Oleh:
dr. Tesa Iswa Rahman
Pembimbing: dr. Safiudin Rachman. Sp.A
1.2. Anamnesis
Didapatkan keterangan dari ibu pasien tanggal 31 November 2018
Keluhan Utama:
Demam sejak 3 hari
Keluhan Tambahan:
Mual muntah sejak 3 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien anak laki-laki saat ini berusia 5 tahun dirujuk dari Puskesmas Mendik dengan
diagnosis susp DHF. Pasien datang ke IGD RSUD Panglima Sebaya dengan keluhan
utama demam demam hari ketiga. Demam dirasakan naik turun dan sudah diberikan
paracetamol oleh ibu pasien. Keluhan tambahan berupa mual sejak 3 hari SMRS. Muntah
tidak ada. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan (intake sulit). BAK kuning,
BAB normal. Tidak didapatkan riwayat mimisan, gusi berdarah dan BAB hitam.
Diteahui di lingkungan tempat tinggal pasien ada tetangga yang mengalami demam
berdarah
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat DBD
sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga/Lingkungan Sekitar
Pada keluarga maupun tetangga sekitar rumah tidak ada yang mengalami penyakit yang
serupa seperti pada pasien. Namun, di lingkungan sekolah, terdapat beberapa teman
pasien yang menderita DBD dan sempat dirawat di rumah sakit.
Riwayat Pengobatan:
Tidak mendapat terapi apapun sebelum berobat ke puskesmas.
Riwayat Persalinan:
Pasien lahir normal, cukup bulan berat lahir cukup
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak:
Kondisi pertumbuhan dan perkembangan pasien baik, sesuai usia.
Riwayat Imunisasi:
Imunisasi dasar dan ulangan lengkap (BCG, polio, DPT, hepatitis B, campak).
1.6. Terapi
Inj. Ondansetron 1.5 mg/8 Jam IV k/p
Inj. Paracetamol 150 mg/8 Jam IV k/p
Pasang DC
15.30: Infus Asering Guyur 150 cc (10cc/kg) habis dalam1 jam, selanjutnya 25 tpm
16.30: Somnolen , gelisah, Urin output 250cc/12 jam, akral teraba dingin, crt < 2 dtk,
Loading HES (10cc/kg) 150cc habis dalam 1 jam, selanjutnya asering 75 cc/jam
18.40: kesadaran CM, mengantuk, akral hangat
1.7. Follow Up
Tanggal S O A P
2.2 Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Virus mempunyai empat
serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4; dengan serotipe DEN-3
yang dominan di Indonesia dan paling banyak berkaitan dengan kasus berat. Terdapat reaksi
silang antara serotipe Dengue dengan Flavivirus lainnya. Infeksi oleh salah satu serotipe
Dengue akan memberikan imunitas seumur hidup, namun tidak ada imunitas silang dengan
jenis serotipe lain.1
2.3 Epidemiologi
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling
banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia,
dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar
24.000 jiwa. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200
kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.1,4
Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi
berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD cenderung
menurun hingga 2% tahun 1999. 2,3
Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara.
Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap
bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban
tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap
tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat
terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. 2
2.4 Penularan
Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang sebelumnya sudah menggigit orang yang terinfeksi dengue. Kedua jenis
nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, terutama di tempat-tempat dengan
ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Populasi nyamuk ini akan
meningkat pesat saat musim hujan, tetapi nyamuk Aedes aegypti juga dapat hidup dan
berkembang biak pada tempat penampungan air sepanjang tahun. Satu gigitan nyamuk yang
telah terinfeksi sudah mampu untuk menimbulkan penyakit dengue pada orang yang sehat.5
Setelah seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi Dengue, virus akan mengalami
masa inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Setelah itu, pasien akan mengalami gejala
demam akut disertai berbagai gejala dan tanda nonspesifik. Selama masa demam akut yang
dapat berlangsung 2-10 hari, virus Dengue dapat bersirkulasi di peredaran darah perifer. Jika
nyamuk A. aegypti lain menggigit pasien pada masa viremia ini, nyamuk tersebut akan
terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus pada orang lain, setelah masa inkubasi ekstrinsik
selama 8-12 hari.5
2.5 Patogenesis
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori
yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection)
dan hipotesis immune enhancement. 1,6
Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection.
Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog
yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk
kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit
terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh
tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi
anamnestik)(1,2,3)
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-
antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes
ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan
hipovolemia hingga syok. (1,2,3)
2.6 Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO yang terdiri dari kriteria
klinis dan laboratoris, yaitu sebagai berikut:
Kriteria klinis :1,8
1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah, nyeri pada
punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus menerus selama 2-7
hari.
2) Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif*, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.
3) Hepatomegali
4) Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, atau hipotensi disertai
gelisah dan akral dingin.
* Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan
manset pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil
uji positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2.5 cm2 (1 inci).
Kriteria laboratoris :
1) Trombositopenia (≤ 100.000/µl)
2) Hemokonsentrasi (kadar Ht ≥ 20% dari orang normal)
Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk menegakkan
diagnogsis kerja DBD.
(<100.000/ul)
Serologi
Gejala di atas (+)
DBD II Kebocoran Plasma (+) Dengue
Disertai perdarahan spontan
Positif
:
Peningkatan Ht > 20
DBD Gejala di atas (+)
%
III
DSS Disertai tanda kegagalan sirkulasi
Penurunan Ht > 20 %
setelah pemberian
DBD Syok berat disertai dengan tekanan cairan yang adekuat.
IV
DSS darah dan nadi yang tidak terukur
Kasus tipikal dari DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinik mayor: demam tinggi,
fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Trombositopenia sedang
sampai berat yuang disertai dengan hemokonsentrasi adalah temuan laboratorium yang
khusus untuk DBD. Patofisiologi yang menunjukkan derajat keparahan DBD dan
membedakannya dari Demam Dengue adalah keluarnya plasma yang bermanifestasi
sebagai peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi), efusi
serosa, atau hipoproteinemia.
Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnostik klinik pada penderita
DSS menurut Wong:
1. Clouding of sensorium
2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.
3. Nyeri perut.
4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis,
melena, hematuri dan hemoptisis.
5. Trombositopenia berat.
6. Adanya efusi pleura pada toraks foto.
7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG.
Pembagian renjatan menurut Munir dan Rampengan:
1. Syok ringan/tingkat 1 (impending shock) yaitu gejala dan tanda-tanda syok
disertai menyempitnya tekanan nadi menjadi 20mmHg.
2. Syok sedang/tingkat 2 (moderate shock) yaitu=tingkat 1 ditambah tekanan nadi
menjadi <20mmHg, tetapi belum sampai nol, disertai menurunnya tekanan sistolik
menjadi <80mmHg, tetapi belum sampai nol.
3. Syok berat/tingkat 3 (profound shock) yaitu tekanan darah tidak terukur/nol,tetapi belum
ada sianosis/asidosis.
4. Syok sangat berat/tingkat 4 (moribund cases) yaitu tekanan darah tidak terukur lagi
disertai sianosis dan asidosis.
Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium meliputi:1,2,10
1. Isolasi virus
Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada :
Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia.
Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen yang ditunjukkan dengan
immunoflouresen, atau adanya CPE (cytopathic effect) pada biakan jaringan manusia.
Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk
Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada kepala nyamuk
yang dilihat dengan uji immunoflouresen.
2. Pemeriksaan Serologi
Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test)
Uji Netralisasi (Neutralization Test)
Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay)
Uji IgG Elisa indirek
Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi dan USG, Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang dapat
dideteksi yaitu :
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali dan efusi perikard
4. Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati
5. Caran dalam rongga peritoneum
Diagnosis Banding
1. Adanya demam pada awal penyakit dapat dibandingkan dengan infeksi bakteri maupun
virus, seperti bronkopneumonia, demam tifoid, malaria, dan sebagainya.
2. Adanya ruam yang akut perlu dibedakan dengan morbili.
3. Adanya pembesaran hati perlu dibedakan dengan hepatitis akut dan leptospirosis.
4. Penyakit-penyakit darah seperti idiophatic thrombocytopenic purpurae, leukemia pada
stadium lanjut, dan anemia aplastik.
5. Syok endotoksin.
6. Demam Chikunguya.11
Penatalaksanaan1,6
1. Pada DSS segera beri infus kristaloid ( Ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20 ml/kgBB
secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 lt/mnt. Untuk DSS
berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur) diberikan ringer
laktat 20ml/kgBB bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit
dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap
dilanjutkan15-20ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (HES)
sebanyak 10-20ml/kgBB, maksimal 30ml/kgBB (koloid diberikan pada jalur infus
yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum,
tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam.
Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah. Pada syok berat (tekanan nadi < 10
mmHg), penggunaan koloid (HES) sebagai cairan resusitasi inisial memberi hasil
perbaikan peningkatan tekanan nadi lebih cepat.
3. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit, tekanan
nadi > 20mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB.
Volume 10ml/kgBB/jam dapat tetap dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis
stabildan hematokrit menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjdi 7ml/kgBB
sampai keadaan klinis dan hematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan
diturunkan 5ml dan seterusnya3ml/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak
melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, nadi, tekanan darah, jumlah
urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin >1ml/kgBB, BD urin <1,020) dan
pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.
Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih
>40 vol% berikan darah dalam volume kecil10ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan
masif,berikan darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/kgBB/jam.
Pemasangan CVP (dipertahan 5-8cmH2O) pada syok berat kadang kadang diperlukan,
sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan. Apabila syok masih belum teratasi,
pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan dan pasang kateter urin untuk mengetahui
jumlah urin. Apabila CVP normal (>10cmH2O), maka diberikan dopamin.
Gambar 4. Penatalaksanaan DSS.
Jenis Cairan Resusitasi (rekomendasi WHO)(2)
1. Kristaloid
Larutan ringer laktat (RL)
Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan
yang mengandung dekstran)
1. Koloid
Dekstran 40, Plasma, Albumin
Pasien datang ke IGD RSUD Panglima Sebaya dengan keluhan utama demam demam
hari ketiga. Pasien didiagnosis DSS grade III, Diagnossis ini ditegakkan berdasarkan
hasil dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Respon pasien
terhadap terapi sangat baik dan pasien diijinkan rawat jalan pada 4 Januari 2019
Step 1 Assesment
Kasus Teori
Kasus Teori
DBD hari ke-3 : fase kritis. Fase kritis DBD terjadi diantara hari
DBD dengan tanda bahaya. 3-8.
Syok hipovolemik. Klasifikasikan menjadi DBD dengan
atau tanpa tanda bahaya.
Klasifikasikan status hemodinamik.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang (3,4)
Step 3. Penatalaksanaan
Pasien lebih 48 jam setelah syok Masa kritis berlangsung selama 24-
teratasi. 48 jam kemudian masuk kedalam
Pasien bebas demam 72 jam. fase penyembuhan.
Tanda vital stabil, nafsu makan Bebas demam 48 jam.
membaik, keluhan nyeri abdomen (-) Perbaikan kondisi klinis.
Trombosit 79.000 Peningkatan trombosit dengan kadar
RR : 20x vesikuler simetris pada >50.000/mm3.
kedua lapang paru, tidak ditemukan Tidak ada distress pernapasan.
tanda overload cairan.. Hematokrit stabil tanpa cairan iv.
BAB IV
Kesimpulan
Infeksi virus dengue dapat menunjukan spektrum klinis yang beragam dari
asimptomatik hingga syok dekompensasi. Penatalaksanaan utama infeksi dengue adalah
simptomatik dan penggantian cairan. Pengenalan tanda bahaya awal yang disertai dengan
terapi rehidrasi yang sesuai akan memberikan keluaran pasien yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Jakarta.2009
2. Hadinegoro, S.R,dkk. Tatalaksana Infeksi Virus Dengue Pada Anak. Jakarta: FKUI. 2002
3. WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
France.2009
4. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever Revised and expanded. Regional Office for South-East Asia.2011
5. Karyanti, M. R. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Dengue. Jakarta: Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI – RSCM.2012.
6. Kemenkes, RI. Infodatin Situasi DBD di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. 2016
7. Djer,M. M., et.al. Current Evidence In Pediatric Practices. Jakarta: Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI – RSCM.2014
8. CDC..Dengue Clinical Guidance. CDC. Dari
https://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html. 2014
9. Choudhury, J. & Shastri, D. D. (2014). Diagnosis and Management of Dengue in
Children: Recommendations and IAP ID Chapter Plan of Action. Elsevier, 6, 54-62.2014
10. Guzman, M. G. et al. (2010). Dengue: A continuing global threat. Nature Reviews
Microbiology 8, S7–S16.2010
11. WHO. (2016). Dengue Vaccine: WHO Position Paper – July 2016. Geneva.2016