Anda di halaman 1dari 18

MODUL UTAMA

LARING FARING

MODUL IV.6
DISFONI

EDISI II

KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
IV.6 – Disfoni

DAFTAR ISI

A. WAKTU..............................................................................................................2
B. PERSIAPAN SESI..............................................................................................2
C. REFERENSI........................................................................................................2
D. KOMPETENSI...................................................................................................3
E. GAMBARAN UMUM........................................................................................3
F. CONTOH KASUS...............................................................................................3
G. TUJUAN PEMBELAJARAN.............................................................................3
H. METODA PEMBELAJARAN...........................................................................4
I. EVALUASI.........................................................................................................4
J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF................................6
K. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR..........................7
L. DAFTAR TILIK.................................................................................................9
M. MATERI PRESENTASI....................................................................................9
N. MATERI BAKU...............................................................................................10

1
IV.6 – Disfoni

A. WAKTU

Proses Pengembangkan Kompetensi Alokasi Waktu :


Sesi di dalam kelas 8 X 60 menit (classroom session)
Sesi Pratikum 18 2 X 60 menit (coaching session)
Sesi Praktik dan pencapaian 24 X 60 menit (facilitation and
kompetensi assessment)

B. PERSIAPAN SESI

1. Materi presentasi : Disfoni


 Slide I : Gejala dan Tanda Disfoni
 Slide 2 : Anamnesis & Pemeriksaan Disfoni
 Slide 3 : Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
 Slide 4 :Faktor Resiko Disfoni
 Slide 5 :Clinical Decision Making dan Medikamentosa

2. Kasus : Disfoni

3. Sarana dan Alat Bantu Latih :


 Model anatomi laring, video
 Penuntun belajar (learning guide) terlampir
 Tempat belajar (training setting): bangsal THT-KL, Poliklinik
THT-KL, kamar operasi, bangsal perawatan pasca bedah THT-KL.

C. REFERENSI

1. Ballenger JJ. Disease of the Nose, Throat, Ear, Head and


Neck, Philadelphia, Lea & Fabiger, 1993, chapter 34&35, pp.569-619.
2. Bailey BJ and Pillsburry III HC. Head and Neck Surgery –
Otolaryngology. Philadelphia, JB Lippincott Co, 2014.
3. Paparella MM, Shumrick DA, Gluckman JL, Meyerhoff WL.
Otolaryngology. Philadelphia. WBSaunders Co.,1991, chapter
29,31,33&34, pp. 2257-384.
3. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head & Neck Surgery. New York.
McGraw Hill, 8th Ed, Chapter 31, pp. 724-92

2
IV.6 – Disfoni

D. KOMPETENSI

1. Kompetensi Umum
a. Mampu membuat diagnosis disfoni berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan
(Laringoskopi Indirek/ Laringoskopi Direk/ Fiber-Optic Laringoscopy
(FOL)/ foto polos leher AP dan lateral/ CT scan leher/ Waktu Fonasi
Maksimal/ Perceptual Analisis/ Voice Handicap Index (VHI))
b. Mampu melakukan tatalaksana serta merujuk ke fasilitas kesehatan
yang lebih tinggi bila diperlukan.
2. Kompetensi Khusus
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :
a. Mengenali gejala dan tanda klinis penyakit yang menyebabkan disfoni
b. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksan penunjang
seperti Laringoskopi Indirek/ Laringoskopi Direk/ Fiber-Optic
Laringoscopy (FOL)/ foto polos leher AP dan lateral/ CT scan leher/
Waktu Fonasi Maksimal/ Perceptual Analisis/ Voice Handicap Index
(VHI))
c. Mengenali faktor resiko terjadinya disfoni
d. Mampu melakukan tatalaksana konservatif dan operatif
e. Deteksi dini penyulit yang mungkin terjadi pada disfoni, dan merujuk
bila perlu

E. GAMBARAN UMUM

Disfoni adalah gangguan suara yang disebabkan kelainan pada laring, bukan
merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala penyakit. Disfoni dapat
berupa suara parau (hoarseness), suara mendesah (breathy voice), suara kaku
(strain voice) sampai tidak bersuara (afoni). Penyebab disfoni adalah
kelainan pada laring dapat berupa infeksi/ peradangan, kelainan neurologis,
trauma laring, tumor jinak dan tumor ganas.

