ini tidak berlanjut menimbulkan komplikasi.Anamnesis yang
teliti,pemeriksaaan fisisk,dan pemeriksaan penunjang yang memadai, pengetahuan
tentang mikrobiologi sinus serta pengenalan terhadap faktor predisposisi merupakan hal
yang penting.

ANATOMI
Sinus paranasalis berkembang sebagai suatu rongga berisi udara di sekitar
rongga hidung yang dibatasi oleh tulang wajah dan kranial. Terdapat 8 sinus paranasalis
yaitu 4 disebelah kanan dan 4 disebelah kiri, yaitu sinus frontalis, sinus etmoidalis
anterior dan posterior, sinus maksilaris serta sinus spheinodalis.
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala sehingga
terbentuk rongga di dalam tulang. Secara embriologik sinus paranasal berasal dari
invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4
bulan kecuali sinus sfenoid dan frontal. Sinus frontal berkembang dari sinus ethmoid
anterior pada anak yang berusia sekitar 8 tahun. Sinus sfenoid mulai mengalami
pneumatisasi antara usia 8-10 tahun dan berasal dari rongga hidung bagian
posterosuperior. Semua sinus mempunyai muara ke dalam rongga hidung. Sinus
maksila, ethmoid anterior dan frontal bermuara ke meatus media dan sinus ethmoid
posterior bermuara ke maetus superior. Sinus sfenoid bermuara ke ressesus
sfenoethmoidalis.
Gambar 1. Paranasal Sinuses
Gambar 2. Schematic representation of the lateral wall of the nasal cavity,
with the turbinates removed to expose the sinus ostia.

FISIOLOGI
Sinus paranasalis merupakan rongga berisi udara yang dilapisi mukosa
epithelium pseudostratife bersilia diselingi sel-sel goblet. Silia tersebut menyapu cairan
mukus kearah ostia. Penyumbatan ostia sinus akan mengakibatkan penimbunan mukus
sehingga terjadi penurunan oksigenase sinus dan tekanan udara sinus. penurunan
oksigenase sinus akan menyuburkan pertumbuhan bakteri anaerob. Tekanan pada rongga
inus yang menurun akan menimulkan rasa nyeri daerah inus terutama sinus frontal dan
sinus maksilaris.
Fungsi sinus paranasal :
- Menghasilkan dan membuang mukus
- Mengatur tekanan intranasal
- Resonansi suara
- Memanasakan dan melembabkan udara inspirasi
- Bertindak sebagai Shock absorben kepala untuk melindungi organ-organ yang
sensori.
- Membantu pertumbuhan dan bentuk muka
- Mempertahankan keseimbangan kepala.

DEFINISI

Rinosinusitis lebih tepat jika disebut dengan istilah sinusitis karena membran
mukosa hidung dan sinus saling berhubungan dan akan mengalami hal yang sama jika
terkena penyakit. Sinusitis jarang tanpa disertai rinitis. Rinitis adalah peradangan pada
membaran mukosa hidung. Sedangkan sinusitis adalah peradangan yang melibatkan satu
atau lebih sinus paranasal. Biasanya diiringi infeksi virus pada saluran nafas atas atau
reaksi alergi. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila
mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Jadi rinosinusitis adalah
peradangan membran mukosa hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis dapat dibagi
menjadi 4 subtipe, yaitu : akut, akut rekuren, subakut, dan kronik, tergantung dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik.

ETIOLOGI

Infeksi virus pada saluran nafas atas adalah prekursor tersering dari rinosinusitis
bakterialis, diikuti obtruksi sinus karena edema mukosa oleh alergi inhalan dan faktor
anatomi. Polusi udara, paling sering asap rokok dapat merupakan faktor penyerta yang
penting. Penyebab lain, namun jarang adalah polip nasal (misalnya pada ”Trias Aspirin”
yaitu alergi aspirin, asma, dan polip nasal), edema mukosa yang berhubungan dengan
hormonal akibat kehamilan, efek samping obat (misalnya rinitis medikamentosa akibat
penggunaan dekongestan topikal atau kokain yang berlebihan, edema mukosa akibat
obat anti hipertensi oral, antiosteoporosis atau hormone replacement sprays), serta
disfungsi mukosilier akibat cystic fibrosis dan defisiensi imun.
PATOGENESIS

Drainase keempat sinus paranasal (maxillary, ethmoid, frontal dan sphenoid ke


dalam cavum nasal. Sinus frontalis, maksilaris dan ethmoidalis anterior mengalirkan
sekretnya melalui kompleks osteomeatal pada meatus media. Sedangkan drainase sinus
ethmoidalis posterior dan sphenoid ke meatus superior melalui recessus
sphenoethmoidalis. Pada sinus maksilari aktivitas mukosilier dalam mendrainase
melawan gravitasi.

