Anda di halaman 1dari 8

Laporan Kasus

Penatalaksanaan Angiofibroma Nasofaring Juvenil dengan Pendekatan


Transpalatal
dr. Jeremy Tobias S; Dr.dr. Soehartono, Sp.T.H.T.K.L(K)
*PPDS Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala dan Leher
**Staf SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya / RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Abstrak
Latar Belakang: Angiofibroma Nasofaring Juvenile (ANJ) merupakan tumor jinak yang
pertumbuhannya lambat, namun dapat menjadi agresif, destruktif, dan invasif. Tumor ANJ
merupakan neoplasma nasofaring yang jarang dan lebih banyak didapatkan pada remaja laki-laki.
Penyebab tumor ANJ masih belum diketahui secara pasti. Tatalaksana ANJ dapat dilakukan tindakan
operatif, hormonal, kemoterapi maupun radioterapi. Pemilihan tatalaksana yang tepat dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pasien. Tujuan: mengetahui diagnosis ANJ dan
penanganannya secara operatif. Laporan Kasus: Melaporkan laporan satu kasus ANJ pada anak
laki-laki berusia 14 tahun yang ditatalaksana dengan pembedahan menggunakan pendekatan
transpalatal Metode: Telaah literatur berbasis bukti dengan kata kunci “Juvenile Nasopharyngeal
Angiofibroma” AND “Treatment” pada PubMed, Medline dan Google Scholar. Hasil: Penyebab
tumor ANJ masih belum diketahui, namun beberapa studi mempelajari hubungan hormonal dengan
kejadian ANJ. Tatalaksana ANJ dapat dilakukan dengan estrogen, antiandrogen, radioterapi, steroid,
dan operasi. Tatalaksana operasi dengan angiografi preoperative dan embolisasi masih menjadi
modalitas utama. Pemilihan tatalaksana operasi pada ANJ didasarkan pada lokasi, ukuran, ekstensi
tumor ke jaringan sekitar, keadaan umum pasien, dan keberhasilan embolisasi sebelum operasi.
Kesimpulan Penanganan ANJ dapat dilakukan dengan operatif dan nonoperatif dengan
mempertimbangkan lokasi, ukuran, ekstensi tumor, dan kondisi serta kemampuan pasien.

Kata Kunci: Angiofibroma nasofaring Juvenile,tumor sinonasal, remaja laki-laki

Abstract
Background: Juvenile Nasopharynx Angiofibroma (JNA) is a benign tumor with slow progression,
but may become aggresive, destructive, and invasive. JNA tumor is the most common sinonasal
neoplasm occured mainly in adolescent male. Etiology of JNA is still unknown. Management of JNA
can be done using estrogen analogue, radiotherapy, or surgery. Proper management methods might
be done by considering patient conditions. Objective: To understand the diagnosis and management
of JNA Case Report: a 14-years-old male reported with JNA treated by surgery using transpalatal
approach Methods: Review the evidence-based literature with the keywords “Juvenile
Nasopharyngeal Angiofibroma” AND “Treatment” in PubMed, Medline and Google Scholar.
Results: Etiology of JNA remains unknown, yet several study mentioned association of hormonal
and JNA. Management of JNA conducted using estrogen, antiandrogen, radiotherapy, steroid, and
surgery. Management using surgical approach combined by preoperative angiography and
embolization remains the preferred method. Choosing surgical approach in JNA is based on tumor
size, location extension, patient conditions, and the result of embolization. Conclusion: Management
of JNA may performed using surgical and nonsurgical approach by considering tumor location, size,
extension, and patient conditions and preferences.

Keywords: Juvenile Nasopharynx Angiofibroma, Sinonasal tumor, Adolescent male

PENDAHULUAN
Angiofibroma Nasofaring Juvenile (ANJ)
merupakan tumor yang jarang ditemui. Secara LAPORAN KASUS
histologis, ANJ merupakan tumor jinak dan Pasien anak laki-laki berusia 14 tahun
tumbuh dengan lambat, namun ANJ dapat datang dengan keluhan hidung buntu sebelah
menjadi agresif, destruktif, dan invasive kanan sejak bulan Februari 2021. Hidung
secara lokal.1,2 Tumor ANJ biasa ditemukan buntu dirasakan menetap sepanjang hari,
pada laki-laki berusia 7-29 tahun dan disertai dengan mimisan dari hidung kanan.
merupakan neoplasma nasofaring yang jarang Mimisan terjadi kambuh-kambuhan, namun
terjadi, yakni sebesar 0,5% dari seluruh tumor tidak sering. Mimisan terbanyak sekitar 1
kepala dan leher.3,4 gelas 200 cc. Mimisan dapat berhenti sendiri.
