Anda di halaman 1dari 8

ANTIHIPERTENSI

Menjalankan aktivitas sehari-hari yang cukup padat membuat seseorang dituntut


harus memiliki fisik yang sehat, bugar, dan bersemangat agar pekerjaan atau aktivitas
yang dilakukan maksimal. Dengan begitu, menjaga kesehatan tubuh tentunya menjadi
hal yang sangat penting karena dapat menghindarkan tubuh dari berbagai masalah
kesehatan yang tentunya sangat tidak diinginkan.

Seiring perkembangan zaman, banyak orang tidak lagi terlalu menganggap pola
hidup sehat sebagai hal yang penting. Mereka melakukan aktivitas dan gaya hidup yang
dianggap praktis, seperti menyantap makanan cepat saji yang diketahui dapat
mencentuskan resiko obesitas jika tidak diseimbangkan dengan aktivitas fisik seperti
berolahraga. Hal itulah yang akhirnya membuat banyak orang usia muda sangat rentan
terkena penyakit berbahaya salah satunya hipertensi.

Hipertensi dapat didefiniskan sebagai tekanan darah atau denyut jantung yang
lebih tinggi dari pada normal karena penyempitan pembuluh darah atau gangguan
lainnya. Biasanya hipertensi dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah sistolik dari
140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang.1 Hipertensi dapat
diklasifikasikan berdasarkan tingginya tensi darah dan berdasarkan etiologinya. Untuk
pembagian yang lebih rinci The Joint National Committee on prevention, detection,
evaluation and treatment of high blood pressure (JNC) membuat klasifikasi yang
mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pada JNC V (1992) hipertensi dibagi dalam
4 tingkat: ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Pada JNC VI (1997) hipertensi dibagi
menjadi tingkat 1, tingkat 2, dan tingkat 3 ditambah satu kelompok hipertensi sistolik
terisolasi. Sedangkan, klasifikasi terbaru (JNC VII, 2003) hanya membagi hipertensi
menjadi tingkat 1 dan tingkat 2 dan menghilangkan kelompok hipertensi sistolik
terisolasi.2
Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99

Hipertensi tingkat 2 >160 >100

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC VII, 2003 2

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi essensial dan


hipertensi sekunder. Hipertensi esensial atau hipertensi primer adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologi yang jelas. Penyebabnya multifaktoral meliputi faktor genetik
dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan
terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriksi, resistensi insulin
dan lain-lain. Sedangkan, yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan
merokok, stress emosi, obesitas, dan lain-lain.2 Berbeda dengan hipertensi primer,
hipertensi sekunder lebih jelas penyebabnya, yaitu karena adanya penyakit atau
gangguan tertentu. Contohnya, penyakit renovaskular yang terjadi karena aterosklerosis
yang menyebabkan penyempitan arteri renalis dikarenakan berkurangnya perfusi ginjal.
Selain itu ada juga hipertensi akibat peningkatan volume darah.3

Berdasarkan defnisi dan klasifikasi hipertensi diatas, benar adanya bahwa


hipertensi dikategorikan sebagai penyakit yang berbahaya. Pada beberapa orang yang
mengalami hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala apapun selama bertahun-
tahun, dikarenakan perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan dimana hal
tersebutlah yang menutupi perkembangan penyakit ini sampai terjadi kerusakan organ
yang bermakna. Bila ditemukan gejala-gejala klinik dari hipertensi, biasanya bersifat
tidak spesifik seperti sakit kepala, epistaksis, telinga berdengung, rasa berat di leher,
sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Gejala-gejala tersebut dapat berkurang dengan
obat penurun hipertensi atau lebih dikenal dengan obat antihipertensi. Obat
antihipertensi harus diminum seumur hidup, karena pada dasarnya hipertensi tidak dapat
disembuhkan namun dapat dikendalikan. Banyak penderita yang berhenti minum obat
antihipertensi ketika gejala atau keluhan hilang. Padahal ketika obat antihipertensi tidak
diminum, hipertensi akan kembali dan bisa menyebabkan kerusakan organ seperti otak,
jantung, dan ginjal. Namun, tak sedikit orang yang perduli akan pengobatan hipertensi
yang sesuai dengan pedoman pemilihan obat antihipertensi.

