Anda di halaman 1dari 14

Definisi dan Klasifikasi

Peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg secara kronis. Berdasarkan klasifikasi JNC
VII, hipertensi dapat dikategorikan menjadi prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan derajat 2 (Lihat
tabel 1).

Hipertensi sistolik terisolasi: tekanan darah sistolik ≥140 mmHg, tetapi tekanan darah
diastolik ≤ 90 mmHg. Kondisi ini biasanya ditemukan pada usia lanjut.

Berdasarkan etiologinya, hipertensi diklasifikasikan menjadi:

1. Hipertensi primer/esensial ( insiden 80-90%): Hipertensi yang tidak diketahui


penyebabnya. Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan
arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal.
2. Hipertensi Sekunder :akibat suatu penyakit atau kelainan mendasari, seperti stenosis arteri
renalis, penyakit parenkim ginjal, feokromositoma, hiperaldosteronisme, dan sebagainya

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi (JNC VII)

Klasifikasi Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-130 Atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 Atau ≥100

Patofisiologi hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di


pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.2

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon


pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bisa terjadi.2

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt
memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetus keadaan hipertensi.2

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer


bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer.2
Patogenesis Hipertensi primer

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial, Berbagai mekanisme yang berperan


dalam peningkatan tekanan darah, antara lain:

- Mekanisme neural: stres, aktivitas simpatis, variasi diurnal


- Mekanisme renal: asupan natrium tinggi dengan retensi cairan
- Mekanisme vaskuker: disfungsi endotel, radikal bebas, dan remodeling
pembuluh darah.
- Mekanisme hormonal: sistem renin, angiotensin, dan aldosterone.

Faktor lainnya seperti genetic, perilaku, dan gaya hidup juga berpengaruh dalam
hipertensi

Diagnosis Hipertensi

1. Anamnesis. Kebanyakan pasien hipertensi bersifat asimtomatik. Beberapa pasien


mengalami sakit kepala, rasa seperti berputar, atau penglihatan kabur. Hal yang
dapat menunjang kecurigaan ke hipertensi sekunder, antara lain penggunaan obat-
obatan ( kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dekongestan, OAINS); sakit kepala
proksismal, berkeringat, atau takikardi (feokromositoma); riwayat penyakit ginjal
sebelumnya.
Mencari faktor risiko kardiovaskuler lainnya: merokok, obesitas, inaktivasi fisik,
dyslipidemia, diabetes melitus, mikroalbuminuria, atau laju filtrasi glomerulus
( GLF) <60 Ml/MNT, usia (laki-laki <55 thn, perempuan >65 thn), riwayat
keluarga dengan penyakit kardiovaskuler dini (laki-laki <55 th atau perempuan <65
th).
2. Pemeriksaan Fisis. Nilai tekanan darah diambil dari rerata dua kali pengukuran
pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada
dua atau lebih kunjungan. Hipertensi dapat ditegakan. Pemeriksaan tekanan darah
harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat
(setingkat dengan jantung), serta teknik yang benar.
3. Pemeriksaan Penunjang
A. Memeriksa komplikasi yang telah atau sedang terjadi:
1. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, kadar ureum, kreatinin,
gula darah,lemak darah, elektrolit, kalsium, asam urat, dan
urinalisis;
2. Pemeriksaan lain: pemeriksaan fungsi jantung (elektrokardiografi),
funduskopi, USG ginjal, foto toraks, ekokardiografi
B. Pemeriksaan Penunjang untuk kecurigaan klinis hipertensi sekunder:
i. Hipertiroidisme / hipotiroidisme : fungsi tiroid (TSH,FT4, FT3);
ii. Hiperparatirodisme: kadar PTH, Ca2+;
iii. Hiperaldosteronisme primer: kadar aldosterone plasma, renin
plasma, CT-Scan abdomen, kadar serum Na+ ↑ , K+ ↓, peningkatan
ekskresi K+ dalam urin, ditemukan alkalosis metabolic;
iv. Feokromositoma: kadar metanefrin, CT- scan / MRI abdomen;
v. Sindrom Cushing: kadar kortisol urin 24 jam
vi. Hipetensi renovaskuler: CT- angiografi arteri renalis, USG ginjal,
Doppler sonografi.

