Anda di halaman 1dari 27

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hipertensi
1. Defenisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari
140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2014).
Hipertensi juga sering diartikan sebagai suatu keadaan dimana
tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 80 mmHg (Ardiansyah, 2012 ).
2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan peningkatan tekanan darah sistol
dan diastol. Klasifikasi hipertensi menurut The Sevent Report of The Joint
National.
Tabel 2.1
Kalsifikasi Hipertensi Menurut JNC VII (Kemenkes RI, 2014)
Tekanan Darah Tekanan Darah
Klasifikasi
Sistol Diastol
Tekanan Darah
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Pre hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage I 140-159 90-99
Hipertensi Stage II 160 atau >160 100 atau>1 00
3. Etiologi
Menurut Adi Trisnawan (2019), Berdasarkan etiologinya hipertensi
dibagi menjadi primer dan sekunder.
a. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer (esensial) adalah hipertensi yang penyebabnya
belum diketahui dengan jelas. Menurut penilitian, Sebagian besar

1
orang (90%) mengidap hipertensi jenis ini. Hipertensi primer biasanya
timbul pada usia 30-50 tahun. Ada berbagai faktor yang dapat diduga
turut berperan sebagai penyebab hipertensi ini. Berbagai faktor yang
dimaksud antara lain : 1) Faktor lingkungan, 2) Bertambahnya usia, 3)
Stress, 4) Keturunan, 5) Kelainan metabolisme intraseluler, 6)
Obesitas, 7) Kelainan darah (polisitemia), 8) faktor gaya hidup
seperti; obesitas, alkohol, merokok, kurang bergerak (inaktivitas) dan
pola makan.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang menyebabkan dapat
dikatakan sudah diketahui dengan jelas atau pasti, yang
disebabkan/sebagai akibat dari adanya penyakit lain. Tipe ini lebih
jarang terjadi, hanya sekitar 5%-10% dari seluruh kasus tekanan darah
tinggi. Beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi
sekunder adalah penyakit ginjal, kelainan hormonal, penyakit
pembuluh darah, obat – obatan
4. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output
dengan total tahanan perifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari
perkalian antara stroke volume (volume darah yang dipompa dari ventrikel
jantung) dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer
dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat
sistem Kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah,
antara lain system baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh,
sistem renin angiotensin, dan autoregulasi vaskuler.
Baroreseptor arteri terutama ditemukan di di sinus carotid, tapi
sering dijumpai juga dalam aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor
ini memonitor derajat tekanan arteri. Sistem baroreseptor meniadakan
peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan jantung. Oleh
respon vagal (simulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan
tonus simpatis. Oleh karena itu, refleks control sirkulasi meningkatkan

2
tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan menurunkan
tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor meningkat. Sampai saat
ini, belum diketahui secara pasti mengapa control ini gagal pada
hipertensi. Hal ini ditunjukan untuk menaikan re-setting sensitivitas
baroreseptor, sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun
tidak ada penurunan tekanan.
Perubahan volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik . bila
tubuh mengalami kelebihan garam dan air,tekanan darah dapat meningkat
melalui mekanisme fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena
ke jantung dan mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila ginjal
berfungsi secara adekuat, peningkatan tekanan arteri dapat mengakibatkan
dieresis dan penurunan tekanan darah. Kondisi patologis yang mengubah
ambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam dan air ini
akan meningkatkan tekanan arteri sistemik.
Renin dan angiotensin memegang peranan dalam mengatur tekanan
darah. Ginjal memproduksi renin, yaitu suatu enzim yang bertindak pada
substrat protein plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian
diubah oleh enzim pengubah (converting enzyme) dalam paru menjadi
bentuk angiontesin II, dan kemudian menjadi angiotensin III. Angiotensin
II dan III mempunyai aksi vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh darah
dan merupakan mekanisme control terhadap pelepasan aldosteron.
Aldosteron sendiri memiliki peran vital dalam hipertensi terutama pada
aldosterone primer. Selain membantu meningkatkan aktivitas sistem saraf
simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting atau
pengahambat pada ekskresi garam (natrium) yang mengakibatkan
peningkatan tekanan darah.
Pada tekanan darah tinggi, kadar renin harus diturunkan karena
peningkatan tekanan tekanan arteriolar renal mungkin menghambat sekresi
renin. Namun demikian, Sebagian besar orang dengan hipertensi esensial
mempunyai kadar renin normal. Peningkatan tekanan darah secara terus
menerus pada pasien hipertensi esensial akan mengakibatkan kerusakan