Patofisiologi ANJ masih belum Pasien juga mengeluhkan pilek pada hidung
sepenuhnya dimengerti, namun secara kanan, dengan ingus encer. Pasien tidak
anatomi, ANJ berasal dari regio mengeluhkan adanya penurunan penghidu.
pterigopalatina yang terdiri dari tulang Pasien merasakan suaranya menjadi sengau
pterigoid, tulang palatina, dan foramen dan telinganya berdenging sejak 1 hingga 2
spenopalatina. 4 Adapula yang mengatakan bulan yang lalu.
bahwa ANJ berasal dari nasofaring dengan Pada pemeriksaan hidung didapatkan
perlekatan yang berbeda-beda pada foramen adanya massa kemerahan pada nasofaring,
spenopalatina, klivus, dan radiks dari prosesus kesan mudah berdarah, diliputi oleh sekret
pterigoid.5 Tumor ANJ kemudian dapat mukoid. Pada pemeriksaan telinga, tenggorok,
meluas secara anterior ke cavum nasi, sinus dan leher tidak didapatkan adanya kelainan.
maksila dan sinus etmoidalis, secara Pada pemeriksaan CT scan kepala dengan dan
postersosuperior ke sinus spenoidalis, secara tanpa kontras didapatkan adanya massa solid
lateral ke fossa pterigopalatina dan fossa heterogen isohiperdens hipervaskular
infratemporal, secara superior ke fissure berukuran 4 cm x 2,4 cm x 3,5 cm dengan
pterigomaksilari, dan secara inferior ke penyangatan kuat pada nasofaring. Massa
orofaring. 4,5 Ekspansi lebih lanjut sepanjang meluas hingga cavum nasi kanan, cavum nasi
foramina basalia tulang tengkorak atau erosi kiri sisi posterior, dinding inferior posterior,
dari sinus spenoidalis mengarah ke ekstensi medial, superior sinus sphenoidalis kanan kiri.
intracranial. 5 Massa mendapatkan vaskularisasi dari arteri
Gejala paling sering yang dikeluhkan maksilaris kanan cabang sfenopalatina.
pasien ANJ adalah obstruksi hidung yang Terdapat penebalan mukosa cavum nasi kiri
obstruktif, unilateral, dan disertai rinorea hingga koana yang tidak menyangat dan
(80%).6,7 Gejala tersebut dapat juga disertai limfadenopati multipel pada level 1,2,3,4,5a,
epistaksis yang muncul tanpa provokasi, tidak dan 5b kanan kiri (Gambar 1). Gambaran ini
nyeri, profus, dan juga unilateral.7 sesuai dengan angiofibroma nasofaring
Diagnosis tumor ANJ dilakukan dengan juvenile.
evaluasi klinis dan radiologi. Salah satu Pemeriksaan nasoendoskopi menunjukkan
modalitas diagnosis yang sering digunakan adanya massa berwarna kemerahan dengan
adalah endoskopi pada nasal, contrast kesan mudah berdarah yang memenuhi cavum
enhanced computed tomography paranasal nasi dekstra setinggi konka media dengan
sinuese (CECT PNS), dan MRI.1 Eksisi secara sekret bening.
operasi masih menjadi pilihan utama untuk Pada pasien ini dilakukan embolisasi
penatalaksanaan ANJ. Namun radioterapi dan dilanjutkan dengan ekstirpasi dengan
embolisasi vaskular telah berkembang pendekatan transpalatal. Ekstirpasi dilakukan
menjadi tatalaksana ajuvan.8 Kemoterapi dengan anestesi general. Setelah dilakukan
dapat juga dilakukan pada kejadian tertentu, evaluasi menggunakan nasoendoskopi
seperti tumor yang telah berekstensi ke (Gambar 2), dilakukan identifikasi lokasi
intrakranial, dan keterlibatan sinus kavernosus tumor. Infiltrasi dilakukan dengan pehacain,
juga arteri karotid.1 kemudian insisi U shape pada palatum durum.
