Disusun oleh:
Tesa Iswa Rahman
NIM: 11-2015-141
Dokter Pembimbing:
dr. IWAN HERTANTYO, Sp THT
Pendahuluan
Bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus
Surgery (FESS) merupakan suatu prosedur yang invasif minimal, saat ini populer sebagai
teknik operasi terkini dalam penatalaksanaan sinusitis kronik, polip hidung, tumor hidung dan
sinusitis paranasal, serta kelainan lainnya. Teknik bedah ini pertama kali dianjrkan oleh
Messerklinger dan dipopulerkan oleh Stammberger dan kennedy dengan sebutan Functional
Endoscopic Sinus Surgery. Tujuan utama BSEF adalah memulihkan aliran mukosilier di
suatu daerah di dinding lateral rongga hidung yang disebut komplek osteomeatal (KOM). 1
Pioner dari FESS adalah Messerklinger dan Wigand pada akhir 1970 ,dimana saat ini
telah dikembangkan lebih jauh oleh para ahli bedah hidung dan sinus yang disertai dengan
semakin majunya perkembangan pencitraan sehingga pengertian akan anatomi dan
patofisiologi dari sinusitis kronik memungkinkan para ahli bedah untuk melakukan tindakan
operasi yang lebih kompleks dengan lebih aman.1
Bedah ini dilakukan dengan penggunaan alat endoskopi dengan tujuan melakukan
eradikasi penyakit, memperbaiki pengudaraan (aerasi) dan drainase sinus dengan prinsip
mempertahan fungsi sinus secara fisiologis. Penggunaan endoskopi tujuannya adalah untuk
mendapatkan pandangan yang jelas dan akurat organ sinus paranasal sehingga ahli THT-KL
akan dapat bekerja lebih akurat, jelas dan dapat mengangkat kelainan sinus saja tanpa
merusak jaringan yang sehat dan masih perlu dipertahankan secara fungsional. Operasi FESS
ini dapat dimasukkan dalam kategori operasi Minimal Invasif, yaitu operasi yang seminimal
mungkin merusak jaringan sehat untuk eradikasi penyakitnya dan mempertahankan fungsi
organ yang dioperasi semaksimal mungkin.1
Pembahasan
Anatomi Terkait
Pengetahuan yang mendalam dan pemahaman tentang anatomi dinding lateral hidung
dan sinus, dalam hubungannya dengan CT scan pra operasi, adalah hal yang terpenting dalam
kinerja bedah sinus endoskopi yang aman dan lengkap. Uraian anatomi endonasal berikut
adalah gambaran secara kasar berdasarkan urutan diseksi selama endoskopi dan operasi
hidung.2
Arteri karotis interna bagian paling posterior dan medial biasanya terlihat dalam sinus
sphenoid. Pada sekitar 7 % dari kasus, tulang mengalami dehisiasi (dehiscent).2
Saraf optik dan tulang pembungkusnya (encasement) menghasilkan lekukan
anterosuperior dalam atap sinus sphenoid. Pada 4% dari kasus, tulang sekitar saraf optik
mengalami dehisiasi. Oleh karena itu, pembukaan yang terkendali (controlled opening) dari
sinus sphenoid, biasanya pada ostium natural, sangat penting untuk hasil yang aman. Lokasi
ostium natural dari sinus sphenoid bervariasi. Pada sekitar 60% kasus, ostium terletak pada
medial konka superior, dan sekitar 40 % terletak pada lateral konka superior.2
Resesus Frontalis
Resesus frontalis atau frontal sinus outflow tract, adalah saluran yang mengarah dari
sinus frontal ke rongga hidung. Seringkali, bula ethmoid merupakan perbatasan posteriornya.
