1
SKENARIO 1
1
KLARIFIKASI ISTILAH
2
11. HbSag : antigen hepatitis B permukaan yang merupakan
protein virus yang pertama muncul setelah infeksi
dan bisa digunakan untuk memantau viral
clearance.
12. ASI ekslusif : sumber gizi pertama pada bayi dan memberikan
hanya ASI saja tanpa memberikan makanan atau
minuman lain kepada bayi sejak lahir sma[ai
berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin.
3
IDENTIFIKASI MASALAH
4
BRAIN STROMING
5
Penilaian bayi sebelum lahir Bayi cukup bulan
Penilaian bayi setelah lahir bayi menangis, bayi bergerak
aktif.
5. Apa saja kemungkinan penyebab bayi lahir tidak bernafas dan tonus otot
kurang baik?
Jawab:
6
Penyebab bayi lahir tidak bernafas dan tonus otot kurang baik
1. Tidak bernafas : hipoksia janin
a. faktor ibu (hipoksia ibu, gangguan aliran darah, gangguan
kehamilan)
b. faktor plasenta (solutio plasenta, plasenta previa)
c. faktor janin (gangguan aliran darah, pusat seperti tali pusat
menumbung)
2. Tonus otot kurang baik ANC yang tidak teratur.
8. Apakah ada hubungan ANC yang tidak teratur, ketuban pecah 24 jam,
tidak ada demam sebelum melahirkn dengan kondisi ibu?
Jawab:
7
9. Interpretasi pemeriksaan ibu seperti TORCH negatif, HbSag negatif, dan
gula darah normal?
Jawab:
Interpretasi pemeriksaan ibu
TORCH (-) tidak terinfeksi TORCH
HbSag (-) tidak menderita hepatitis
Gula darah normal tidak ada riwayat DM.
10. Apa pentingnya pemberian ASI dan rawat gabung pada ibu tersebut?
Jawab:
a. Pentingnya pemberian ASI
Melatih motorik dan penglihatan bayi
ASI mempunyai banyak keunggulan : kolostrum untuk
meningkatkan imunitas bayi
b. Pentingnya rawat gabung untuk mengawasi masa nifas ibu.
11. Apakah ada hubungan antara bayi ikterus dengan ASI ibu yang sedikit?
Jawab:
8
c. Pemeriksaan penunjang
9
ANALISIS MASALAH
10
berupa menghisap dan menelan air ketuban. Pada usia ini, sudah terbentuk
mekonium pada usus dan jantung berdenyut 120-150 kali/menit. Usia 17-
24 minggu komponen mata terbentuk penuh begitu pula sidik jari. Seluruh
tubuh diliputi oleh verniks kaseosa (lemak) dan fetus telah memiliki
reflekss. Fetus usia 25-28 minggu (awal trisemester III) terdapat
perkembangan otak yang cepat. Sistem saraf mengendalikan gerakan dan
fungsi tubuh, mata sudah membuka sehingga kelangsungan hidup pada
periode ini sangat sulit bila harus lahir (diterminsai). Kemudian pada usia
29-32 minggu, apabila bayi dilahirkan kemungkinan untuk hidup sekitar
50-70% saja. Tulang pada minggu tumbuh-kembang ini terbentuk
sempurna, gerakan napas regular, dan suhu relatif stabil.Minggu ke 33-36,
berat fetus 1500-2500 gram, lanugo mulai berkurang, paru telah matur,
apabila lahir tidak ada kesulitan. Pada minggu ke 38-40 (kehamilan
aterm), bayi akan meliputi seluruh uterus, air ketuban mulai berkurang
tetapi masih dalam batas normal.1
11
i. Kuku agak panjang dan lemas
j. Genitalia:
- Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora
- Laki laki testis sudah turun, skrotum sudah ada
k. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
l. Reflek morrow atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik
m. Reflek graps atau menggenggan sudah baik
n. Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama,
mekonium berwarna hitam kecoklatan.
2. Bayi Lahir Abnormalnya2
Bayi baru lahir makrosomia adalah bayi baru lahir dengan berat
4000 atau lebih. Semua bayi dengan berat badan 4000 gram atau lebih
tanpa memandang umur kehamilan dianggap sebagai makrosomia.
Bayi berat lahir besar atau BBLB adalah berat badan lahir lebih sama
dengan 4000 gram atau sama dengan makrosomia. Makrosomia
digambarkan sebagai bayi baru lahir dengan berat lahir lebih.
Makrosomia didefinisikan dalam beberapa cara yang berbeda,
termasuk berat lahir 4000-4500 gram.2
3. Interpretasi
- Berat badan 3,2 kg : Normal (nilai normal 2,5 kg- 4 kg)
- Panjang badan 47 cm : Abnormal (nilai normal 48-52 cm)
- Ketuban Jernih : Normal (normal air ketuban
bewarna jernih sedikit kekuningan)
- Tidak ada mekonium : Abnormal, (normalnya mekonium
12
13
Gambar 1. Manajemen Bayi Baru Lahir3
14
Dari sisi antropometri, neonatus normal memiliki berat 2500-
4000 gram, panjang lahir normal 48-52 cm, dan lingkar kepala
normal 33-37 cm.
