Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

TERAPI HIPERTENSI DENGAN ARB

PEMBIMBING :

Prof. Mulyarjo, dr.,Sp.THT-KL (K)

DISUSUN OLEH :

Katarina Restia 20160420099


Kati Suciyokawati 20160420100
Ken Christian K. 20160420101
Kevin Rianto 20160420102
Kharisma Firdiansyah S, 20160420103
Lalu Otariyandi H.Y. 20160420104
Laurawati Yulia Chandra 20160420105

BAGIAN ILMU FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA
2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Hipertensi 3
2.1.1 . Definisi dan Klasifikasi 3
2.1.2 Patofisiologi 5
2.2 Angiotensin Reseptor Bloker 7
2.2.1 Macam-macam 11
2.2.2 Efek Samping 16
2.3 Penggunaan Angiotensin Reseptor Bloker 17
BAB 3 KESIMPULAN 22
DAFTAR PUSTAKA 23

III
IV
BAB I

Pendahuluan

Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang ditandai peningkatan


tekanan darah secara kronis. Hipertensi merupakan salah satu penyebab
kematian paling sering di dunia. Hampir satu miliar orang di dunia berisiko
terkena kegagalan jantung, serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan
kebutaan akibat hipertensi. Hipertensi terjadi ketika volume darah
meningkat dan / atau saluran darah menyempit, sehingga membuat
jantung memompa lebih keras untuk menyuplai oksigen dan nutrisi
kepada setiap sel di dalam tubuh. Tekanan darah diukur berdasarkan
tekanannya terhadap dinding pembuluh darah (yang besarannya
dinyatakan dalam mmHg). Jika tekanan darah melebihi tingkat yang
normal, maka resiko kerusakan bisa terjadi pada organ organ vital di
dalam tubuh seperti jantung, ginjal, otak, dan mata. Hal ini meningkatkan
resiko kejadian yang bisa berakibat fatal seperti serangan jantung dan
stroke.Hipertensi dapat disebabkan oleh berbagai faktor dan sering kali
berbeda-beda pada tiap individu. Penanganan hipertensi sendiri lebih
ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Dengan
pengobatan atau pengontrolan tekanan darah, maka berbagai komplikasi
yang dapat dipicu oleh hipertensi dapat dicegah. Salah satu macam obat
yang digunakan untuk mengatasi dan mengendalikan hipertensi adalah
angiotensin receptor blocker (ARB).

Angiotensin receptor blocker (ARB) merupakan salah satu obat anti


hipertensi yang bekerja dengan cara menurunkan tekanan darah melalui
sistem renin-angiotensin-aldosteron. ARB mampu menghambat
angiotensin II berikatan dengan reseptornya, sehingga secara langsung
akan menyebabkan vasodilatasi, penurunan produksi vasopresin, dan

1
mengurangi sekresi aldosteron. Ketiga efek ini secara bersama-sama
akan menyebabkan penurunan tekanan darah.

Mengingat pentingnya manfaat ARB terhadap hipertensi, maka pada


makalah ini akan dipaparkan semua hal yang berkenaan dengan
hipertensi dan ARB sebagai salah satu obat untuk menanggulanginya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Pengertian dan Klasifikasi

Definisi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg . Level tekanan darah haruslah
disetujui untuk evaluasi dan terapi pasien dengan hipertensi. Mengingat
risiko berbagai penyakit dapat meningkat akibat hipertensi yang
berlangsung terus-menerus, maka perlu adanya sistem klasifikasi yang
esensial untuk dijadikan dasar diagnosis dan terapi hipertensi.
Berdasarkan rekomendasi Seventh Report of the Joint National Commitee
of Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC VII). Klasifikasi tekanan darah pada tabel dimaksudkan
setiap tekanan yang terukur (tekanan rata-rata) pada dua kali atau lebih

3
pengukuran, dalam posisi duduk. Keadaan prehipertensi tidak dimasukkan
ke dalam kategori penyakit, namun perlu diingat bahwa keadaan tersebut
berisiko tinggi untuk berkembang ketahap hipertensi. Dengan demikian,
bila ditemukan pasien dengan prehipertensi, maka perlu segera dicari
faktor risikonya dan sedapat-dapatnya faktor risiko tersebut dimodifikasi.