3
pembuluh darah pada organ- organ vital. Hipertensi esensial juga
mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan arteriola-arteriola). Karena
pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan
mengakibatkan kerusakan organ tubu. Hal ini menyebabkan infark
miokard, stroke,gagal jantung dan gagal ginjal (Ardiansyah, 2012).
5. Manifestasi Klinis
Menurut Lyndon Saputra (2014), Hipertensi kerap disebut sebagai
silent killer karena gejala awalnya kerap kali tidak ditemukan. Tanda dan
gejalanya meliputi :
a. Keadaan mudah Lelah (fatigue) yang kronis
b. Sakit kepala
c. Rasa pening/pusing atau vertigo
d. Sesak napas/dispnea pada saat istirahat atau pada saat melakukan
aktivitas fisik (dispnea d’effort)
e. Nyeri dada dan palpitasi
6. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Terapi farmakologi yaitu obat anti hipertensi, yang dianjurkan oleh
JNC VII yaitu;
1) Diuretika
Diuretika {tablet hydrochlorothiazide (HTC), Lasix (furosemide)}
merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran
cairan tubuh (natrium) via urin sehingga mengurangi volume
cairan dalam tubuh. Dengan turunnya kadar natrium maka tekanan
darah akan turun. Tetapi karena potassium kemungkinan terbuang
dalam cairan urin, maka pengontrolan konsumsi potassium harus
dilakukan (Pudiastuti, 2013)
2) Vasodilator
Obat vasodilator dapat langsung mengembangkan dinding arteriol

4
sehingga daya tahan pembuluh perifer berkurang dan tekanan
darah menurun. Obat yang termasuk dalam jenis vasolidator adalah
hidralazine dan encarazine (Gunawan, 2001).
2) Antagonis kalsium
Mekanisme obat antagonis kalsium adalah menghambat
pemasukan ion kalsium kedalam sel otot polos pembuluh dengan
efek vasodilitasi dan turunnya tekanan darah. Obat jenis antagonis
kalsium yang terkenal adalah nifedipin dan verapamil (Gunawan,
2001).
4) Penghambat ACE
Obat penghambat ACE ini menurunkan tekan darah dengan cara
menghambat Angiontensin Converting enzyme yang berdaya
vasokontriksi kuat. Obat jenis antagonis kalsium yang terkenal
adalah Captopril (capoten) dan enalapril (Gunawan, 2001).
b. Non farmakologi
Langkah awal biasanya adalah dengan mengubah pola hidup
penderita,yakni dengan cara :
1) Menurunkan berat badan sampai batas ideal
Penderita hipertensi yang obesitas dianjurkan untuk menurunkan
berat badan, membatasi asupan kalori, dan peningkatan pemakaian
kalori dengan latihan fisik yang teratur.
2) Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau
kadar kolestrol darah tinggi
3) Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram
natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan
asupan kalsium, magnesium, dan kalium yang cukup), Contohnya
makanan atau cemilan yang berupa biscuit, crackers, keripik dan
makanan kering yang asin serta makanan dan minuman dalam
kaleng (sarden, sosis, kornet, sayuran serta buah-buahan dalam
kaleng, soft drink) (Kemenkes RI, 2013).

5
4) Menghindari konsumsi alcohol
Alkohol dapat meningkatkan tekanan darah dan
menyebabkan resitansi terhadap obat anti hipertensi. Penderita
yang minum alkohol sebaiknya membatasi atau mengurangi
asupan etanol (Pudiastuti, 2013).
5) Meningkatkan aktivitas fisik
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50%
daripada yang aktif. aktifitas fisik yang dilakukan rutin selama 30-
45 menit setiap hari dengan frekuensi 3-5 kali per minggu akan
membantu mengontrol tekanan darah. Contoh aktivitas fisik
(olahraga) yang dapat dilakukan yaitu jalan, lari, jogging,
bersepeda.( Kemenkes RI, 2013)
6) Berhenti merokok dan membatasi konsumsi kafein
7. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi dapat menimbulkan beberapa komplikasi diantaranya :
a. Stroke
Stroke dan Hipertensi merupakan penyakit Kardiovaskular yang
sangat berbahaya serta mematikan. Hipertensi dapat memicu
munculnya Stroke pada seseorang. Menurut beberapa penelitian
terungkap bahwa hipertensi sering membuat komplikasi pada tubuh
seseorang seperti terjadinya seranagan jantung,gangguan fungsi ginjal,
penyakit arteri sampai munculnya serangan stroke. Penderita Stroke
juga disebabkan oleh tekanan darah tinggi (hypertensi) yang sering
mengakibatkan munculnya pendarah di otak yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah. Kemudian dapat juga diakibatkan oleh
thrombosis (pembekuan darah pada pembuluh darah) serta emboli
yaitu adanya benda asing yang terbawa aliran darah didalam pembuluh
darah serta bisa menyumbat bagian distal pembuluh.gejala stroke dapat
diamati mulai pusing-pusing saja,sulit berbicara,tidak bisa
melihat,pingsan,sampai gejala yang fatal seperti kelumpuhan dan
kematian.