Menilai kondisi asfiksia dan tonus otot menggunakan skor
APGAR yang diukur pada 1 menit pertama dan 5 menit.
Normalnya, skor APGAR pada 1 menit pertama 7-10,
sedangkan pada 5 menit 8-10
B. Fisiologi fetus
Ketika neonatus dilahirkan, hubungan plasental dan dukungan
metabolik yang berasal dari ibu secara otomatis akan hilang. Kejadian
ini memaksa neonatus untuk segera beradaptasi memenuhi kebutuhan
hidup, salah satunya dengan mulai bernapas. Neonatus akan
mengalami kejadian asfiksia ringan dan menerima impuls sensorik
kulit yang dingin, dimana kedua hal ini akan menginisiasi pernapasan
awal pada neonatus. Saat paru-paru neonatus mulai ekspansi untuk
pertama kalinya, terdapat hambatan tegangan permukaan cairan
pengisi paru yang menyebabkan dinding alveolus menjadi kolaps
sebesar ± 25 mmHg.5
Kondisi ini memaksa bayi menangis kuat sehingga menghasilkan
tekanan ± 60 mmHg yang cukup untuk membuat paru- paru
mengembang. Dimana pernapasan bayi belum sepenuhnya normal
sampai 40 menit pasca kelahiran. Secara fisiologis, proses ini
berlangsung kurang dari satu menit, ditandai dengan tangisan yang
keras. Apabila neonatus tidak segera bernapas dalam jangka waktu
tersebut, akan terjadi kondisi hipoksia (kekurangan O2) dan
hiperkapnik (kelebihan CO2) sehingga membutuhkan tambahan
stimulus pada pusat respirasi, yaitu dengan melakukan resusitasi.
Beberapa keadaan dapat menyebabkan bayi mengalami gangguan
pernapasan pasca kelahiran.5
Pengaruh anastesi general (total) pada ibu saat melahirkan dapat
menyebakan onset bernapas tertunda selama beberapa menit.
15
Prolonged fetal hipoksia juga dapat disebabkan antara lain: kala 2
memanjang; kompresi pada umbilical cord; pemisahan plasenta yang
terlalu dini (abruption plasenta); kontraksi uterus yang berlebihan;
trauma kepala. Derajat hipoksia yang dapat ditolerir oleh neonatus
maksimal 10 menit setelah partus. Apabila pernapasan tertunda
selama 8-10 menit akan menyebabkan gangguan permanen, dimana
lesi terutama terjadi di thalamus, coliculus inferior, area belakang otak
yang dapat menyebabkan kerusakan motor neuron, contohnya cerebral
palsy.5
C. Fisiologi cairan amnion
Rongga amnion berisi oleh cairan jernih encer (air ketuban) yang
sebagian dihasilkan oleh sel amnion meskipun sebagian besar berasal
dari daraj ibu. Jumlah cairan meningkar dari sekitar 30 mL pada
minggu ke 10 kehamilan menjadi 450 mL pada minggu ke 20 dan
menjadi 800-1000 ml pada minggu ke 37. Selama bulan-bulan awal
kehamilan, mudigah tergantung pada tali pusat di dalam cairan ini
yang berfungsi sebagai bantalan pelindung. Selain itu, cairan ini
berfungsi sebagai peredam guncangan, mencegah melekat mudigah ke
dinding amnion, dan memungkinkan janin bergerak. Volume cairan
amnion diganti setiap 3 jam. Dari awal bulan kelima, janin menelan
cairan amnionnya sendiri dan diperkirakan bahwa janin minum sekitar
400ml per hari, sekitar setengah dari jumlah total. Urin janin masuk ke
dalam cairan amnion setiap hari sejak bulan ke lima. Tetapi urin ini
sebagian adalah air karena plasenta berfungsi sebagai organ untuk
pertukaran zat sisa metabolisme.4,5
Pada saat lahir, selaput amniokorion membernuk suatu gaya
hidrostatik seperti baji yang membantu membuka kanalis servikalis.
Pecahnya selaput amnion secara prematur yang merupakan penyebab
tersering persalinan prematur terjadi pada sekitar 10% kehamilan.
Selain itu, oligohidramnion akibat pecahnya selaput amnion dapat
menyebabkan club foot dan hipoplasia paru. Penyebab pecahnya
16
selaput amnion umumnya belum diketahui, tetapi pada sebagian
kasus, trauma dicurigai sebagai penyebabnya.4,5
17
dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya
udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi
dengan balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa
endotrakeal.
c. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat
menyebabkan pneumonia aspirasi. Salah satu pendekatan
obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah
dengan melakukan penghisapan mekoneum sebelum lahirnya
bahu (intrapartum suctioning), namun bukti penelitian dari
beberapa senter menunjukkan bahwa cara ini tidak menunjukkan
efek yang bermakna dalam mencegah aspirasi mekonium.
Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah
bergantung pada keaktifan bayi dan ada/tidaknya
mekonium.Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan
bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot
kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera
dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk
mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea
meliputi langkah- langkah pemasangan laringoskop dan selang
endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter
penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan
trakea sampai glotis. Bila terdapat mekoneum dalam cairan
amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan
napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekoneum.
d. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan
pada posisi yang benar
Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan
mengeringkan akan memberi rangsang yang cukup pada bayi
untuk memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang benar,
penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas
18
adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan
menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok
punggung, tubuh atau ekstremitas bayi.
Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada
hampir semua rangsangan, sementara bayi yang berada dalam
apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan menimbulkan
reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada
telapak kaki atau gosokan pada punggung.Jangan membuang
waktu yang berharga dengan terus menerus memberikan
rangsangan taktil.
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori
berikutnya ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara
simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit).Waktu
untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali,
dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya.
2. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)6
a. Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yangbenar.
b. Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan
tekanan ventilasi harus sesuai.
c. Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60kali/menit.
d. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas
pertama setelah lahir, membutuhkan: 30-40 cm H2O. Setelah
nafas pertama, membutuhkan: 15-20 cm H2O. Bayi dengan
kondisi atau penyakit paru-paru yang berakibat turunnya
compliance, membutuhkan: 20-40 cm H2O. Tekanan ventilasi
hanya dapat diatur apabila digunakan balon yang mempunyai
pengukurantekanan.
e. Observasi gerak dada bayi: adanya gerakan dada bayi turun naik
merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-
paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila
dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang,
19
menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti
tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
pneumothoraks.
f. Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat dipakai
sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak paru mungkin
disebabkan masuknya udara ke dalam lambung.
g. Penilaian suara nafas bilateral: suara nafas didengar dengan
menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru
merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
3. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan
mengurangi meremas balon. Kompresi dada:
a. Teknik ibu jari (lebihdipilih)
Kedua ibu jari menekan sternum, ibu jari tangan melingkari
dada dan menopang punggung
Lebih baik dalam megontrol kedalaman dan tekanan
konsisten
Lebih unggul dalam menaikan puncak sistolik dan tekanan
perfusi coroner
b. Teknik dua jari
Ujung jari tengah dan telunjuk/jari manis dari 1 tangan
menekan sternum, tangan lainnya menopangpunggung
Tidaktergantung
Lebih mudah untuk pemberian obat
c. Kedalaman dantekanan
Kedalaman ±1/3 diameter anteroposterior dada
Lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan curah
jantung maksimum
d. Koordinasi VTP dan kompresi dada
1 siklus : 3 kompresi + 1 ventilasi (3:1) dalam 2 detik
Frekuensi: 90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit (berarti 120
20
kegiatan per menit) Untuk memastikan frekuensi kompresi dada
dan ventilasi yang tepat, pelaku kompresi mengucapkan “satu–
dua–tiga pompa-…”
4. Intubasi endotrakeal
a. Langkah 1: Persiapan memasukkan laringoskopi
Stabilkan kepala bayi dalam posisi sediki ttengadah
Berikan O2 aliran bebas selama prosedur
b. Langkah 2: Memasukkan laringoskopi
Daun laringoskopi di sebelah kananlidah
Geser lidah ke sebelah kirimulut
Masukkan daun sampai batas pangkallidah
c. Langkah 3: Angkat daun laringoskop
Angkat sedikit daun laringoskop
Angkat seluruh daun, jangan hanya ujungnya
Lihat daerah farings
Jangan mengungkit daun
d. Langkah 4: Melihat tanda anatomis
Cari tanda pita suara, seperti garis vertical pada kedua sisi glottis
(huruf “V”terbalik)
Tekan krikoid agar glotis terlihat
Bila perlu, hisap lender untuk membantu visualisasi
e. Langkah 5: Memasukkan pipa
Masukkan pipa dari sebelah kanan mulut bayi dengan
lengkung pipa pada arahhorizontal
Jika pita suara tertutup, tunggu sampaiterbuka
Memasukkan pipa sampai garis pedoman pita suara berada di
batas pitasuara
Batas waktu tindakan 20 detik
(Jika 20 detik pita suara belum terbuka, hentikan dan berikan
VTP)
21
f. Langkah 6: mencabut laringoskopi
Pegang pipa dengan kuat sambil menahan kea rah langit-
langit m ulut bayi, cabut laringoskop denganhati-hati.