Klasifikasi menurut JNC VII, tekanan darah dibagi dalam tiga


klasifikasi yakni normal, pre-hipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi
stage 2 . Klasifikasi ini berdasarkan pada nilai rata-rata dari dua atau lebih
pengukuran tekanan darah yang baik, yang pemeriksaannya dilakukan
pada posisi duduk dalam setiap kunjungan berobat.

Menurut JNC VII tidak menggolongkan derajat hipertensi berdasarkan


faktor risiko atau kerusakan organ target, namun JNC VII lebih
menekankan bahwa setiap pasien dengan hipertensi (baik derajat 1
maupun 2) perlu diterapi, disamping modifikasi gaya hidup. Pada
hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau
lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik
masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia
lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang
mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat
sampai usia 80tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia
55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis. Pada pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal,
penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg
harus dianggap sebagai faktor resiko dan sebaiknya diberikan perawatan.

Klasifikasi TDS* TDD Modifika Obat Awal


* si
Tekanan mmH Tanpa Dengan
Darah g mmH Gaya Indikasi
g Hidup Indikasi

4
Normal < 120 < 80 Anjuran Tidak Perlu Gunakan obat
menggunakan yang spesifik
Pre-Hiperte 120-13 80-89 Ya obat dengan indikasi
nsi 9 antihipertensi (resiko). ‡
Hipertensi 140-15 90-99 Ya Untuk semua Gunakan obat
9 kasus gunakan yang spesifik
Stage 1
diuretik jenisdengan indikasi
thiazide, (resiko).‡Kemud
pertimbangkan ian tambahkan
ACEi, ARB, BB, obat
CCB, atauantihipertensi
kombinasikan (diretik, ACEi,
ARB, BB,
Hipertensi >160 >100 Ya Gunakan CCB) seperti
kombinasi 2 obat yang dibutuhkan
Stage 2
(biasanya diuretik
jenis thiazide dan
ACEi/ARB/BB/C
CB

Tabel 2.1 Klasifikasi dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi pada


Orang Dewasa

2.1.2 Patofisiologi

Aktivitas kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks


adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

5
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan
tekanan darah (Anggraini, 2008).

Gambar 2.1. Patofisiologi hipertensi.

(Sumber: Rusdi & Nurlaela Isnawati, 2009)

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem


sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO)
dan dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja
masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari
berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan

6
abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan
curah jantung dan / atau ketahanan periferal. Selengkapnya dapat dilihat
pada bagan.

Hipertensi dipengaruhi oleh CO dan tahanan perifer. Sementara, CO


dipengaruhi oleh stroke volume dan heart rate. CO yang meningkat akan
mempengaruhi tahanan perifer. Ketika CO naik, pembuluh darah akan
melakukan autoregulasi dengan vasokonstriksi sehingga mencegah
terjadinya hiperperfusi jaringan. Dalam pengaturan CO terutama stroke
volume sangat dipengaruhi oleh RAA system pada ginjal.

RAA system merupakan system pada ginjal yang berpengaruh terhadap


tekanan darah. RAA bisa aktif dimulai dari pengeluaran renin oleh sel
jukstaglomerulus karena adanya penurunan laju filtrasi yang salah
satunya disebabkan oleh stenosis arteri renalis.

Renin yang keluar akan mengubah angiotensinogen plasma menjadi


angiotensin I, kemudian angiotensin I diubah oleh ACE menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang bermakna, yaitu berikatan dengan
reseptor AT1 akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang
imbasnya meningkatkan pula tahanan perifer. Selain itu, angiotensin II
akan menginduksi peningkatan aldosteron yang akan diikuti peningkatan
mineralokortikoid sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium. Natrium
yang terakumulasi dalam pembuluh darah akan meningkat sehingga akan
menarik air pada ruang intertisial melalui mekanisme osmolaritas,
sehingga volume darah meningkat dan menyebabkan tekanan darah
meningkat.

Tahanan perifer meningkat akan menyebabkan tekanan darah meningkat.