6
b. Serangan Jantung dan Gagal Jantung
Jantung merupakan salah satu organ vital manusia yang memiliki
fungsi sebagai organ pemompa darah manusia. Jantung manusia
berbilik empat terdiri atas dua atrium dan dua ventrikel yang terpisah
secara sempurna. Serangan jantung merupakan kematian jaringan otot
jantung yang diakibatkan oleh penyumbatan pada arteri koroner dalam
jangka waktu yang lama. Arteri koroner ini merupakan pembuluh
darah yang mengalirkan darah yang kaya oksigen kejantung. Oleh
karena itu, Ketika terjadi serangan jantung kadang-kadang diikuti
dengan kematian. Serangan jantung juga dapat mengakibatkan
kerusakan bagian otot jantung (myocardium) akibat pasokan darah
mendadak berkurang pada bagian otot jantung
c. Kerusakan Ginjal
Orang yang mengidap penyakit hipertensi dapat mengakibatkan
terjadinya kerusakan ginjal.hal ini disebabkan ginjal merupakan organ
yang mengendalikan tekanan darah manusia. Pengendalian tekanan
darah ini dilakukan melalui beberapa mekanisme yaitu jika jika
tekanan darah meningkat maka ginjal akan semakin aktif
mengeluarkan garam dan air sehingga volume darah berkurang serta
mengembalikan tekanan darah menuju normal. Tekanan darah yang
melebihi 140/90 mmHg dapat mengakibatkan aliran darah ke ginjal
dapat tergganggu sehingga menimbulkan gangguan aliran darah pada
ginjal. Apabila salah satu faktor pendukung kerja ginjal seperti aliran
darah keginjal,jaringan ginjal atau saluran pengeluaran ginjal
tergganggu atau rusak dapat merusak fungsi ginjal. Aterosklerosis
yang merupakan salah satu pemicu hipertensi dapat menyebabkan
aliran darah ke organ berkurang sehingga bisa mengakibatkan
kematian sel organ. Jika terjadi pada ginjal maka dapat mengakibatkan
gagal ginjal (Muhamad Ridwan, 2017).

7
8. Pencegahan Hipertensi
Berikut ini ada beberapa pencegahan hipertensi :
a. Olahraga yang cukup
Untuk mencegah hipertensi,seseorang sangat dianjurkan
melakukan olahraga yang cukup. Olahraga yang dilakukan antara lain :
1) Aerobik seperti jalan, jogging,lari, bersepeda, dan renang
2) Yoga
3) Meditasi
b. Tidak merokok
Tidak merokok itu baik bagi Kesehatan. Namun apabila sudah
mempunyai kebiasaan merokok, maka akan sulit untuk
menghetikannya. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko
kerusakan pembuluh darah dengan mengendapkan kolestrol pada
pembuluh darah jantung koroner. Karena itu,jantung akan bekerja
lebih keras.
c. Tidak minum alkohol
Tidak minum alkohol baik yang dibuat pabrik maaupun tradisional
dapat mencegah hipertensi. Karena alkohol akan mebahayakan
penderita hipertensi. Alkohol juga terkandung dalam air tape dan
brem. Jadi bagi penderita hipertensi lebih baik tidak mencoba minum
alkohol. Atau bagi yang pernah minum alkohol sebaiknya segera
menghentikannya.
d. Mengatur pola makan
Pola makan yang dianjurkan yaitu sedikit-sedikit tetapi sering,
bukan makan banyak tetapi jarang. Hal yang terpenting adalah
memperhatikan kandungan zat gizi dalam menu makanan. Selain itu,
harus memperbanyak minum air putih.
e. Istirahat cukup
Istirahat yang cukup dapat mengurangi ketegangan dan kelelahan
otot bekerja. Dengan istirahat yang cukup dapat mengembalikan
kesegaran tubuh dan pikiran. Istirahat yang baik yaitu tidur. Ada

8
anggapan bahwa tidur dengan posisi badan berbaring dapat
mengembalikan aliran darah keotak. Karena itu, penderita hipertensi
mengusahakan istirahat setelah melakukan kegiatan atau sibuk
rutinitas.
f. Pencegahan secara medis
Pencegahan Hipertensi secara medis melibatkan penanganan dari
dokter dan tenaga medis lainnya.orang yang memiliki resiko terkena
hipertensi dapat melakukan pemeriksaan kedokter secara
berkala.pengobatan hipertensi harus menurut petunjuk dokter.
g. Pencegahan secara tradisional
Banyak ramuan tradisional Dan terapi yang secara turun temurun
dipercaya dapat menurunkan hipertensi. Meskipun sifatnya tradisional,
ramuan tersebut berhasil melalui penelitian dan pengujian secara
laboratoris. Ada beberapa bahan yang mempunyai khasiat untuk
menurunkan hipertensi seperti mengkudu, avokad, ketimun, bawang
merah, belimbing, melon, daun seledri, bawang putih, daun tapak dara,
akar papaya (Adi Trisnawan, 2019)

B. Aktivitas Fisik
1. Defenisi
Aktivitas fisik menurut American diabetes Association (ADA) adalah
aktivitas otot-otot skeletal yang menyebabkan pergerakan tubuh dan
membutuhkan konsumsi energi, termasuk berjalan, bersepeda, dan
kegiatan lain dengan peregangan otot. Aktivitas fisik dapat memperkuat
jantung dan pembuluh darah oleh karena itu otot aktif memerlukan lebih
banyak oksigen dan bahan bakar. Melakukan aktivitas fisik yang teratur
dapat mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan (Sja’bani, 2017).
Aktifitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada
orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai
denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung
bekerja lebih keras lagi pada kontraksi. Aktifitas fisik membantu