5. Bila memakai stilet, tahan pipa saat mencabut stilet. Obat-obatan dan
cairan:6
a. Epinefrin
Larutan = 1 :10.000
Cara = IV (pertimbangkan melalui ET bila jalur IV sedang
disiapkan)
Dosis : 0,1 – 0,3 mL/kgBBIV
Persiapan = larutan 1 : 10.000 dalam semprit 1 ml (semprit
lebih besar diperlukan untuk pemberian melalui pipa ET.
Dosis melalui pipa ET 0,3-1,0mL/kg)
Kecepatan = secepat mungkin
Jangan memberikan dosis lebih tinggi secara IV.
b. Bikarbonat Natrium 4,2%
c. Dekstron10%
d. Nalokson
22
Gambar 1. Alur esusitasi pada kegawatdaruratan neonatus6
23
6. Apa saja kemungkinan penyebab bayi lahir tidak bernafas dan tonus otot
kurang baik?
Jawab:
Towell (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan
pernapasan pada bayi yang terdiri dari:7
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin. Hal ini dapat
terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau
anesthesia dalam. Gangguan aliran darah uterus yaitu mengurangnya
aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran
oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering
ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak, dan
eklamsia.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan
plasenta, dan lain-lain.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin. Gangguan ini ditemukan pada keadaan tali
pusat yang menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat
antara janin dan jalan lahir janin.
4. Faktor neonates
24
Dari skenario, skor APGAR pada bayi adalah 5 – 7 – 10. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada 1 menit pertama, bayi mengalami asfiksia
sedang. Setelah diberikan ventilasi tekanan positif, skor APGAR
meningkat menjadi 7 dan akhirnya menjadi 10, menunjukkan bahwa sudah
terjadi perbaikan pada sistem pernapasan dan bayi dapat bernapas dengan
baik.7
Interpretasi Tindakan
25
7– Kondisi baik Tidak membutuhkan resusitasi
10
4–6 Asfiksi ringan 1. Ventilasi tekanan positif
2. Suction
3. Observasi ketat
0–3 Asfiksi berat 4. Intubasi endotrachea
5. Ventilasi tekanan positif
6. Kompresi dada
Tabel1. Interpretasi skor APGAR7
26
Umum terdiri dari kesadaran, gizi, tinggi badan, berat badan,
tensi, nadi, respirasi, temperatur. Fisik terdiri dari konjungtiva
anemis/tidak, gigi, jantung, paru, payudara, hati, abdomen, tungkai.
Khusus kebidanan terdiri dari pemeriksaan luar (TFU, letak janin,
perabaan, gerak janin, DJJ) dan pemeriksaan dalam (pelvi metri
klinik bila ada indikasi)
c. Pemeriksaan Laboratorium
Darah (Hb, hematokrit, golongan darah, faktor rhesus), Urin
(untuk melihat adanya gula, protein & kelainan sedimen) bila perlu
tes antibodi toxoplasmosis, dan rubella.
2 Kunjungan ulang
a. 1 – 28 mg : 4 mg sekali
b. 28 – 36 mg : 2 mg sekali
c. 36 – 40 mg : tiap minggu
9. Apakah ada hubungan ANC yang tidak teratur, ketuban pecah 24 jam,
tidak ada demam sebelum melahirkn dengan kondisi ibu?
Jawab:
Dampak ANC yang tidak teratur antara lain :9
Tidak dapat diketahui kelainan-kelainan pada ibu dan janin
Tidak dapat diketahui faktor-faktor resiko yang mungkin terjadi pada
ibu
Tidak dapat mendeteksi secara dini penyakit yang ada pada ibu selama
masa hamil
27
10. Interpretasi pemeriksaan ibu seperti TORCH negatif, HbSag negatif, dan
gula darah normal?
Jawab:
Pemeriksaan ibu HbsAg (-), TORCH (-), dan gula darah normal dapat
mnyingkirkan diagnosis klinis yang berhubungan dengan pemeriksaan
tersebut. Ini menandakan ibu ini tidak mengalami penyakit Hepatitis B,
infeksi oleh virus TORCH, dan tidak ada DM.12
a. Hepatitis B pada ibu hamil
Penularan hepatitis B perinatal terutama ditemukan pada bayi yang
dilahirkan carrierHbsAg atau ibu yang menderita Hepatitis B selama
kehamilan trimester ketiga atau selama periode awal pasca partus.