Peningkatan tahanan perifer pada arteriol yang sering. Lumen mengecil
setengahnya maka terjadi peningkatan tahanan perifer 16 kali lebih tinggi.
Lumen mengecil salah satu penyebabnya oleh plak yang bakal jadi
thrombus.

7
2.2 Angiotensin-Receptor Blocker

Sejak lebih kurang 100 tahun yang lalu, dengan ditemukannya renin,
Tigerstedt dan Bergman mulai membahas hubungan hipertensi dengan
ginjal. Percobaan Goldblatt (1934) menunjukkan bahwa hipertensi dapat
diinduksi dengan melakukan unilateral clamp arteri renalis. Tahun 1940
ditemukan pressor agent yang sebenarnya berperan dalam rangkaian
renin, yang kemudian diberi nama Angiotensin. Kemudian berhasil
diidentifikasi dua bentuk angiotensin yang dikenal, yaitu Angiotensin I dan
Angiotensin II.

Enzim yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II disebut


dengan Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Rangkaian dari seluruh
sistem renin sampai dengan angiotensin II inilah yang dikenal dengan
Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAS)..

8
Timbulnya iskemia general atau lokal akan mengaktivasi kedua sistem
RAS, baik lokal maupun sistemik. RAS general akan berperan dalam
regulasi sistem kardiovaskuler/hemodinamik dalam jangka waktu singkat
dan cepat. Aktivasi RAS sistemik ini akan menyebabkan pemulihan
tekanan darah dan homeostasis kardiovaskuler. Sedangkan aktivasi RAS
lokal akan meregulasi dalam jangka waktu yang lebih panjang dan
homeostasis kardiovaskuler lewat aktivasi angiotensin jaringan dan
degradasi bradikinin.

Hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktor. Secara prinsip


terjadi akibat peningkatan cardiac output/curah jantung atau akibat
peningkatan resistensi vaskuler karena efek vasokonstriksi yang melebihi
efek vasodilatasi. Peningkatan vasokonstriksi dapat disebabkan karena
efek alpha adrenergik, aktivasi berlebihan dari sistim RAS atau karena
peningkatan sensitivitas arteriole perifer terhadap mekanisme
vasokonstriksi normal.

9
Pengaturan tonus pembuluh darah (relaksasi & konstriksi) dilakukan
melalui keseimbangan dua kelompok vasoaktif, yaitu vasoconstriction
agent dan vasodilatation agent. Sistem RAS mempunyai hubungan yang
erat dengan patogenesis timbulnya dan perjalanan hipertensi. Angiotensin
II yang merupakan mediator utama dari RAS berikatan dengan
resep-tornya di jaringan reseptor ini dikenal dengan reseptor AT. Ada
beberapa tipe reseptor, tetapi yang terpenting adalah reseptor AT1 dan
AT2 .

10
ANGIOTENSIN - GPCR
MENGAKTIVASI SIGNALING PATHWAY PHOSPHOLIPASE C

Dwi Mulyani 1221213058


Angiotensin Receptor Blocker (ARB) merupakan kelompok obat yang
memodulasi sistem RAS dengan cara menginhibisi ikatan angiotensin II
dengan reseptornya, yaitu pada reseptor AT1 secara spesifik. Semua
kelompok ARB memiliki afinitas yang kuat ribuan bahkan puluhan ribu kali
lebih kuat dibanding angiotensin II dalam berikatan dengan reseptor AT1.
Akibat penghambatan ini, maka angiotensin II tidak dapat bekerja pada
reseptor AT1, yang secara langsung memberikan efek vasodilatasi,
penurunan vasopressin, dan penurunan aldosteron, selain itu,
penghambatan tersebut juga berefek pada penurunan retensi air dan Na
dan penurunan aktivitas seluler yang merugikan (misalnya hipertrofi).
Sedangkan Angiotensin II yang terakumulasi akan bekerja di reseptor AT2
dengan efek berupa vasodilatasi, antiproliferasi. Sehingga pada akhirnya

11
rangsangan reseptor AT2 akan bekerja sinergistik dengan efek hambatan
pada reseptor AT1.