F. CONTOH KASUS

Seorang wanita, 49 tahun datang ke poliklinik THT-KL dengan keluhan:


suara parau sudah 3 bulan. Empat bulan sebelumnya dia menjalani operasi
tiroid. Dari pemeriksaan laringoskopi indirek dan laringoskopi direk
didapatkan kelumpuhan pita suara sebelah kiri.

G. TUJUAN PEMBELAJARAN

Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk
alih pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian
3
IV.6 – Disfoni

kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dalam mengenali dan


menatalaksana disfoni seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu:
1. Mengenali gejala dan tanda Disfoni
2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik Disfoni
3. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksan penunjang
seperti foto leher jaringan lunak, pemeriksaan laringoskopi tak langsung dan
langsung, laringoskopi serat optik.
4. Mengenali faktor resiko kejadian Disfoni
5. Membuat keputusan klinik dan menatalaksana untuk pemberian
antibiotika, anti radang, analgesik antipiretik, dan operasi.
6. Deteksi dini dan menatalaksana berbagai masalah dan penyulit yang
mungkin terjadi pada Disfoni.

H. METODA PEMBELAJARAN

 Interactive lecture
 Small group discussion.
 Peer assisted learning (PAL).
 Bedside teaching.
 Task based medical education.
 Journal reading and review.
 Case simulation and investigation exercise.
 Equipment characteristics and operating instructions.
 Case study
 Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).
 Demonstration and Coaching
 Practice with Real Clients.
 Continuing Professional Development

I. EVALUASI

1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre test dan post-test dalam bentuk
essay dan oral sesuai dengan tingkat masa pendidikan yang bertujuan
untuk menilai kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan untuk
mengidentifikasi kekurangan yang ada. Materi pre test dan post test terdiri
atas :
 Anatomi dan fisiologi laring
 Penegakan diagnosa
 Penatalaksanaan
 Follow up
2. Selanjutnya dilakukan “small group discussion” bersama dengan fasilitator
untuk membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-
4
IV.6 – Disfoni

hal yang berkenaan dengan penuntun belajar, kesempatan yang akan


diperoleh pada saat bedside teaching dan proses penilaian.
3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, mahasiswa diwajibkan untuk
4. mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar
dalam bentuk “role play” dan teman-temannya (Peer Assisted Evaluation)
atau kepada SP (Standardized Patient). Pada saat tersebut, yang
bersangkutan tidak diperkenankan membawa penuntun belajar, penuntun
belajar yang dipegang oleh teman-temannya untuk melakukan evaluasi
(Peer Assisted Evaluation) setelah dianggap memadai, melalui metode
bedside teaching dibawah pengawasan fasilitator, peserta dididik
mengaplikasikan penuntun belajar kepada model anatomik dan setelah
kompetensi tercapai peserta didik akan diberikan kesempatan untuk
melakukannya pada pasien sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan evaluator
melakukan pengawasan langsung (direct observation), dan mengisi
formulir penilaian sebagai berikut :
 Perlu perbaikan : pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah
tidak dilaksanakan.
 Cukup : pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal
pemeriksaan terdahulu lama atau kurang memberi kenyamanan
kepada pasien.
 Baik : pelaksanaan benar dan baik (efisien)
5. Setelah selesai bedside teaching, dilakukan kembali diskusi untuk
mendapatkan penjelasan dari berbagai hal yang tidak memungkinkan
dibicarakan di depan pasien, dan memberi masukan untuk memperbaiki
kekurangan yang ditemukan.
6. Self assesment dan Peer Assisted Evaluation dengan mempergunakan
penuntun belajar.
7. Pendidik/ fasilitas :
 pengamatan langsung dengan memakai evaluation checklist form
(terlampir)
 penjelasan lisan dari peserta didik/ diskusi
 Kriteria penilaian keseluruhan : cakap/ tidak cakap/ lalai
8. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan
diberi tugas yang dapat memperbaiki kinerja (task-based medical
education)
9. Pencapaian pembelajaran :
 Ujian OSCA (K,P,A), dilakukan pada tahapan THT-KL dasar oleh
kolegium Ilmu kesehatan THT-KL
 Ujian akhir stase, setiap divisi/unit kerja oleh masing-masing sentra
pendidikan
 Ujian akhir kognitif, dilakukan pada akhir tahapan THT-KL lanjut
oleh kolegium ilmu THT-KL.

