KELOMPOK III :
SINDHI
YULIZWIRTA
G1A116016
AYU
HERLINA G1A116017
DOSEN PENGAMPU :
dr. AYWAR ZAMRI, Sp.PD
I. Defenisi
Gigantisme adalah berlebihya produksi hormo pertumbuhan pada anak-anak
yang memberi dampak kepada ukuran tinggi dan berat badan nya.kondisi ini
tergolong langka dan terjadi dan terjadi sebelum lempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan menutup. Hormon pertumbuhan manusia (Growth Hormone/GH)
merupakan peptida rantai tunggal yang terdiri dari 191 asam amino, yang diisolasi
dari sel somatotrop pada kelenjar hipofisis anterior pada tahun 1956, dan pertama
kali digunakan sebagai terapi untuk penatalaksanaan dwarfisme hipofisis pada
tahun 1958. Gigantisme merujuk kepada keadaan tinggi badan berdiri lebih dari 2
standar deviasi dari rata-rata sesuai dengan jenis kelamin, usia, dan stadium Tanner.
Pertumbuhan linear yang abnormal karena aksi Insulinlike Growth Factor-I (IGF-
I)/GH menyebabkan gigantisme ketika lempeng pertumbuhan epifiseal terbuka saat
masa kanak-kanak, ketika pubertas muncul akan diikuti dengan perubahan
akromegalik yang progresif menyebabkan akromegalik gigantisme.1,2
b. Sekresi
1
Sekresi GH dikendalikan oleh kompleks hipotalamik dan faktor perifer.
Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH) terdiri dari 44 asam amino
peptida hipotalamik yang menstimulasi sintesis GH dan pelepasannya. Ghrelin,
merupakan octanoylated gastricderived peptide, dan agonis sintetik dari Growth
Hormone Secretagogue-Reseptor (GHS-R) menginduksi GHRH dan juga secara
langsung menstimulasi pelepasan GH. Somatostatin [somatotropin-release
inhibiting factor (SRIF)] disintesis di area preoptik medial di hipotalamus dan
menghambat sekresi GH. GHRH disekresikan dengan lonjakan yang berlainan
yang menimbulkan pulse GH, sedangkan SRIF mengatur pola sekretori GH
basal. SRIF juga diekpresikan pada banyak jaringan ekstrahipotalamus, termasuk
sistem saraf pusat, gastrointestinal, dan pankreas, dimana SRIF juga berperan
untuk menghambat sekresi hormon islet. IGF-1, target GH di perifer,
memberikan umpan balik untuk menghambat GH, estrogen merangsang GH,
sedangkan glukokortikoid berlebihan yang kronik akan mensupresi pelepasan
GH.3,4
Reseptor permukaan pada somatotrop meregulasi sintesis dan sekresi GH.
Reseptor GHRH merupakan reseptor G protein–coupled (GPCR) yang
memberikan sinyal melalui jalur intraseluler siklik AMP untuk menstimulasi
proliferasi sel somatotrop begitu juga produksi GH. Sekresi GH bersifat pulsatil,
dengan kadar puncak pada malam hari, berkaitan dengan onset tidur. Laju sekresi
GH menurun sesuai usia, oleh karena itu kadar hormon pada paruh baya sekitar
15 % dari kadar pada saat pubertas. Perubahan ini paralel terhadap penurunan
massa otot yang kurus terkait usia. Sekresi GH juga menurun pada individu yang
obesitas, walaupun kadar IGF-1 mungkin tidak tersupresi, hal ini menunjukkan
adanya perubahan pada setpoint kontrol umpan balik. Dengan menggunakan uji
standar, pengukuran GH acak tidak terdeteksi pada <50% sample yang diambil
siang hari dari subyek yang sehat dan juga tidak terdeteksi pada subyek yang
obsesitas dan usia tua.4
Dengan demikian, pengukuran GH acak tidak dapat membedakan pasien
dengan defisiensi GH pada dewasa dari individu sehat. Sekresi GH sangat
dipengaruhi faktor nutrisi. Dengan menggunakan uji GH yang ultrasensitif
dengan sensitivitas 0.002 μg/L, beban glukosa menekan GH sampai < 0,7 μg/L
2
pada perempuan dan < 0,07 μg/L pada laki-laki. Peningkatan frekuensi pulsasi
dan amplitudo GH muncul pada malnutrisi yang kronis atau puasa yang lama.
GH distimulasi dengan l-arginine, dopamine, dan apomorphine (agonis reseptor
dopamin), seperti jalur ßadrenergic, blokade b-Adrenergik menginduksi GH
basal dan memicu GHRH dan pelepasan GH yang dibangkitkan oleh insulin.4
c. Aksi
Pola sekresi GH dapat mempengaruhi respon jaringan. Pengeluaran GH
lebih tinggi pada laki-laki jika dibandingkan pada perempuan sekresi GH yang
relatif kontinu kemungkinan merupakan penentu biologis yang penting pada pola
pertumbuhan linier dan induksi enzim hati. Hati dan kartilago mengandung
jumlah reseptor GH yang paling banyak. Ikatan GH dengan reseptor dimer diikuti
dengan rotasi internal dan selanjutnya memberi sinyal melalui jalur JAK/STAT.