Pada bagian anterior, saluran ini berbatasan dengan prosesus uncinatus atau sel-sel agger
nasi (sel udara ethmoid fronto-anterior). Jika salah satu dari sel-sel ini membesar atau jika
terdapat jaringan parut dari operasi sebelumnya, dapat terjadi obstruksi outflow tract yang
menyebabkan sinusitis frontal. Biasanya, dinding medial dari resesus frontalis dibentuk oleh
lamina papyracea.2
Definisi FESS
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus
Surgery (FESS) adalah teknik operasi pada sinus paranasal dengan menggunakan endoskop
yang bertujuan memulihkan mucocilisry clearance dalam sinus. Prinsipnya ialah membuka
dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan
infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembail melalui ostium alami.2
Dengan alat endoskop maka mukosa yang sakit dan polip-polip yang menyumbat
diangkat sedangkan mukosa sehat tetap dipertahankan agar transportasi mukosilier tetap
berfungsi dengan baik sehingga terjadi peningkatan drenase dan ventilasi melalui ostiumostium sinus. Teknik bedah BSEF sampai saat ini dianggap sebagai terapi terkini untuk
sinusitis kronik dan bervariasi dari yang ringgan yaitu hanya membuka drenase dan ventilasi
kearah sinus maksilaris (BSEF mini) sampai kepada pembedahan lebih luas membuka
seluruh sinus (fronto-sfeno-etmoidektomi). Teknik bedah endoskopi ini kemudian
berkembang pesat dan telah digunakan dalam terapi bermacam-macam kondisi hidung, sinus
dan serah sekitar seperti mengangkat tumor hidung dan sinus paranasal, menambal kebocoran
liquor serebrospinal, tumor hipofisa, tumor dasar otak sebelah anterior, media bahkan
Persiapan Operasi
6
Teknik BSEF dapat dilakukan dalam anastesi lokal atau umum. Umumnya anatesi
lokal dilakukan jika prosedur ringan seperti BESF mini atau lainnya. Pada anastesi lokal,
manipulasi daerah lamina papirasea dan dasar otak akan menghasilkan rasa nyeri dan ini
merupakan tanda untuk mencegah penetrasi, tetapi menurut kepustakaan, tidak terbukti
anastesi lokal lebih aman dibanding anastesi umum dengan teknik hipotensi terkendali pada
operasi endoskopi.5
Diperlukan teknik anastesi lokal yang mampu memberikan vasokonstriksi yang baik.
Anastesi topikal adalah dengan larutan lidokain, pantokain, atau xylokain 2% dicampur
epinefrin 1:100.000 dalam konsentrasi 4:1. Kapas kecil bertali dibasahi larutan ini, diperas
kuat-kuat, dimasukkan ke meatus medius dengan panduan endoskop dibiarkan selama 10
menit. Dapat pula memakai analgesi-vasokonstriktor kuat seperti Co-phenylcaine Forte spray.
Anastesi infiltrasi adalah dengan lidokain 2% dan epinefrin 1:80.000-100.000, disuntikkan
dengan jarum panjang diatas perlekatan konka media, prosesus unsinatus dan foramen
sfenopalatina. Saat ini anastesi umum dengan teknik hipotensi terkendali merupakan teknik
anastesi yang paling populer baik di negara barat maupun di Indonesia. Teknik kendali
hipotensi akan mengurangi perdarahan sehingga lapang pandang operasi lebih jelas dan
kemungkinan komplikasi terhindar, di samping pasien lebih nyaman demikian pula operator
dapat bekerja lebih baik dan tenang.5
Tahapan Operasi
Tujuan BSEF adalah membersihkan penyakit di kompleks osteomeatal dengan
panduan endoskopi dan memulihkan kembali drainase dan ventilasi sinus besar yang sakit
secara alamiah. Prinsip BSEF adalah bahwa hanya jaringan patologik yang diangkat
sedangkan jaringan sehat dipertahankan agar tetap berfungsi. Teknik operasi BSEF adalah
secara bertahap mulai dari yang paling ringan yaitu infundibulektomi, BSEF mini sampai
frontosfenoidektomi total. Tahap operasi disesuaikan dengan luasnya penyakit. Berikut ini
dijelaskan tahapan operasi yaitu : 1) Unsinektomi, 2) Antrostomi meatus medius, 3)
Etmoidektomi anterior, 4) Etmoidektomi posterior, 5) Sfenoidektomi, 6) Bedah sinus frontal.9
Indikasi tahapan tersebut tergantung dari luasnya penyakit dan variasi anatomi. Cara
melakukan tahapan BSEF tersebut tergantung dari teknik operasi yang dikuasai operator dan
ketersediaan alat yang memadai. BSEF sebaiknya dilakukan dalam anestesi umum, sebelum
dilakukan pembedahan
diperlebar dengan forsep sharp cutting, bagian inferior, posterior dan anterior. Jika ada
ostium asesorius akan diperluas kearah posterior sehingga bersatu dengan ostium alami.
