Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

FUNCITONAL ENDOSCOPIC SINUS SURGERY


DI OK SENTRAL/IBS RS ULIN

Disusun Oleh:

Nama : Rizka Amalia

NIM : P07120217077

Semester : IV

Prodi : Diploma IV Keperawatan

Kelompok :2

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN
BANJARMASIN
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

FUNCITONAL ENDOSCOPIC SINUS SURGERY

A. DEFINISI
FESS adalah singkatan dari Functional Endoskopic Sinus Surgery,
atau Bedah Endoskopi Sinus Fungsional adalah bedah sinus yang dilakukan
dengan penggunaan alat endoskopi dengan tujuan melakukan eradikasi
penyakit, memperbaiki pengudaraan (aerasi) dan drainase sinus dengan
prinsip mempertahan fungsi sinus secara fisiologis.
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) atau Functional
Endoscopic Sinus Surgery (FESS) merupakan prosedur invasif minimal
yang dilakukan untuk memulihkan aliran mukosilier dengan cara
mengeluarkan jaringan-jaringan yang mengobstruksi kompleks ostiomeatal
(KOM) (Al-Mujaini et al., 2009).

B. TUJUAN
Tujuan FESS dalam pengobatan adalah untuk menghilangkan segala
penghalang anatomi yang mencegah drainase mukosa yang tepat. FESS
standar mencakup pengangkatan proses uncinate, dan pembukaan sel udara
ethmoid anterior dan sel Haller serta ostium rahang atas, jika perlu. Jika ada
polip hidung yang menghalangi ventilasi atau drainase, mereka juga
dihilangkan.

C. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI


1. Indikasi
Indikasi FESS paling banyak untuk penanggulangan Sinusitis
Menahun (Rinosinustis Kronik) yang sebelumnya telah mendapatkan
pengobatan konservatif selama 2- 3 bulan, kecuali sinusitis yang
mengalami komplikasi perlu pertimbangan lain untuk melakukan FESS
lebih awal. Indikasi FESS adalah sebagai berikut:
a. Absolut:
1) Tumor
2) Komplikasi rhinosinusitis
3) Mukokel sinus
4) Sinusitis jamur
5) Ensefalokel
6) Kebocoran cairan serebrospinal
b. Relatif:
1) Rhinosinusitis kronik
2) Nyeri kepala disertai nyeri pada wajah
3) Sinusitis akut berulang
4) Epitaksis
5) Polip nasal
2. Kontraindikasi
FESS tidak dianjurkan pada pasien dengan penyakit kelainan
darah (leukemia, anemi dsb) sehingga dikhawatirkan akan
menimbulkan perdarahan yang yang sulit diatasi. Pasien yang
mengkonsumsi obat-obat anti-koagulasi (golongan salisilat) sebaiknya
sudah menghentikan konsumsi obat tsb 6-8 hari sebelum operasi.
Pasien dengan penyakit sistemik kronik sebaiknya sangat
dipertimbangkan untuk dengan hati-hati untuk dilakukan FESS. FESS
tidak dianjurkan pada sinusitis akut, kecuali terjadi komplikasi sinusitis
berat dan setelah pengobatan koservatif yang adekuat.
Kontraindikasi FESS adalah sebagai berikut:
a) Osteitis atau osteomielitis tulang frontal yang disertai
pembentukansekuester.
b) Pasca operasi radikal dengan rongga sinus yang mengecil
(hipoplasi).
c) Penderita yang disertai hipertensi maligna, diabetes mellitus,
kelainan hemostasis yang tidak terkontrol.
D. PENATALAKSANAAN/JENIS-JENIS TINDAKAN
1. Tindakan
Sewaktu melakukan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional
(BSEF), pasien dibaringkan dalam posisi supine di atas meja operasi.
Ahli bedah yang bertugas akan berada di sebelah kanan pasien dalam
posisi duduk ataupun berdiri. Teknik operasi BSEF adalah secara
bertahap, mulai dari yang paling ringan yaitu infundibulektomi, BSEF
mini sampai frontosfenoidektomi total. Tahap operasi disesuaikan
dengan luas penyakit, sehingga tiap individu berbeda jenis atau tahap
operasi. Berikut ini adalah prosedur operasi BSEF/FESS:
a. Infundibulektomi
Pertama perhatikan akses ke meatus medius, jika sempit
akibat deviasi septum, konka bulosa atau polip, koreksi atau angkat
polip terlebih dahulu. Tidak setiap deviasi septum harus dikoreksi,
kecuali diduga sebagai penyebab penyakit atau dianggap akan
mengganggu prosedur endoskopik. Sekali-kali jangan melakukan
koreksi septum hanya agar instrumen besar bisa masuk.
Tahap awal operasi adalah membuka rongga infundibulum
yang sempit dengan cara mengangkat prosesus uncinatus sehingga
akses ke ostium sinus maksila terbuka. Selanjutnya ostium dinilai,
apakah perlu diperlebar atau dibersihkan dari jaringan patologik.
Dengan membuka ostium sinus maksila dan infundibulum maka
drainase dan ventilasi sinus maksila pulih kembali dan penyakit di
sinus maksila akan sembuh tanpa melakukan manipulasi di
dalamnya.
Jika kelainan hanya di sinus maksila, tahap awal operasi ini
sudah cukup. Tahap operasi semacam ini disebut sebagai Mini FESS
atau BSEF Mini. Prosesus uncinatus harus diangkat secara lengkap
supaya tidak mengganggu visualisasi pada tahap seterusnya. Jika
tidak, ini akan dapat menyebabkan operasi ini gagal. Selain itu,
harus berhati-hati supaya tidak terjadi penetrasi ke dinding orbita
media ketika mengangkat prosesus uncinatus.
b. Eksenterasi sinus maksila
Setelah mengangkat prosesus uncianatus, ostium sinus
maksila harus diidentifikasi dan dipotong dengan menggunakan
cunam cutting. Pengangkatan kelainan ekstensif di sinus maksila
seperti polip difus atau kista besar dan jamur masif, dapat
menggunakan cunam bengkok yang dimasukkan melalui ostium
sinus maksila yang telah diperlebar. Dapat pula dipertimbangkan
memasukkan cunam melalui meatus inferior jika cara diatas gagal.
Ketika melakukan teknik ini harus berhati-hati supaya tidak
penetrasi ke lamina papiracea.
c. Etmoidektomi retrograde
Seterusnya, operasi dilanjutkan dengan etmoidektomi, sel-
sel sinus dibersihkan termasuk daerah resesus frontal jika ada
sumbatan di daerah ini dan jika disertai sinusitis frontal. Setelah
tahap awal tadi (BSEF Mini), sebaiknya mempergunakan teleskop
00, dinding anterior bula etmoid diidentifikasi dan diangkat sampai
tampak dinding belakangnya yaitu lamina basalis yang membatasi
