ALERGI IMUNOLOGI
MODUL III.1
IMUNOLOGI DASAR
EDISI II
KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
III.1 Imunologi Dasar
DAFTAR ISI
A. WAKTU 2
B. PERSIAPAN SESI 2
C. REFERENSI 2
D. KOMPETENSI 2
E. GAMBARAN UMUM 3
F. CONTOH KASUS DAN DISKUSI 3
G. TUJUAN PEMBELAJARAN 3
H. METODE PEMBELAJARAN 3
I. EVALUASI 5
J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF 5
K. MATERI PRESENTASI 7
L. MATERI BAKU 10
1
III.1 Imunologi Dasar
A. WAKTU
B. PERSIAPAN SESI
Materi presentasi: Imunologi
o LCD 1: Sistem Imun Bawaan (Innate ) Dan Didapat ( Adaptive)
o LCD 2: Komposen Seluler dan Humoral
o LCD 3 : interaksi sistem imun bawaan (innate ) dan didapat (adaptive) untuk
membangkitkan respon imun
o LCD 4: Jenis-jenis dan Fungsi Imunoglobulin
o LCD 5: Fungsi dan Peran Sitokin, Interferon dan Kemokin dalam Sistem Imun
C. REFERENSI
1. Chaaban MR, Naclerio RM. Immunology and Allergy. In: Johnson JT, Rosen CA, eds. Bailey's Head
and Neck Surgery Otolaryngology. Vol 1. Pennsylvania: Lippincott Williams&Wilkins; 2014:379-96.
2. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Immediate Hypersensitivity. In: Cellular And Molecular Immunology,
International Edition, Sixth edition, Saunder Elsivier, 2007
3. Abbas AK, Lichtman AHH, Pillai S. Basic Immunology: Functions and Disorders of the Immune
System.Edisi ke 4. Boston: Elsevier Health Sciences; 2014.
D. KOMPETENSI
Mampu membuat diagnosis serta penatalaksaan berbagi penyakit berdasarkan respon imunologi.
Keterampilan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :
1. Menjelaskan patogenesis penyakit dengan dasar gangguan pada respon imun didapat
2. Menjelaskan patogenesis penyakit dengan dasar gangguan pada respon imun bawaan
3. Memberikan terapi sesuai dengan patomekanisme.
E. GAMBARAN UMUM
Imunitas adalah suatu fungsi pertahanan terhadap suatu penyakit, terutama terhadap penyakit
infeksi. Sistem imun adalah kumpulan berbagai sel, jaringan dan molekul yang terlibat dalam sistem
pertahanan terhadap infeksi. Respon imun adalah rangkaian proses interaksi yang terkoordinasi antar berbagai
sel dan molekul terhadap invasi bakteri. Fungsi fisiologi yang penting dari sistem imun adalah mencegah
terjadinya infeksi dan menetralisis akibat proses infeksi tersebut. Mekanisme pertahan tubuh terdiri dari
imunitas innate dan imunitas adaptif. Mekanisme imunitas innate merupakan pertahanan awal dan cepat
terhadap infeksi melalui berbagai proses seperti pertahanan epitel, fagositosis, sel Natural Killer, sistem
komplemen. Mekanisme imunitas adaptif terbentuk kemudian yang melibatkan sel limfosit dan produknya
seperti terbentuknya antibodi dalam menghilangkan infeksi dan mikroba atau melalui aktifasi sel T limfost
dalam menghancurkan mikroba intraselular.
2
III.1 Imunologi Dasar
G. TUJUAN PEMBELAJARAN
Proses, materi dan metoda pembelajaran yang disiapkan bertujuan untuk mengerti Imunologi Dasar
secara mendalam, sebagai dasar untuk mengerti patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan berbagai
penyakit yang terkait dengan kompetensi, yaitu:
1. Mengerti perbedaan antara sistem imun bawaan (innate ) dan didapat (adaptive)
2. Mengerti terhadap adanya komposen seluler dan humoral
3. Mengerti bagaimana interaksi sistem imun bawaan (innate ) dan didapat (adaptive)untuk
membangkitkan respon imun.