Meskipun kira-kira 10% dari infeksi dapat diperoleh in utero, bukti
epidemiologik memberi kesan bahwa hampir semua infeksi timbul
kirakira pada saat persalinan dan tidak berhubungan dengan proses
menyusui. Pada hampir semua kasus, infeksi acut pada neonatus
secara klinis asimtomatik, tetapi anak itu kemungkinan menjadi
seorang carrier HbsAg Penyebaran perinatal merupakan masalah yang
besar di negara–negara di mana terdapat prevalensi infeksi virus
Hepatitis B yang tinggi dengan prevalensi HbsAg yang tinggi. Hampir
semua bayi yang dilahirkan dari ibu HbsAg positif akan terkena
infeksi pada bulan kedua dan ketiga dari kehidupannya. Peranan
adanyaHbsAg pada ibu sangat dominan untuk penularan. Sebaiknya
walaupun ibu mengandung HbsAg positif namun bila HbsAg dalam
darah negatif maka daya tularnya menjadi rendah. 11
b. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes Mellitus Gestasional hanya merupakan gangguan
metabolisme yang ringan, tetapi hiperglikemia ringan tetap dapat
memberikan penyulit pada ibu, berupa preeclampsia, polihidramnion,
infeksi saluran kemih, persalinan seksio sesarea, dan trauma
persalinan akibat bayi besar. Sekitar 40 sampai 60% wanita yang
pernah Diabetes Mellitus Gestasional pada pengamatan lanjut pasca
28
persalinan akan mengidap diabetes mellitus atau toleransi glukosa
terganggu.Beberapa keadaan yang biasanya terjadi pada bayi dari ibu
yang menderita Diabetes Mellitus Gestasional antara lain makrosomia,
hipoglikemia pada 24 jam pertama setelah lahir, hipomagnesemia,
hipokalsemia, hiperbilirubinemia, polisitemia hematologis, asfiksia
perinatal, dansindrom gawat nafas neonatal. Penapisan untuk DMG
harus dilakukan pada semua wanita hamil saat kunjungan ANC. 11
c. Infeksi Torch Pada Maternal
- Toxoplasmosis
Penularan vertikal Toxoplasma gondii terjadi melalui
perpindahan organismetransplasenta dar ibu ke janin.keparahan
penyakit pada janin berbanding terbalikdengan usia gestasi saat
timbulnya infeksi pada ibu.Uji serologi merupakan sarana utama
diagnosis. Antibodi IgG spesifik mencapaikonsentrasi puncak
pada 1 hingga 2 bulan setelah infeksi dan menetap. Bayi
denganseri konversi atau kadar IgG nya mengalami peningkatan
sebanyak empat kali lipat,harus dilanjutkan dengan pemeriksaan
antibodi IgM spesifik untuk menegakkandiagnosis. Terutama
pada infeksi kongenital, pengukuran antibodi IGA dan Ige dapat
membantu menefakkan diagnosis penyakir neurologis. 11
- Rubella
Agen epidemiologi pada ibu gambaran klinis pada
neonatustoxoplasma paparan terhadap kucing atau daging
hidrosefalus, cairan spinalgondii mentah atau agen imunosupresi
paparan risiko tinggi pada usia kehamilan 10-24 minggu
abnormal kalsifikasi di intrakranial, korioretinitis, ikterus,
heparisplenomegali, demam. Banyak bayi asimptomatik saat
lahir. 11
- CMV
Penyakit menular seksual, mononukleosis heterofil negatif
virus dapat menetap dalam darah bayi selama 1-5 tahun sepsis,
29
pertumbuhan janin terhambat, korioretinitis, mikrosefali,
kalsisikasi periventrikular, ruam blueberry muffin, anemia,
trombositopenia, neuropenia, hepatosplenomegali, ikterus, tuli,
penumonia. 11
- Virus herpes simpleks tipe 1 dan 2
Penyakit menular seksual, infeksifenital primer dapat
asimtomatik, infeksi intrauterin jarang, infeksi yang didapat saat
lahir lebih sering infeksi intrauterin: korioretinitis, lesi kulit,
mikrosefali.11
11. Apa pentingnya pemberian ASI dan rawat gabung pada ibu tersebut?
Jawab:
Pemberian ASI12
1. Bagi bayi
a. Sebagai nutrisi terlengkap untuk bayi, karena mengandung zat
gizi yang seimbang dan cukup serta diperlukan untuk 6 bulan
pertama
b. ASI terutama kolustrum mengandung immunoglobulin yaitu
secretory IgA yang berguna untuk pertahanan tubuh bayi .
melindungi bayi terhadap penyakit diantaranya diare, gangguan
pernapasan, dan alergi karena tidak mengandung zat yang dapat
menimbulkan alergi.
c. Menujang perkembangan motorik sehingga bayi yang diberi ASI
ekslusif akan lebih cepat bisa berjalan
d. Meningkatkan jalinan kasih saying
e. Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan
otak sehingga bayi ASI ekslusif potensial lebih pandai
f. Menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional,
kematangan spiritual, dan hubungan sosial yang baik.
2. Bagi ibu
a. Memelihara hubungan emosional ibu dan bayi
30
b. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan karena ibu menyusui
terjadi peningkatan kadar oksitosis yang berguna untuk konstriksi,
sehinngga peredaran darah akan lebih cepat berhenti. Hal ini akan
menurukan angka kematian ibu yang melahirkan.
