Anda di halaman 1dari 24

RINOLOGI

ALERGI
PROSEDUR
CALD WELL – LUC OPERATION
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0017 5 1/1
Ditetapkan,
Tanggal terbit Direktur Utama,

1 September 2010

PROSEDUR TETAP
Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM.,Sp.OG
NIP. 19620301.199003.1.004
Adalah suatu tindakan operatif radikal membuka dinding epan
PENGERTIAN
sinus maxilla melalui pendekatan insisi sublabial.
Mengangkat jaringan patologik pada sinus maxilla atau sebagai
TUJUAN
akses melakukan tindakan ke fossa pterigoplatina.
Tindakan dilakukan oleh dokter ahli THT-KL/residen THT-KL
KEBIJAKAN
yang dianggap mampu di bawah supervisi dokter THT-KL.
1. Persiapan alat :
PROSEDUR
- Spoit 5 cc - Bisturi
- Check retractor - Hammer
- Chisel (pahat) - Bone forcep (hijek)
- Kuret - Brunning forcep
2. Persiapan pasien :
- Laboratorium darah lengkap (rutin dan kimia darah).
- Informed consent.
- Rontgent sinus maxilla (foto polos, CT Scan Sinus
Paranasalis).
- Rontgent Thorax.
3. Tindakan :
- Dilakukan anestesi lokal atau general anestesi.
- Insisi 5 mm di atas sulcul ginggivobuccal mulai dari 12
sampai PM 1.
- Elevasi jaringan lunak dan periosteum dari dinding depan
sinus maxilla dengan menggunakan elevator.
- Trepanasi dinding depan sinus maxilla dengan
menggunakan pahat dan hammer diameter ± 1 cm, dapat
diperlebar dengan menggunakan hijek sehingga sinus
maxillaries dapat terlihat.
- Bersihkan jaringan patologik dan mukosa dengan burning
forceps atau kuret.
- Buat window pada meatus inferior menembus dinding
nasoantral.
- Control perdarahan dan luka insisi dijahit.
PROSEDUR
SINUS PARASINALIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0018 5 1/5
Ditetapkan,
Tanggal terbit Direktur Utama,

1 September 2010

PROSEDUR TETAP
Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM.,Sp.OG
NIP. 19620301.199003.1.004
ANTROSTOMI, ANTROSKOPI DAN IRIGASI SINUS
1. Lakukan a dan antisepsis disekitar hidung dengan lubang
hidung.
2. Infiltrasi konka inferior bagian anterior serta dasar hidung
dengan larutan xilocaine 2% + 1 : 100.000 epinetrin.
Kemudian pasang tampon kokain 4% selama 10 menit.
3. Identifikasi konka inferior lalu patahkan kea rah medial
dengan menggunakan Freer elevator atau forcep bayonet.
PROSEDUR OPERASI Dengan speculum panjang, konka inferior diangkat kea rah
superior sehingga meatus inferior terlihat.
4. Masukan trocar dengan arah horizontal untuk menghindari
cedera orbita.
5. Masukan telescope rigid Hopkins diameter 4mm, 30° atau
70° untuk melihat/infeksi cavum maksila.
6. Masukan suction bengkok, lalu irigasi sinus maksila dengan
larutan saline.
CALDWELL LUC
1. Pasien posisi Supine.
2. Lakukan tindakan a dan antisepsis di daerah bucoginggival
dan daerah luabng hidung.
3. Infiltrasi sulcus bucoginggivsl bagian anterior serta dasar
hidung dengan larutan xilocaine 2% + 1 : 100.000 epinetrin.
Kemudian pasang tampon kokain 4% selama 10 menit.
4. Setelah 10-15 menit lakukan insisi pada sulcus
bucoginggival, 2-3 cm mulai dari lateral ke arah garis tengah
PROSEDUR OPERASI di atas gigi, mukosa sampai periosteum.
5. Periosterium di elevasi ke arah fossa infraorbitalis dengan
menggunakan freer elevator. Lakukan identifikasi terhadap N.
Infraorbitalis lalu sisihkan. Identifikasi dinding anterior
maksila.
6. Gunakan osteotome untuk membuka fosa canina ± 2X2 cm
dengan Kerrison forceps lubang dilebarkan untuk
mendapatkan visualisasi yang adekuat serta memudahkan
saat membersihkan sinus maksilaris.
PROSEDUR
SINUS PARASINALIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0018 5 2/5

