Anda di halaman 1dari 38

RESPONSI

ILMU BEDAH ORTOPEDI

FRAKTUR TERTUTUP FEMUR

PEMBIMBING

dr. Carlos Gracia S.B., Sp.OT (K)

DISUSUN OLEH :

Rekania Restya Kadiyar 2016.94.2.0142

Reski Chandra 2016.04.2.0143

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
TAHUN 2017
LEMBAR PENGESAHAN

RESPONSI

ILMU BEDAH ORTOPEDI

FRAKTUR TERTUTUP FEMUR

Disetujui dan diterima sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik


Bagian Ilmu Bedah
RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya

Surabaya, September 2017


Mengetahui,
Dokter pembimbing

dr. Carlos Gracia S. B., Sp.OT (K)

1
RESPONSI ILMU BEDAH ORTHOPEDI

Pembimbing : dr. Carlos Gracia S. B., SpOT (K) Spine

Penyusun : Rekania Restya Kadiyar (2016.04.2.0142)

Reski Chandra (2016.04.2.0143)

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 80 tahun

Alamat : Kapas Baru, Surabaya - Jawa Timur

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta :

Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia

Tgl. & waktu MRS : 9 September 2017, pukul 19.00 WIB

Tgl. & Waktu pemeriksaan : 12 September 2017, pukul 12.00 WIB

II. ANAMNESA
1. Keluhan Utama :
Nyeri pada paha kanan

2. Keluhan tambahan :
Bengkak pada paha kanan

2
3. Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamnesa)
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya
pada hari Sabtu, 9 September 2017 dengan keluhan nyeri pada paha
kanan. Nyeri tersebut dirasakan oleh pasien sejak 1 hari yang lalu (8
September 2017) setelah pasien jatuh ketika hendak duduk di tempat
tidur dengan posisi miring ke kanan.

Paha kanan pasien terasa nyeri, bengkak, sulit digerakan dan


terasa cekot-cekot terus-menerus. Pasien merasa kesakitan saat
menggerakan paha kanan. Namun, pasien masih dapat menggerakan
jari-jari kanan tanpa nyeri.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat trauma sebelumnya disangkal.
HT disangkal, DM disangkal
Riwayat operasi hemoroid 5 tahun lalu

5. Riwayat Penyakit Keluarga : -

6. Riwayat Alergi : -

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : 4-5-6
Status Gizi : cukup
Tekanan darah : 110/50 mmHg
Nadi : 79 kali/menit, regular
Laju respirasi : 16 kali/menit, regular
Suhu Axillar : 36,90C

3
Status Generalis

Kepala/Leher

Anemia (-)

Icterus (-)

Sianosis (-)

Dyspnea (-)

Pembesaran KGB (-)

Pembesaran Thyiroid (-)

Thorax

Pulmo

Inspeksi :Normochest, gerak nafas simetris, jejas (-


)

Palpasi :Gerak nafas simetris, nyeri tekan (-),


deformitas (-)

Perkusi :Sonor/sonor

Auskultasi :Vesikuler/Vesikuler, Rhonki -/-


Wheezing -/-

Cor

Inspeksi : IC tidak tampak

Palpasi : IC tidak teraba

Perkusi : batas jantung dbn

Auskultasi : S1 S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)

4
Abdomen

Inspeksi : Flat, Simetris, jejas (+)

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Palpasi : Soepel, H/L dalam batas normal, nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani. Shifting dullness (-)

Status Lokalis
Regio femur dextra
Look : Jejas (-)
Perlukaan (-)
Edema (+)
Rotasi (-)
Deformitas (+)
Feel : Hangat
Nyeri tekan pada 1/3 proksimal femur dextra
Sensitabilitas normal
Pulsasi arteri dorsalis pedis teraba
CRT < 2 detik
Akral Hangat, kering, kemerahan
Pemeriksaan krepitasi tidak dilakukan karena nyeri
Pengukuran : True Leg Length Dextra : 93cm
True Leg Length Sinistra : 95cm
Apparent Leg Length Dextra : 100cm
Apparent Leg Length Sinistra : 102cm
Anatomical Leg Length Dextra : 89cm
Anatomical Leg Length Sinistra : 91cm
Length Leg Discrepency : 2cm

5
Movement : ROM aktif dan pasif terbatas karena nyeri

6
IV. RESUME
1. Anamnesa
- Nyeri dan pada paha kanan

- Bengkak pada paha kanan

- Tungkai kanan sulit untuk digerakkan karena nyeri

2. Pemeriksaan Fisik
Status generalis : dalam batas normal.
Status lokalis : Regio femoris Dextra

Look: Edema (+), deformitas (+)

Feel: Hangat
Nyeri tekan pada 1/3 proksimal femur dextra
Sensitabilitas normal
Pulsasi arteri dorsalis pedis teraba
CRT < 2 detik
Akral Hangat, kering, kemerahan
Pemeriksaan krepitasi tidak dilakukan karena nyeri
Pengukuran : True Leg Length Dextra : 94cm
True Leg Length Sinistra : 96cm
Movement:
ROM aktif dan pasif terbatas karena nyeri

V. DIAGNOSA
Dx klinis: Close fraktur femuris dextra
Dx Radiologi: CF Femur Dextra 1/3 proksimal

VI. PENATALAKSANAAN
1. Planning Diagnosis
Radiologi
Foto rontgen regio femoris dextra AP Lateral

7
Foto rontgen regio pelvis

Foto Rontgen regio femur dextra AP

 Tipe fraktur : Spiral

8
Foto Rontgen regio pelvis

2. Planning Terapi
o Non medikamentosa
Dilakukan pemasangan skin traksi beban 5 kg
o Medikamentosa
Inf. Asering 1000 cc/24 jam
Inj. Ranitidin 2x1 ampul
Inj. Santagesik 3x1 ampul
Pemasangan kateter
o Operatif
Dilakukan Open Reduction Internal Fixation (ORIF) Elektif
3. Monitoring
o Tanda-tanda vital
o Mengawasi NVD
o Foto rontgen femur dextra AP/Lat postop
o Proses penyembuhan fraktur dan luka operasi

4. Edukasi
o Edukasi pasien mengenai penyakitnya
o Edukasi mengenai terapi yang dilakukan

9
VII. PROGNOSIS
Baik

10
Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Femur

Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh.