9
seseorang mengontrol berat badan. aktifitas fisik yang dilakukan rutin
selama 30-45 menit setiap hari akan membantu mengontrol tekanan darah
( Harahap dkk, 2019)
Contoh aktifitas fisik (olahraga) yang dapat dilakukan untuk
menurunkan tekanan darah tinggi adalah jalan pagi, jalan kaki, senam,
bersepeda dan berenang. Kegiatan aktivitas ini disarankan agar dilakukan
≥30 menit per hari dan lebih dari ≥3 hari per minggu (Kemenkes RI,
2013).
2. Jenis-Jenis Aktivitas Fisik
Menurut Mia Fatma (2019), ada 5 jenis aktivitas yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut :
a. Berjalan kaki
Aktivitas fisik sederhana yang dapat kita lakukan yaitu berjalan kaki.
Ini merupakan salah satu jenis aktivitas yang sederhana, murah, hemat
waktu dan dapat dilakukan oleh semua orang, tetapi membutuhkan
pengukuran yang objektif. Secara universal, jumlah langkah yang
dianjurkan setiap hari adalah lebih dari 10.000 langkah
b. Berlari
Berlari sangat baik bagi masa otot dan dapat membakar kalori dalam
tubuh.
c. Push up
Manfaat dari push up yaitu untuk membakar kalori tubuh dan membuat
tubuh bugar serta mampu membentuk otot tubuh.
d. Senam
Manfaat melakukan senam secara teratur dan benar dalam jangka
waktu yang cukup, antara lain :
1) Mempertahankan atau meningkatkan taraf kesegaran jasmani yang
baik
2) Mengadakan koreksi terhadap kekurang benaran sikap dan gerak
3) Membentuk sikap dan gerak
4) Memperlambat proses degenerasi karena perubahan usia

10
5) Membentuk berbagai sikap kejiwaan membentuk kondisi fisik
(kekuatan otot,kelenturan,keseimbangan ketahanan,keluwesan dan
kecepatan)
6) Membentuk keberanian,kepercayaan diri,kesiapan diri dan
kesanggupan bekerjasama
7) Memberikan rangsangan bagi saraf-saraf yang lemah
8) Memupuk rasa tanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri dan
masyarakat
e. Bersepeda
Bersepeda dapat dilakukan oleh semua orang dari berbagai jenjang
umur. Manfaat bersepeda yaitu untuk menjaga kondisi kesehatan dan
kebugaran tubuh, serta bersepeda baik untuk meningkatkan
peregangan dan daya tahan.
3. Tingkatan Aktivitas Fisik
Menurut Ira Nurmala (2020), ada 3 tingkatan aktivitas fisik yaitu :
a. Aktivitas fisik ringan
Aktivitas fisik ringan adalah aktivitas yang tidak menyebabkan
perubahan dalam pernapasan, hal ini dintandai dengan masih dapat
berbicara dan bernyanyi setelah melakukan aktivitas ini karena hanya
memerlukan sedikit tenaga. Berikut contoh kegiatan yang termasuk
dalam aktivitas fisik ringan yaitu :
1) Berjalan santai dirumah,sekolah,kampus,mall,pasar, atau pusat
perbelanjaan.
2) Berdiri melakukan pekerjaan ringan dengan tangan seperti mencuci
piring,setrika,memasak,menyapu,mengepel lantai dan menjahit.
3) Latihan pemanasan dan dan peregangan dengan lambat.
4) Membuat prakarya, bermain musik, menggambar, melukis,
memancing, golf, dll.
b. Aktivitas fisik sedang
Ketika beraktivitas fisik sedang tubuh akan sedikit
berkeringat,denyut jantung dan frekuensi napas menjadi lebih cepat,

11
tetap dapat berbicara. Energi yang dikeluarkan ketika beraktivitas fisik
sedang antara 3,5-7 kcal/menit.contoh kegiatan yang termasuk dalam
aktivitas fisik ringan yaitu :
1) Berjalan cepat dengan kecepatan 5 km/jam ,aktivitas ini dapat
dilakukan dengan di dalam ruangan atau diluar ruangan.
2) Berkebun, menanam pohon,dan mencuci mobil.
3) Bermain santai bulutangkis, tenis meja, bowling, volley, menari
dan bersepeda.
c. Aktivitas fisik berat
Aktivitas fisik dikategorikan berat apabila selama beraktivitas
tubuh mengeluarkan banyak keringat,denyut jantung dan frekuensi
napas sangat meningkat sampai dengan kehabisan napas. Energi yang
dikeluarkan saat melakukan aktivitas pada kategori ini > 7kcal/menit.
Berikut kegiatan aktivitas fisik berat yaitu :
1) Berjalan dengan sangat cepat (kecepatan lebih dari
5km/jam),berjalan mendaki bukit,berjalan dengan membawa beban
dipunggung,naik gunung,jogging (kecepatan 8 km/jam) dan
berlari.
2) Pekerjaan seperti mengaangkut beban berat, mencangkul,menggali
selokan,menyekop pasir.
3) Bersepeda lebih dari 15 km per jam dengan lintasan
mendaki,bermain basket, badminton kompetitif,sepak bola dan
tinju.
4. Manfaat Aktivitas Fisik
Menurut Mia Fatma (2019), ada empat manfaat aktivitas fisik adalah
sebagai berikut :
a. Manfaat fisik
Manfaat fisik didapatkan Karena aktivitas fisik akan menguatkan
otot jantung dan memperbesar bilik jantung. Kedua hal ini akan
meningkatkan efisiensi kerja jantung. Otot rangka akan bertambah