Laporan kasus ini dibuat untuk Window dibuat pada batas palatum durum dan
memberikan informasi mengenai diagnosis palatum mole. Massa dipegang dengan
ANJ dan penanganan baik operatif maupun menggunakan klem tonsil kemudian diambil
nonoperatif yang dilakukan. dengan menggunakan raspat bergerigi dengan
metode rotasi elevasi ekstraksi. Tampon kanan dan kiri. Massa yang diekstirpasi
anterior kemudian dipasang pada cavum nasi kemudian diperiksakan ke patologi anatomi.

Gambar 1. CT Scan kepala potongan transversal

kromosom-Y telah dikaitkan dengan kejadian


RUMUSAN MASALAH ANJ.9
Bagaimana penatalaksanaan angiofibroma Selain keluhan obstruksi dan epistaksis
nasofaring juvenile dengan pendekatan pada waktu yang lama, keluhan nyeri kepala
transpalatal? akibat obstruksi sinus paranasal dan tuli
konduktif karena otitis media serosa akibat
METODE kompresi saluran Eustachius merupakan
Pencarian literatur dilakukan pada 12 Juli gejala lain yang dapat muncul. Selain itu,
2021 dengan kata kunci “Juvenile dapat pula timbul pembengkakan wajah serta
Nasopharyngeal Angiofibroma” AND defisit visual dan neurologis ketika tumor
“Treatment”. telah mengenai orbita, dasar tulang, dan
Pada database Pubmed Medline, serta endokranium. Gejala tersebut biasanya timbul
Goggle Scholar didapatkan 22 buah literatur selama 6 bulan hingga satu tahun sebelum
yang kemudian dilakukan penyaringan berupa terdiagnosis.7,10 Tanda klasik Holman-Miller
publikasi 5 tahun terakhir, relevansi dengan juga dapat terjadi, yakni terjadi pendesakan
topik, serta naskah lengkap yang tersedia. dinding posterior sinus maksilaris kearah
anterior, seperti yang terlihat pada pencitraan
HASIL cross-sectional, akibat ekspansi tumor ke
Tumor ANJ merupakan tumor vaskular yang lateral foramen spenopalatina.10
jarang ditemukan. Penyebab tumor ANJ Semua pasien pria dewasa muda maupun
hingga kini masih belum diketahui, namun pubertas yang datang dengan gejala epistaksis
beberapa studi mempelajari hubungan yang tidak teratasi dengan obat-obatan dan
hormonal dengan kejadian ANJ, karena obstruksi nasal tanpa penyebab yang jelas
insiden tertinggi ANJ terjadi pada laki-laki harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
dewasa muda dan pubertas.4,9 Salah satu studi Biasanya dilakukan endoskopi hidung dengan
menyebutkan keberadaan progesteron dan analgesik topical dan dekongestan.10 Secara
estradiol yang hampir selalu ada pada makroskopis, tumor ANJ berkonsistensi
spesimen-spesimen ANJ, namun hanya pada kenyal hingga keras, dan memiliki warna yang
beberapa spesimen saja ditemukan bervariasi, mulai abu-abu hingga merah muda.
testosterone dan dihidrotestosteron.9 Hal Pada potongan melintang, tampak tumor tidak
tersebut berkontribusi terhadap munculnya berkapsul, berlobus-lobus, berbatas tegas, dan
hipotesis defisiensi androgen sebagai salah dapat dengan mudah dibedakan dengan
satu pencetus ANJ.9 Meskipun penelitian jaringan di sekitarnya. Selain itu, bergantung
masih sangat terbatas, tingginya kromosom 6, pada derajat vaskularisasinya, massa terlihat
12, dan ekspresi kromosom-X dan rendahnya solid atau kenyal dengan bukaan kista disertai
kromosom 17 dan menurunnya ekspresi dengan pembuluh darah yang melebar.