2.2.1 Macam-macam Angiotensin-Receptor Blocker

Berbagai obat yang termasuk ke dalam golongan ARB telah banyak


dipublikasikan dan dipasarkan. Beberapa obat ARB yang ada, antara lain:

 Valsartan

Valsartan merupakan prototipe ARB dan keberadaannya cukup


mewakili seluruh ARB. Valsartan bekerja pada reseptor AT1 secara
selektif, sehingga diindikasikan untuk mengatasi hipertensi. Valsartan
memiliki rumus kimia C24H29N5O3 dengan berat molekul 435,519 g/mol.
Bioavailabilitas valsartan adalah sebesar 25% dengan 95% terikat protein.
Waktu paruh valsartan adalah 6 jam, dan kemudian diekskresikan 30%
melalui ginjal dan 70% melalui bilier.

Valsartan terdapat dalam kemasan tablet 40 mg, 80 mg, 160 mg, dan
320 mg, menyesuaikan rentang dosis harian yang direkomendasikan,
yaitu 40 – 320 mg per hari. Nama dagang valsartan, antara lain diovan dan
valtan. Pada tahun 2005, diovan telah digunakan lebih dari 12 juta orang

12
di Amerika Serikat saja. Studi yang dipublikasikan oleh Journal of Clinical
Investigation menunjukkan adanya efek pencegahan dan pengobatan
terhadap alzheimer, meskipun hal itu masih sebatas penelitian. Obat ini
dapat menurun efektivitasnya hingga 40% bila diberikan bersama
makanan.

 Telmisartan

Telmisartan merupakan salah satu ARB yang digunakan sebagai


antihipertensi. Telmisartan dipasarkan dengan nama dagang Micardis
(Boehringer Ingelheim), Pritor or Kinzal (Bayer Schering Pharma), Telma
(Glenmark Pharma) dan Teleact D by (Ranbaxy). Telmisartan memiliki
rumus kimia C33H30N4O2 dengan berat molekul 514,617 g/mol.
Bioavailabilitas telmisartan adalah sebesar 42% hingga 100% dengan
lebih dari 99,5% berikatan dengan protein. Waktu paruh telmisartan
adalah 24 jam, dan kemudian diekskresikan hampir seluruhnya melalui
feses.

Secara farmakologis, kinerja telmisartan tidak jauh berbeda dengan


kelompok ARB lainnya, yaitu dengan mengikat reseptor AT1. Afinitas
telmisartan terhadap reseptor AT1 cukup tinggi dan merupakan yang
tertinggi di kelompoknya. Reduksi tekanan darah terjadi akibat relaksasi
otot polos pembuluh darah, sehingga terjadi vasodilatasi.

 Losartan

13
Losartan merupakan salah satu ARB yang diindikasikan untuk
hipertensi. Selain itu, losartan juga dapat memperlambat progresivitas
nefropati diabetik dan kelainan ginjal lain pada pasien diabetes melitus
tipe II, hipertensi, dan mikroalbuminuria (>30 mg/hari) atau proteinuria (>
900 mg.hari). Losartan merupakan ARB pertama yang dipasarkan secara
luas dengan nama dagang Cozaar (Merc & Co). Losartan memiliki rumus
kimia C22H23ClN6O dengan berat molekul 422,91 g/mol. Bioavailabilitas
losartan adalah sebesar 25% hingga 35%. Metabolisme losartan terjadi di
hepar dengan bantuan enzim sitokrom p450 CYP2C9 dan CYP3A4.
Waktu paruh telmisartan adalah 1,5 hingga 2 jam, tetapi memiliki metabolit
aktif asam 5-karboksilat yang dapat bekerja dalam 6 hingga 8 jam.
Metabolit aktif ini juga memiliki efektivitas blocking reseptor AT1 10 hingga
40 kali lebih kuat dibanding bahan induknya, losartan. Losartan kemudian
diekskresikan 13% - 25% melalui ginjal dan 50% - 60% melalui bilier.

Meskipun losartan jarang digunakan sebagai terapi first-line untuk


hipertensi akibat harganya yang relatif lebih mahal dibanding diuretik atau
beta bloker, losartan ternyata dapat dijadikan sebagai terapi first-line untuk
hipertensi dengan risiko kardiovaskular event. Wiki osa2 Losartan juga
terdapat dalam kombinasi dengan diuretik tiazid dosis rendah dan

14
dipasarkan dengan nama dagang Hyzaar (Merck). Losartan akhir-akhir ini
diteliti mengenai efektivitasnya dalam menekan reseptor TGF-β tipe I dan
II pada ginjal diabetik, yang diasumsikan bertanggung jawab dalam efek
proteksi ginjal pada pasien diabetes.