Pedoman pemilihan obat antihipertensi harus mengikuti anjuran dokter. Adapun


pedoman pemberian obat antihipertensi kepada pasien bergantung pada derajat
hipertensi yang dialaminya dan faktor pendukung lain diantaranya ras, usia, dan
penyakit lain yang diderita oleh pasien. Obat antihipertensi memiliki beberapa
golongan, yaitu:4

1. Diuretik (thiazid, loop diuretic)


2. Calcium Channel Blocker
3. Angiotensin Converting (ACE) Inhibitors
4. Beta Blocker
5. Angiotensin II Receptor Blocker
Obat-obat diatas memiliki mekanisme kerja yang berbeda-beda dalam
menurunkan tekanan darah. Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekresi natrium, air,
dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluller. Akibatnya,
terjadi penurunan curah jantung sehingga kemudian menurunkan tekanan darah.2
Selain itu biasanya juga digunakan untuk mengurangi edema pada pasien dengan
hipertensi berat yang telah mengalami retensi cairan pada tungkai atau bagian lain
ditubuh. Efek samping dari diuretik yang paling besar adalah terjadinya gangguan
keseimbangan elektrolit ditubuh (hipokalium, hiperurisemia, hipomagnesium,
hiperglikemia). Diuretik yang paling banyak digunakan adalah diuretik golongan
Thiazid, seperti Hidroklorotiazid (HCT), dan golongan Loop Diuretik seperti
Furosemid.5

Golongan obat antihipertensi yang selanjutnya adalah Calcium Channel Blocker


(CCB). Pada keadaan normal, kalsium akan masuk ke sel otot di pembuluh darah. CCB
akan berikatan dengan kanal kalsium, CCBs menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
Hal ini akan menyebabkann tekanan yang diberikan ke jantung akan lebih kecil
sehingga tekanan darah pada akhirnya akan menurun. Efek samping yang biasanya
ditimbulkan adalah sakit kepala, kemerahan, edema pada lengan dan tungkai. Adapun
contoh dari obat CCB adalah amlodipin, felodipine, isradipne, nicardipne, nisoldipine.5

Golongan Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor) bekerja secara


langsung menghambat pembentukkan Angiotensin II dan pada saat yang bersamaan
meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya berupa berkurangnya vasokontriksi,
berkurangnya natrium dan retensi air, dan meningkatkan vasodilatasi (melalui
bradikinin). Efek samping yang biasanya ditimbulkan antara lain kemerahan, mulut
kering, demam, hilang rasa, hipotensi, hiperkalemia dan ansiodema, Contoh
antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril, Enalapril, Fesinopril, Meoxipril,
Quianapril, dan Lisonipril.1

Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian Beta-Blocker


dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain: penurunan frekuensi denyut
jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung, hambatan
sekresi renin di sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan Angiotensin II,
efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensivitas
baroresptor, perubahan neuron adrenegik perifer dan peningkatan biosentesis
prostasiklin. Efek samping biasanya ditimbulkan dari golongan ini adalah hipotensi
postural, reflex tachycardia, first dose syncope. Contoh antihipertensi dari golongan ini
adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol, Acetabutolol,
Penbutolol, Labetalol.1