Rawat Gabung13,14
1. Penting Rawat Gabung:
1. Bagi ibu
a. Ditinjau dari segi psikologis
- Meningkatkan hubunga batin antara ibu dan bayi
melalui sentuhan fisik yang terjadi segera setelah
kelahiran pada waktu menyusui
- Memberikan kesempatan pada ibu untukk belajar
merawat bayi baru lahir
- Meningkatkan rasa percaya diri dan tanggung jawab
kepada ibu untuk merawat bayinya
- Memberikan kesempataan kepada ibu untuk belajar
mengenal tangisan yang disebakan oleh rasa haus,
skait, lapar, sehingga mengurangi kegelisahan ibu
- Ibu dapat segera merespon bayi. Hal ini akan
membantu boding atachment
b. Ditinjau dari fisik
- Mempercepat uterus menjadi normal sehingga dapat
meminimlisir terjadi perdarahan post partum
- Menstimulasi mobilisasi ibu, karena aktivitas ibu
merawat bayinya sendiri
- Mempercepat produksi ASI
2. Bagi bayi
a. Ditinjau dari segi psikologis
- Menstimulasi mental dini yang diperlukan bagi tumbuh
kembang bayi
- Ritme tidur bayi lebih terpelihara
31
b. Ditinjau dari fisik
- Melindungi bayi dari bahaya infeksi ASI, teruatama
kolustrum
- Bayi mendapat makanan sesuai kebutuhan
- Mengurangi kemungkinan infeksi nasokomial
- Mengurangi bahaya aspirasi yang disebabkan oleh
pemberian susu formula
- Melatih bayi untuk menghisap putting dan areola yang
benar
- Memperlancar pengeluaran mekonium
2. Indikasi Rawat Gabung:
a. Indikasi bagi bayi:
- Bayi aktif, tonus baik
- Reflex hisap dan menelan baik
- Suhu stabil
- Tidak ada cacat bawaan/ kelainan bedah
- Bayi dengan penyakit yang sudah keluar dari masa kritis
dan tidak perlu observasi lagi
- Tidak ada trauma lahir atau morbiditas lain yang berat
- Bayi yang lahir dengan SC yang menggunakan pembiusan
umum rawat gabung dilakukan setelah ibu sadar misalnya
4-6 jam setelah operasi
- Apabila pembiusan secara spinal, bayi dapat segera
disusui
- Apabila ibu masih mendapat infuse bayi tetap dapat
disusui dengan bantuan petugas dan ibu dalam keadaan
sehat
b. Indikasi bagi ibu:
- Ibu sehat fisik maupun mental, usia kehamilan 37-42
minggu
32
- Tidak ada kontraindikasi menyusui (ibu dengan HIV
positif)
- Ibu tidak menderita penyakit menular atau ibu dalam
keadaan sehat
3. Kontraindikasi Rawat Gabung:
a. Kontraindikasi bagi bayi:
- Bayi dengan berat lahir sangat rendah
- Bayi dengan kelainan kongenital yang berat
- Bayi yang memerlukan observasi atau terapi khusus
b. Kontraindikasi bagi ibu:
- Ibu dengan kelainan jantung yang ditakutkan menjadi
gagal jantung
- Ibu dengan pre-eklamsi dan eklasi berat
- Ibu dengan penyakit akut yang berat
- Ibu dengan kasrsinoma payudara
- Ibu dengan psikosis
12. Apakah ada hubungan antara bayi ikterus dengan ASI ibu yang sedikit?
Jawab:
Menurut Hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUD Dr.H.Moch
Ansari Saleh Banjarmasin, dapat diketahui bahwa ibu yang menyusui
bayinya tidak sering sebesar 63,3%, bayi mengalami ikterus, dan sebesar
36,7% yang tidak mengalami ikterus, frekuensi pemberian ASI yang
sering yaitu sebesar 68,3% bayi tidak mengalami ikterus, dan sebesar
31,7% mengalami ikterus. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara frekuensi pemberian
ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir. 15
ASI merupakan sumber makanan terbaik bagi bayi selain mengandung
komposisi yang cukup sebagai nutrisi bagi bayi, Pemberian ASI juga dapat
meningkatkan dan mengeratkan jalinan kasih saying antara ibu dengan
bayi serta meningkatkan kekebalan tubuh bagi bayi itu sendiri. Ikterus
33
merupakan penyakit yang sangat rentang terjadi pada bayi baru lahir,
terutama dalam 24 jam setelah kelahiran, dengan pemberian ASI yang
sering, bilirubin yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus akan
dihancurkan dan dikeluarkan melalui feses bayi. Oleh sebab itu, pemberian
ASI sangat baik dan dianjurkan guna mencegah terjadinya ikterus pada
bayi baru lahir. 15
Rentang frekuensi menyusui yang optimal adalah antara 8 hingga 12
kali setiap hari, salah satu manfaat pemberian ASI bagi bayi adalah
menjadikan bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit
kuning (ikterus). Jumlah bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang
seiring diberikannya kolostrum yang dapat mengatasi kekuningan, asalkan
bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tidak diberi pengganti ASI.