Ostium yang baru diameternya setidaknya lebih dari 1 cm akan mengurangi resiko stenosis
karena skar.11
Selanjutnya isi antrum dievaluasi dengan teleskop 30, perhatian ditujukan pada
kondisi mukosa, apakah ada polip, kista dan lain-lain. Dapat dinilai juga gambaran kanal
jalan arteri dan nervus infraorbitalis di atap antrum. Jika ada ostium asesori, maka harus
disatukan dengan ostium asli, diperlebar hingga keduanya bersatu. Sebenarnya prosedur
pelebaran ostium ini tidak rutin dikerjakan kecuali ostium tersumbat oleh jaringan edema,
hipertrofi atau ada massa polip, jika perlu diperlebar dianjurkan ke arah anterior memotong
fontanela anterior dan ke arah posterior dengan memotong fontanela posterior.11
Etmoidektomi anterior
Apabila ditemukan sinusitis etmoid maupun polip, operasi dilanjutkan dengan
etmoidektomi, sel-sel sinus dibersihkan termasuk resessus frontal jika ada sumbatan didaerah
ini dan jika disertai sinusitis frontal. Gunakan teleskop 0 sampai teridentifikasi daerah
mayor. Kemudian identifikasi dan membuka bula dengan menggunakan forsep atau
mikrodebrider. Identifikasi juga dinding orbital medial sedini mungkin saat dilakukan
prosedur. Dengan menggunakan teleskop 0 dinding anterior bula etmoid ditembus dan
diangkat sampai tampak dinding belakangnya yaitu lamina basalis yang membatasi sel-sel
etmoid anterior dan posterior. Jika ada sinus lateralis maka lamina basalis akan berada
dibelakang sinus lateralis ini.10
Etmoidektomi posterior
Apabila sudah memasuki etmoid posterior, maka teleskop secara perlahan ditarik agar
didapatkan pandangan keseluruhan dari lamina basalis. Lamina basalis tampak tipis keabuabuan, lamina basalis ditembus dibagian infero-medial untuk membuka sinus etmoid
posterior. Selanjutnya sel-sel etmoid posterior (umumnya sel-selnya besar) diobservasi dan
jika ada kelainan sel-selnya dibersihkan dan atap sinus etmoid posterior yang merupakan
dasar otak di identifikasi sebagai tulang keras yang letaknya agak horizontal. Saat diseksi di
sinus etmoid posterior, harus di ingat adanya sel Onodi. Jika ada sel etmoid yang sangat
berpneumatisasi, berbentuk piramid dengan dasarnya menghadap ke endoskopi, ini adalah sel
Onodi. Sebaiknya hindari trauma pada daerah ini karena dapat terjadi trauma pada arteri
karotis interna dan nervus optikus.10
Sfenoidektomi
Teknik yang biasa dilakukan adalah sfenoidotomi bukan sfenodektomi, yaitu hanya
membuka sinus sfenoid. Ini bukan prosedur rutin BSEF. Didalam sinus ada kanal nervus
optikus dan arteri karotis sehingga manipulasi daerah ini dapat berakibat kebutaan, kebocoran
10
likuor atau perdarahan hebat. Sfenodektomi memerlukan perencanaan yang matang. Metode
paling aman untuk memasuki sfenoid adalah dari dalam sinus etmoid. Mengidentifikasi
meatus superior dan konka superior dengan meraba kearah medial diantara konka medius dan
superior. Kemudian dilakukan reseksi bagian inferior dari konka superior dengan
menggunakan forsep atau mikrodebrider. Raba ostium sinus sfenoid pada bagian medial
dimana konka superior direseksi. Pelebaran ostium dengan menggunakan Stammberger
mushroom punch dan Hajek rotating sphenoid punch.10
Bedah sinus frontal
Untuk memperbaiki drainase sinus frontal dan membuka ostium sinus frontal, resesus
frontal harus dibersihkan terlebih dahulu. Diseksi disini menggunakan cunam Blakesley
upturned dipandu endoskop 30. Setelah sel-sel resesus frontal dibersihkan, ostium biasanya
langsung tampak. Lokasi ostium dapat di identifikasi berdasar tempat perlekatan superior dari
prosesus unsinatus. Jika perlekatan tersebut pada orbita maka drainase dan lokasi ostium ada
disebelah medial perlekatan unsinatus. Jika unsinatus melekat pada dasar otak atau konka
media, maka drainase dan ostium ada disebelah lateral perlekatan. Panduan ini terutama
diperlukan jika ostium tersembunyi oleh polip, sel-sel frontal dan variasi anatomi.10
Beberapa penyebab ostium sinus frontal tersembunyi adalah jaringan edema, polip,
sisa prosesus unsinatus di bagian superior, variasi anatomi seperti sel-sel agger nasi yang
meluas ke posterior, bula etmoid meluas ke anterior, sel supra orbital sangat cekung