12
kuat,kelentukan dan daya tahan, sehingga mendukung terpeliharanya
kelincahan serta kecepatan reaksi.
b. Manfaat kejiwaan
Aktivitas fisik dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih
tenang,mengurang ketegangan dan kecemasan. Latihan fisik dapat
membuat seseorang lebih kuat menghadapi stress dan gangguan hidup
sehari-hari,lebih dapat berkonsentrasi,tidur lebih nyenyak dan merasa
berprestasi. Hal ini disebabkan karena gerakan fisik bisa digunakan
untuk memproyeksikan ketegangan sehingga setelah latihan, orang
merasa ada beban jiwa yang terbebaskan.
c. Menambah nafsu makan
Aktivitas fisik yang ditujukan untuk menambah nafsu makan,
terutama dilakukan dengan sasaran lambung. Titik-titk akupuntur
untuk lambung, seperti misalnya dibahu dan kanan-kiri tulang
belakang, harus dimanipulasi dengan pukulan,pijatan dan gerakan.
d. Meningkatkan kebugaran otak
Pada dasarnya yang dilakukan untuk meningkatkan kebugaran
otak yaitu banyak menggerakan jari-jari dan wajah. Sinkronisasi kedua
tangan untuk mengatifkan otot kanan maupun kiri dan gerakan
menyilang banyak memberi manfaat. Cara yang paling sederhana
untuk meningkatkan kekebalan tubuh adalah dengan melakukan
aktivitas fisik/olahraga serta isitirahat dan tidur yang cukup.
5. Dampak Aktivitas Fisik
Menurut Kemenkes (2019), Kurang melakukan aktivitas fisik dapat
meyebabkan faktor risiko penyakit tidak menular seperti :
a. Terjadinya penyakit jantung coroner dan stroke
b. Mengakibatkan tekanan darah tinggi atau hipertensi
c. Menyebabkan terjadinya penyakit diabetes
d. Terjadinya nyeri punggung
e. Menyebabkan obesitas
f. Mengalami resiko Osteoporosis

13
C. Pola Tidur
1. Defenisi
Pola tidur adalah model bentuk atau corak tidur atau jangka waktu
yang relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh tidur dan bangun, irama
tidur, frekuensi tidur dalam sehari, serta kepuasan tidur (Depkes, 2007).
2. Fisiologi
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang melibatkan
hubungan mekanisme serebral secara bergantian agar mengaktifkan dan
menekan pusat otak untuk dapat tidur dan bangun. Salah satu aktibitas
tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikulasi. Sistem tersebut seluruh
tingkatan kegiatan susunan saraf pusat,termasuk kewaspadaan dan
tidur.dalam keadaan sadar, neuron dalam recticular activating system
(RAS) akan melepaskan ketekolamin seperti norepineprin. Selain itu, RAS
yang dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan
perabaan, juga dapat menerima stimulasi dari konteks serebri termasuk
rangsangan emosidan proses piker, pada saat tidur, terdapat pelepasan
serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak
tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR). Sedangkan saat
bangun bergantung dari keseimbangan implus yang diterima dipusat otak
dan sistem limbic. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang
mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Yulrina
Ardhiyanti, 2015).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi tidur antara lain :
a. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih
banyak dari normal.

14
b. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yng tenang dan
nyaman,kemudian terjadi perubahan suasana seperti gaduh,maka akan
menghambat tidurnya.
c. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan
untuk tetap bangun dan waspada menhan kantuk.
d. Kelelahan
Kelelahan dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.
e. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis
sehingga mengganggu tidurnya.
f. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal,seseorang yang tahan minum alkohol
dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah.
g. Obat- obatan
Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain :
1) Diuretik : Menyebabkan insomnia
2) Antidepresan : Menyupresi REM
3) Kafein : Meningkatkan saraf simpatik
4) Beta-bloker : Menimbulkan insomnia
5) Narkotika : Menyupresi REM
4. Jenis-jenis Tidur
Menurut Hanny handiyani (2018), ada dua tipe tidur sebagai berikut :
a. Tidur Rapid-Eye Movement (REM sleep)
Tidur REM terjadi setiap 90 menit hingga 1-2 jam setelah tidur non-
REM dimulai. Perubahan yag berkaitan dengan tidur REM salah
satunya adalah peningkatan aktivitas saraf parasimpatik dan beberapa
dari saraf simpatik. Tipe tidur REM juga menyebabkan timbulnya
mimpi yang berasal dari kenangan. Keadaan yang biasa terjadi pada
tidur REM adalah hilangnya kontrol normal dari otot volunter pada

15
lidah dan rahang bagian atas sehingga dapat menyebabkan seseorang
mendengkur dan membuka mulut saat tidur.
b. Tidur non Rapid-EyeMovement (non-REM sleep)
Tidur non-REM bisanya mencapai 75-80 dan seluruh waktu tidur pada
dewasa. Tidur ini diaktifkan saat sinyal penghambat dilepas dari
hipotalamus. Kerja saraf simpatik menurun selama tidur non-REM
sedangkan saraf parasimpatik meningkat dan menciptakan keadaan
tubuh yang kurang aktif.
5. Gangguan Tidur
a. Insomnia
Ketidakmampuan memperoleh secara cukup kualitas dan kuantitas
tidur.penyebab insomnia adalah ketidakmampuan fisik,kecemasan dan
kebiasaan minum alcohol dalam jumlah banyak.
b. Hypersomnia
Berlebihan jam tidur pada malam hari,lebih dari 9 jam, biasanya
disebabkan oleh depresi,kerusakan saraf tepi, beberapa penyakit ginjal,
hati dan metabolism.
c. Parasomnia
Merupakan sekumpulan penyakit yang mengganggu tidur anak,seperti
samnhebalisme ( tidur sambil berjalan ).
d. Narkolepsi
Suatu keadaan atau kondisi yang ditandai oleh keinginan yang tidak
terkendali untuk tidur.
e. Apnea tidur dan mendengkur
Mendengkur bukan dianggap sebagai gangguan tidur, namun bila
disertai apnea maka dapat menjadi masalah (Tarwoto dan
Wartonah,2015).
6. Dampak Pola Tidur
Ada beberapa dampak yang dapat timbul jika pola tidur tidak teratur
menurut Kemenkes (2016), sebagai berikut :