 Irbesartan

15
Irbesartan digunakan terutama untuk menangani hipertensi. Irbesarta
dikembangkan pertama kali melalui riset Sanofi, dan kemudian dipasarkan
oleh sanovi-aventis dan Bristol-Myers Squibb dengan nama dagang
Aprovel, Karvea, dan Avapro. Irbesartan memiliki rumus kimia
C25H28N6O dengan berat molekul 428,53 g/mol. Bioavailabilitas
irbesartan adalah sebesar 60% hingga 80%. Waktu paruh irbesartan
adalah 11-15 jam, dan kemudian diekskresikan 20% melalui ginjal dan
sisanya melalui feses.

Selain sebagai antihipertensi, irbesartan juga mampu menghambat


progresivitas nefropati diabetik, mikroalbuminuria, atau proteinuria pada
penderita diabetes melitus. Irbesartan juga terdapat dalam formula
kombinasi dengan diuretik tiazid dosis rendah, yang ditujukan untuk
meningkatkan efek antihipertensinya. Kombinasi ini tersedia dalam
berbagai nama dagang, seperti CoAprovel, Karvezide, Avalide, dan
Avapro HCT.

16
 Olmesartan

Olmesartan (Benicar, Olmetec) merupakan salah satu ARB untuk


hipertensi. Olmesartan bekerja dengan memblokade ikatan angiotensin II
dengan reseptor AT1 sehingga akan merelaksasi otot polos vaskular.
Dengan blokade tersebut, olmesartan akan menghambat feedback negatif
terhadap sekresi renin. Olmisartan memiliki rumus kimia C29H30N6O6
dengan berat molekul 558,585 g/mol. Bioavailabilitas Olmisartan adalah
sebesar 26% dengan metabolisme terjadi di hepar dan tidak hilang
dengan hemodialisis. Waktu paruh Olmisartan adalah 13 jam, dan
kemudian diekskresikan 40% melalui ginjal dan 60% melalui bilier.

Olmesartan tersedia dalam bentuk tablet 5 mg, 20 mg, dan 40 mg.


Dosis normal yang dianjurkan untuk dewasa (termasuk lanjut usia dan
kerusakan hepar dan ginjal ringan) adalah 20 mg/hari dosis tunggal.
Selanjutnya dosis dapat ditingkatkan menjadi 40 mg per hari setelah 2
minggu, bila tekanan darah tetap tidak mencapai target.

 Candesartan

17
Candesartan merupakan salah satu ARB yang digunakan sebagai
antihipertensi. Prodrug candesartan dipasarkan dalam bentuk
candesartan cileksil, dengan nama Blopress, Atacand, Amias, dan
Ratacand. Candesartan memiliki rumus kimia C243H20N6O3 dengan
berat molekul 440,45 g/mol. Bioavailabilitas candesartan adalah sebesar
15% hingga 40% dengan metabolisme terjadi di dinding intestinal untuk
candesartan sileksil, dan dihepar untuk candesartan yang dikatalisasi
enzim sitokrom p450 CYP2C9. Waktu paruh candesartan adalah 5,1
sampai 10,5 jam, dan kemudian diekskresikan 33% melalui renal dan 67%
melalui feses.

Selain sebagai obat antihipertensi, candesartan juga diindikasikan


untuk pasien dengan gagal jantung kongestif. Indikasi ini merupakan hasil
studi CHARM pada awal tahun 2000. Disamping itu, candesartan dapat
dikombinasikan dengan ACE inhibitor untuk memperbaiki morbiditas dan
mortalitas penderita gagal jantung. Kombinasi dengan diuretik tiazid dapat
menambah efek antihipertensi.