Tanggal terbit

1 September 2010

PROSEDUR TETAP

CALDWELL LUC
7.
Lakukan pengankatan kista, tumor, polip atau jaringan
patologis dengan menggunakan Blakeskey forceps atau
kuret. Lindungi selalu mukosa yang normal. Hentikan
perdarahan dengan tampon temporer. Hati-hati bila bekerja
di daerah posterior sehingga tidak mencederai arteri
maksilaris interna.
PROSEDUR OPERASI 8. Lakukan antrostomi intranasal setelah tampon hidung
dilepaskan, antrostomi dapat dilebarkan dengan
menggunakan forward dan backward cutting forceps.
9. Irigasi sinus maksilaris dengan menggunakan larutan saline.
10. Penutupan insisi mukosa bucoginggival flap dengan
menggunakan benang chromic 4-0.
POLIPEKTOMI HIDUNG
1. Posisi pasien ter4lentang dengan kepala elavasi 30°.
2. Lubang hidung di semprot dengan xylocaine spray 10%.
Berikan naestesi topical di ganglion sphenopalatina dengan
larutan xilocaine spray 10% dengan menggunakan kassa
atau bola kapas.
3. Berikan anestesi tambahan disepanjang dinding lateral
hidung di dasar polip.
PROSEDUR OPERASI 4. Observasi selama 10 menit untuk mendapatkan tingkat
anestesi dan vasokonstriksi yang optimal.
5. Dilakukan pengangkatan polip menggunakan forcep polip
(tang) dengan tuntunan endoskopi rigid 0°.
6. Perdarahan dirawat dengan tampon.
7. Dipasang tampon hidung vaselin+antibiotic, pengangkatan
tampon dilakukan 2 hari pasca operasi.
BEDAH SINUS ENDOSKOPI
TUJUAN UTAMA Memulihak fungsi normal mukosilier di sinus paranasal.
Tahap 1 - INFUNDIBULOTOMI :
TAHAP OPERASI FESS 1. Inspeksi : perhatikan rongga meatus, bila sempit luksasi
konkha media (KM) ke medial dengan respa.
PROSEDUR
SINUS PARASINALIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0018 5 3/5

Tanggal terbit

1 September 2010

PROSEDUR TETAP

BEDAH SINUS ENDOSKOPI


2. Identifikasi : kompleks osteomeatal.
3. Palpasi : raba prosesus uncinatus (PU) secara
keseluruhan dan coba gerakkan dengan
respa, kenali batas-batas PU.
4. Insisi : PU atau infundibulotomi dengan
menggunakan pisau sabit, dimulai dari
ujung atas perlekatan konkha media pada
dinding lateral hidung, insisi ke arah inferior
menyusuri batas depan PU, selanjutnya ke
posterior sejajar batas bawah KM.

Tahap 2 - UNSINEKTOMI :
1. Setelah insisi infundibulotomi, PU diluksasi ke medial dengan
respa sehingga rongga infundibulum terbuka.
2. Perlekatan atas dan bawah PU segera dilepas dengan
cunam Blakesley lurus, putar berlawanan jarum jam dan
TAHAP OPERASI FESS dorong ke posterior hingga lepas.
3. Hal serupa dilakukan di perlekatan bawah PU.

Tahap 3 – ANTROSTOMI MEATUS MEDIUS :


1. Identifikasi ostium, bila perlu gunakan teleskop 30°.
2. Evaluasi ostium; apakah perlu diperlebar, adakah ostium
asesori.
3. Pelebaran ostium jika perlu ke 1 atau 2 arah
4. Evaluasi antrum.

Tahap 4 – ETMOIDEKTOMI RETROGRADE :


1. Pengangkatan Bula Etmoid :
a. Penetrasi bula etmoid : dinding depan BE ditembus di
bagian inferior dan medial
dengan ujung cunam blakesley
lurus atau suksion.
b. Pengangkatan bula : dinding anterior bula diangkat
PROSEDUR
SINUS PARASINALIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0018 5 4/5

Tanggal terbit

1 September 2010

PROSEDUR TETAP

BEDAH SINUS ENDOSKOPI


dengan cunam blakesley. BE
dibersihkan lamina basalis.
2. Menembus lamina basalis dan identifikasi dasar otak di sinus
etmoid posterior :
a. Penetrasi lamina basalis.
b. Identifikasi dasar otak (atap sinus etmoid posterior).

ETMOIDEKTOMI RETROGRADE :
1. Diseksi sel-sel etmoid posterior.
2. Evaluasi sel etmoid paling posterior.
3. Diseksi retrogade ke etmoid anterior.
4. Identifikasi atap etmoid.
5. Identifikasi a.etmoidalis anterior.
6. Identifikasi a.etmoidalis posterior.
7. Identifikasi dinding depan sinus sfenoid.
TAHAP OPERASI FESS
Tahap 5 – RESESUS FRONTAL DAN SINUS FRONTAL :
1. Diseksi resesus frontal.
2. Identifikasi ostium sinus frontal.