5
IV.6 – Disfoni

J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF

Kuesioner Sebelum Pembelajaran


1. Sorang pria usia 19 tahun dirujuk ke unit gawat darurat 2 jam setelah
kecelakaan lalu lintas, dengan riwayat leher terbentur setir mobil.
Penderita mengeluh suara parau tapi tidak sesak. Pada pemeriksaan
didapatkan leher sebelah kiri udem dan ada sidikit luka lecet.
Pemeriksaan tambahan apa yang paling diperlukan pada kasus tersebut?
A. Ct-scan leher
B. Foto soft tissue leher AP/Lateral
C. FOL
D. LD
E. Foto Thorak
Jawaban : C
2. Penyebab tersering paralisis korda vokalis unilateral adalah :
A. Trauma kecelakaan
B . Neoplasma.
C. Infeksi
D. Vaskuler
C. Tiroidektomi

Jawaban : A

3. Penyebab tersering paralisis korda vokalis bilateral adalah :


A. Tiroidektomi
B. Neoplasma
C. Trauma kecelakaan
D. Infeksi
E. Idiopatik

Jawaban : A

4. Pernyataan yang paling benar pada paralisis korda vokalis adalah :


A. Anomali kongenital lebih sering menyebabkan paralisis korda
vokalis kanan
B. Pada trauma akut paralisis korda vokalis bilateral sebaiknya segera
dilakukan rekontruksi saraf untuk mengembalikan fungsi laring
C. Salah satu indikasi injeksi teflon adalah paralisis korda vokalis
unilateral
D. Indikasi aritenoidektomi adalah paralisis korda vokalis aduktor
bilateral
E. Pada kasus paralisis korda vokalis dengan metode tertentu mudah
diidentifikasi serat saraf yang menginervasi otot aduktor maupun
abduktor

6
IV.6 – Disfoni

Jawaban : C

5. Pernyataan yang paling benar pada kasus papiloma laring pada anak :
A. Tidak mempunyai potensi berubah jadi ganas
B. Morbiditasnya rendah
C. Tidak ada hubungan dengan hormonal
D. Penyebab pasti adalah human papiloma virus
E. Pada saat operasi harus dilakukan dengan hati-hati jangan melukai
mukosa normal sekitarnya

Jawaban : E

K. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR

Penuntun Belajar
Prosedur Pemeriksaan Laring

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut :
1. Perlu perbaikan langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan
yang seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika
harus berurutan)
2. Mampu
langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan
urutannya (jika harus berurutan). Pelatih hanya
membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu
3. Mahir untuk kondisi diluar normal.

langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya


4. T/D dan waktu kerja yang sangat efisien

Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah


tertentu tidak perlu diperagakan).

PENUNTUN BELAJAR LARINGOSKOPI LANGSUNG


KESEMPATAN KE
NO KEGIATAN/LANGKAH KLINIK 1 2 3 4 5
I. PERSIAPAN PRA-TINDAKAN
1 Informed consent
2 Pemeriksaan penunjang
3 Penderita puasa

7
IV.6 – Disfoni

4 Memeriksa dan melengkapi alat


5 Persiapan tindakan
6 Cara tidur penderita dan posisi kepala
II. TINDAKAN
1 Memasukkan Laringoskop
2 Memasukkan Teleskop
3 Evaluasi laring

PENUNTUN BELAJAR LARINGOSKOPI SERAT OPTIK (FOL)


KESEMPATAN KE
NO KEGIATAN/LANGKAH KLINIK 1 2 3 4 5
I. PERSIAPAN PRA-TINDAKAN
1 Informed consent
2 Pemeriksaan penunjang
3 Memeriksa dan melengkapi alat
4 Persiapan tindakan
5 Cara duduk penderita dan posisi kepala
II. TINDAKAN
1 Memasukkan Fibre Optic
2 Evaluasi rongga hidung
3 Evaluasi nasofaring
4 Evaluasi laring

8
IV.6 – Disfoni

L. DAFTAR TILIK

Penilaian Kinerja Keterampilan (ujian akhir)

Prosedur Pemeriksaan Laring

Berikan penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang


diperagakan oleh peserta pada saat melaksanakan status kegiatan atau prosedur,
dengan ketentuan seperti yang diuraikan dibawah ini :
 Memuaskan langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan
prosedur atau panduan standar

Tidak langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai


X Memuaskan dengan prosedur atau panduan standar

Tidak langkah, kegiatan atau keterampilan tidak diperagakan


T/D Diamati oleh peserta selama proses evaluasi oleh pelatih

KEGIATAN NILAI
Pemeriksaan Laringoskopi Langsung
1. Persiapan tindakan
2.Tindakan
Pemeriksaan Laringoskopi Serat Optik (FOL)
1. Persiapan tindakan
2. Tindakan