sel-sel etmoid anterior dan posterior. Jika ada sinus lateralis, maka
lamina basalis akan berada dibelakang sinus lateralis ini. Lamina
basalis berada tepat di depan endoskop 00 dan tampak tipis keabu-
abuan, lamina ditembus di bagian infero-medialnya untuk membuka
sinus etmoid posterior. Selanjutnya selsel etmoid posterior
diobservasi dan jika ada kelainan, sel-sel dibersihkan dan atap sinus
etmoid posterior yang merupakan dasar otak diidentifikasi.
Identifikasi dasar otak di sinus etmoid posterior sangat
penting mencegah penetrasi dasar otak pada pengangkatan sel
etmoid selanjutnya. Dengan jejas dasar otak sebagai batas atas
diseksi, maka diseksi dilanjutkan ke depan secara retrograde
membersihkan partisi sel-sel etmoid anterior sambil memperhatikan
batas superior diseksi adalah tulang keras dasar otak (fossa krani
anterior), batas lateral adalah lamina papiracea dan batas medial
konka media. Disini mempergunakan teleskop 00 atau 300. Cara
membersihkan sel etmoid anterior secara retrograde ini lebih aman
dibandingkan cara lama yaitu dari anterior ke posterior dengan
kemungkinan penetrasi intrakranial lebih besar.
d. Sfenoidektomi
Sfenoidektomi memerlukan perencanaan yang matang.
Perhatikan letak n.optikus, a.karotis dan apakah ujung septum
intersfenoid melekat pada a.karotis sehingga jika diangkat dapat
menyebabkan ruptur arteri yang fatal. Setelah ostium sinus sfenoid
diidentifikasi, harus diperlebarkan dengan menggunakan cunam
jamur. Manipulasi di sinus sfenoid harus dilakukan secara hati-hati
karena n.optikus dan a.karotis berada di daerah laterosuperior, maka
sebaiknya diseksi di bagian medial dan inferior saja.
e. Sinus frontal
Secara umum, teknik ini tidak dilakukan jika tidak ada
kelainan pada sinus frontal. Akan tetapi jika ada kelainan, maka
teknik ini ditangani dengan penuh perhatian supaya meminimalkan
cedera pada mukosa. Apabila diindikasi untuk operasi sinus frontal,
teleskop 45° ataupun 70° sangat bermanfaat. Beberapa penyebab
ostium sinus frontal tersembunyi adalah jaringan udem,
polip/popipoid, sisa prosesus uncinatus di bagian superior, variasi
anatomi seperti sel-sel agger nasi yang meluas ke posterior, bula
etmoid meluas ke anterior, sel supra-orbital sangat cekung
menyerupai kedalaman sinus frontal dan lainnya. Semua ini
dibersihkan dengan cunam Blekesley upturned, cunam-cunam
jerapah atau kuret J dipandu endoskop 300 dan 700 , dengan
memperhatikan luasnya sinus frontal pada gambar CT, serta
mengingat lokasi drenase sinus frontal, kekeliruan membuka ostium
sinus frontal dapat dihindari.
Kista atau polip di sinus frontal dapat dibersihkan dengan
menarik ujung polip yang dapat dicapai dengan cunam jerapah,
biasanya seluruh polip ikut tertarik keluar. Polip yang berada di
ujung lateral sinus frontal merupakan kontraindikasi tindakan BSEF
karena tidak dapat dicapai dengan teknik ini, dalam hal ini harus
dilakukan pendekatan ekstranasal. Jaringan parut masif yang
menutup ostium juga merupakan kontraindikasi BSEF.
Pada keadaan ini operasi trepinasi sinus frontal yang
dikombinasi endoskopi merupakan pilihan. Setelah resesus frontal
dan infudibulum dibersihkan, maka jalan ke sinus frontal dan
maksila sudah terbuka, drenase dan ventilasi akan pulih dan kelainan
patologik di kedua sinus tersebut akan sembuh sendiri dalam
beberapa minggu tanpa dilakukan suatu tindakan didalamnya.
f. Nasal packing
Sebelum dilakukan terminasi, semua sinus harus diperiksa
kembali dan memastikan bahwa pendarahan telah dikontrol.
Packing harus dilakukan di meatus medialis agar dapt mencegah
terjadinya lateralisasi pada konka tengah.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan
Gambar CT Scan penting sebagai pemetaan yang akurat untuk
panduan operator saat melakukan operasi. Berdasarkan gambar CT scan
tersebut, operator dapat mengetahui daerah-daerah rawan tembus dan
dapat menghindari daerah tersebut atau bekerja hati-hati sehingga tidak
terjadi komplikasi operasi.
2. Naso-endoskopi prabedah
Pada pemeriksaan ini operator dapat menilai kelainan rongga
hidung, anatomi dan variasi dinding lateral misalnya meatus media
sempit karena deviasi septum, konka media bulosa, polip meatus media,
dan lainnya. Sehingga operator bisa memprediksi dan mengantisipasi
kesulitan dan kemungkinan timbulnya komplikasi saat operasi.
F. PATHWAY KEPERAWATAN (YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KASUS TINDAKAN)