Prasetyono, (2012) juga menyebutkan bahwa kolostrum yang terdapat
saat ASI keluar pertama kali memiliki efek laktasif yang dapat membantu
bayi baru lahir untuk mengeluarkan mekonium dari usus. Bersamaan
dengan keluarny amekonium, dikeluarkan pula kelebihan bilirubin
sehingga akan mencegah terjadinya ikterus pada bayi baru lahir.15
34
1967).Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan
asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini
merupakan factor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi
baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin.
Etiologi dari asfiksia adalah pengembangan paru bayi baru lahir
terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul
dengan pernapasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas
atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia
janin atau neonates. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan,
persalinan, atau segera setelah lahir.Namun mayoritas asfiksia bayi
baru lahir merupakan asfiksia janin, sehingga sangat penting bagi ibu
untuk rutin melakukan pemeriksakan Ante Natal Care (ANC).
Perubahan patofisiologi dan gambaran klinis dari asfiksia adalah
pernapasan spontan bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin
pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama
kehamilan/persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat.
Asfiksia yang terjadi dimulai dari periode apnu (primary apnoea)
disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernapas (gasping) yang kemudian diikuti
pernapasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernapas ini
tidak tampak dan bayi selanjutnya berada pada periode apnu kedua
(secondary apnoea).Pada tingkat ini, disamping bradikardi ditemukan
pula penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akna terjadi pula gangguan
metabolism dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi.
Pada tingkat pertama, gangguan pertukaran gas mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam
tubuh bayi akan terjadi proses metabolism anaerobic yang berupa
glikolisis glikogen tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh, terutama
jantung dan hati akan berkurang, yang pada akhirnya menyebabkan
35
asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan
kardiovaskuler yang disebabkan karena keadaan yaitu hilangnya
sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung,
terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya fungsi
sel jaringan, pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan
menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru,
sehingga sirkulasi darah ke paru dan sirkulasi lain di tubuh akan
terganggu. Asidosis dan penurunan fungsi jantung akan berakibat
buruk pada sel otak. Kerusakan sel otak akan menimbulkan kematian
atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
Tindakan pada sfiksia neonatorum bertujuan utama mengatasi
asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian
hari.Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi
baru lahir.
A. Prinsip dasar resusitasi:
Memberikan lingkungan yang baik bagi bayi dan
mengusahakan saluran pernapasan tetap bebas serta
merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar oksigenasi dan
pengeluaran CO2 berjalan lancar.
Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang
menunjukkan usaha pernapasan lemah.
Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
Menjaga agar sirkulasi tetap baik
B. Cara Resusitasi:
Cara resusitasi terbagi menjadi tindakan umum dan tindakan
khusus, yaitu:
a. Tindakan Umum
1. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir relative mengalami banyak
kehilangan panas yang diikuti penurunan suhu.
36
Penurunan suhu tersebut akan mempertinggi metabolism
jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat,
sehingga akan mempersulit keadaan bayi apalagi jika
bayi dalam keadaan asfiksia. Pencegahan kehilangan
panas dapat dilakukan dengan pemakaian sinar lampu
yang cukup kuat dan pengeringan tubuh bayi untuk
mengurangi evaporasi.
2. Pembersihan jalan napas
Saluran napas bagian atas segera dibersihkan dari
lendir dan cairan amnion.Perlu diperhatikan bahwa letak
kepala harus lebih rendah untuk mempermudah
keluarnya lendir.
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan
Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernapas
dalam 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita
depresi pusat pernapasan, sehingga bayi harus segera
diberi rangsangan.Sebagian besar bayi, pengisapan lendir
dan cairan amnion dapat memberikan rangsangan.
Pengaliran O2 yang cepat ke dalam mukosa hidung dapat
pula merangsang refleks pernapasan yang sensitif dalam
mukosa hidung dan faring.Rangsangan nyeri pada bayi
dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki
bayi, menekan tendon Achilles, atau memberikan suntik
vitamin K terhadap bayi tertentu. Bila tindakan tersebut
tidak berhasil, cara lain pun tidak akan memberikan hasil
yang diharapkan.
b. Tindakan Khusus
Jika tindakan umum resusitasi neonatus tidak berhasil,
maka dilakukan tindakan khusus yang dikerjakan sesuai
dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi yang
dimanifestasikan oleh tinggi rendahnya skor APGAR.
37
2 Respiratory Distress Syndrome 16,17
Disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan
sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama
pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang.Manifestasi dari
RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel
dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam
alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.
Definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat
(dispnea), frekuensi nafas meningkat (takipnea), sianosis yang
menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan
paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto torak
dan adanya atelektasis, kongesti vaskular, perdarahan, edema paru,
dan adanya hialin membran pada saat otopsi.