Beberapa juga terdapat area ulseratif dengan Kurangnya kontrol vaskular pada
eksudat purulen di permukaannya. 7,11 pendekatan endoskopi menjadi tantangan
Sedangkan secara histologis, terlihat tersendiri, namun dengan embolisasi
komponen vascular dan stromal yang preoperatif, kontrol vaskular dapat teratasi.
bervariasi.11 Embolisasi preoperative dari pembuluh darah
Pencitraan preoperative rutin dapat pemberi nutrisi telah dibuktikan menurunkan
menegakkan diagnosis, ekstensi tumor dan perdarahan intraoperatif dan mengurangi
stadiumnya. ANJ memiliki komponen risiko rekurensi.13 Teknik embolisasi yang
vascular yang signifikan dan terlihat pada CT- biasa digunakan adalah oklusi cabang arteri
Scan sebagai massa jaringan lunak berlobul karotid eksterna, karena ANJ paling sering
dengan peningkatan kontras. Salah satu tanda divaskularisasi oleh arteri ini. Namun
khas pada pencitraan CT-Scan adalah beberapa studi menyebutkan bahwa cabang
Holman-Miller sign, yaitu pendesakan arteri karotid interna juga ikut
dinding posterior sinus maksilaris kearah memvaskularisasi sebagian tumor ANJ.13
anterior atau persimpangan anterior pada pelat
medial dan lateral dari pterygoid.4 MRI
berguna untuk menilai jaringan lunak, invasi
sumsum tulang, dan ekstensi intrakranial.
ANJ pada MRI terlihat sebagai isointens atau
hipointens pada T1, dan relatif hiperintens bila
dibandingkan dengan otot pada T2.4,7
Penentuan stadium yang akurat berguna
untuk menetukan modalitas terapi, prognosis,
dan tingkat rekurensi. Berbagai macam sistem
telah diajukan, seperti oleh Sessions, Fisch,
dan Radowski yang menggunakan pencitraan
radiologi. Adapula Andrew, Chandler, yang
berdasar pada reseksi terbuka dan terbaru dari
Onerci, UPMC, dan Janarkim, yang berdasar
pada teknik endoskopi. Meskipun telah
banyak stadium tumor ANJ yang dibuat,
belum ada sistem terstandardisasi yang Gambar 2. Nasoendoskopi
diimplementasikan oleh seluruh praktisi.4,12 DISKUSI
Banyak modalitas terapi telah digunakan Angiofibroma nasofaring juvenile (ANJ)
untuk ANJ, seperti estrogen, antiandrogen, merupakan kasus yang jarang ditemukan.
radioterapi, dan steroid, namun tatalaksana Diperkirakan hanya terdapat 0,05% kasus
dengan cara operasi yang dikombinasi dengan ANJ dari seluruh kasus tumor jinak kepala
angiografi preoperative dan embolisasi masih leher. Kasus ANJ umumnya terjadi pada usia
menjadi modalitas utama.4 Pemilihan muda dengan rentang usia 14-25 tahun6,11.
tatalaksana operasi pada ANJ didasarkan pada Tumor ini utamanya terjadi pada remaja laki-
lokasi, ukuran, ekstensi tumor ke jaringan laki12. Pada kasus ini, pasien merupakan
sekitar, keadaan umum pasien, dan seorang laki-laki berusia 14 tahun. Jenis
keberhasilan embolisasi sebelum operasi. 2 kelamin dan usia pasien sesuai dengan
Sebelum terciptanya endoskopi, pendekatan populasi ANJ, di mana ANJ sering terjadi
open external, seperti rinotomi lateral, pada remaja laki-laki.
transpalatal, maxillary swing, midfacial Penyebab terjadinya ANJ belum diketahui
degloving, sublabial transmaxillary, dan secara pasti, dapat disebabkan factor genetik,
kraniotomi orbitozigomatik masih sering perubahan molekul, infeksi HPV dan factor
digunakan. Sedangkan pendekatan endoskopi hormonal yang memiliki peranan penting
yang sering digunakan diantaranya dalam perkembangan ANJ. Pada teori
maksilektomi medial unilateral, hormonal, diduga ANJ disebabkan oleh
sphenoidektomi, etmoidektomi, dan sinustomi ketidakseimbangan hormonal, yaitu
frontal atau transpterigoid.12 kekurangan androgen dan kelebihan estrogen.