Tata Laksana Hipertensi Priemer

Tata laksana hipertensi dapat dimulai dengan modifikasi gaya hidup, namun
terapi antihipertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi derajat 1 dengan
penyerta dan hipertensi derajat 2(lihat gambar 1) penggunaan antihipertensi harus
tetap disertai dengan modifikasi gaya hidup.

Tata laksana hipertensi meliputi modifikasi gaya hidup dan terapi medikamentosa:

1. Modifikasi gaya hidup


 Penurunan berat badan. Target indeks masa tubuh dalam rentang
normal, untuk orang Asia- Pasifik 18,5-22,9 Kg/m2.
 Diet (DASH) Dietary Approaches to Stop Hypertension. DASH
mencakup konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, serta produk susu
rendah lemak jenuh / lemak total.
 Penurunan asupan garam. Konsumsi Nacl yang disarankan adalah <
6 g/ hari.
 Aktivitas fisik. Target aktivitas fisis yang disarankan minimal 30
menit /hari, dilakukan paling tidak 3 hari dalam seminggu.
 Pembatasan konsumsi alkohol

Semua pasien dengan

Hipertensi Kriteria untuk memuali


antihipertensi :

1. Pasien hipertensi derajat


Modifikasi gaya hidup 1 dengan minimal salah
satu penyerta berikut:
 Jejas pada organ
target,
Kriteria untuk  Riwayat penyakit
memulai hipertensi kardiovaskuler
 Penyakit ginjal
 Diabetes mellitus
 Risiko
Antihipertensi Kardiovaskuler
dalam 10 tahun ≥
20%
2. Semua pasien hipertensi
Monitoring dan derajat 2
evaluasi

Gambar 1. Algoritma Tata Laksana Hipertensi (NICE, 2013)

2. Terapi medikamentosa

Terdapat beberapa panduan dalam penggunaan antihipertensi.


Menurut National Institute for Health and Care Excellence (NICE) 2013,
usia pasien >55 tahun lebih disarankan memulai terapi dengan penghambat
ACE atau ARB, sementara usia > 55 tahun dengan CCB (lihat gamabr 2).
Menurut JNC 8, pilihan antihipertensi didasarkan pada usia, ras, serta ada
atau tidaknya DM dan penyakit ginjal Kronik (PGK) ( lihat gambar 3). Pada
ras kulit hitam, penghambta ACE dan ARB tidak dapat menjadi pilihan
kecuali terdapat PGK, dengan atau tanpa DM. Beberapa contoh jenis dan
dosis obata antihipertensi dapat dilihat pada tabel 2.

Sekali terapi antihipertensi dimulai, pasien harus rutin control dan


mendapat pengaturan dosis setiap bulan sampai target tekanan darah
tercapai. Panatau tekanan darah, LFG dan elektrolit. Frekuensi control
untuk hipertensi derajat 2 disarankan untuk lebih sering. Setelah tekanan
darah mencapai target dan stabil. Frekuensi kunjungan dapat diturunkan
hingga menjadi 3-6 bulan sekali. Namun jika belum tercapai, diperlukan
evaluasi terhadap pengobatan dan gaya hidup , serta pertimbangkan terapi
kombinasi (lihat gambar 2 dan gambar 3).

Setelah tekanan darah tercapai pengobatan harus dilanjutkan


dengan tetap memperhatikan efek samping dan komplikasi hipertensi.
Pasien perlu diedukasi bahwa terapi antihipertensi ini bersifat jangka
panjang(seumur hidup) dan terus di evaluasi secara berkala. Pemberian
penghambat ACE sebaiknya dihentikan jika terdapat penurunan LFG
>30% dari nilai dasar dalam 4 bulan atau kadar kalium ≥ 5,5 mEq/L. khusus
pada kasus kehamilan, antihipertensi yang direkomendasikan ialah
metildopa (250-1000 mg per oral), labetalol (100-200 mg), atau nifedipin
oros (30-60 mg).

Komplikasi

Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ, antara lain:

 Serebrovaskuler ; Stroke, transient ischemic attacks, demensia


vaskuler
 Mata: retinopati hipertensif
 Kardiovaskuler:penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau
hipertrofi vertikel kiri, penyakit jantung coroner
 Ginjal: nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis.
 Arteri perifer: klaudikasio intermiten.