Berhubungan dengan tiga faktor yaitu patency dari ostia sinus, fungsi silia,
kualitas dari sekresi nasal. Berikut tabel yang memeperlihatkan faktor-faktor yang dapat
menyebabkan patologi sinusitis:

Ostial patency Cilliary function Mucus


Edema: Decreased cilliary beat Changes in quantity
Allergens frequency Allergens
Infection Cilliotoxins(viral/bacterial) Airway irritant/pollutant
(viral/bacterial) Cold air Goblet cell metaplasia
Polyps: Loss of metachronous Changes in quality
Atopy coordination Abnormal water-electrolyte
Cystic fibrosis Scarring transport
Chronic infection Synecchia Dehydration
Structural factors: Loss of cilliated cell Cystic fibrosis
Septal deviation Airway irritant/pollutant
Hallers cell Increased intranasal airflow
Concha bulosa Inflammatory mediators
Nasal packs Viral/bacterial-mediated cell
Nasal tube death
surgical
Faktor predisposisi:
A. Lokal maupun regional
- Kegagalan transpor mukosilier karena udara yang dingin atau kering, serta
beberapa obat-obatan.
- Infeksi gigi terutama bagian apikal, merupakan penyakit regional yang paling
sering menyebabkan sinusitis yang supuratif.
- Adanya gangguan di hidung atau trauma wajah (mid-face)
- Kelainan septum yang berat,akan menyebabkan obstruksi mekanik.
- Khoanal atresia akan menyebabkan drainase hidung terganggu.
- Edema karena infeksi traktus respiratorius bagian atas yang akan menyebabkan
obstruksi ostium sinus dan menyebabkan baktri masuk kesinus sehingga
menghasilkan sinusitis yang supuratif
- Barotrauma atau perubahan tekanan akibat perjalanan di udara, berenang atau
menyelam, dapat menyebabkan edema ostium sinus. juga saat berenang, bakteri
dapat masuk melalui air kehidung dan sinus.
- Polip hidung, benda asing, maupun tampon hidung, dapat menyebabkan
gangguan vntilasi sinus.
- Tumor hidung.
- Sindroma imotil atau diskinesia silia
B. Sistemik
- Malnutrisi, terapi steroid jangka panjang, diabetes melitus ang tidak terkontrol,
diskrasia darah, kemoterapi, dan faktor lain yang menyebabkan penurunan status
metabolik.
- Infeksi nasokomial.
- Defesiensi imun yang berat.

DIAGNOSIS

Rinitis adalah suatu proses inflamasi yang terjadi pada mukosa hidung. Terdapat
dua tipe rinitis, yaitu rinitis alergika dan rinitis non alergika. Sinusitis sering didahului
dengan adanya rinitis. Gejala yang sering timbul pada keduanya dapat berupa sumbatan
hidung dan kehilangan daya penciuman.

Rinosinusitis adalah suatu proses inflamasi yang melibatkan satu atau lebih sinus
paranasalis yang biasanya terjadi setelah infeksi saluran nafas atas yang disebabkan oleh
virus atau reaksi alergi. Gejala primer yang sering ditemukan pada pasien penderita
rinosinusitis antara lain seperti di bawah ini :

o Obstruksi hidung atau hidung rasa tesumbat


o Hidung meler dengan sekret yang purulen
o Post nasal drip, atau perasaan seperti ada lendir atau sekret di bagian belakang
hidung yang terasa sampai ke tenggorokan
o Rasa nyeri di muka atau gigi
o Sakit kepala
o Batuk-batuk
o Berkurangnya penciuman
o Rasa nyeri di daerah sinus Edema periorbital
o Halitosis atau bau mulut
o Otalgia atau juga bisa terdapat rasa seperti penuh di telinga
o Lemas / lesu, rasa cepat lelah
o Tenggorokan terasa kering

Sakit kepala merupakan salah satu gejala yang sering dikeluhkan oleh penderita.
Keterlibatan sinus cenderung melibatkan nyeri pada lokasi berikut :