Hal ini didasarkan pada prevalensi ANJ yang
tinggi pada remaja, disertai dengan adanya Diagnosis ANJ dapat ditegakkan
gangguan pertumbuhan pada penderita ANJ11. berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
Pada kasus ini pasien berusia 14 tahun, di dan pemeriksaan penunjang. Trias gejala ANJ
mana terjadi pubertas dan perubahan hormon. antara lain obstruksi nasal, epistaksis rekuren,
Perubahan hormonal memiliki peranan utama dan massa pada nasofaringeal12. Tanda dan
dalam pembentukan ANJ. ANJ sering kali gejala pada ANJ antara lain adanya sumbatan
mengekespresikan Vascular Endothelial hidung yang bersifat progresif, dapat disertai
Growth Factor Receptor 2- (VEGFR-2), dengan epistaksis dan rinorrhea kronik.
Transorming Growth Factor beta 1 Sumbatan hidung bersifat unilateral,
(TGFbeta1), dan Platelete Derived Growth umumnya tidak nyeri. Karena sifat tumornya
Factor (PDGF).15 Lokasi ANJ pada pasien yang tidak memiliki kapsul dan kaya oleh
sesuai dengan lokasi terjadinya ANJ, yaitu vaskularisasi, tumor ini dapat menyebar
pada dinding posterior nasofaring. Jaringan secara lokal agresif. Tumor umumnya tidak
yang membentuk ANJ pada pasien ini dapat bersifat nyeri, namun dapat menyebabkan
dilihat pada pemeriksaan patologi anatomi. deformitas wajah dan gejala lain seperti
Tumor ANJ predominan berada pada proptosis, gangguan penglihatan, dan
nasofaring posterior12. Tumor ANJ pertama disfungsi tuba eustasia tergantung pada lokasi
kali tumbuh di bawah mukosa pada tepi perluasan tumor6,11.
posterior dan lateral koana pada atap Pemeriksaan penunjang yang dapat
nasofaring. Tumor ini akan meluas di bawah dilakukan pada ANJ antara lain CT scan.
mukosa sepajang atap nasofaring hingga tepi Pemeriksaan CT scan dilakukan untuk
posterior septum ke arah bawah. Tumor ini mengetahui batas dan perluasan tumor,
juga akan meluas ke arah lateral hingga terutama ke intrakranial. Angiografi dapat
foramen sfenopalatina. Melalui foramen ini, dilakukan untuk mengetahui vaskularisasi
tumor akan meluas hingga fossa ANJ sehingga mempermudah embolisasi.
pterigomaksila dan mendesak dinding Arteriografi dapat dilakukan sebelum
posterior sinus maksilaris. Tumor dapat pembedahan untuk menentukan luas lesi,
meluas hingga fossa infratemporalis, jumlah vaskularisasi, dan asal feeding vessel.
menimbulkan adanya benjolan pada pipi11. Biopsi massa dikontraindikasikan karena
Pada kasus ini, didapatkan massa yang meluas dapar menyebabkan perdarahan 14.
hingga cavum nasi kanan, cavum nasi kiri sisi Klasifikasi ANJ dapat digunakan
posterior, dinding inferior posterior, medial, menggunakan sistem klasifikasi Chandler dan
superior sinus sphenoidalis kanan kiri. Tumor Radkowski. Pada sistem klasifikasi Chandler,
yang meluas hingga sinus sphenoid dapat stadium tumor dibagi menjadi 4, yaitu (1)
mendestruksi dinding superior, masuk ke terbatas pada nasofaring, (2) meluas ke rongga
sinus kavernosis atau fossa hipofise. Tumor hidung dan/atau sphenoid, (3) meluas ke 1
dapat mendorong kelenjar hipofise pada sela atau lebih: antrum, ethmoid, pterigomaksilaris
tursika dan menekan kiasma optikum, dan fossa infratemporal, orbita, pipi, dan (4)
menyebabkan kebutaan11. meluas hingga rongga tengkorak. Berdasarkan
Tumor ANJ merupakan tumor jinak yang klasifikasi Radkowski, tumor diklasifikasikan
hipervaskularisasi12. Angiofibroma umumnya menjadi (1A) terbatas pada hidung dan
disuplai oleh pembuluh darah ipsilateral. nasofaring, (1B) perluasan pada minimal 1
Arteri yang memasok ANJ umumnya berasal sinus, (2A) perluasan minimal ke fossa
dari arteri maksilaris interna. Massa yang pterigopalatina, (2B) perluasan ke fossa
membesar dapat mendapatkan suplai darah pterigopalatina dengan/tanpa erosi orbita,
dari arteri faringeal asenden, arteri palatina (2C) perluasan ke fossa infratemporal, (3A)
mayor, arteri meningeal rekuren, dan arteri erosi dasar tengkorak, (3B) erosi dasar
osipitalis11. Pada kasus ini, massa tengkorak dengan ekstensi intrakranial
mendapatkan vaskularisasi dari arteri dengan/tanpa keterlibatan sinus kavernosa14.