M. MATERI PRESENTASI

Slide 1: Gejala dan Tanda Disfoni


Slide 2: Anamnesis & Pemeriksaan Disfoni
Slide 3: Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Slide 4: Faktor Resiko Disfoni
Slide 5: Clinical decision making and Medikamentosa

9
IV.6 – Disfoni

N. MATERI BAKU

1. DISFONI

a. Definisi
Disfoni adalah gangguan suara yang disebabkan kelainan pada laring,
bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala penyakit.
Disfoni dapat berupa suara parau (hoarseness), suara mendesah (breathy
voice), suara kaku (strain voice) sampai tidak bersuara (afoni). Penyebab
disfoni adalah kelainan pada laring yang meliputi infeksi/ peradangan,
kelainan neurologis, trauma laring, tumor jinak dan tumor ganas.

b. Faktor Resiko
Trauma leher, operasi daerah leher, kelainan paru, kelaianan jantung dan
penyakit sistemik lain.

c. Etiologi
Etiologi yang sering dijumpai adalah : Infeksi/peradangan, kelainan
neurologis, trauma laring, tumor jinak dan tumor ganas. Etiologi yang
jarang dijumpai adalah gangguan psikologis seperti stress, obat-obatan,
hormonal, usia, variasi anatomi dan penyakit neuromuskuler.

d. Diagnosis
 Anamnesis :
Anamnesis komprehensif :
o Keluhan utama :
- Durasi, hilang timbul, pernah normal lagi ?
o Faktor predisposisi :
- Dimulai dengan infeksi saluran napas akut? Teriak?
o Riwayat medis yang lalu :
- Trauma, pasca operasi/intubasi, hipotiroid?
o Simptom yang berhubungan dengan :
- Disfagi, batuk kronis, alergi, sesak napas
o Riwayat sosial :
- Pekerjaan, rokok, alkohol, vocal misuse/abuse
o Riwayat obat-obatan, terkait efek samping :
- Kekeringan mukosa
- Obat jantung bisa berefek samping batuk
- Hormon

 Pemeriksaan fisik
o Pemeriksaan kepala dan leher :
- Inspeksi dan palpasi untuk melihat tumor koli, tiroid dan
pergerakan kartilago laring

10
IV.6 – Disfoni

o Pemeriksaan laring :
- Pemeriksaan dengan cermin
- Laringoskopi kaku/teleskop/fleksibel
o Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan indikasi :
- Foto polos leher AP dan lateral
- CT scan leher
- Waktu Fonasi Maksimal
- Perceptual Analisis
- Voice Handicap Index (VHI)

2. BEBERAPA PENYAKIT PENYEBAB DISFONI

a. Laringitis Akut
 Definisi : adalah infeksi akut pada mukosa laring
 Etiologi :
- Virus : adeno virus, influenza virus
- Bakteri : Streptokokus pneumoniae, Hemofilus influenzae,
Streptokokus hemolitikus
 Gejala klinik :
- Suara parau samapi suara hilang
- Rasa tak enak dan nyeri di laring
- Batuk
- Sekret laring, awalnya sedikit menjadi banyak kental dan kadang ada
darah
- Mukosa laring merah dan udem
- Korda vokalis merah dan udem
 Terapi :
- Istirahat
- Vocal rest
- Simptomatis : antipiretik dan ekspektorans
- Bila ada infeksi skunder oleh bakteri perlu antibiotika

b. Laringitis Akut Pada Bayi Dan Anak


 Dapat fatal karena :
- Rima glotis kecil, bila udem dapat tersumbat
- Bayi udem 1 mm, lumen berkurang 50%
- Dewasa udem 1mm, lumen berkurang 20%
- Banyak jaringan ikat kendor pada daerah subglotik, sehingga mudah
udem dan sesak
 Gejala klinik :
- Parau, panas badan, sesak napas inspiratoir
 Terapi :
- Oksigenasi
11
IV.6 – Disfoni