4. Mengerti dan dapat menjelaskan fungsi imunoglobulin.
5. Mengerti dan dapat mengenal fungsi dan peran sitokin, interferon dan kemokin dalam sistem imun
H. METODE PEMBELAJARAN
Setelah mengkuti sesi ini peserta didik akan mempunyai kemampuan dasar mengerti Imunologi Dasar secara
mendalam, sebagai dasar untuk mengerti patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan berbagai penyakit yang
terkait dengan kompetensi.
Tujuan 3. Mampu Menjelaskan interaksi sistem imun bawaan (innate) dan didapat (adaptive) dalam
membangkitkan respon imun
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review
Harus diketahui :
Interaksi sistem imun bawaan (innate ) dan didapat ( adaptive)
3
III.1 Imunologi Dasar
Tujuan 5. Menjelaskan Fungsi dan Peran Sitokin, Interferon dan Kemokin dalam Sistem Imun
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review
Harus diketahui :
Fungsi dan Peran Sitokin, Interferon dan Kemokin dalam Sistem Imun
I. EVALUASI
1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-test dalam bentuk essay dan oral sesuai dengan tingkat masa
pendidikan yang bertujuan untuk menilai kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan untuk
mengidentifikasi kekurangan yang ada.
2. Selanjutnya dilakukan “small group discussion” bersama dengan fasilitator untuk membahas kekurangan
yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal yang berkenaan dengan penuntun belajar.
3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, mahasiswa diwajibkan untuk mampu menejelaskan sesuai
dengan penuntun belajar.
4. Pendidik :
- Penjelasan lisan dari peserta didik/ diskusi
5. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan diberi tugas yang dapat memperbaiki
kinerja (task-based medical education)
6. Pencapaian pembelajaran : Ujian akhir stase disetiap divisi/unit kerja oleh sentra pendidikan THT-KL
dilanjutkan oleh kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL.
1. Ketika sistem imun bawaan bertemu dengan antigen asing, molekul permukaan sel apa memainkan
peran mengenali adanya antigen asing?
a. Antibodi
b. Reseptor sel T
c. Serangan membran kompleks komplemen
d. Tol-seperti reseptor
e. HLA Kelas II
Jawaban : D
2. Bagian mana dari antibodi IgE bertanggung jawab untuk mengikat sel mast dan basofil?
a. Light chain
b. Immunoglobulin fold
c. Reseptor Fc
d. Complementarity-determining region
4
III.1 Imunologi Dasar
Jawaban : C
A. IgG.
B. IgM.
C. IgA.
D. IgD.
E. IgE.
Jawaban : A
4. Sel APC (Antigen-presenting cells) yang mengaktifkan sel limfosit T, harus mempunyai reseptor apa
pada permukaan sel nya ?
A. IgE
B. Gamma interferon
C. Class I MHC antigens
D. Class II MHC antigens
E. Komplemen
Jawaban : D.
5
III.1 Imunologi Dasar
K. MATERI PRESENTASI
LCD 3 : interaksi sistem imun bawaan (innate ) dan didapat ( adaptive)untuk membangkitkan respon imun
6
III.1 Imunologi Dasar
7
III.1 Imunologi Dasar
LCD 5: Fungsi dan Peran Sitokin, Interferon dan Kemokin dalam Sistem Imun
L. MATERI BAKU
1. Unified airway
Konsep Unified Airway yang menyatakan bahwa proses inflamasi saluran nafas atas dan bawah
adalah satu atau dengan kata lain mempunyai proses yang sama. Proses inflamasi lokal maupun
sistemik dapat terlihat secara umum pada saluran nafas. Hal ini memperjelas bahwa fungsi saluran
nafas merupakan satu kesatuan yang utuh.
Seorang spesialis T.H.T.K.L. harus dapat menyadari bahawa penyakit pada saluran nafas atas dan
bawah selalu terjadi bersamaan, akibatnya bila kita mendiagnosis rinitis alergi atau rinitis non alergi,
kemungkinan dapat terjadi peningkatan asma.