maksilaris kanan cabang sfenopalatina. Pada kasus ini, pasien mengalami gejala
Kondisi ini sesuai dengan teori, yaitu ANJ hidung tersumbat unilateral menetap disertai
mendapatkan vaskularisasi dari pembuluh dengan epistaksis berulang. Pada pemeriksaan
darah ipsilateral. fisik hidung, didapatkan adanya massa
kemerahan setinggi konka media pada koana
dekstra. Anamnesis dan pemeriksaan fisik ini KESIMPULAN
didukung oleh pemeriksaan penunjang CT Angiofibroma nasofaring juvenile
scan, di mana didapatkan adanya massa solid merupakan tumor jinak namun invasif dan
heterogen isohiperdens hipervaskular dengan destruktif dengan vaskularisasi tinggi. Tumor
penyangatan kuat yang meluas hingga sinus ini jarang ditemui, dengan prevalensi tertinggi
sphenoidalis kanan kiri dan mendapatkan didapatkan pada remaja laki-laki. Tumor ini
vaskularisasi dari arteri maksilaris kanan ditandai dengan trias obstruksi nasal,
cabang sfenopalatina. Berdasarkan sistem epistaksis berulang, dan adanya massa
klasifikasi Chandler, ANJ dapat intranasal. Pemeriksaan penunjang radiologi
diklasifikasikan menjadi stadium 2, dan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis,
stadium 1B pada klasifikasi Radkowski. menentukan luas tumor, dan vaskularisasi
Meskipun jinak, ANJ merupakan tumor tumor. Oleh karena sifatnya yang invasif dan
invasif yang dapat meluas hingga intrakranial destruktif, penanganan dini dengan
pada dasar tengkorak. Karena lokasi dan pendekatan operatif diperlukan. Radioterapi
sifatnya yang invasif dan destruktif, operasi dapat dilakukan sebagai terapi adjuvan atau
dengan reseksi seringkali diindikasikan, terapi pilihan pada kondisi di mana operasi
diawali dengan embolisasi. Pendekatan dapat tidak dapat dilakukan atau pasien menolak
dilakukan melalui translokasi fasial, maxillary dioperasi.
swing, atau kraniotomi orbitozigomatik.
Kombinasi pendekatan endoskopi dan DAFTAR PUSTAKA
transoral dibutuhkan pada kasus di mana 1. Gupta DP, Gupta S, Shreevidya SR.
terjadi perluasan tumor ke arah medial dan Endoscopic Modified Denker’s
lateral. Reseksi dapat dilakukan pada Approach for the Treatment of
endonasal endoskopi, dilanjutkan dengan Juvenile Nasopharyngeal
reseksi intraoral12. Tatalaksana konservatif Angiofibroma. Indian J Otolaryngol
dengan analog estrogen sudah jarang Head Neck Surg. Published online
digunakan. Radioterapi dengan dosis 3.000- 2020. doi:10.1007/s12070-020-
3.500 Gray dapat dilakukan untuk 01984-w
menurunkan vaskularisasi tumor, namun tidak
2. Dewi YA, Nazar IB. Management of
mengurangi ukuran tumor. Radioterapi dapat
Juvenile Nasopharyngeal
digunakan sebagai terapi paliatif untuk
Angiofibroma in a Referral Hospital
mengurangi perdarahan perioperatif, atau
in West Java, Indonesia. Althea Med
sebagai terapi tambahan pada kasus rekuren
J. 2020;7(1):45-50.
dan kasus yang meluas hingga intrakranial11.