PRE OPERATIF INTRA OPERATIF POST OPERATIF

RENCANA PEMBIUSAN PEMBEDAHAN DIBAWAH


PEMBEDAHA PENGARUH
N ANASTESI

KURANG GENERAL SUHU


KESADARAN
INFORMASI ANASTESI LINGKUNGAN
BELUM
YANG RENDAH
SEMPURNA

PPENURUNAN
KURANG KESADARAN LINGKUNGAN
PENGETAHUAN
PENURUNAN YANG TIDAK
TENTANG
SUHU TUBUH AMAN
PROSEDUR
PEMBEDAHAN PENURUNAN
DAN PROGNOSIS FUNGSI OTOT
PERNAPASAN PASIEN BERGERAK
RISIKO
TIDAK
HIPOTERMI
TERKONTROL
ANSIETAS

KETIDAKEFEKTIFA
N POLA NAPAS
RISIKO JATUH
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN, INTERVENSI, DAN RASIONAL
1. Pre operasi
a. Ansietas b.d defisiensi pengetahuan
NOC NIC RASIONAL

Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Memudahkan


asuhan keperawatan kecemasan pemberian
diharapkan: 2. Berikan intervensi yang
1. Pasien mampu kesempatan klien tepat
mengidentifikasi untuk 2. Membantu
dan mengungkapkan mengurangi
mengungkapkan perasaannya ansietas
gejala cemas 3. Berikan dorongan 3. Menciptakan
2. Mengidentifikasi, spiritual ketenangan batin
mengungkapkam 4. Ajarkan klien sehingga
dam ,enunjukkan relaksasi napas kecemasan dapat
teknik untuk dalam berkurang
mengontrol cemas 4. Membuat pasien
3. Postur tubuh, merasa lebih
ekspresi wajah, rileks dan
bahasa tubuh, dan pengalihan dari
tingkat aktivitas rasa cemasnya
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

2. Intra Operasi
a. Ketidakefektifan pola napas
NOC NIC INTERVENSI

Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien 1. Posisi tubuh yang


asuhan keperawatan yang salah bisa
diharapkan: memaksimalkan
1. Pasien ventilasi/ sesuai mengganggu
menunjukkan instruksi ventilasi
jalan napas yang 2. Monitor respirasi 2. Mengetahui
paten dan status O2 kebutuhan O2
2. Pola nafas klien 3. Monitor vital sign pasien
normal 4. Lakukan suction 3. Mengetahun
3. Oksigenasi 5. Pasang alat bantu kondisi
pasien dalam jalan napas (ETT, perkembangan
batas normal Oksigen) pasien
4. Monitor vital 4. Mempertahankan
sign dalam batas kepatenan jalan
normal napas
5. Pemasangan alat
bantu jalan napas
untuk membantu
sebagian atau
seluruh proses
pernapasan untuk
mempertahankan
oksigenasi

b. Risiko hipotermi b.d suhu lingkungan yang rendah


NOC NIC RASIONAL

Setelah dilakukan 1. Kontrol suhu 1. Menurunkan faktor


asuhan keperawatan lingkungan risiko hipotermi
diharapkan: 2. Gunakan 2. Meningkatkan
1. Suhu tubuh convective suhu tubuh pasien
pasien dalam warming jika yang menurun
batas normal diperlukan 3. Mengetahui jika
3. Monitor suhu terjadi perubahan
tubuh pasien suhu tubuh
3. Post operasi
a. Risiko jatuh
NOC NIC RASIONAL

Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien 1. Meminimalkan


asuhan keperawatan tidur sesuai risiko jatuh pada
diharapkan: instruksi pasien
1. Tersedianya 2. Pasang 2. Menjaga tempat
lingkungan yang pengaman pada tidur pasien agar
aman dan tempat tidur tetap aman
nyaman bagi pasien 3. Mengetahui
pasien 3. Kaji tingkat kestabilan pasien
2. Mengurangi kesadaran 4. Memberi
risiko jatuh pada 4. Damping pasien penjagaan untuk
pasien post saat belum sadar keamanan pasien
operasi penuh dan saat pasien belum
rangsang pasien sadar penuh
agar sadar penuh
H. Gambar
A. DAFTAR PUSTAKA
Al-Mujaini A, dkk. 2009. Functional Endoscopic Sinus Surgery:
Indication and Complication in the Ophtalmic Field. OMJ.
Nanda. 2018. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-
2020. Buku Kedokteran: EGC.
Amin & Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus
Jilid 1. Yogyakarta: Medication.
Samanthan, Archana. 2013. Penelitian Karakteristik Penderita Yang
Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) di
Departemen THT-KL RSUP Haji Adam Malik Medan dari
Periode 2008-2012. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera
Utara.

Anda mungkin juga menyukai