9
III.1 Imunologi Dasar
terjadi dini pada saat mikroorganisme masuk akan dapat mencegah terjadinya infeksi. Saat bekerja
sel fagosit ini dapat berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik lainnya.
Sel yang juga berhubungan dengan sistem imun bawaan termasuk netrofil, monosit, sel mast,
eosinofil, basofil dan sel dendritik. Semua sel ini akan diaktivasi saat mikroba masuk ke tubuh
melalui penggunaan pattern recognition receptors (PRRs) dengan cara mensekresikan kedalam
pembuluh darah untuk melakukan opsonisasi bakteri, koagulasi dan memberikan sinyal
proinflamasi. Terdapat beberapa class PRRs: Toll-like receptors (TLRs), RIG-I-Like receptors, Nod-like
receptors dan C-type lectin receptors. PRRs berhubungan dengan pathogen-associated molecular
paterns (PAMPs) dan berperan dalam memberi sinyal ke sistem imun didapat untuk pengembangan
respon imun yang lebih lama.
Fagosit/makrofag, sel NK dan sel mast berperan dalam sistem imun nonspesifik selular.
Fagosit. Meskipun berbagai sel dalam tubuh dap at melakukan fagositosis, sel utama yang
berperan pada pertahanan nonspesifik adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel
polimorfonuklear seperti neutrofil. Kedua golongan sel tersebut berasal dari sel hemopoietik yang
sama. Fagositosis dini yang efektif pada invasi kuman, akan dapat mencegah timbulnya penyakit.
Proses fagositosis terjadi dalam beberapa tingkat sebagai berikut: kemotaksis, menangkap,
membunuh dan mencerna.
Natural Killer cell (selNK). Sel NK adalah sel limfosit tanpa ciri-ciri sel limfoid sistem imun
spesifik yang ditemukan dalam sirkulasi. Oleh karena itu disebut juga sel non B non T atau sel
populasi ke tiga atau null cell. Morfologis, sel NK merupakan limfosit dengan granul besar, oleh
karena itu disebut juga Large Granular Lymphocyte/LGL. Sel NK dapat menghancurkan sel yang
mengandung virus atau sel neoplasma. Interferon mempercepat pematangan dan meningkatkan
efek sitolitik sel NK.
Sel mast. Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan juga dalam pertahanan pejamu yang
jumlahnya menurun pada sindrom imunodefisiensi. Sel mast juga berperan pada imunitas terhadap
parasit dalam usus dan terhadap invasi bakteri. Berbagai faktor nonimun seperti latihan jasmani,
tekanan, trauma, panas dan dingin dapat pula mengaktifkan dan menimbulkan degranulasi sel mast.
10
III.1 Imunologi Dasar
dekat cloaca. Bila sel B dirangsang benda asing, sel tersebut akan berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di
dalam serum. Fungsi utama antibodi ialah mempertahankan tubuh terhadap infeksi bakteri, virus
dan menetralisasi toksin.
2. Sistem imun spesifik selular. Berperan dalam sistem imun spesifik selular adalah limfosit T atau sel T.
Fungsi sel T umumnya ialah:
- membantu sel B dalam memproduksi antibodi
- mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus
- mengaktifkan makrofag dalam fagositosis
- mengontrol ambang dan kualitas sistem imun
Sel T juga dibentuk dalam sumsum tulang, tetapi diferensiasi dan proliferasinya terjadi dalam
kelenjar timus atas pengaruh berbagai faktor asal timus. Sembilan puluh sampai sembilan puluh lima
persen semua sel timus tersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan meninggalkan timus
untuk masuk ke dalam sirkulasi dan kelenjar getah bening. Fungsi utama sistem imun selular ialah
pertahanan terhadap mikroorganisme yang hidup intraselular seperti virus, jamur, parasit dan
keganasan. Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa sel subset seperti sel T naif, Th 1 , Th2,
T Delayed Type Hypersensitivity (Tdth), Cytotoxic T Lymphocyte (CTL) atau T cytotixic atau T cytolytic
(TO dan T supresor (Ts) atau T regulator (Tr).