 Maksilaris : wajah depan ( pipi ) dengan penyebaran ke gigi, orbita dan


regio malar
 Etmoidalis : interokular dengan penyebaran ke lokasi sinus frontalis
 Frontalis : dahi, interokular dan daerah temporal
 Sfenoidalis : retro-orbita, menyebar ke arah verteks dan kadang ke daerah
mastoid

Berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan sederhana oleh klinisi,


rinosinusitis dapat diklasifikasikan ke dalam empat subtipe, yaitu rinosinusitis akut,
subakut, akut rekuren dan kronik. Rinosinusitis akut memiliki onset ≤ 4 minggu hingga
seluruh gejala muncul. Kebanyakan penyebabnya adalah virus dimana gejala biasanya
muncul dalam 5-7 hari dan dapat sembuh sendiri. Rinosinusitis bakterial akut lebih
sering berkembang menjadi kronik atau meluas ke area orbita dan meningen. Gejala
yang dapat ditemukan pada rinosinusitis bakterial akut adalah sekret purulen yang
memburuk setelah lima hari atau menetap lebih dari 10 hari dengan atau tanpa gejala
lainnya yang tipikal untuk infeksi virus. Rinosinusitis akut rekuren adalah bila
didapatkan 4 atau lebih episode sinusitis akut dalam 12 bulan dengan fase resolusi pada
tiap episode (masing-masing episode minimal 7 hari). Rinosinusitis subakut pada
dasarnya adalah kelanjutan infeksi akut dengan durasi lebih dari 4 minggu tapi kurang
dari 12 minggu. Sedangkan rinosinusitis kronik adalah jika gejala menetap selama lebih
dari 12 minggu.

Classification of Adult Rhinosinusitis

Classification Duration History, examination Special notes

Acute Up to four weeks The presence of two or Fever or facial pain/pressure does not
more Major signs and constitute a suggestive history in the
symptoms; one Major and absence of other nasal signs and
two or more Minor signs symptoms. Consider acute bacterial
or symptoms; or nasal rhinosinusitis if symptoms worsen after
purulence on five days, if symptoms persist for 10
examination* days or with symptoms out of proportion
to those typically associated with viral
infection.
Subacute Four to <12 weeks Same Complete resolution after effective
medical therapy.
Recurrent Four or more Same --
acute episodes per year
with each episode of
at least seven days'
duration; absence of
intervening signs and
symptoms
Chronic 12 weeks or more Same Facial pain/pressure does not constitute a
suggestive history in the absence of other
nasal signs and symptoms.

*--See Table 2 for listing of Major and Minor signs and symptoms.
Adapted with permission from Lanza D, Kennedy DW. Adult rhinosinusitis defined. Otolaryngol Head Neck
Surg 1997;117(3 pt 2):S1-7.
Table 1. Classification of Adult Rhinosinusitis
Diambil dari Adult Rhinosinusitis Diagnosis and Management - January 1, 2001 - American Family Physician

Pasien dengan rinosinusitis akan memberikan gejala yang bervariasi. Gejala-


gejala yang berhubungan dengan rinosinusitis diklasifikasikan menjadi gejala yang
termasuk ke dalam kriteria mayor dan kriteria minor. Hal ini diharapkan dapat
mempermudah para klinisi dalam mendiagnosa pasien. Yang termasuk ke dalam kriteria
mayor diantaranya adalah terdapatnya sekret yang purulen, nyeri kepala, facial pain atau
facial pressure, hidung tersumbat, berkurang penciuman, dan demam untuk rinosinusitis
akut. Sedangkan yang termasuk ke dalam kriteria minor antara lain halitosis (bau
mulut), demam, kelemahan tubuh, sakit gigi, rasa penuh di telinga (clicking noises),
nyeri telinga, batuk, dan gelisah (pada anak-anak)

Kita dapat mencurigai ke arah sinusitis kronik apabila ditemukan 2 atau lebih
kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan 2 kriteria minor pada anamnesis maupun
pada pemeriksaan fisik selama 6-12 minggu. Beberapa pasien dengan sinusitis kronik
mengalami kekambuhan atau eksaserbasi akut minimal 3-4 kali dalam setahun dan tiap
episode berlangsung minimal 10 hari.