Tahap 6 – SFENOIDOTOMI :
1. Identifikasi dinding depan sinus sfenoid di sinus etmoid
posterior.
2. Penetrasi dinding anterior sinus sfenoid. Dapat melalui 3
arah; trans etmoid, transnasal melalui ostium sphe noid atau
transnasal melalui dinding anterior sinus sphenoid dalam
rongga hidung.
3. Evaluasi rongga sfenoid.
4. Manipulasi dalam sinus sphenoid selalu di daerah
inferomedial.
 Quo ad vitam : ad bonam.
PROGNOSIS  Quo ad functionam : ad bonam.
MASA PEMULIHAN 2 minggu – 3 Bulan.
PROSEDUR
SINUS PARASINALIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0018 5 5/5

Tanggal terbit

1 September 2010

PROSEDUR TETAP

BEDAH SINUS ENDOSKOPI


OUT PUT Dapat sembuh dengan resiko kekambuhan (rekuren).
PATOLOGI ANATOMI Bila mencurigakan ke arah keganasan.
OTOPSI T
Identitas pasien, diagnosis, terapi, penyulit, keadaan cavum nasi
CATATAN MEDIK dan sinus paranasal, rekurensi, penentuan waktu control.
PROSEDUR
EPISTAKSIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0019 5 1/2
Ditetapkan,
Tanggal terbit Direktur Utama,

1 September 2010

PROSEDUR TETAP
Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM.,Sp.OG
NIP. 19620301.199003.1.004
 Keluarnya darah dari hidung.
PENGERTIAN  Etiologi ; Trauma, deviasi, septi, tumor, hipertensi, perubahan
temperature, kelainan darah (Multifaktorial).
 Gerakan klinis; keluarnya darah dari nares anterior dan atau
nares posterior yang dapat timbul secara spontan.
KRITERIA DIAGNOSIS  Pemeriksaan Fisis THT.
 Pemeriksaan penunjang.
 Laboratorium rutin, CT and BT.
 Foto polos Water’s/Lat.
PEMERIKSAAN
 CT Scan.
PENUNJANG  Angiografi.
 Nasoendoskopi.
Perdarahan yang keluar dari hidung yang bukan primer dari
DIAGNOSIS BANDING rongga hidung dan struktur sekitarnya.
KONSULTASI Penyakit dalam, anak jika ada indikasi
Dilakukan jika keadaan umum jelek dan epistaksis masih
PERAWATAN RS berlangsung.
 Perbaiki keadaan umum, pasang infuse.
 Menghentikan perdarahan :
 Lokal ; sebaiknya pasien dalam posisi duduk, bersihkan
bekuan darah, pasang tampon efedrin 1-2% dan lidocalin
2% selama 5-10 menit, cari sumber perdarahan.
 Anterior : tampon efedrin/lidokalin 5-10 menit -> kaustik
dengan AgNO3 20-30% trichlor acetic acid 50% -> bila
gagal -> pasang tampon anterior boorzalf 1-2 hari.
TERAPI  Posterior : pasang tampon efedrin/lidokain 5-10 menit ->
gagal -> ulangi pemasangan tampon -> gagal -> pasang
tampon pada kedua kavum nasi -> gagal -> pasang
tampon Bellocq 2-3 hari -> gagal -> ligasi a. ethmoidalis
anterior, a. maksilaris interna, a. carotis eksterna.
 Sistemik :
 Obat hemostatik, antibiotika.
 Mencegah komplikasi.
 Mencegah berulangnya epistaksis.
PROSEDUR
EPISTAKSIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin HS.02.B21.1.0019 5 2/2
Bandung
Tanggal terbit

1 September 2010

PROSEDUR TETAP

KOMPLIKASI Infeksi, emboli, infark cerebri.


INFORMED CONSENT Secara lisan dan tulisan.
Ahli THT-KL dan Residen THT-KL yang sudah mempunyai
STANDAR TENAGA
kompetensi
LAMA PERAWATAN 1 – 3 hari
LUARAN Baik kalau tidak ada komplikasi
(PROGNOSIS)
PROSEDUR
NASOENDOSKOPI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0020 5 1/2
Ditetapkan,
Tanggal terbit Direktur Utama,