Golongan Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) memiliki mekanisme kerja


yang sama dengan ACE Inhibitor. Seperti pada ACE Inhibitor, agen ini juga
menghambat pembentukkan Angiotensin II dengan reseptornya untuk mengurangi atau
sama sekali tidak ada produksi ataupun metabolism bradikinin. Efek samping dari
golongan ini pun sama dengan efek samping dari ACE Inhibitor, namun yang
membedakannya terletak pada efek batuk kering dan angiodema yang lebih sedikit.
Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Losartan, Irbesartan, Kandesartan,
Telmisartan, Olmesartan, Valsartan.1,5
Berbagai pilihan obat antihipertensi sangatlah banyak seperti yang telah
diuraikan diatas, sehingga diperlukan pertimbangan yang cermat dalam memilih obat
tersebut. Banyak uji klinis yang telah dilakukan untuk menentukan obat antihipertensi
golongan apa yang paling baik. Pada dasarnya tidak ada golongan obat antihipertensi
yang lebih baik dibandingkan dengan golongan lain karena pada umumnya masing-
masing golongan memiliki tingkat efektivitas yang hampir sama. Selain itu efektivitas
obat antihipertensi bergantung pada responsive pasien terhadap pengobatan. Respon
penderita terhadap pengobatan sangat tergantung pada usia penderita, probabilitas ini
merefleksikan peran dominan dari sistem renin terhadap blood pressure regulation.2

Kini semakin banyak bukti kuat bahwa mungkin terdapat perbedaan penting
antara golongan obat antihipertensi yang berbeda dan efeknya terhadap komplikasi
tekanan darah tinggi. Contohnya, obat antihipertensi yang paling banyak digunakan
adalah golongan ACE Inhibitor yaitu Katopril. Pada pengunaanya obat golongan ini
banyak dikombinasikan dengan golongan antihipertensi yang lain misalnya Diuretik
golongan Thiazid. Antihipertensi golongan ACE Inhibitor lebih efektif apabila
digunakan dalam bentuk kombinasi dengan Diuretik golongan Thiazid dari pada
digunakan terpisah.6 Penelitian lain menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi
Beta-Blocker bersama Diuretik beresiko lebih tinggi menderita diabetes. Penelitian awal
dari sebuah penelitian berskala besar yaitu ASCOT, menujukkan adanya perbedaan
signifikan antara kombinasi dua jenis (kombinasi obat ACE Inhibitor dengan CCB
dibandingkan kombinasi Beta-Blocker dengan Diuretik). Hasil tersebut menujukkan
bahwa mungkin ada perbedaan antara masing-masing golongan obat dan hal tersebut
mungkin berdampak besar terhadap penangan hipertensi di masa depan.7

Seperti yang telah dijelaskan diatas, tingkat prevalensi hipertensi didunia cukup
tinggi. Hipertensi bukan hanya menyerang orang tua, namun orang berusia muda kini
rentan mengalami hipertensi. Untuk itu perubahan gaya hidup, aktivitas fisik yang
teratur, dan keteraturan dalam mengonsumsi obat antihipertensi dengan pemilihan yang
tepat terbukti menurunkan risiko kardiovaskular.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pramana, L. 2016. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Hipertensi


di Wilayah Kerja Puskesmas Demak II”. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhamadiyah Semarang.

2. Arini setiawati, Sulistia gan, Zunilda,D.S. Antihipertensi, Dalam : Farmakologi


dan Terapi edisi 5, FKUI : Jakarta. 2007 : 341-360.

3. Amu, Dina Adlina. 2015. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi di


Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Indonesia Tahun 2013”. Skripsi. FKIK
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Budisetio, Mulyadi. Pencegahan dan Pengobatan Hipertensi pada Penderia Usia


Dewasa. Jurnal Kedokteran Trisakti. 2001: 20(2): 101-07.

5. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison Himmelfarb C, Handler J,
et al. Eight report of the Joint National Committee on prevention.

6. Mutmainah, Nurul. Dkk. 2008. Indentifikasi Drug Related Problems (DRPs)


Potensial Kategori Ketidaktepatan Pemilihan Obat Pada Hipertensi dengan
Diabetes Melittus di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X Jepara Tahun 2007”.
Vo.9, No. 1:14-20.

7. Palmer, Anna. 2007. Simple Guide Tekanan Darah Tinggi. Jakarta Pusat: Erlangga.
ANTIHIPERTENSI

DISUSUN OLEH:

LILY SABET

G1A116023

DOSEN PEMBIMBING :

dr. Ave Olivia Rahman, M.Sc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2017/2018

Anda mungkin juga menyukai