Signs and Symptoms Associated with the Diagnosis of Rhinosinusitis

Major Minor
Facial pain/pressure/fullness* Headaches
Nasal obstruction/blockage Fever (other than acute rhinosinusitis)
Nasal or postnasal discharge/purulence (by Halitosis
history or physical examination) Fatigue
Hyposmia/anosmia Dental pain
Fever (in acute rhinosinusitis only)§ Cough
Ear pain/pressure/fullness

*--Facial pain/pressure alone does not constitute a suggestive history in the absence of another finding listed
in the Major category.

§--Fever in acute rhinosinusitis alone does not constitute a suggestive history in the absence of another finding
listed in the Major category.

Adapted with permission from Hadley JA, Schaefer SD. Clinical evaluation of rhinosinusitis: history and
physical examination. Otolaryngol Head Neck Surg 1997; 117(3 pt 2):S8-S11.
Table 2. Signs and Symptoms Associated with the Diagnosis of Rhinosinusitis
Diambil dari Adult Rhinosinusitis Diagnosis and Management - January 1, 2001 - American Family Physician

Gejala yang timbul pada rinosinusitis alergika berbeda dengan yang tipe
infeksiosa. Respon alergi biasanya ditandai oleh bersin, kongesti hidung, rinore yang
encer dan banyak, gatal pada hidung. Tidak ada demam dan biasanya sekret tidak
mengental ataupun menjadi purulen. Awitan gejala timbul cepat setelah paparan alergen,
gejalanya dapat berupa mata atau palatum molle yang gatal dan berair. Pada rinosinusitis
tipe alergika biasanya ditemukan pola musiman atau berkaitan dengan alergen inhalan.
Tipe alergika ini umumnya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan tipe infeksiosa
akibat virus. Penting juga ditanyakan riwayat asma atau alergi baik pada penderita
ataupun keluarga. Penegakkan diagnosis rinosinusitis tipe alergika sangat tergantung
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, termasuk pemeriksaan hidung, tes
alergi / uji kulit.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Transluminasi ; untuk sinus maksilaris dan frontalis.


Nasal endoscopy
Pemeriksaan ini menjadi pilihan pada pasien – pasien yang tidak memberikan
respon terapi yang baik dan pada pasien anak-anak denagn anamnesa yang
diragukan. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan pada pasien dengan kecurigaan ke
arah kelainan anatomi yang dengan pemeriksaan rinoskopi anterior belum jelas.
Dengan pemeriksaan ini dapat juga diambil apus dari hiatus semilunaris untuk
pemeriksaan kultur terutama pada pada pasien yang tidak berespon terhadap terapi
inisial, pasien dengan kecurigaan penyebaran infeksi ke luar sinus, atau pada pasien
dengan rinosinusitis kronik.
Rontgen foto
Pada pemeriksaan ini posisi yang biasanya digunakan adalah posisi waters dan
caldwel. Dari hasil pemeriksaan radiologis dapat dilihat adanya gambaran
perselubungan opak atau adanya air fluid level yang terlihat pada sinus maksilaris,
frontal atau sphenoidalis. Namun pemeriksaan ini tidak dapat menggambarkan
keadaan pada seluruh sinus paranasalis, maka di negara-negara yang sudah
berkembang, pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan.

CT – SCAN
Pemeriksaan dengan CT-SCAN potongan koronal dengan jarak potongan 4 mm,
sekarang ini menjadi gold standard untuk pemeriksaan penyakit atau gangguan pada
sinus. Pemeriksaan ini dapat memeberi gambaran keadaan seluruh sinus
paranasalis, bahkan dapat mengobservasi apabila terdapat abnormalitas dari
kompleks osteomeatal. Kelainan seperti polip nasal, septal spurs dan concha bullosa
dapat terlihat pada pemeriksaan CT-SCAN.
MRI
Pemeriksaan dengan MRI sangat sensitif terhadap perubahan pada mukosa
hidung, sehingga pemeriksaan ini sering memberikan hasil false positive.
Pemeriksaan MRI lebih sensitif untuk membantu diagnosa sinusitis karena jamur.
Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi apabila terdapat neoplasma/
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak diperlukan pada pasien-pasien yang
tidak mengalami komplikasi. Pada pasien yang dicurigai penyebabnya adalah alergi,
dapat dilakukan pemeriksaan terhadap kadar serum IgEnya. Kadar eosinofil yang
meninggi sering ditemukan dalam sekret hidung dan pemeriksaan darah tepi.
Pemeriksaan kultur dari mukosa hidung atau sinus juga dapat dilakukan. Kuman
yang biasanya sering ditemukan pada rinosinusitis akut adalah Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Sedangkan pada infeksi kronis lebih
sering ditemukan kuman-kuman dari spesies stafilokokus terutama Stafilokokus
aureus.
USG
Pemeriksaan USG memiliki sensitivitas yang sangat rendah dalam membantu
menegakkan sinusitis. Namun pada keadaan tertentu yang tidak memungkinkan
untuk dilakukan pemeriksaan penunjang dengan cara lain, seperti pada kehamilan,
pemeriksaan ini dapat dijadikan pilihan.
Fiberoptic Rhinoscopy
Pemeriksaan ini memungkinkan pemeriksa untuk secara langsung melihat
kelainan pada struktur anatomi dari rongga hidung. Pemeriksaan ini juga dapat
dilakukan untuk membantu mendiagnosa polip nasal, sinusitis purulenta dan
abnormalitas dari osteomeatal complex.
Uji alergi/skin prick test
Pada penderita yang kita curigai ada faktor alergi yang mendasari timbulnya
penyakit, dapat dilakukan tes ini dengan tujuan untuk mencari jenis alergennya.