 Eprosartan

Eprosartan merupakan salah satu ARB yang digunakan sebagai


antihipertensi. Eprosartan dipasarkan dengan nama Teveten HCT dan
Teveten plus. Kerja obat ini pada sistem RAS akan menurunkan resistensi
perifer. Obat ini juga menghambat produksi norepinefrin simpatetik
sehingga juga menurunkan tekanan darah. Eprosartan memiliki rumus
kimia C23H24N2O4S dengan berat molekul 520,625 g/mol.
Bioavailabilitas eprosartan adalah sebesar 15% tanpa dimetabolisme.
Waktu paruh eprosartan adalah 5 hingga 9 jam, dan kemudian
diekskresikan 10% melalui ginjal dan 90% melalui bilier.

18
2.2.2 Efek Samping
Secara umum dan melalui berbagai penelitian, ARB relatif aman dan
jarang sekali menimbulkan komplikasi fatal. Beberapa keluhan yang
pernah dilaporkan, antara lain pusing, sakit kepala, dan hiperkalemia. ARB
juga dapat menimbulkan hipotensi ortostatik, rash, diare, dispepsia,
abnormalitas fungsi liver, kram otot, mialgia, nyeri punggung, insomnia,
penurunan level hemoglobin, dan kongesti nasal.
Meskipun salah satu alasan penggunaan ARB adalah untuk
menghindari efek batuk atau angioedem yang sering terjadi pada
penggunaan ACEI, namun efek ini juga dapat muncul pada ARB,
meskipun sangat jarang. Selain itu, terdapat risko kecil terjadinya reaksi
silang pada pasien yang memiliki riwayat angioedem dengan penggunaan
ACEI, namun mekanisme reaksi ini masih belum jelas.

2.3 Penggunaan Angiotensin-Receptor Blocker

Golongan sartan atau ARB digunakan untuk menangani pasien


dengan hipertensi, terutama terhadap pasien yang intoleransi dengan
terapi ACE inhibitor. Keunggulan ARB dibanding ACE inhibitor adalah
ARB tidak menghambat penguraian bradikinin dan kinin lain, sehingga
tidak menimbulkan batuk atau angioedem yang dipicu bradikinin.
Akhir-akhir ini, mulai dikembangkan penggunaan ARB pada gagal
jantung bila terapi menggunakan ACE inhibitor menemui kegagalan,
terutama dengan Candesartan. Irbesartan dan losartan juga menunjukkan
keuntungan pada pasien hipertensi dengan diabetes tipe II, dan terbukti
menghambat secara bermakna progresivitas nefropati diabetik.
Candesartan juga telah diuji coba secara klinis dalam mencegah dan
mengatasi migrain

Spesifikasi penggunaan ARB berdasarkan efektivitasnya dalam


menghambat ikatan angiotensin II dan reseptornya dapat dijadikan
sebagai ukuran untuk mempertimbangkan golongan mana yang dapat

19
dipilih. Terdapat 3 parameter penggunaan ARB, yaitu menurut efek inhibisi
dalam 24 jam, tingkat afinitasnya terhadap reseptor AT1 dibanding AT2,
dan waktu paruh obat.

a. Efek inhibisi selama 24 jam merupakan ukuran penting terkait dengan


jumlah atau besar angiotensin II yang dihambat selama 24 jam.
Berdasarkan FDA USA, beberapa ARB dan efek penghambatan terhadap
angiotensin, yaitu:
• Valsartan 80 mg 30%
• Telmisartan 80 mg 40%
• Losartan 100 mg 25-40%
• Irbesartan 150 mg 40%
• Irbesartan 300 mg 60%
• Olmesartan 20 mg 61 %
• Olmesartan 40 mg 74%

b. Afinitas ARB terhadap reseptor AT1 dibanding AT2 merupakan


pertimbangan penting, karena kedua reseptor ini memiliki kerja yang
saling berlawanan. Semakin kuat afinitas ARB terhadap AT1 dibanding
AT2, maka efek antihipertensi juga akan semakin meningkat. Berdasarkan
FDA US, beberapa ARB dan afinitasnya terhadap reseptor AT1 dibanding
AT2, yaitu:
• Losartan 1000 kali
• Telmisartan 3000 kali
• Irbesartan 8500 kali
• Olmesartan 12500 kali
• Valsartan 20000 kali

c. Waktu paruh ARB juga penting dipertimbangkan sebagai dasar terapi.