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu
prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria.
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi
surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan
berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih
belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan
bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul
segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
Patofisiologi pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif,
yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan.Surfaktan
adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel
pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24
minggu dan mencapai maksimal pada minggu ke 35.Zat ini terdiri
dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah
merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi
kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir
ekspirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
38
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
a. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan
penimbunan asam laktat asam organik>asidosis metabolik.
b. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris >
transudasi kedalam alveoli > terbentuk fibrin > fibrin dan
jaringan epitel yang nekrotik > lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung,
penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan
pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel
tipe II ini sangat sensitif dan berkurang pada bayi dengan asfiksia
pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya
stres intrauterin seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb : Atelektasis
→ hipoksemia →asidosis → transudasi → penurunan aliran darah
paru → hambatan pembentukan zat surfaktan → atelekstasis. Hal ini
berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian.
3 Syok16,17
Syok didefinisikan sebagai pengantaran substrat nutrisi dan
oksigen yang tidak adekuat pada jaringan untuk memenuhi kebutuhan
metabolik jaringan. Bayi dan anak-anak memiliki mekanisme yang
luar biasa untuk menjaga tekanan darah sentral untuk menjaga
jantung dan otak dari berbagai bentuk syok dimana dalam waktu
bersamaan mengurangi perfusi ke ekstremitas, GIT, ginjal, dan organ
lain.
Tanda khas pada syok yang terkompensasi adalah:
a. Takikardia
b. Ekstremitas distal terasa dingin dan terlihat pucat
c. Waktu pengisian kapiler yang diperpanjang (>2s)
d. Nadi perifer yang lemah dibanding nadi sentral
e. Tekanan darah sistolik normal
39
Sementara itu apabila mekanisme kompensasi gagal, tanda dari
perfusi organ akhir yang tidak adekuat meliputi:
a. Makin jeleknya status mental
b. Keluaran urin menurun
c. Asidosis metabolic
d. Nadi sentral lemah
e. Deteriorasi dari warna tubuh
Syok dekompensasi ditandai dengan pucat, sianosis perifer,
takipnea, bitnik-bintik pada kulit (mottling), turunnya keluaran urin,
asidosis metabolik, status mental yang buruk, denyut nadi perifer
lemah bahkan tidak terasa, nadi sentral lemah, dan hipotensi. Syok
dibagi menjadi beberapa jenis :
1. Hipovolemik: akibat dari defisiensi absolut dari volume darah
intravaskuler. Bisa disebabkan karena trauma, kehilangan cairan
(seperti pada diare, luka bakar, diabetes insipidus), asupan cairan
tidak cukup. Dicirikan oleh takikardia, hipotensi, nadi melemah,
dan pengisian kapiler diperpanjang. Tatalaksana meliputi
administrasi cairan dan transfusi darah.
2. Sepsis: merupakan respon inflamatori sistemik yang disebabkan
oleh infeksi atau toksin yang dicirikan oleh takikardia, hipotensi,
dan pengisian kapiler yang sangat cepat. Tatalaksana meliputi
melakukan kultur darah sementara pasien diberikan cairan dan
antibiotic spektrum luas.
3. Neurogenik: disebabkan oleh hilangnya kontrol system saraf
simpatis yang disebabkan karena trauma kepala dan leher. Ditandai
oleh bradikardia persisten dan hipotensi refrakter.Tatalaksana
meliputi stabilisasi vertebra servikal, menjaga tekanan rerata
tekanan darah arterial pada 85 mmHg dan deteksi dini dari aritmia
jantung serta penggantian cairan.
40
jantung. Penyebabnya meliputi gagal jantung kongestif, penyakit
jantung kongenital, tamponade jantung, dan penyakit jantung
iskemik, miocarditis, kardiomyopati, sepsis, dan efek samping obat.
Tatalaksana meliputi pemberian cairan secara hati-hati (5-10/kg)
dan amati bila terdapat perbaikan hemodinamik.
41
D. Diagnosis banding
- Asfiksia neonaurum derajat ringan
- RDS (Respiratoty Distress Syndrome)
- Ikterus
E. Diagnosis :
Asfiksia neonaurum derajat ringan
42
DAFTAR PUSTAKA
43
Kriteria-Bayi-Baru-Lahir-Bisa-Dirawat-di-Pelayanan-Rawat-Gabung-pdf,
tanggal 4 april 2019, pukul 22:07 WIB).
15. Fitri Y, Nurul H, Sri W. Hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian
ikterus pada bayi baru lahir. Banjarmasin: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Sari Muliadan Akademi Kebidanan Sari Mulia Banjarmasin; 2018.
16. Prawirohardjo, Sarwono (2011). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
17. Latief,Abdul dr., et al. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3.
Infomedia: Jakarta. Halaman: 1000-1011
44