KOMPLIKASI
 Otitis media
 Polip
Angka kejadian polip hidung meningkat pada pasien dengan rinitis alergika.
Polip hidung seringkali terlihat di bagian atas hidung lateral mengelilingi konka media.
Polip hidung alrgi khas terlihat licin, lunak, mengkilap dan berwarna kebiruan. Polip
dapat timbul pada antrum maksilaris dan regio etmoidalis, kemudian meluas ke dalam
meatus superior dan media. Polip dapat terjadi pada anak-anak namun lebih sering
dijumpai pada dewasa. Polip umumnya berasal dari penonjolan ke luar mukosa yang
menutup sinus etmoidalis dan maksilaris. Pembesaran mukosa yang bertambah tersebut,
membentuk massa yang bundar, lunak, basah, seperti berdaging, yang semakin lama
semakin panjang menjulur mulai dari sinus sampai ke rongga hidung.
 Osteomielitis
Penyebab tersering osteomielitis pada tulang frontalis adalah infeksi sinus
frontalis. Dapat ditemukan adanya nyeri tekan dahi, bahkan bisa sangat berat. Namun
komplikasi ni sangat jarang.
 Komplikasi Intrakranial
 Meningitis akut
 Abses dura. Komplikasi ini seringkali mengikuti sinusitis
frontalis.
 Abses otak. Setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus
terinfeksi, dapat terjadi perluasan secara hematogen ke dalam otak
Kontaminasi substansi otak dapat terjadi pada puncak suatu
sinusitis supuratif yang berat.
 Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul di dalam
sinus. Kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, dam biasanya tidak
berbahaya. Apabila kista ini terinfeksi, dapat berkembang menjadi piokel, gejalanya
menjadi lebih berat.
 Komplikasi pada orbita
 Selulitis orbita
 Abses sub periosteal
 Abses orbita
 Trombosis sinus kavernosus. Infeksi ini merupakan akibat
penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus
kavernosus. Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus
terdiri dari oftalmoplegia, kemosis konjungtiva, gangguan
penglihatan yang berat, kelamahan, dan tanda-tanda meningitis.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Umum
Tujuan utama pengobatan pada pasien dengan bacterial rhinosinusitis adalah untuk
mengontrol infeksi, menghilangkan edema mukosa dan menghilangkan obstruksi dari
sinus. Penatalaksanaan umum yang cukup penting untuk dilakukan adalah
mempertahankan status hidrasi pasien dengan memperbanyak asupan cairan secara oral.
Pada rinosinusitis tipe alergika, dengan menghindari alergen penyebab dapat
mengurangi angka kekambuhan secara signifikan.
Penatalaksanaan umum dilakukan untuk menjaga atau menciptakan suasana yang
mendukung pada lingkungan sekitar hidung dan sinus paranasal. Prinsip yang dianut
adalah menjaga kelembaban dan kehangatan. Untuk menjaga kelembaban, dapat
diberikan saline nasal spray. Hal ini membuat mukosa nasal menjadi lebih lembab,
mengurangi kekeringan mukosa dan mukus yang mengeras lebih mudah dibersihkan.
Pada rinosinusitis, pergerakan dari mukosilier terganggu, sehingga mukus menjadi
tebal dan mengering. Penghangatan dengan udara yang hangat, diharapkan dapat
membantu mengurangi gejala.
Penatalaksanaan khusus
Menurut hasil dari beberapa penelitian, pemberian obat-obat mukolitik dan
dekongestan oral seperti pseudoefedrin dianggap cukup berefek pada pasien dengan
obstruksi nasal atau sinus yang berat. Pada pasien tersebut dapat pula ditambahkan
dekongestan topikal, seperti phenylephrine dan oxymethazoline, yang dapat diberikan