1 September 2010

PROSEDUR TETAP
Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM.,Sp.OG
NIP. 19620301.199003.1.004
Pemeriksaan nasal, nasofaring, orofaring, hipofaring, laring,
PENGERTIAN
trakea dan esophagus dengan menggunakan alat endoskop baik
rigid maupun fleksibel.
1. Nasoendoskopi diagnostic pada setiap penderita yang
TUJUAN
mempunyai keluhan ataupun kelainan di daerah saluran nafas
an saluran cerna bagian atas.
2. Nasoendoskopi terapeutik seperti mengeluarkan benda asing,
pemasangan tampon dan biopsy jaringan.
Tindakan dilakukan oleh dokter ahli THT-KL/residen THT-KL
KEBIJAKAN
yang dianggap mampu di bawah supervisi dokter THT-KL.
1. Persiapan alat :
PROSEDUR
a. Nasoendoskop yang akan digunakan dibersihkan
denganmenggunakan gaas bersih yang diberi cairan
antiseptic.
b. CCD Camera.
c. Light source dan light cable.
2. Persiapan pemeriksa :
a. Cuci tangan di air mengalir dan cairan antiseptic.
b. Pasang masker dan headschoen.
3. Persiapan penderita :
a. Dilakukan pemasangan tampon lidokain efedrin pada
kedua kavum nasi penderita selama 5- 10 menit.
b. Pada penderita usia lanjut dilakukan pemeriksaan tanda
vital berupa tekanan darah, denyut nadi, suhu, dan
pernafasan.
4. Tindakan :
a. Posisi penderita duduk tegak dengan kepala difiksasi oleh
asisten.
b. Pada penderita yang kooperatif, cukup diberikan anestesi
lokal sebelum tindakan.
c. Gagang endoskop dipegang dengan tangan kanan,
sedangkan ujung bebas endoskop dipegang dengan
tangan kiri.
d. Dengan hati-hati endoskop dimasukkan ke dalam salah
satu epiglottis, laring dan introitus esophagus dapat
PROSEDUR
NASOENDOSKOPI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0020 5 2/2

Tanggal terbit

1 September 2010

PROSEDUR TETAP

dievaluasi.
PROSEDUR
e. Saat memasuki kavum nasi, endoskop disusupkan searah
dengan dasar kavum nasi untuk mengevaluasi konka
inferior, kemudian endoskop diarahkan ke atas untuk
mengevaluasi konka media, meatus nasi media, konka
superior, meatus nasi superior dan resesus sfenoetmoid.
Setelah itu endoskop diarahkan menuju ke koana dan
nasofaring untuk menilai pergerakan palatum molle pada
saat penderita diinstruksikan untuk mengucapkan vocal “I”
dan mengevaluasi ostium tuba Eustachius dan fossa
Rosenmulleri, apakah terdapat sekret, darah ataupun
massa.
f. Untuk penggunaan endoskop fleksibel, pemeriksaan
dilanjutkan ke bawah melewati “post nasal space” menuju
orofaring dan epiglottis, plika ariepiglotika dan sinus
piriformis.
g. Endoskop fleksibel dimasukkan lagi sampai tampak laring,
di daerah ini dapat dievaluasi struktur laring, yaitu plika
ventrikularis, plika vokalis dan rima glottis.
h. Untuk mengevaluasi esophagus, masukkan endoskop
fleksibel melewati rima glottis.
i. Untuk mengevaluasi esophagus, masukan endoskop
fleksibel melewati sinus piriformis dan introitus esophagus
sambil menginstruksikan penderita untuk menelan ludah.
j. Setelah pemeriksaan selesai dilakukan, tarik endoskop
secara perlahan-lahan.
k. Bersihkan endoskop dengan cairan antiseptik.
l. Simpan endoskop dalam lemari penyimpanan.
PROSEDUR
RINOSKOPI POSTERIOR
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0021 5 1/2
Ditetapkan,
Tanggal terbit Direktur Utama,

1 September 2010

PROSEDUR TETAP
Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM.,Sp.OG
NIP. 19620301.199003.1.004
Rhinoskopi posterior adalah pemeriksaan cavum nasi dari
PENGERTIAN
belakang.
TUJUAN Untuk melihat cavum nasi bagian posterior.
Tindakan dilakukan oleh co-ass THT-KL, residen THT-KL.
KEBIJAKAN
Dibawah pengawasan spesialis THT-KL.
1. Persiapan alat :
PROSEDUR
- Spatula lidah.
- Cermin nasofaring (cermin rinoskopi posterior).
- Lampu spirtus.
2. Persiapan pasien :
- Informed concent.
3. Tindakan :
- Pasien duduk di depan pemeriksa, lutut kiri pemeriksa
bersentuhan dengan lutut kanan penderita.
- Pada penderita yang sangat sensitif pemeriksaan baru
dapat dimulai 5 menit setelah ke dalam faring diberikan
xylocain.
- Sebelum cermin nasofaring digunakan terlebih dahulu
dilidahapikan dengan lampu spirtus untuk mencegah
pengembunan pada cermin
- Temperatur cermin di cek dengan menyentuhkan pada
punggung tangan kiri. Tangkai cermin dipegang seperti
memegang pensil, cermin diarahkan ke atas.
- Pasien diminta untuk membuka mulut lebar-lebar. Pasien
diminta untuk bernafas dari hidung.
- Ujung spatula diletakkan pada punggung lidah, di muka
uvula, lidah ditekan ke bawah, hingga memperoleh tempat
yang cukup luas untuk menempatkan cermin.
- Masukkan cermin ke dalam faring antara faring dan
palatum molle kanan.
- Cermin disinari.
- Mula-mula diperhatikan bagian belakang septum dan
koana.
PROSEDUR
RINOSKOPI POSTERIOR
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0021 5 2/2