- Injeksi deksamotason 0,3 – 0,5 mg/kgBB, bila belum membaik dapat


diulang 2x, bila gagal trakeotomi.
- Stoom (nebulizer/uap air panas)
- Antibioktika

c. Laringitis Difteri
 Etiologi : C. Diphtheria
 Patologi :
- Biasanya perluasan dari tonsilofaringitis difteri, jarang primer
- Pseudomembran dan udem pada mukosa korda vokalis dapat
menutup rima glotis,
menimbulkan parau dan sesak napas
 Insidens : sering pada anak
 Gejala klinik :
- Parau
- Panas subfibril
- Sesak napas inspiratoir
- Stridor inspiratoir
- Bull neck
 Komplikasi :
- Seperti tonsilofaringitis difteri
- Dapat fatal karena obstruksi laring
 Terapi :
- ADS
- Penicilin
- Isolasi
- Trakeotomi bila perlu

d. Laringitis Kronis Non Spesifik


 Etiologi :
- Iritasi
- Infeksi di jalan napas, meliputi hidung, sinus paranasalis dan paru
- Eksogen : bahan kimia dan rokok
 Gejala klinik :
- Parau yang lama
- Korda vokalis : udem, penebalan lokal/difus, eritema, bercak2 putih,
keratosis, jarang menimbulkan obstruksi
 Terapi : sesuai dengan penyebab

e. Laringitis Kronis Spesifik Tuberkulosa


 Etiologi : Mycobacterium tuberculosis, biasanya sekunder oleh karena
penyebaran TB paru, jarang primer
 Gejala klinik :
- Suara parau lama

12
IV.6 – Disfoni

- Batuk kadang ada darah


- Nyeri telan
- Demam
- Perasaan kedinginan
- Keringat malam
- Berat badan turun
- Sesak napas
 Gambaran klasik pada korda vokalis :
- Lesi di komisura posterior
- Mukosa kemerahan
- Eksudat kekuningan
- Nodul kecil-kecil
- Ulserasi
- Bagian posterior tak rata (Mouse eaten appearance)
- Granulasi/tuberkuloma
 Gambaran klinik dapat berupa :
- Lesi lebih menyebar
- Tersering pada korda vokalis, meluas ke sulkus interaritenoid,
epiglotis, ariteniod dan plika ventrikularis
- Sering lesi multipel
- Sering lesi menyerupai lesi non spesifik dan bentukan tumor
sehingga perlu dibedakan dengan keganasan laring
 Terapi :
- Lesi sekunder karena TBC paru
- Laringitis TBC = laringitis ektra pulmonal
o Isoniazid + Rimfampicine + Pirazinamide selama 2 bulan
o Dilanjutkan dengan Isoniazid + Rimfampicine selama 4 bulan

f. Nodul Vokal
 Sinonim : singer’s nodule, teacher’s nodule
 Nodul adalah benjolan kecil pada 1/3 anterior dan 1/3 tengah korda
vokalis, biasanya simetris kanan dan kiri. Terbentuk pada daerah yang
mendapat tekanan terbanyak ketika korda vokalis bertemu waktu vibrasi.
Tekanan berulang-ulang pada daerah yang sama sehingga menimbulkan
kerusakan dan pada proses penyembuhan timbul nodul
 Etiologi :
- Vocal abuse/vocal misuse
- Sering pada anak-anak, guru, penyanyi
o Vocal abuse :
Perilaku atau kejadian yang menyebabkan trauma pada korda
vokalis, misalnya : banyak bicara, bersihkan tenggorok, batuk,
menghirup iritan, merokok, berteriak.
o Vocal misuse :

13
IV.6 – Disfoni

Penggunaan suara yang salah, misalnya : bicara terlalu keras, bicara


dengan nada tinggi dan rendah yang abnormal
 Terapi :
- Voice therapy
- Kurangi berbicara, jangan berbisik
- Bila cukup besar, ekstirpasi dengan bedah laring mikroskopik
(BLM)

g. Granuloma Laring
 Granuloma laring adalah benjolan yang biasanya di prosesus vokalis atau
ariteniod. Ada riwayat refluk, trauma laring atau intubasi
 Gejala klinik :
- Suara parau
- Tenggorok terasa ngganjel
 Terapi :
- Obat anti refluk
- BLM
h. Kista Laring
 Gambaran umum:
- Lebih sering pada supra glotis
- Lebih sering kista retensi
- Bila besar bisa menimbulkan obstruksi
- Pada korda vokalis menimbulkan parau
 Terapi : BLM

i. Papiloma Laring
 Gambaran umum:
- Tumor jinak pada laring, dapat meluas ke faring, trakea dan
bronkus
- Sering pada anak-anak, dapat mengenai dewasa
 Etiologi :
- Diduga ada hubungan kuat dengan human papiloma virus tipe 6
dan 11
- Diduga ada hubungan dengan hormonal
 Gejala klinik :
- Suara parau progresif
- Dapat menyebabkan sesak sehingga perlu trakeotomi
- Sering residif, tumbuh kembali dengan cepat
 Terapi :
- BLM, ekstraksi sebersih mungkin
- Bila residif dioperasi lagi
- Perlu trakeotomi bila sesak
- Bisa dicoba antiviral