16
a. Memperburuk kondisi Kesehatan tubuh, berbagai penyakit akan timbul
seperti penyakit jantung,tekanan darah tinggi, stroke bahkan diabetes.
b. Kulit terlihat lebih tua.
c. Hilangnya focus saat melakukan aktivitas.
d. Menyebabkan obesitas.
e. Stress meningkat, akibat kurang tidur lainnya adalah stress sering
marah-marah dan terlihat murung.
f. Sering lupa.

D. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari & Rachmawati (2020), Gaya
hidup yang berhubungan kejadian hipertensi adalah pola makan (p-
value=0,000), aktivitas fisik (p-value=0,01), dan stress (p-value=0,01).
Gaya hidup yang tidak berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah
merokok (p-value=0,28). Konsumsi lemak yang tinggi dalam pola
makan, aktivitas yang sedang, dan stress penentu dari tingginya tekanan
darah pada usia dewasa.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Roshifanni, S. (2016), Penelitian
bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pola tidur dengan
kejadian hipertensi dan mengidentifikasi faktor risiko hipertensi pada
orang yang mempunyai pola tidur buruk di Puskesmas Tanah
Kalikedinding Surabaya. Besar sampel 76 orang terdiri dari 38 sampel
kasus dan 38 sampel kontrol. Variabel yang bebas yang diteliti adalah
pola tidur, sedangkan variabel terikat adalah kejadian hipertensi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola
tidur responden dengan kejadian hipertensi p = 0,000; OR = 9,02; 95%CI
= 2,86 – 29,65), sehingga diharapkan petugas kesehatan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai faktor pola tidur
yang meningkatkan risiko hipertensi seperti durasi tidur kurang dari
kebutuhan dan kualitas tidur yang buruk.

17
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang telah dipaparkan, maka hipotesis yang dapat
diajukan adalah:
Ha1. Ada hubungan antara Umur, Jenis kelamin, Pendidikan terakhir,
Riwayat Keluarga Menderita HT, Riwayat hipertensi, Aktivitas Fisik
dan Pola Tidur dengan Kejadian Hipertensi di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kota Tarakan
Ha2. Ada pengaruh antara Umur, Jenis kelamin, Pendidikan terakhir,
Riwayat Keluarga Menderita HT, Riwayat hipertensi, Aktivitas Fisik
dan Pola Tidur dengan Kejadian Hipertensi di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kota Tarakan
Ho1. Tidak ada hubungan antara Umur, Jenis kelamin, Pendidikan terakhir,
Riwayat Keluarga Menderita HT, Riwayat hipertensi, Aktivitas Fisik
dan Pola Tidur dengan Kejadian Hipertensi di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kota Tarakan
Ho2. Tidak ada Pengaruh antara Umur, Jenis kelamin, Pendidikan terakhir,
Riwayat Keluarga Menderita HT, Riwayat hipertensi, Aktivitas Fisik
dan Pola Tidur dengan Kejadian Hipertensi di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kota Tarakan

18
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu rancangan penelitian
observasional yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel
independen dengan variabel dependen dimana pengukurannya dilakukan pada
satu waktu (Indra Made, 2019).

B. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan satuan penelitian tentang suatu konsep
pengertian tertentu. Berdasarkan hubungan fungsional atau perannya variabel
dibedakan menjadi; variabel independen (bebas/mempengaruhi) merupakan
variabel-veriabel penyebab yang mempengaruhi variabel dependen, variabel
dependen (terikat/terpengaruh) merupakan akibat atau efek (Notoatmodjo,
2010). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah;

Independen Dependen
1. Aktivitas fisik Kejadian hipertensi
2. Pola tidur

Variabel Confounding
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan terakhir
4. Riwayat Keluarga Menderita HT
5. Riwayat hipertensi

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

19
C. Defenisi Operasional
Berdasarkan variabel penelitian yang sudah ditetapkan, maka disusun defisini operasional setiap variabel, alat ukur, hasil ukur,
dan skala dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Umur Lamanya seseorang hidup yang Kuesioner 1. Remaja akhir jika 17-25 tahun Nominal
dihitung dari lahir sampai dengan 2. Dewasa 26-45 tahun
saat penelitian berlangsung 3. Lansia awal 46-55 tahun
4. Lansia akhir 56-65 tahun
(Depkes RI, 2009)