Tanggal terbit

1 September 2010

PROSEDUR TETAP

Tahap-tahap pemeriksaan :
PROSEDUR
a. Tahap 1 : Memeriksa bagian kanan penderita.
Karena cermin letaknya paramedian, maka kelihatan kauda
konka media kanan. Putar tangkai cermin ke medial sehingga
kelihatan margo posterior septum nasi ditengah-tengah
cermin. Putar tangkai cermin ke kanan sehingga kelihatan
konka. Tangkai cermin diputar terus ke kanan, kelihatan
ostium dan dinding-dinding tuba.
b. Tahap 2 : Memeriksa bagian kiri.
Putar tangkai cermin kle medial, hingga tampak margo
posterior dari septum nasi. Putar terus tangkai cermin ke kiri
sehingga tampak konka media kanan dan tuba kanan.
c. Tahap 3 : Memeriksa atap nasofaring.
Tangkai cermin mulai diputar kembali ke medial sehingga
pada cermin kelihatan margo posterior septum nasi.
d. Tahap 4 : Memeriksa kauda konka inferior.
Tangkai cermin direnahkan, atau cermin dinaikkan. Biasanya
kauda konka inferior tidak dapat dilihat, dapat dilihat bila
konka inferior hipertrofi.
PROSEDUR
RINOSKOPI ANTERIOR
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0022 5 1/2
Ditetapkan,
Tanggal terbit Direktur Utama,

1 September 2010

PROSEDUR TETAP
Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM.,Sp.OG
NIP. 19620301.199003.1.004
PENGERTIAN Rhinoskopi anterior adalah pemeriksaan cavum nasi dari depan.
TUJUAN Untuk melihat cavum nasi bagian anterior.
Tindakan dilakukan oleh co-ass THT-KL, residen THT-KL.
KEBIJAKAN
Dibawah pengawasan spesialis THT-KL.
1. Persiapan alat :
PROSEDUR
- Lampu kepala.
- Spekulum Hidung.
- Pinset bayonet.
- Kapas + aplikator.
- Kapas + larutan efedrin + lidokain.
- Lampu spirtus.
2. Persiapan pasien :
- Informed concent
Cara Pemeriksaan :
a. Pasien duduk menghadap pemeriksa dengan posisi kaki
sejajar tapi berlawanan arah.
b. Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi bentuk luar hidung
apakah ada deviasi atau depresi tulang hidung,
pembengkakkan di daerah hidung dan sinus paranasal.
Dengan jari dapat dipalpasi adanya krepitasi tulang hidung
atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan sinus
paranasal.
c. Pasang lampu kepala, fokuskan sejarak penderita dan
arahkan ke lubang hidung kiri/kanan depan.
d. Pegang speculum dengan tangan kiri dan masukkan ke
dalam lubang hidung untuk melihat vestibulum dan cavum
nasi dan segala isinya, bandingkan dengan hidung
disebelahnya.
e. Pada posisi agak menunduk pemeriksa dapat melihat; konka
inferior, dasar cavum nasi, septum nasi bagian bawah.
f. Pada posisi tegak dapat dilihat; konka inferior dan septum
nasi.
g. Pada posisi agak menengadah dapat dilihat; konka media,
meatus nasi media, apex septum nasi.
PROSEDUR
RINOSKOPI ANTERIOR
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0022 5 2/2