Pasien memuali anti hipertensi

Usia <55 tahun Usia > 55 tahun

Langkah 1 Langkah 1
penghambat ACE CCB
atau ARB

Langkah 2

Penghambat ACE/ ARB+CCB

Langkah 3

Penghambat
ACE/ARB+CCB+tiazid

Langkah 4

Penghambat
ACE/ARB+CCB+TIAZID+DIURETIK
LAIN/ α-bloker/β-bloker

Monitoring dan evaluasi

Gambar 2. Pengobatan Hipertensi dan antihipertensi (NICE,2013); keterangan


ACE , angiotensin converting enzyme; ARB, angiotensin reseptor blocker; CCB, calcium
channel blocker
Pasien Hipertensi ≥ 18 tahun

Intervensi gaya hidup

Tetapkan target tekanan darah dan mulai antihipertensi berdasarkan usia, ada tidaknya DM serta PGK

Populasi umum (tanpa DM dan PGK) Populasi dengan DM dan PGK

Usia ≥60 Usia ≤60 Semua usia dengan Semua usia, PGK,
tahun tahun DM, tanpa PGK dengan atau tanpa DM

Target tekanan Target tekanan Target tekanan Target tekanan


darah sistolik darah sistolik darah sistolik darah sistolik
<150mmHg dan <140mmHg dan <140mmHg dan <140mmHg dan
< 90mmHg < 90mmHg < 90mmHg < 90mmHg

Diuretik golongan tiazid atau Penghambat ACE atau


penghambat ACE atau ARB Diuretik golongan tiazid atau
ARB, tunggal atau
atau CCB, tunggal atau CCB, tunggal atau kombinasi
kombinasi dengan
kombinasi obat kelas lain

Pilihan strategi titrasi obat:

A. Maksimalkan dosis obat pertama sebelum menambahkan obat kedua


B. Tambahkan obat kedua sebelum obat pertama mencapai dosis maksimal
C. Mulai dengan 2 obat berdasarkan kelas atau dalam bentuk kombinasi

Tekanan darah sesuai target

Kembali tekankan modifikasi gaya hidup dan pengobatan untuk strategi A dan B, Tambahkan
titrasi tiazid, penghambat ACE, ARB, atau CCB ( gunakan obat dari kelas yang belum digunakan
dan hindari kombinasi ACE ARB) untuk strategi C, titrasi dosis sampai maksimal

Tekanan darah sesuai target

Kembali tekankan modifikasi gaya hidup dan pengobatan untuk strategi A dan B, Tambahkan
titrasi tiazid, penghambat ACE, ARB, atau CCB ( gunakan obat dari kelas yang belum digunakan
dan hindari kombinasi ACE ARB) untuk strategi C, titrasi dosis sampai maksimal
Tekanan darah sesuai target

Kembali tekankan modifikasi gaya hidup dan pengobatan untuk strategi A dan B, Tambahkan
titrasi tiazid, penghambat ACE, ARB, atau CCB ( gunakan obat dari kelas yang belum digunakan
dan hindari kombinasi ACE ARB) untuk strategi C, titrasi dosis sampai maksimal

Tekanan darah sesuai target

Kembali tekankan modifikasi gaya hidup dan pengobatan tambahkan obat dari kelas baru

(misal beta bloker, agonis aldosterone, atau yang lain) dan/ atau rujuk ke dokter spesialis

Tekanan darah sesuai Lanjutkan pengobatan dan


target kontrol

Gambar 3. Algoritma Tata laksana Hipertensi (JNC 8, 2014)


Tabel 2. Beberapa Jenis Antihipertensi Oral

Kelas obat Subkelas Contoh obat Dosis/hari Efek Samping


(frekuensi
dosis harian)
Diuretik Tiazid Hidroklortiazid(HCT) 12,5-50 mg Hypokalemia,
(1) hiperurisemia
Klortalidon Kolestrol dan
12,5-25 mg trigliserida
Loop diuretic Furosemide (1) Hipokalemia,
hiperurisemia
Diuretik hemat Amilorid 20-80 mg (2) Hyperkalemia,
kalium ginekomastia
5-10 mg (1-
2)
Penyekat β Propanolol 40-160 mg Bronkospasme,
Atenolol (2) bradikardi, blok
Bisoprolol 25-100 mg jantung, rasa
(1) lelah,
2,5- 10 mg peningkatan
(1) triglisired
Penghambat
ACE Captopril 25-100 mg Batuk- batuk,
(1-2) hyperkalemia,
Ramipril 2,5-20 mg azotemia,
Lisinopril (1) angioedema
ARB Valsartan 10-40 mg (1)
80-320 Hyperkalemia,
Irbesartan mg(1-2) azotemia
Losartan 150-300 mg
(1)
25-100
mg(1-2)