Protein STAT yang teraktivasi mengalami translokasi ke nukleus, dimana terjadi
modulasi ekspresi gen target yang diregulasi GH. Analog GH yang berikatan
dengan reseptor tetapi tidak memiliki kapabilitas memediasi sinyal reseptor
merupakan aksi antagonis GH yang poten. Antagonis GH reseptor (pegvisomant)
telah disetujui untuk menjadi terapi akromegali.4
GH menginduksi sintesis protein dan retensi nitrogen dan mengganggu
toleransi glukosa dengan melawan aksi insulin. GH juga mentimulasi lipolisis,
yang mengakibatkan peningkatan kadar asam lemak yang bersirkulasi,
menurunkan massa lemak omental, dan memicu pengurangan massa tubuh. GH
memicu retensi natrium, kalium, dan air dan meningkatkan kadar fosfat
inorganik. Pertumbuhan linear tulang sebagai hasil dari kompleks hormonal dan
aksi faktor pertumbuhan termasuk IGF-1. GH menstimulasi diferensiasi
prekondrosit epifiseal. Sel prekursor ini memproduksi IGF-1 secara lokal dan
proliferasinya juga responsif terhadap faktor pertumbuhan.4
3
Pada jaringan perifer, IGF-1 menggunakan aksi parakrin lokal yang
bergantung atau tidak bergantung terhadap GH. Dengan demikian pemberian GH
menginduksi IGF-I yang bersirkulasi dan juga menstimulasi produksi IGF-I lokal
di banyak jaringan. Baik IGF-I dan IGF-II berikatan dengan IGF-binding
proteins (IGFBPs) yang memiliki affinitas tinggi yang meregulasi bioaktivitas
IGF. Kadar IGFBP3 bergantung pada GH, dan merupakan protein karier yang
paling utama untuk mensirkulasikan IGF-I. 3
Defisiensi GH dan malnutrisi biasanya berkaitan dengan rendahnya kadar
IGFBP3. IGFBP1 dan IGFBP2 meregulasi aksi IGF pada jaringan lokal tetapi
tidak berikatan dalam jumlah bermakna dengan IGF-I yang bersirkulasi.
Konsentrasi IGF-I dalam serum sangat dipengaruhi faktor fisiologi. Kadar
meningkat ketika pubertas, puncaknya usia 16 tahun, dan secara bertahap turun
>80% ketika proses penuaan. Konsentrasi IGF-I lebih tinggi pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Karena GH merupakan penentu utama pada sintesis IGF-I
di hepar, abnormalitas sintesis atau aksi GH akan menurunkan kadar IGF-I.
Status hipokalori berkaitan dengan resistensi GH, dengan demikian kadar IGF-I
rendah pada keadaan kaheksia, malnutrisi dan sepsis. Pada akromegali, kadar
IGF-I selalu tinggi dan merefleksikan hubungan log-linear dengan konsentrasi
GH.3
4
Gambar 1. Regulasi dan efek GH
II. Etiologi
Pelepasan hormon pertumbuhan berlebihan hampir selalu disebabkan oleh
tumor hipofise jinak (adenoma).Dapat juga terjadi kelainan hipotalamus yang
mengarah pada pelepasan hormon berlebihan. Pelepasanhormon pertumbuhan yang
disebabkan tumor hipofise jinak (adenoma). Dan dapat juga karena
kelainanhipotalamus yang mengarah pada pelepasan growth
5
hormone berlebihan.Penyebab gigantisme dan akromegali dapat digolongkan
sebagai berikut:6
a. GA (Gigantisme Akromegali) Primer atau Hipofisis, dimana penyebabnya
adalah adenoma hipofisis.
b. GA Sekunder atau Hipotalamik, disebabkan oleh karena hipersekresi GHRH
dari Hipotalamus.
c. GA yang disebabkan oleh karena tumor ektopik (paru, pancreas, dll) yang
mensekresi HP atau GHRH.
6
4. Gigi menjadi terpisah-pisah
5. Jari dan ibu jari tumbuh menebal
6. Kelelehan dan kelemahan
7. Kehilangan penglihatan pada pemeriksaan lapang pandang secara seksama
karena khiasma optikum saraf mata tertekan.
7
- Hiperkalsemia.
Kelebihan hormon pertumbuhan (GH) sering terjadi pada usia antara decade
kedua dan keempat, karena GH pada decade dua (usia 5 tahun) merupakan stadium
awal perjalanan penyakit secara lambat. Sedangkan pada decade keempat terjadi
secara terus-menerus setelah stadium awal yang melewati decade tiga sehingga
tampak gejala GH: Frontal Bossing, Pembesaran tangan dan kaki, dll.
8
Gambar 3. Wajah tampak kasar dengan hidung melebar pada gigantisme8
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Gottinger JWJ. Tumors of the Pituitary Gland. In: Journal of Neuropathology and
Experimental Neurology [Internet]. 1998. p. 1907. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/B978-1-4377-1534-7.00026-5
2. Chang C V, Felicio AC, Toscanini AC. Pituitary Tumor Apoplexy. Arq
Neuropsiquiatr. 2009;67(December 2008):328–33.
3. More M. Lesions within and around the Pituitary. 2008;(1):5–18.
4. American Cancer Society. Pituitary Tumors. ACS; 2014.
5. Phillips N, the Pituitary MDT. Guidelines for the Management of Pituitary
Tumours. Yorkshire: Brain and CNS NSSG; 2013. 1-25 p.
6. Olsson DS. Non - functioning pituitary tumours - mortality , morbidity and tumour
progression. Institute of Medicine at the Sahlgrenska Academy University of
Gothenburg; 2014.
7. Beuschlein F, Strasburger CJ, Siegerstetter V, Bidlingmaier M, Blum HH, Reincke
M.1999 Ectopic production by a malignant lymphoma causing acromegaly: evidence for
auto/paracrine growth. Proc 81st Meeting of The Endocrine Society, San Diego, CA
p.143. available from: URL: http://press.endocrine.org/doi/full/10.1210/jcem.84.12.6222
8. Hammer RE, Brinster RL, Rosenfeld MG, Evans RM, Mayo KE. 1985 Expression of human
growth hormone-releasing factor in transgenic mice results in increased somatic
growth. Nature. 315:413–419.
10