Waktu paruh merupakan indikator seberapa lama obat memiliki efek yang

20
signifikan di dalam tubuh. Beberapa ARB dan waktu paruhnya, yaitu:
• Valsartan 6 jam
• Losartan 6-9 jam
• Irbesartan 11-15 jam
• Olmesartan 13 jam
• Telmisartan 24 jam

Sebagai obat antihipertensi terbaru, Angiotensin receptor blocker


(ARB) atau penyekat reseptor angiotensin perlu dianalisis. ARB
merupakan antihipertensi yang banyak digunakan di Asia, terutama
Jepang. Losartan Intervention For Endpoint reduction in hypertension
(LIFE) membuktikan bahwa ARB terbukti lebih superior dibandingkan
atenolol dalam mengurangi morbiditas kardiovaskular atau stroke (tetapi
tidak untuk infark miokard). Manfaat ini didapat di luar efek penurunan
tekanan darah. Hasil studi LIFE menujukkan bahwa ARB menjadi pilihan
lebih baik dibandingkan beta bloker bagi pasien hipertensi sitolik yang
terisolasi berusia > 70 tahun.
Untuk kasus gagal jantung, ARB adalah antihipertensi terbaru yang
paling efektif. Hal ini dibuktikan oleh candesartan dan valsartan melalui
dua studi besar, yakni ValHeFT dan CHARM. Hasil kedua studi
menunjukkan, angka perawatan rumah sakit akibat gagal jantung
berkurang, adanya kenaikan kriteria NYHA dan perbaikan kualitas hidup.
Studi lanjutan CHARM, yakni CHARM Alternative dan CHARM-Added
menunjukkan candesartan mampu mengurangi kematian karena berbagai
sebab. Untuk pasien yang intoleran dengan ACE-inhibitor, candesartan
bisa menurunkan risiko kematian akibat kardiovakular atau perawatan
rumah sakit akibat gagal jantung, menurunkan risiko gagal jantung yang
membutuhkan perawatan rumah sakit dan kenaikan kelas NYHA.
Penemuan berkaitan dengan gagal jantung ini memperkuat studi lain,
yakni VALIANT, di mana valasartan sama efektif dengan ACE-inhibitor
(captopril) dalam mengurangi kematian dan morbiditas kardiovakular.

21
Panduan dari American College of Cardiolody dan American Heart
Association (ACC/AHA) tentang diagnosis dan manajemen gagal jantung
kronis pasien dewasa merekomendasikan ARB sebagai alternatif
ACE-inhibitor. Dalam guideline dinyatakan, ARB reasonable untuk
digunakan sebagai alternatif ACE-inhibitor sebagai terapi lini pertama
pasien dengan gagal jantung ringan sedang dan mengurangi LVEF,
khususnya pada pasien yang sudah menggunakan ARB untuk indikasi.
Terapi kombinasi valsartan dengan hidroklorotiazid (HCT)
menunjukkan penurunan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik
lebih baik dengan kombinasi valsartan + HCT daripada valsartan saja.
Studi Mailion menunjukkan, kombinasi valsartan 160 mg + HCT 25 mg
mampu menurunkan rata-rata tekanan sistolik sebanyak 21,7 mmHg dan
diastolik 14,2 mmHg dibandingkan dengan valsartan 160 mg saja.
Kombinasi lain adalah ARB + CCB. Dasar pemikiran kombinasi CCB +
ARB adalah untuk mendapatkan efek sinergis dari mekanisme kerja yang
berlawanan. Kekurangan CCB seperti merangsang SRAA dan tidak
bermanfaat pada kasus gagal jantung dapat ditutupi dengan kelebihan
ARB, yaitu menghambat SRAA dan bermanfaat pada gagal jantung. ARB
kurang bermanfaat pada penderita iskemia jantung, sebaliknya CCB justru
mengurangi risiko iskemia jantung. CCB menyebabkan arteriodilatasi
tanpa disertai venodilatasi sehingga memicu kebocoran plasma lalu
edema perifer. Dengan adanya ARB yang menyebabkan venodilatasi
maka tekanan vena dan arteri akan sama sehingga edema perifer tidak
terjadi.
Pada penderita hipertensi ringan-sedang yang ditandai dengan
tekanan diastolik 95-110 mmHg, kombinasi valsartan 160 mg + amlodipine
10 mg menurunkan tekanan darah sistolik lebih besar daripada amlodipine
10 mg saja (p<0,001) dan valsartan 160 mg saja (p<0,001). Kombinasi
tersebut juga menunjukkan superioritas terhadap lisinopril 10-20 mg +
HCT 12,5 mg. Penderita hipertensi stage 2 dengan rata-rata tekanan
darah sebelum intervensi 171/113 mmHg mengalami penurunan menjadi