Jenis kelamin Sifat jasmani yang membedakan Kuesioner 1. Laki- laki Nominal
subyek penelitian sebagai laki – 2. Perempuan
laki dan perempuan

Pendidikan Jenjang pendidikan terakhir yang Kuesioner 1. Pendidikan awal ( SD-SMP) Ordinal
ditempuh oleh responden 2. Pendidikan menengah (SMA-
Pendidikan Tinggi)
Riwat keluarga Terdapat keluarga yang menderita kuesioner 1. Memiliki Nominal
memiliki Penyakit hipertensi 2. Tidak Memiliki
hipertensi

20
Riwayat Kapan responden mengetahui kuesioner 1. ≤ 1 Tahun Ordinal
Hipertensi hipertensi yang diderita 2. > 1 Tahun

Aktivitas fisik Jenis aktivitas fisik yang dilakukan Kuesioner 1. Aktif: jika responden Ordinal
oleh warga binaan di Lapas Kelas menjawab ≥ nilai median
IIA Tarakan untuk menggerakkan 2. Tidak aktif: jika responden
anggota tubuhnya menjawab < nilai median
Pola Tidur Aktivitas istirahat atau tidur yang Kuesioner 1. Baik jika 76-100% Ordinal
dilakukan setiap hari 2. Cukup jika 56-75%
3. Kurang jika < 56%
(Nursalam, 2013)
Hipertensi Peningkatan tekanan darah sistolik Tensimeter 1. Pre Hipertensi jika TDS 120- Ordinal
lebih dari 140 mmHg dan tekanan spygmomanomete 139 mmHg dan TDD 80-89
darah diastolik lebih dari 90 mmHg r mmHg
yang didapatkan melalui 2. Hipertensi stage I jika TDS
pengukuran lengan kiri atau kanan 140-159 mmHg dan TDD 90-
sesuai posisi responden. 99 mmHg
3. Hipertensi Stage II jika TDS
160 atau > 160 dan TDD 100
atau > 100 mmHg

21
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah sekelompok individu atau obyek yang memiliki
karakterisitik yang sama, yang mungkin diselidiki atau diamati. Adapun
populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penderita Hipertensi di
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas IIA Kota Tarakan dengan jumlah
penderita hipertensi saat ini sekitar 50 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Susilo, 2014). Sampel pada penelitian ini adalah penderita
Hipertensi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
Total sampling yaitu cara penetapan jumlah sampel dengan cara mengambil
atau menggunakan semua anggota populasi menjadi sampel, dengan catatan
bahwa jumlah sampel tersebut <100 (Tohardi Ahmad,2019).
Adapun kriteria Inklusi dan Eksklusi adalah sebagai berikut :
1. Kriteri Inklusi
Menurut Polit & Beck, (2012) karakteristik secara umum dari suatu
populasi yang memenuhi syarat sebagai sampel. Dalam penelitian ini
kriteria inklusi sebagai berikut :
1) Bersedia menjadi responden
2) Responden yang memiliki riwayat hipertensi
2. Kriteria Eksklusi
Menurut Polit & Beck, (2012) kriteria eksklusi merupakan subjek dalam
penelitian yang tidak memenuhi kriteria dalam pengambilan sampel.
Dalam penelitian ini kriteria eksklusi sebagai berikut:
1) Responden yang pada saat penelitian dilakukan tidak bisa mengikuti
kegiatan penelitian
2) Responden yang tidak memiliki Hipertensi
3) Responden yang memiliki komplikasi penyakit lain

22
E. Tempat dan Waktu
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas
IIA Kota Tarakan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas
IIA kota Tarakan, pada bulan April 2021, setelah diawali dengan pembuatan
proposal dan ujian proposal sebelumnya.

F. Teknik Pengumpulan Data


1. Instrumen Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini menggunakan instrumen penelitian yang terdiri
dari Tensimeter dan Kuesioner, Tensimeter adalah alat yang digunakan
untuk mengukur tekanan darah. Alat ini dapat pula disebut sebagai monitor
tekanan darah. Tensimeter berupa manset yang dapat dipompa dan
dibelitkan pada lengan atas, serta pengumpulan data ini menggunakan
kuesioner. Kuesioner adalah metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi atau mengajukan seperangkat pertanyaan atau
pertanyaan tertulis kepada para responden (Vivi, 2019). Kuesioner yang
digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua kuesioner yaitu kuesioner
Aktivitas fisik dan pola tidur. Untuk aktivitas fisik menggunakan kuesioner
Faizah Maulidiyah (2018), dan kuesioner Pola Tidur menggunakan
kuesioner Firman (2017).
Kuesioner tersebut berisi :
a. Kuesioner demografi
Meliputi data demografi yaitu: Nama, umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan Riwayat hipertensi.
b. Kuesioner Aktivitas Fisik