Sel T Naif (virgin). Sel T naif adalah sel limfosit yang meninggalkan timus, namun belum
berdiferensiasi, belum pernah terpajan dengan antigen dan menunjukkan molekul permukaan
CD45RA. Sel ditemukan dalam organ limfoid perifer. Sel T naif yang terpajan dengan antigen akan
berkembang menjadi sel Th0 yang selanjutnya dapat berkembang menjadi sel efektor Th 1 dan Th2
yang dapat dibedakan atas dasar jenis-jenis sitokin yang diproduksinya. Sel Th0 memproduksi sitokin
dari ke 2 jenis sel tersebut seperti IL-2, IFN dan IL-4.
Sel T CD4+ (Thl dan Th2). Sel T naif CD4+ masuk sirkulasi dan menetap di dalam organ limfoid
seperti kelenjar getah bening untuk bertahun-tahun sebelum terpajan dengan antigen atau mati. Sel
tersebut mengenal antigen yang dipresentasikan bersama molekul MHC-II oleh APC dan
berkembang menjadi subset sel Thl atau sel Tdth (Delayed Type Hypersensitivity) atau Th2 yang
tergantung dari sitokin lingkungan. Dalam kondisi yang berbeda dapat dibentuk dua subset yang
berlawanan.
IFN-y dan IL-12 yang diproduksiAPC seperti makrofag dan sel dendritik yang diaktifkan mikroba
merangsang diferensiasi sel CD4+ menjadi Th 1 /Tdth yang berperan dalam reaksi hipersensitivitas
lambat (reaksi tipe 4 Gell dan Coombs). Sel Tdth berperan untuk mengerahkan makrofag dan sel
inflamasi lainnya ke tempat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Atas pengaruh sitokin IL-4, IL-5, IL-10, IL-13 yang dilepas sel mast yang terpajan dengan antigen
atau cacing, Th0 berkembang menjadi sel Th2 yang merangsang sel B untuk meningkatkan produksi
antibodi. Kebanyakan sel Th adalah CD4+ yang mengenal antigen yang dipresentasikan di
permukaan sel APC yang berhubungan dengan molekul MHC-II.
Sel T CDS+ (Cytotoxic T Lymphocyte /CTL / T cytotoxic /T cytolytic/ Tc). Sel T CD8+ naif yang
keluar dari timus disebut juga CTL/Tc. Sel tersebut mengenal antigen yang dipresentasikan bersama
molekul MHC-I yang ditemukan pada semua sel tubuh yang bernukleus. Fungsi utamanya ialah
menyingkirkan sel yang terinfeksi virus dengan menghancurkan sel yang mengandung virus tersebut.
Sel CTL/Tc akan juga menghancurkan sel ganas dan sel histoimunokompatibel yang menimbulkan
penolakan pada transplantasi. Dalam keadaan tertentu, CTL/Tc dapat juga menghancurkan sel yang
terinfeksi bakteri intraselular. Istilah sel T inducer digunakan untuk menunjukkan aktivitas sel Th
dalam mengaktifkan sel subset T lainnya.
Sel Ts (T supresor) atau sel Tr (T regulator). Sel Ts (supresor) yang juga disebut sel Tr (regulator)
atau Th3 berperan menekan aktivitas sel efektor T yang lain dan sel B. Menurut fungsinya, sel Ts
dapat dibagi menjadi sel Ts spesifik untuk antigen tertentu dan sel Ts nonspesifik.Tidak ada petanda
unik pada sel ini, tetapi penelitian menemukan adanya petanda molekul CD8+. Molekul CD4+
12
III.1 Imunologi Dasar
Pembagian Antigen
1. Pembagian antigen menurut epitop
a. Unideterminan, univalen. Hanya satu jenis determinan/epitop pada satu molekul.
b. Unideterminan, multivalen. Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan tersebut
ditemukan pada satu molekul.
c. Multideterminan, univalen. Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap
macamnya (kebanyakan protein).