22
135/83,6 mmHg pada kelompok valsartan 160 mg + amlodipine 5-10 mg
dibandingkan 138,7/85,2 mmHg pada kelompok lisinopril 10-20 mg + HCT
12,5 mg. Hasil serupa juga ditemukan pada penderita hipertensi stage 2
dengan rata-rata tekanan darah 188/113 mmHg dimana rata-rata tekanan
darah pada akhir penelitian sebesar 145,4/86,4 mmHg pada valsartan +
amlodipine daripada 157,4/92,5 mmHg pada lisinopril + HCT.36 Selain
menurunkan tekanan darah, kombinasi ARB dan CCB juga berhasil
mengurangi efek samping. Edema perifer pada pemberian valsartan +
amlodipine lebih rendah 38% daripada amlodipine saja. Selain itu, angka
insiden rekurensi atrial fibrilasi selama observasi 1 tahun hanya ditemukan
13% pada pasien yang mengkonsumsi valsartan 160 mg + amlodipine 10
mg dibandingkan 33% pada pasien dengan atenolol 100 mg + amlodipine
10 mg (p<0,01).36

23
BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang ditandai peningkatan


tekanan darah secara kronis. Hampir satu miliar orang di dunia berisiko
terkena kegagalan jantung, serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan
kebutaan akibat hipertensi. Hipertensi terjadi ketika volume darah
meningkat dan / atau saluran darah menyempit, sehingga membuat
jantung memompa lebih keras untuk menyuplai oksigen dan nutrisi
kepada setiap sel di dalam tubuh.

Angiotensin Receptor Blocker (ARB) merupakan kelompok obat yang


memodulasi sistem RAS dengan cara menginhibisi ikatan angiotensin II
dengan reseptornya, yaitu pada reseptor AT1 secara spesifik. Golongan
sartan atau ARB digunakan untuk menangani pasien dengan hipertensi,

24
terutama terhadap pasien yang intoleransi dengan terapi ACE inhibitor.
Keunggulan ARB dibanding ACE inhibitor adalah ARB tidak menghambat
penguraian bradikinin dan kinin lain, sehingga tidak menimbulkan batuk
atau angioedem yang dipicu bradikinin. Losartan Intervention For Endpoint
reduction in hypertension (LIFE) membuktikan bahwa ARB terbukti lebih
superior dibandingkan atenolol dalam mengurangi morbiditas
kardiovaskular atau stroke (tetapi tidak untuk infark miokard). Studi Mailion
menunjukkan, kombinasi valsartan 160 mg + HCT 25 mg mampu
menurunkan rata-rata tekanan sistolik sebanyak 21,7 mmHg dan diastolik
14,2 mmHg dibandingkan dengan valsartan 160 mg saja.

DAFTAR PUSTAKA

Buxton, I.L.O. 2006. Pharmacokinetics and Pharmacodynamics: The


Dynamics of Drug Absorption, Distribution, Action, and Elimination. In
Laurence L. Brunton (Eds). Goodman & Gillman’s The
Pharmacological Basis Of Therapeutics. Washington: The
McGraw-Hill Companies.

25
NIH. The Seven report of the joint national committee on prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure/JNC. NIH
Publishing; 2003.

Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius;


2001.

Nafrialdi, Setawati A. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta:


Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009.

Rusdi & Nurlaela Isnawati, 2009, Awas! Anda Bisa Mati Cepat Akibat
Hipertensi & Diabetes, Yogyakarta: Power Books (IHDINA).

Wilson, L.M., & Price, A.P., 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-4. Jakarta: EGC.

26

Anda mungkin juga menyukai