menyerupai kedalaman sinus frontal. Semua ini dibersihkan dengan cunam Blekesley
upturned, cunam-cunam jerapah atau kuret J dipandu endoskop 30 dan 70, dengan
memperhatikan luasnya sinus frontal pada gambar TK, serta mengingat lokasi drainase sinus
frontal. Adanya gelembung udara atau turunnya sekret menunjukkan lokasi ostium yang
sebenarnya. Setelah resesus frontal dan infundibulum dibersihkan maka jalan ke sinus frontal
dan maksila sudah terbuka, drainase dan ventilasi akan pulih dan kelainan patologik di kedua
sinus tersebut akan sembuh sendiri dalam beberapa minggu tanpa dilakukan suatu tindakan
didalamnya.10
Pada operasi sesungguhnya perhatian ditujukan pada sinus frontal di gambaran TK,
disesuaikan dengan yang ditemukan saat operasi, agar tidak keliru menduga sel etmoid
supra/retro orbital sebagai sinus frontal. Pada TK harus tetap diperhatikan lengkung dasar
otak yang menghubungkan atap etmoid dengan lamina kribrosa. Lengkung ini (lamina
lateralis kribrosa) yang panjangnya bervariasi antara 3-16 mm dan sangat tipis, sehingga
rawan tembus ke intrakranial (ada 3 tipe bentuk lengkung atau disebut 3 tipe Kerose). 10
Perawatan Paska Operatif
Perawatan paska operatif bedah sinus endoskopi sangat penting dan berbeda setiap
individu. Penggunaan tamponasi (nasal packing) dianjurkan oleh beberapa peneliti sementara
11
beberapa peneliti lainnya tidak menganjurkan pemasangan tampon. Jika memakai tampon
harus diangkat antara 1-7 hari paska operasi atau rata-rata 2-3 hari untuk hemostat. Pada
beberapa kasus, tampon sebaiknya minimal bila intraoperatif dapat dikontrol perdarahannya.
Biasanya 1 minggu paska operatif kita mulai melakukan aspirasi sekresi luka dan melepaskan
atau mengangkat krusta dengan instrumen dibawah pandangan endoskopi dengan
menggunakan teleskop. Sebaiknya tidak ada trauma baru yang terjadi selama melakukan
prosedur ini. Biasanya kontrol endoskopi pertama paska operasi memberikan kesan apakah
memerlukan penanganan yang lebih sering dengan interval yang lebih pendek atau tidak.10
Operasi rongga hidung membutuhkan pembersihan sesudah pengangkatan tampon,
menggunakan cairan saline (NaCl 0,9%) untuk melembabkan bekuan darah dan krusta-krusta
akibat operasi. Semua pasien paska operatif endoskopi dilakukan cuci hidung dan diberikan
terapi medikamentosa dan follow up selama minimal 3 bulan. Penilaian gejala klinis dan
pemeriksaan endoskopi dilakukan bervariasi dan berbeda setiap individu dan dinilai setiap 2
minggu, 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan paska operatif. Ada 2 situasi dimana dibutuhkan
perawatan paska operasi yang lebih panjang jika pembedahan pada resesus frontalis dan
ostium sinus frontal, misalnya terhalangi jaringan parut yang hebat oleh karena operasi
sebelumnya karena adanya massa. Untuk kasus ini perawatan paska operasi dengan interval
yang pendek dianjurkan untuk mencegah stenosis.9
Perawatan lokal terhadap mukosa termasuk debridemen krusta dibawah anestesi lokal,
juga untuk membuka sinekia jika mulai terbentuk dan suctioning ostium yang baru (neo
ostium). Edema mukosa hidung dan pembentukan jaringan granulasi dapat diterapi dengan
pemberian antibiotik dan kortikosteroid. Peri dan paska operatif pemberian antibiotik
sistemik tidaklah merupakan prosedur rutin operasi endonasal, tetapi di indikasikan pada
kasus-kasus infeksi purulen atau osteomyelitis. Pemberian kortikosteroid sistemik dapat di
indikasikan pada kasus-kasus poliposis yang banyak pada beberapa hari paska operasi.1,9
Komplikasi
Semenjak diperkenalkannya teknik BSEF sangat populer dan diadopsi dengan cepat
oleh para ahli bedah THT di seluruh dunia. Seiring dengan kemajuannya, muncul berbagai
komplikasi akibat operasi bahkan komplikasi yang berbahaya. Karenannya para ahli segera
melakukan penelitian tentang komplikasi yang mungkin terjadi akibat BSEF dan mencari
cara untuk mencegah dan menghindarinya serta mengobatinya. Pemahaman yang mendalam
tentang anatomi bedah sinus, persiapan operasi yang baik dan tentunya pengalaman ahli
dalam melakukan bedah sinus akan mengurangi dan mencegah terjadinya komplikasi.