2. Multideterminan, multivalen. Banyak macam determinan dan banyak dan setiap macam pada satu
molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi).
Pembagian antigen menurut spesifisitas
a. Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies
b. Xenoantigen, yang hanya dimiliki spesies tertentu
c. Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk individu dalam satu spesies
d. Antigen organ spesifik, yang hanya dimiliki organ tertentu
e. Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri
3. Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T
a. T dependen, yang memerlukan pengenalan oleh sel T terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan
respons antibodi. Kebanyakan antigen protein termasuk dalam golongan ini.
b. T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk membentuk antibodi.
Kebanyakan antigen golongan ini berupa molekul besar polimerik yang dipecah di dalam tubuh
secara perlahan-lahan, misalnya lipopolisakarida, ficol, dekstran, levan, flagelin polimerik bakteri
4. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
a. Polisakarida. Polisakarida pada umumnya imunogenik. Glikoprotein yang merupakan bagian
permukaan sel banyak mikroorganisme dapat menimbulkan respons imun terutama pembentukan
antibodi. Contoh lain adalah respons imun yang ditimbulkan golongan darah ABO, sifat antigen dan
spesifisitas imunnya berasal dari polisakarida pada permukaan sel darah merah.
b. Lipid. Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat protein pembawa. Lipid
dianggap sebagai hapten, contohnya adalah sfingolipid
c. Asam nukleat. Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat menjadi imunogenik bila diikat protein
molekul pembawa. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respons imun terhadap
DNA terjadi pada pasien dengan Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
d. Protein. Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umumnya multideterminan dan univalen.
13
III.1 Imunologi Dasar
Antigen yang juga disebut imunogen adalah bahan yang dapat merangsang respons imun atau
bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi yang sudah ada tanpa memperhatikan kemampuannya
untuk merangsang produksi antibodi. Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten.
Bahan kimia ukuran kecil seperti dinitrofenol dapat diikat antibodi, tetapi bahan tersebut sendiri tidak
dapat mengaktifkan sel B (tidak imunogenik). Untuk memacu respons antibodi, bahan kecil tersebut
perlu diikat oleh molekul besar. Kompleks yang terdiri atas molekul kecil (disebut hapten) dan molekul
besar (disebut carrier atau molekul pembawa) dapat berperan sebagai imunogen. Contoh hapten ialah
berbagai golongan antibiotik dan obat lainnya dengan berat molekul kecil. Hapten biasanya dikenal oleh
sel B, sedangkan molekul pembawa oleh sel T. Molekul pembawa sering digabung dengan hapten dalam
usaha memperbaiki imunisasi. Hapten membentuk epitop pada molekul pembawa yang dikenal sistem
imun dan merangsang pembentukan antibodi.
ANTIBODI
Antibodi atau imunoglobulin (Ig) adalah golongan protein yang dibentuk sel plasma (proliferasi sel B)
setelah terjadi kontak dengan antigen. Antibodi ditemukan dalam serum dan jaringan dan mengikat
antigen secara spesifik. Bila serum protein dipisahkan secara elektroforetik, Ig ditemukan terbanyak
dalam fraksi globulin g meskipun ada beberapa yang ditemukan juga dalam fraksi globulin a dan b.
Semua molekul Ig mempunyai 4 polipeptid dasar yang teridiri atas 2 rantai berat (heavy chain) dan 2
rantai ringan (light chain) yang identik, dihubungkan satu dengan lainnya oleh ikatan disulfida (Gambar
11).
Unit dasar antibodi yang terdiri atas 2 rantai berat dam 2 rantai ringan yang identik, diikat menjadi satu
oleh disulfida yang dapat dipisah-pisah dalam berbagai fragmen.
A = rantai berat (berat molekul: 50.000-77.000)
B = rantai ringan (berat molekul: 25.000)
C = ikatan disulfida
Ada 2 jenis rantai ringan (kappa dan lambda) Yling" terdiri atas 230 asam amino serta 5 jenis rantai berat
tergantung pada kelima jenis imunoglobulin, yaitu IgG, IgE, IgA dan IgD.