doi:10.15850/amj.v7n1.1787
Pada kasus ini, terjadi perluasan tumor ke
arah inferior dan posterior hingga sinus 3. Suroyo I, Budianto T. The role of
sphenoidalis. Oleh karena itu, pembedahan diagnostic and interventional
dengan pendekatan transpalatal dipilih dengan radiology in juvenile nasopharyngeal
insisi dilakukan pada palatum durum dan angiofibroma: A case report and
palatum molle. Pada pasien tidak dilakukan literature review. Radiol Case
arteriografi preoperasi, namun dilakukan Reports. 2020;15(7):812-815.
nasoendoskopi preoperasi untuk doi:10.1016/j.radcr.2020.04.017
mengevaluasi massa. Embolisasi dilakukan 4. Uetz S, Crosby DL. Current
sebelum pembedahan dilakukan untuk Management of Juvenile
mencegah terjadinya perdaharan masif Nasopharyngeal Angiofibroma. Curr
perioperatif. Pada pasien tidak direncanakan Treat Options Allergy. 2020;7(3):335-
radioterapi atau terapi hormon karena tumor 346. doi:10.1007/s40521-020-00265-
tidak meluas hingga intrakranial serta 9
mengurangi risiko terjadinya efek samping
radiasi seperti gangguan pertumbuhan tulang 5. Mehan R, Rupa V, Lukka VK,
wajah pada remaja. Pasien direncanakan Ahmed M, Moses V, Shyam Kumar
untuk repair palatum setelah evaluasi berkala. NK. Association between vascular
supply, stage and tumour size of
juvenile nasopharyngeal
angiofibroma. Eur Arch Oto-Rhino- 13. Gargula S, Saint-Maurice JP,
Laryngology. 2016;273(12):4295- Labeyrie MA, et al. Embolization of
4303. doi:10.1007/s00405-016-4136- Internal Carotid Artery Branches in
9 Juvenile Nasopharyngeal
Angiofibroma. Laryngoscope.
6. Blank Z, Sleightholm R, Neilsen B,
2021;131(3):E775-E780.
Baine M, Lin C. Radiation Therapy
doi:10.1002/lary.29119
Improves Local Control in Juvenile
Nasopharyngeal Angiofibroma 14. Ginting HK, Supriana N.
following Disease Progression after Angiofibroma Nasofaring Juvenil.
Embolization and Surgical Resection: Radioter Onkol Indones.
A Case Report. Case Rep Oncol. 2018;9(1):29-33.
Published online 2021:739-745. doi:10.32532/jori.v9i1.73
doi:10.1159/000512061
15. Angela B, Kristen O, Bradford A;
7. López F, Triantafyllou A, Snyderman Juvenile nasopharynge- al
CH, et al. Nasal juvenile angiofibroma. Otolaryngologic
angiofibroma: Current perspectives Clinics of North America.
with emphasis on management. Eisele 2011;44(4):989-1004.
D, ed. Head Neck. 2017;39(5):1033-
1045. doi:10.1002/hed.24696
8. Yu J, Choi JS, Giannoni C, Patel AJ,
Gallagher KK. Juvenile
Nasopharyngeal Angiofibroma
Outcomes and Cost: Analysis of the
Kids’ Inpatient Database. Ann Otol
Rhinol Laryngol. 2020;129(5):498-
504. doi:10.1177/0003489419896597
9. Doody J, Adil EA, Trenor CC,
Cunningham MJ. The Genetic and
Molecular Determinants of Juvenile
Nasopharyngeal Angiofibroma: A
Systematic Review. Ann Otol Rhinol
Laryngol. 2019;128(11):1061-1072.
doi:10.1177/0003489419850194
10. Wilson MN, Nuss DW, Zacharia BE,
Snyderman CH. Surgical management
of juvenile nasopharyngeal
angiofibroma. Oper Tech Otolaryngol
- Head Neck Surg. 2019;30(1):22-29.
doi:10.1016/j.otot.2019.01.007
11. Firdaus MA, Rahman S, Asyari A.
Penatalaksanaan Angiofibroma
Nasofaring Juvenil Dengan
Pendekatan Transpalatal. :1-8.
12. Lao WP, Lagabon KJ, Arom GA,
Walker PC, Lee SC. Combined
endoscopic and transoral resection of
a high-staged juvenile nasopharyngeal
angiofibroma: A pictorial essay. Head
Neck. 2021;43(2):719-724.
doi:10.1002/hed.26516

Anda mungkin juga menyukai