Tanggal terbit

1 September 2010

PROSEDUR TETAP

h. Setelah dinilai, speculum dikeluarkan engan posisi setengah


PROSEDUR
terbuka.
i. Bils konks membesar dan menutup struktur dibelakangnya
maka dapat diberikan kapas + larutan efedrin 1% dan 2%
pada cavum nasi selama 5 menit.
j. Yang diperiksa :
 Dasar cavum nasi :
Mukosa; hiperemis +/-, sekret +/- konsistensi dan volume
Korpus alienum
Tumor
 Konka inferior dan media :
Mukosa; hiperemis +/-, sekret +/-
Ukuran; atrofi atau kongesti
Tumor
 Meatus nasi inferior; dalam keadaan normal tidak tampak
karena tertutupi oleh konka inferior.
 Meatus nasi media :
Sekret +/- konsistensi dan volume
Polip +/-
Tunor +/-
 Septum nasi; mukosa hiperemi +/-, penebalan, deviasi,
abses.
 Fenomena palatum molle dapat dilihat dengan meminta
pasien mengucapkan “k, k, k, k, k,k “, dan jika tidak ada
sumbatan, maka palatum molle akan tampak naik pada
setiap pengucapan. Bila ada corpus alienum cavum nasi,
dapat dikeluarkan dengan menggunakan alat-alat THT-KL
yang ada. Posture test digunakan untuk menilai ada
tidaknya sekret di meatus nasi. Bila ada epistaksis baik
epistaksis anterior maupun epistaksis posterior bisa
digunakan tampon efedrin, kaustik maupun tampon bor zalf
untuk mengatasi perdarahannya.
PROSEDUR
RINITIS ALERGI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0023 5 1/1
Ditetapkan,
Tanggal terbit Direktur Utama,

1 September 2010

PROSEDUR TETAP
Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM.,Sp.OG
NIP. 19620301.199003.1.004
Adalah gangguan fungsi hidung, terjadi setelah pajanan allergen
PENGERTIAN
melalui inflamasi mukosa hidung yang diperantai IgE.
ETIOLOGI Alergen Indoor dan Outdoor, Polutan, dan Aspirin.
ARIA WHO 2008
KLASIFIKASI
1. RA Intermitten ringan
2. RA Intermitten sedang berat.
3. RA Persisten ringan.
4. RA Persisten sedang berat.
Bersin, hidung beringus, hidung tersumbat, hidung gatal, dan
GAMBARAN KLINIS
dapat disertai mata gatal dan berair.
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik rutin THT-KL
- Laboratorium.
PEMERIKSAAN
- Test alergi; tes kulit tusuk, eosinofil, kerokan hidung, IgE
PENUNJANG
spesifik.
- Nasoendoskopi.
- Gambaran klinik; Trias alergi ( anamnesis berdasarkan
DIAGNOSIS
kuesioner ARIA – WHO)
- Pemeriksaan fisik THT-KL.
- Pemeriksaan penunjang.
- Berdasarkan guide lines ARIA - WHO
PENATALAKSANAAN
- Pencegahan dan edukasi.
- Polip nasi.
KOMPLIKASI
- Rinosinusitis.
PROGNOSIS Baik bila penyebab diketahui.
LAMA PERAWATAN Tergantung perbaikan klinis
INFORMED CONCENT Secara lisan dan tertulis.
TENAGA STANDAR Spesialis THT-KL.
PROSEDUR
RINITIS KRONIS NON ALERGI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0024 5 1/1
Ditetapkan,
Tanggal terbit Direktur Utama,

1 September 2010

PROSEDUR TETAP
Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM.,Sp.OG
NIP. 19620301.199003.1.004
Rinitis non alergi (rinitis atropikans, rinitis vasomotor, NARES,
PENGERTIAN
dll).
- Keluhan :
KRITERIA DIAGNOSIS
Rinore, obstruksi nasi tanpa penyebab alergi, post nasal drips,
nyeri di daerah SPN, bersin, gatal. Riwyat penggunaan
dekongestan topical, hamil +/-, hipotirodisme, penyakit
granulomatosa, penyakit autoimun, penggunaan antihipertensi,
NSAIDS, beta blocker, kontrasepsi oral, dll.
- Pemeriksaan :
Rinoskopi, anterior, kongesti mukosa nasal, konka
pucat/normal, hiperemis, permukaan licin/berbenjol, sekret,
mukoid/serous, kelainan anatomi +/-, tumor +/-.
PEMERIKSAAN Eosinofil Kerokan hidung, Tes Kulit Tusuk, IgE spesifik.
PENUNJANG
- Gambaran klinik.
DIAGNOSIS
- Pemeriksaan fisis THT-KL.
- Pemeriksaan penunjang.
Pemberian obat-obatan simptomatik, anthistamin, anti infalamsi,
PENANGANAN
nasal dekongestan oral. Penderita dengan etiologi kelainan
anatomi, penyakit seistemik, tumor, penggunaan obat-obat
sistemik diterapi sesuai penyebabnya.
- Polip nasi
KOMPLIKASI
- Sinusitis paranasalis
PROGNOSIS Baik bila tidak terjadi komplikasi
LAMA PERAWATAN 1 – 3 hari (rawat jalan)
INFORMED CONCENT Secara lisan dan tertulis
TENAGA STANDAR Spesialis THT-KL.
PROSEDUR
KOREKSI SEPTUM HIDUNG
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0025 5 1/2
Ditetapkan,
Tanggal terbit Direktur Utama,