CCB Nondihidropiridin Verapamil 120-360 Edema,


mg(1-2) konstipasi
Diltiazem 120-540 mg
(1)

Dihidropiridin Amlodipin 2,5-10 mg Edema,


Nifedipin (lepas (1) konstipasi,
lambat) 30-60 mg (1) bradikardia, blok
jantung
Agonis α Klonidin 0,1-0,8 mg Mulut kering,
Sentral (2) pusing, sedasi
ringan,
kelelahan,depresi,
mimpi buruk,
dyskinesia tardif,
latergi
Reserpin 0,1-0,25 mg Depresi,mimpi
(1) buruk, dyskinesia
tardif, latergi
Antagonis Spironalakton 25-50 mg(1) Hyperkalemia,
ginekomastia,
hiponatremia,
ruam
aldosterone
Keterangan ACE, angiotensin converting enzyme, ARB, angiotensin receptor blocker, CCB,
calcium channel blocker.
Tabel 4. Tabel kontraindikasi pendesak dan dapat dipertimbangkan dalam penggunaan
antihipertensi.

Jenis Obat Mendesak Pertimbangkan


Diuretik (tiazid) Gout Sindrom metabolic
Intoleransi glukosa
Kehamilan
Hiperkalsemia
Hypokalemia
Penyekat β Asma Sindrom metabolic
Blok noduss AV( derajat 2 Intoleransi glukosa
atau 3) Pasien aktif secara fisik atau
atlet
Penyakit paru obstruksi
kronik (PPOK)
Antagonis kalsium (golongan Takiaritmia
dihidropiridin) Gagal jantung
Antagonis kalsium(verapamil, Blok nodus AV (derajat 2 atau
diltiazem) 3, blok trifaskuler) disfungsi
ventrikel kiri berat
Gagal jantung
Penghambat ACE Kehamilan Perempuan usia subur
Edema angioneurotik
Hyperkalemia
Stenosis arteri renalis bilateral
ARB Kehamilan Perempuan usia subur
Hyperkalemia
Stenosis arteri renalis bilateral

Antagonis reseptor Gagal ginjal akut atau berat


mineralokortikoid Hyperkalemia
Daftar Pustaka

1. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb, Hendler J, dkk.
2014 Evidence-based guidelines for the management of high blood pressure in adults:
report from the panel members appointed to the Eight Joint National Committee (JNC 8).
Jama. 2013.
2. Kotchen TA. Hypertensive Vasculer disease. Dalam: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL,
Hauser SL, Jameson Jl. Loscalzo J, Penyunting. Harrison’s principles of internal medicine.
Edisi ke-18. New York: McGraw-Hill:2012.
3. Kaplan NM, Victor RG. Kaplan’s clinical hypertension. Edisi ke-10. Philadelphia:
Lippincot Williams & Wilkins: 2010.
4. Newcastel Guidleine Development and Research Unit. Hypertension: Clinical
management of primary hypertension in adult. London: National Institute for health and
clinical Excellence.2013.
5. Tobe S, Poirier L. 2012 CHEPrecommendation for management of hypertension Canada:
2012.
6. Barton M. Aging and endothelin: determinatns of disease. Life Sci. 2014: S0024 (14):758-
9.
7. Neupane D, Mc Lanchlan CS, Sharma R, Gyawali B, Khanal V, Mishra SR, Christensen
B, Kallestrup P. Prevalence of hypertension in membrancountries of south Asian
Association for Regional Cooperation (SAARC): Systematic review and meta-analysis.
Medicine(Baltimore). 2014 sep; 93(13):e 74.
8. Mancia G, Fagard R, Narkiewicz k, Redon J, Zanchetti A, Bohm M, dkk. 2013 ESH/Esc
Guidelines for the management of arterial hypertension. Journal of hypertension
2013,31:1281-57.

Anda mungkin juga menyukai