IgG
IgG merupakan komponen utama (terbanyak imunoglobulin serum, dengan berat molekul 160.000.
Kadarnya dalam serum yang sekitar 13 mg/ml merupakan 75% dari semua Ig. IgG ditemukan juga dalam
cairan lain antaranya cairan saraf sentral (CSF) dan urin. IgG dapat menembus plasenta dan masuk ke
janin dan berperan pada imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG dapat mengaktifkan komplemen,
meningkatkan pertahanan badan melalui opsonisasi dan reaksi inflamasi IgG mempunyai sifat opsonin
14
III.1 Imunologi Dasar
yang efektif, oleh karena monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgG yang dapat
mempererat hubungan antara fagosit dengan sel sasaran. Selanjutnya opsonisasi dibantu reseptor untuk
komplemen pada permukaan fagosit. IgG terdiri atas 4 subkelas yaitu IgGl, IgG2, IgG3 dan IgG4. IgG4
dapat diikat oleh sel mast dan basofil.
IgA
IgA ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi kadarnya dalam cairan sekresi saluran
napas, saluran cema, saluran kemih, air mata, keringat, ludah dan kolostrum lebih tinggi sebagai IgA
sekretori (sIgA). Baik IgA dalam serum maupun dalam sekresi dapat menetralisir toksin atau virus dan
atau mencegah kontak antara toksin/virus dengan alat sasaran. Sekretori IgA diproduksi lebih dulu dari
pada IgA dalam serum dan tidak menembus plasenta. Sekretori IgA melindungi tubuh dari patogen oleh
karena dapat bereaksi dengan adhesi dan patogen potensial sehingga mencegah idherens dan kolonisasi
patogen tersebut dalam sel pejamu.
IgA juga bekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrofil, monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk
Far (Fca-R) sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplemen dan menetralisir toksin. IgA juga
diduga berperan pada imunitas cacing pita.
IgM
IgM (M berasal dari makroglobulin) mempunyai rumus bangun pentamer dan merupakan Ig
terbesar. Kebanyakan sel B mengandung IgM pada permukaannya sebagai reseptor antigen. IgM
dibentuk paling dahulu pada respons imun primer tetapi tidak berlangsung lama, karena itu kadar IgM
yang tinggi merupakan tanda adanya infeksi dini.
Bayi yang baru dilahirkan hanya mempunyai IgM 10% dari kadar IgM dewasa oleh karena IgM tidak
menembus plasenta. Fetus umur 12 minggu sudah dapat membentuk IgM bila sel B nya dirangsang oleh
infeksi intrauterin seperti sifilis kongenital, rubela, toksoplasmosis dan virus sitomegalo. Kadar IgM anak
mencapai kadar IgM dewasa pada usia satu tahun. Kebanyakan antibodi alamiah seperti isoaglutinin,
golongan darah AB, antibodi heterofil adalah IgM. IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme
patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator kuat terhadap butir antigen. IgM juga
merupakan antibodi yang dapat mengikat komplemen dengan kuat dan tidak menembus plasenta.
IgD
IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam darah (1% dan total imunoglobulin dalam
serum). IgD tidak mengikat komplemen, mempunyai aktivitas antibodi terhadap antigen berbagai
makanan dan autoantigen seperti komponen nukleus. Selanjutnya IgD ditemukan bersama IgM pada
permukaan sel B sebagai reseptor antigen pada aktivasi sel B.
IgE
IgE ditemukan dalam serum dalam jumlah yang sangat sedikit. IgE mudah diikat mastosit, basofil,
eosinofil, makrofag dan trombosit yang pada permukaannya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE.
IgE dibentuk juga setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran napas dan cerna. Kadar IgE
serum yang tinggi ditemukan pada alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis.
Kecuali pada alergi, IgE diduga juga berperan pada imunitas parasit. IgE pada alergi dikenal sebagai
antibodi reagin.
15
III.1 Imunologi Dasar
5. Sitokin sitokin
16