14
IV.6 – Disfoni

j. Paralisis Korda Vokalis


 Etiologi :
- Trauma (motor accident)
- Neoplasma
- Tiroidektomi
- Infeksi/neurologis
- Idiopatik
- Vaskuler
- Miscellaneous
 Gejala klinik :
o Pada paralisis aduktor : korda vokalis tidak dapat merapat di garis
median saat fonasi
- Unilateral : parau, tidak ada sesak
- Bilateral : afoni
- Batuk tidak efektif, kadang gangguan menelan
o Pada paralisis abduktor : korda vokalis merapat di garis tengah dan
tidak dapat bergerak ke lateral saat fonasi
- Unilateral : suara nyaring, sesak ringan
- Bilateral : suara nyaring dan sesak napas
 Terapi :
o Pada paralisis aduktor :
- Augmentasi korda vokalis dengan teflon/fat
- Tiroplasti medialisasi
o Pada paralisis abduktor :
- Aritenoidektomi

3. PROSEDUR PEMERIKSAAN LARING


a. Butir-2 Penting
1. Pada pemeriksaan Laringoskopi langsung diperlukan persiapan puasa
dan dilakukan premedikasi. Posisi kepala penderita harus tepat supaya
pelaksanaan tindakan dapat dilakukan dengan baik.
2. Pada pemeriksaan Laringoskopi serat optik diperlukan kerjasama
dengan penderita meskipun tindakan ini relatif tidak menyakitkan
penderita.
b. Teknik Pemeriksaan:

Laringoskopi Direkta :

No LANGKAH-LANGKAH BAGAIMANA MENGAPA


1 Premedikasi Luminal/atropin Tidak valium, karena
depresi pernapasan
Biar air liur sedikit

2 Anestesi lokal Spray xylocain, pd Epiglottis dikait, perlu


epiglottis anestesi
15
IV.6 – Disfoni

3 Atur posisi kepala Posisi high: fleksi Mudah mengait


leher/dada, ekstensi epiglottis keatas
occipito atlanto

4. Mengait epiglottis Selalu digaris tengah Akan terlihat uvula-


epiglotis sebagai
pedoman
Epiglotis dikait Kalau terlalu banyak,
sedikit saja aritenoid terkait
Kalau terlalu sedikit:
lepas
5 Melihat pita suara Dengan bantuan Mudah melihatnya,
teleskop (0o,30o) Kalau telescope harus
mengait epiglottis,bisa
basah-buram

Laringoskopi Serat Optik (FOL):

No Langkah-langkah Bagaimana Mengapa


1 Anaestesi local Kapas xylocain Tidak nyeri,tidak
ephedrin1 % di trauma
cavum nasi d/s
Spray xylocain pd
faring/epiglotis
2 Atur duduk penderita Duduk tegak
Memudahkan alat
3 Memasukkan alat FOL Melalui dasar cavum masuk
nasi
Tempat terlebar
4 Melihat nasofaring Lurus kebelakang

5 FOL diarahkan ke Dgn membengkokkan Tampak naso faring


laring kebawah dulu

6 Memeriksa laring FOL diarahkan mula-


mula tampak dari
jauh, lalu makin
mendekat

Kalau tak ada tumor


dilihat pergerakan
pita suara

c. Instrumen yang diperlukan:


16
IV.6 – Disfoni

 Laringoscope dewasa
 Laringoscope anak-anak
 Laringoscope bayi
 Telescope 00 , 300 , 900
 Fibre Optic Laryngoscope dan forcep biopsi
 Forcep lurus dan upturn
 Pompa Penyedot (Sucktion pump)

4. DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger JJ. Disease of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck,
Philadelphia, Lea & Fabiger, 1993, chapter 34&35, pp.569-619.
2. Bailey BJ and Pillsburry III HC. Head and Neck Surgery –
Otolaryngology. Philadelphia, JB Lippincott Co, 2014.
3. Paparella MM, Shumrick DA, Gluckman JL, Meyerhoff WL.
Otolaryngology. Philadelphia. WBSaunders Co.,1991, chapter
29,31,33&34, pp. 2257-384.
4. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head & Neck Surgery. New York.
McGraw Hill, 8th Ed, Chapter 31, pp. 724-92

17

Anda mungkin juga menyukai