Komplikasi BSEF dapat dikategorikan menjadi komplikasi intranasal, preorbital/orbital,
intrakranial, vaskular dan sistemik.1,2
12
Komplikasi intranasal
Sinekia
Masalah yang sering timbul berkaitan dengan bedah sinus endoskopik adalah
terjadinya sinekia yang disebabkan melekatnya dua permukaan luas yang saling berdekatan,
umunya permukaan konka media dan dinding lateral hidung. Stammberger dkk melaporkan
insidens sinekia yaitu sekitar 8%, namun hanya 20% yang menyebabkan gangguan sumbatan.
Disfungsi penciuman dapat terjadi bila celah olfaktori obstruksi akibat sinekia konka media
dengan septum. Untuk mencegah ketidak stabilan konka media, maka perlekatan superior dan
inferior dari konka media harus dipertahankan.2
Stenosis ostium sinus maksila
Stenosis ostium sinus maksila pasca pembedahan terjadi sekitar 2%. Pembukaan
ostium sebesar diameter 3mm diperkirakan sudah dapat menghasilkan drenase fisiologik.
Stankiewicsz mengatakan bahwa pelebaran ostium secara melingkar dapat menyebabkan
timbulnya jaringan parut dan stenosis ostium sinus maksila. Metode terbaik memperlebar
ostium adalah dengan membuka ke salah satu atau beberapa dari arah ini yaitu ke anterior,
posterior dan inferior. Bila stenosis terjadi bersamaan denga timbulnya gejala maka revisi
bedah mungkin diperlukan.2
Kerusakan duktus nasolakrimalis
Komplikasi ini sangat jarang karena duktus nasolakrimalis berada di sepanjang kanal
keras sakus lakrimalis dan bermuara di meatus inferior. Duktus ini dapat terluka saat
pelebaran ostium maksila ke arah anterior. Bolger dan Parson dkk melakukan studi terhadap
pasien yang mengalami perlukaan duktus nasolakrimalis, tidak ada yang mengalami gejala
dakriosistisis atau epifora. Rekomendasi untuk mencegah hal ini adalah melakukan pelebaran
ostium sinus maksila terutama dari arah posterior dan atau posterior.2
Komplikasi Periorbital/orbital
Edema kelopak mata atau ekimosis atau emfisema
Edema kelopak mata, ekimosis, dan atau emfisema kelopak mata secara tidak
langsung terjadi akibat trauma pada lamina papiresia. Proyeksi medial lamina papiresea pada
rongga hidung dan struktur tulangnya yang lembut menyebabkan lamina papiresea mudah
trauma selama prosedur bedah dilakukan. Kejadian rusaknya lamina papiresea sekitar 0,51,5% di tangan ahli yang sudah berpengalaman. Pada umumnya akan sembuh sendiri dalam 5
hari tanpa diperlukan pengobatan khusus.2
Perdarahan retrobulbar
Perdarahan retrobulbar merupakan komplikasi yang berbahaya. Tandanya adalah
proptosis mendadak, bola mata keras disertai edema kelopak mata, perdarahan
13
14
Functional
Endoscopic
Sinus
Surgery.
Tersedia
di:
15
16