23
Kuesioner ini menggunakan skala Gutman yang memiliki 2 pilihan
jawaban dengan skor jawaban Ya = 2 dan skor jawaban Tidak = 1,
dengan jumlah 7 pertanyaan.
c. Kuesioner Pola Tidur
Pengukuran pola tidur menggunakan kuesioner yang terdiri dari 12
pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman untuk pertanyaan
positif bila dijawab Ya : 1 dan untuk tidak : 0. Dengan cara perhitungan
menggunakan rumus :
f
p= × 100 %
N
Keterangan :
p : Presentase nilai
f : Frekuensi jawaban Ya
N : Jumlah Pertanyaan
dengan kriteria :
1) Baik : 76-100%
2) Cukup : 56-75%
3) Kurang : <56%
(Nursalam, 2013)
2. Uji interrater reliability
Uji interrater reliability merupakan jenis uji yang digunakan untuk
menyamakan persepsi dalam hal ini antara peneliti dan si pegumpul data.
Alat yang digunakan untuk uji ini adalah uji statistic Kappa. Ketentuan uji:
Kalau si pengumpul data banyak maka uji dilakukan terhadap masing-
masing pengumpul data. Enumerator dalam penelitian ini antara lain:
a. Ns. Fatima Ura Pabane., M.Kep
b. Trisa Oktavia

24
G. Teknik Pengelolaan
Dari data yang telah dikumpulkan, kemudian dilakukan proses pengolahan
data, meliputi :
1. Editing
Setelah data dikumpulkan kemudian dilakukan edit untuk meneliti setiap
ceklist yang sudah dikembalikan, apakah sudah lengkap terisi atau belum.
2. Coding
Kegiatan merubah data bentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan.
3. Processing
Melakukan entri data dari kuesioner ke dalam program komputer, salah satu
paket program yang digunakan adalah SPSS for windows versi 25.
4. Cleaning
Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah ada kesalahan
atau tidak.

H. Etik Penelitian
Etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam
penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsun g dengan
manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Sebelum kegiatan
pengumpulan data dilakukan, peneliti memberikan surat ijin permohonan
penelitian kepada pihak Kelurahan kampung satu skip Tarakan dan
persetujuannya. Penelitian yang dilakukan memperhatikan dan taat pada prinsip
etik penelitian yang meliputi; Prinsip menghormati harkat martabat manusia
(respect for persons), Prinsip berbuat baik (beneficence) dan tidak merugikan
(non-maleficence) (Komisi Etik Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Nasional, Kemenkes RI, 2017) :
1. Prinsip menghormati harkat martabat manusia (respect for persons)

25
Peneliti menghormati harkat martabat manusia sebagai pribadi (personal)
yang memiliki kebebasan berkehendak atau memilih dan sekaligus
bertanggung jawab secara pribadi terhadap keputusannya sendiri. Prinsip
menghormati subjek yang dilakukan peneliti yaitu tidak adanya unsur
pemaksaan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Sebelum peneliti meminta
responden/pasien menjadi responden penelitian dan menandatangani surat
persetujuan, peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan secara rinci
tujuan dari penelitian dengan bahasa yang mudah dipahami oleh
responden/pasien.
Pasien/responden juga berhak untuk mengundurkan diri tanpa ada sanksi
setelah memahami dan mempertimbangkan dampaknya terhadap penelitian.
Melindungi kerahasian pasien yang menjadi responden dengan memberikan
nama inisial pada lembar kuisioner serta menjaga kerahasiaan data yang
diperoleh dengan cara membatasi akses terhadap data-data selain peneliti. Jika
hasil penelitian negatif, data-data penelitian tetap dijaga kerahasiaannya
dengan cara menyamarkan responden atau instansi yang terkait didalam
penelitian. Kerahasiaan responden tetap dijamin dari proses perekrutan sampai
dengan setelah penelitian selesai dilakukan.
2. Prinsip berbuat baik (beneficence) dan tidak merugikan (non-maleficence)
Prinsip etik berbuat baik menyangkut kewajiban membantu orang lain
dilakukan dengan mengupayakan manfaat maksimal dengan kerugian
minimal. Prinsip berbuat baik yang dilakukan peneliti terhadap responden
penderita hipertensi adalah bahwa melalui penelitian ini, maka responden
dapat mengetahui gaya hidup yang sehat. Dalam penelitian ini, risiko ataupun
kerugian yang dialami oleh responden sangat minimal, justru sebaliknya
bahwa subjek memperoleh keuntungan yaitu mengetahui kejadian hipertensi
terkait aktivitas fisik dan pola tidur.

I. Analisa Data

26
Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan informasi
mengenai variabel yang diteliti dengan menggunakan bantuan komputer SPSS
for Windows versi 25 Analisis yang dilakukan adalah :

1. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau
besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti karakteristik responden
umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, riwayat hipertensi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat menggunakan tabel silang untuk menyoroti dan
menganalisis perbedaan atau hubungan antara dua variabel, yaitu variabel
independen (pola tidur dan aktivitas fisik) dengan variabel dependen
(kejadian hipertensi). Dalam analisis ini dilakukan Uji kendall’s Tau dengan
batas kemaknaan α = 0,05 untuk menganalisis aktivitas fisik dan pola tidur
dengan kejadian hipertensi di lembaga kemasyarakatan kelas IIA kota
Tarakan.
3. Analisa Multivariat
Analisis statistik digunakan untuk menentukan pengaruh dari variable
motivasi kerja, pendokumentasian asuhan keperawatan dan variable
confounding. Dengan menggunakan teknik analisis ini maka kita dapat
menganalisis pengaruh beberapa variable terhadap variabel – (variable)
lainnya dalam waktu yang bersamaan.
Pada penelitian ini analisa multivariat mengunakan uji regresi logistik
ordinal

27

Anda mungkin juga menyukai