1 September 2010

PROSEDUR TETAP
Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM.,Sp.OG
NIP. 19620301.199003.1.004
Suatu tindakan operatif memperbaiki atau membuang bagian
PENGERTIAN
septum yang mengalami deviasi yang menyebabkan keluhan
subjektif penderitaberupa hidung tersumbat, sakit kepala, atau
kelainan-kelainan pada struktur disekitarnya.
Untuk mengembalikan fungsi normal nasal airway dan
TUJUAN
meminimalisasi keluhan.
Tindakan dilakukan oleh dokter ahli THT-KL atau residen THT-
KEBIJAKAN
KL yang diangap mampu di bawah supervisi dokter THT-KL.
1. Persiapan :
PROSEDUR
- Spoit 10 cc - Bisturi nomor11
- Respatorium - Ballenger knife
- Bone tang - Hammer
- Chisel/pahat - Gunting septum
2. Persiapan pasien :
- Pemeriksaan laboratorium darah lengkap (rutin dan
kimiadarah).
- Informed concent.
- Rontgent hidung (foto polos AP dan CT Scan)
- Rontgentthorax.
3. Tindakan :
- Dapat dilakukan anestesi lokal atau anestesi umum.
- Pasang tampon lidokain : adrenalin = 1: 100.000 pada nasi
D/S sebagai nasal dekongestan.
- Infiltrasi dengan lidokain : adrenalin = 1 : 100.000 pada
submukoperikondrium dan submuko-periosteum.
- Insisi 2 mm dibelakang mukokutaneus junction.
- Elevasi mukoperikondrium dan mukoperiosteum septum
dengan elevator.
- Buat insisi hemitransfiksi sisi kontralateral dan elevasi
mukoperikondrium dan mukoperiosteum septum
disebelahnya.
- Angkat bagian septum yang deviasi sedangkan bagian
yang tidak deviasi dipertahankan.
- Evaluasi pada cavum nasi sampai kesan longgar.
PROSEDUR
KOREKSI SEPTUM HIDUNG
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0025 5 2/2

Tanggal terbit

1 September 2010

PROSEDUR TETAP

- Tutup mukoperikondrium dan mukoperiosteu dengan


PROSEDUR
benang chromic 4-0/5-0.
- Pasang tampon cavum nasi bila diperlukan.
UNIT TERKAIT Bagian THT-KL
PROSEDUR
INSISI ABSES SEPTUM NASI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0026 1/1
Ditetapkan,
Tanggal terbit Direktur Utama,

1 September 2010
PROSEDUR TETAP

Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM.,Sp.OG


NIP. 19620301.199003.1.004
Upaya penyaliran cairan PUS (supurasi) subperiost dan
PENGERTIAN
perikondrium septum + pemasangan drain.
Abses septum harus segera diobati sebagai kasus darurat,
TUJUAN
karena komplikasinya berupa deformitas hidung akibat destruksi
tulang rawan, komplikasi intracranial atau septicemia.
Tindakan dilakukan oleh dokter ahli THT-KL atau residen THT-
KEBIJAKAN
KL yang diangap mampu di bawah supervisi dokter THT-KL.
1. Disinfeksi area tindakan.
PROSEDUR
2. Palpasi dan aspirasi untuk meyakinkan adanya PUS.
3. Lakukan insisi vertical selayar septum dengan pisau no. 11.
4. Drenase PUS + pasang drain + tampon boorzalf rongga
hidung.
5. Diberikan antibiotik dosis tinggi
6. Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan gula darah.
UNIT TERKAIT Bagian Laboratorium dan Bagian THT-KL.
PROSEDUR
TES KULIT TUSUK (SKIN PRICK TEST)
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0027 1/1
Ditetapkan,
Tanggal terbit Direktur Utama,