selama tiga hari. Antibiotik oral dianjurkan diberikan selama 7 sampai 14 hari, pada
pasien dengan rinosinusitis akut, akut rekuren atau subakut. Antibiotik yang dianjurkan
oleh FDA ( U.S. Food and Drug Administration ) untuk pengobatan rinosinusitis akut
antara lain amoksisilin-asam klavulanat, sefalosporin generasi baru,makrolid dan
florokuinolon.
Beberapa ahli lebih suka menambahkan pemberian terapi steoid oral pada pasien
dengan rinosinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Hal ini diharapkan
dapat mengurangi edema pada jaringan sekitar ostia sinus, sehingga dapat membantu
melegakan jalan nafas pasien.Namun pemberian steroid oral ini masih dianggap
kontroversial oleh beberapa ahli. Steroid topikal biasa diberikan pada pasien
rinosinusitis subakut atau kronis dengan gejala yang jelas, dan pada pasien yang
dicurigai sensitif terhadap inhalan. Namun pada pasien rinosinusitis akut, pemberian
steroid topikal ini relatif tidak efektif, karena kemampuan penetrasinya yang kurang,
sehubungan dengan adanya rinorrhea.
Pemberian mukolitik biasanya diberikan dengan tujuan untuk mengurangi stasis dari
mukus. Suatu dekongestan dapat diberikan secara tunggal atau dikombinasikan dengan
antihistamin H1 lokal atau per oral pada pengobatan rinosinusitis alergika. Namun pada
pasien dengan hipertensi, hendaknya tidak diberikan obat-obat dekongestan yang
bersifat vasokonstriktor, karena dapat memperparah hipertensinya. Antihistamin H1
merupakan obat terpilih untuk rinosinusitis alergika. Obat ini diturunkan dosisnya
setelah lima hari pemberian. Untuk mencapai efek maksimal, dapat diberikan kombinasi
obat topikal dan sistemik. Kortikosteroid juga dapat diberikan pada rinosinusitis
alergika. Dapat diberikan sistemik atau lokal, terutama untuk kortikosteroid yang
diabsorpsi buruk seperti beklometason. Medikasi lokal pada umumnya lebih disukai
karena efek kerjanya yang langsung serta resiko efek sampingnya yang lebih rendah.
Biasanya memerlukan waktu beberapa hari sampai beberapa minggu untuk menjadi
efektif.
Pada rinosinusitis tipe alergika dapat juga dilakukan Allergen Specific Imunotherapy.
Yaitu pemberian suntikan alergen spesifik kepada subjek alergis dengan dosis meningkat
bertahap dan interval waktu suntikan diperpanjang bertahap. Tujuannya untuk
memeodulasi sistem imun yang pada penderita ini telah terganggu. Terapi ini dilakukan
selama 3 sampai 4 tahun.
Terapi pembedahandapat dilakukan untuk drainase sinus. Irigasi sinus : terutama
untuk sinus maksilaris, dilakukan bila tampak mukopurulen pada pasien imunosupresi,
sinusitis akut yang tidak sembuh dengan terapi antibiotika.

SUMBER :
 Adult Rhinosinusitis Diagnosis and Management – January 1, 2001 - American
Family Physician
 Boies, et al. 2002. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam Buku Ajar Penyakit
THT. Edisi VI. Yakarta: EGC.
 Djaafar, Z.A. 2004. Kelainan Telinga Tengah. Dalam E.A. Soepardi dan N.
Iskandar, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga – Hidung – Tenggorok - Kepala
– Leher. Edisi V Cetakan IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
 www.octc.kctcs.edu

REFERAT

RHINOSINUSITIS

Disusun oleh :
David Simorangkir C11.04.0280
Maretha Amrayni C11.O5.0107
Zamzam N. Dj. C11.05.0110

Preseptor :
Bambang Poerwanto, dr. SpTHT
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
BAGIAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
2006

Anda mungkin juga menyukai