PROSEDUR TETAP

Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM.,Sp.OG


NIP. 19620301.199003.1.004
Tes kulit tusuk adalah tes alergi yang dilakukan secara epikutan
PENGERTIAN
(epidermis) dengan menggunakan berbagai macam alergen
untuk membuktikan adanya suatu IgE spesifik terhadap alergen
yang di uji berdasarkan reaksi hipersensitifitas tipe I.
Dilakukan oleh dokter THT-KL yang mempunyai kompetensi
KEBIJAKAN
(sudah terlatih).
 Untuk mengetahui adanya rinitis alergi.
TUJUAN
 Untuk mengetahui adanya kausa alergi pada kasus polip nasi,
refluks laringofaring, rino sinusitis, otitis media, stomatitis,
laryngitis atau otitis eksterna, asma bronschal.
1. Desinfeksi bagian volar lengan bawah yang akan dilakukan
CARA
tes dengan kapas alcohol 70%.
2. Gambar kotak-kotak dengan spidol yang jumlahnya sesuai
dengan jumlah allergen yang akan di tes.
3. tambahkan kotak untuk control negatif dan control positif
pada setiap tes.
4. tiap kotak diberi nomor sesuai dengan penomoran jenis
allergen, selanjutnya kotak tersebut ditetesi dengan allergen
masing-masing.
5. kemudian dilakukan cukit pada masing-masing kotak dengan
menggunakan jarum steril no.26 dengan sudut kemiringan ±
45° pada epidermis.
6. lakukan pembacaan hasil setelah 15 menit dengan mengukur
diameter horizontal dan vertikal dari bintul (wheal) yang
terjadi.
7. setelah itu penderita tetap dipantau selama 10 menit untuk
melihat ada tidaknya efek samping.
Dengan mengukur diameter bintul vertikal dan horizontal
INTERPRETASI
a. Negatif : Tidak ada reaksi
b. Positif satu : 1 mm di atas kontrol negatif
c. Positif dua : 1 – 3 mm di atas kontrol negatif
d. Positif tiga : 3 – 5 mm di atas kontrol negatif
e. Positif empat : >5 mm di atas kontrol negatif
Dikatakan hasil tes kulit tusuk positif, bila hasil minimal positif 3.
PROSEDUR
REAKSI ANAFILAKSIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0028 1/2
Ditetapkan,
Tanggal terbit Direktur Utama,

1 September 2010
PROSEDUR TETAP

Dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM.,Sp.OG


NIP. 19620301.199003.1.004
Merupakan tindakan penyelamatan yang segera dilakukan, pada
PENGERTIAN
kasus dengan reaksi anafilaksis.
TUJUAN Untuk mengurangi gejala atau sembuh dari gejala.
Tindakan oleh dokter ahli THT-KL dan pemeriksaan oleh laboran
KEBIJAKAN
atau dokter THT-KL yang mempunyai kompetensi atau residen
THT-KL di bawah pengawasan dokter THT-KL.
1. Tetap tenang.
PROSEDUR
2. Segera tentukan derajat berat reaksi dengan menilai nafas,
kesulitan menelan, mengi, gerak nafas yang cepat.
3. Untuk kemerahan kulit saja berikan antihistamin dengan kerja
cepat misalnya difenhidramin 50 mg atau IM 5 mg/kg diikuti
antihistamin kerja lama (50 mg hydroksizin eliksir oral atau IM
1 mg/kg) atau ulang difenhidramin setiap 4 jam untuk 8 – 12
jam. Awasi pasien sampai kemerahan kulit menghilang dan
yakin gejala lain tidak timbul.
4. Pemberian alternatif adrenalin dapat diberikan IM dengan
0,15 ml (anak) atau 0,30 (dewasa) 1 : 1000.
5. Untuk reksi vagal, dudukan atau rebahkan pasien, berikan
rangsang bau atau atropin 0,30 mg (anak), 0,60 mg (dewasa)
IM/IV, sementara siapkan pemberian cairan IV, pantaulah
tekanan darah dan denyut jantung sampai menjadi normal.
6. Untuk reaksi sistemik dengan keterlibatan saluran nafas atau
anafilaksis, dudukan pasien, jangan baringkan pasien
dengan kesulitan bernafas. Pasang tourniquet di atas
tempast suntikkan. Berikan epinefrin 1 : 1000, 0,01 ml/kg
sampai 0,30 ml (anak) IM, ¼ dosis di atas tempat pemberian
suntikkan dan ¾ dosis di atas torniket. Epinefrin dapat
diulang setiap 3 – 5 menit.
PROSEDUR
REAKSI ANAFILAKSIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung HS.02.B21.1.0028 2/2

Tanggal terbit

1 September 2010
PROSEDUR TETAP

7.Medikasi lain ialah pemberian difenhidramin 50 mg oral/IM


PROSEDUR
atau 5 mg/kg, H2 blocker seperti ranitidine 75 mg oral/25 mg
IV ( sampai usia 6 tahun) – 150 mg oral/50 mg IV (usia 6
tahun atau lebih).
8. Predison 0,5 – 1 mg/kg oral atau metilpredniloson 0,51 mg/kg
IV.
9. Siapkan pemberian cairan atau obat IV dan sediakan
peralatan resusitasi.

Anda mungkin juga menyukai