Tulangnya berupa tulang pipa dan mempunyai sebuah batang dan dua
ujung yaitu ujung atas, batang femur, dan ujung bawah.

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum,


trochanter major dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih
kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os
coxae membentuk artikulasi coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan
kecil yang disebut fovea capitis yaitu tempat perlekatan ligamentum dari
caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan
sepanjang ligament ini dan memasuki tulang pada fovea.

Bagian collum yang menghubungkan kepala pada btanag femur


berjalan ke bawah, belakang, lateral, dan membentuk sudut lebih
kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu
panjang batang femur. Biasaanya sudutr ini perlu diingat karena dirubah
oleh penyakit.

Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada


batas leher dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini
adalah linea intertrochanter di depan dan crista intertrochanter yang
mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum
quadratum.

Bagian batang femur umumnya menampakan kecembungan ke


deapan, licin, dan bulat pada permukaan anterior. Tepi medial berlanjut
ke bawah sebagai crista supracondylaris medial menuju tuberculum
adductorum pada condyles medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah
dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior
batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis
yang ke baah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang
melebar kearah ujung distal dan memebentuk daerah segitiga datar
pada permukaan posteriornya disebut fascia poplitea.

Ujung bawah femur memiliki condyles medialis dan lateralis yang


di bagian posteriornya dipisahkan oleh incisura intercondylaris.

11
Permukaan anterior condyles dihubungkan oleh permukaan sendi untuk
patella. Kedua condyles ikut membentuk articulation genu. Di atas
condyles terdapat epicondylus lateralis dan medialis.

Gbr 2.1 anatomi femur

12
2.2 Fraktur

2.2.1 Definisi Fraktur

Fraktur adalah diskontinuitas structural dari tulang, lempang


epifisial, maupun permukaan sendi tulang rawan baik total maupun
parsial. Oleh karena tulang dikelingi oleh jaringan lunak, tekanan yang
dapat menyebabkan fraktur maupun yang dapat menyebabkan
pergeseran fragmen fraktur, dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak dengan derajat yang sama sesuai dengan tekanan pada
fraktur tersebut. 4

2.2.2 Klasifikasi Fraktur

Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas : 1

1. Complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian


(fragmen) atau lebih.

2. Incomplete (partial), dimana terdapat garis fraktur tetapi


periosteum tulang masih tampak menyatu. Fraktur partial terbagi
lagi menjadi :

a. Fissure/crack/hairline yaitu tampak garis fraktur tulang tetapi


tulang masih tampak menyatu, biasa terjadi pada tulang pipih

b. Greenstick fracture yaitu tampak tulang melengkung dan


terjadi fraktur inkomplit. Biasa terjadi pada anak-anak dan
pada os radius, ulna, clavicular, dan costae.

c. Buckle fracture yaitu merupakan fraktur incomplete pada


batang tulang panjang yang ditandai adanya penonjolan
korteks dan sering terjadi pada anak-anak. Biasa terjadi
karena adanya kompresi pada sumbu axial.

13
Gbr 2.2 incomplete fraktrure

Bedasarkan garis patahan atau konfigurasi tulang dibagi menjadi : 1

1. Transversal yaitu garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-


100 dari sumbu tulang)

2. Oblik yaitu garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80 atau
100 dari sumbu tulang)

3. Longitudinal yaitu garis patah mengikuti sumbu tulang

4. Spiral yaitu garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih

5. Kominutif yaitu terdapat 2 tau lebih garis fraktur

Gbr 2.3 tipe fraktur bedasarkan garis patahan

14
Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur :

1. Undisplaced yaitu fragmen tulang fraktur masih terdapat pada


tempat anatomisnya

2. Displaced yaitu fragmen tulang fraktur tidak pada tempat


anatomisnya terbagi atas :

a. Shifted sideways yaitu pergeseran tulang kearah medial


atau lateral

b. Angulated yaitu membentuk sudut tertentu

c. Rotated (memutar)

d. Distracted (saling menjauh karena ada interposisi)

e. Overriding (garis fraktur tumpeng tindih)

f. Impacted (satu fragmen masuk ke fragmen yang lain)

Gbr 2.4 fraktur antar fragmen

15
Bedasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur
dengan dunia luar, fraktur dapat dibagi menjadi 2 yaitu fraktur tertutup
dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup apabila kulit masih di atas tulang
yang fraktur. Apabila kulit di atas tulang yang fraktur tertembus dan
terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia
luar maka disebut fraktur terbuka sehingga memungkinkan kuman dari
luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah dan
cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi. 1

2.2.3 Patologi fraktur

Tulang cenderung menjadi rapuh meskipun belum terjadi defek


kekuatan dan gaya pegas untuk menahan beban yang normal pada
kehidupan sehari-hari. Fraktur dapat disebabkan oleh :

1. Beban tunggal yang hebat karena insiden trauma

2. Beban yang berulang-ulang dan mendesak pada satu titik


yang berakibat berkurangnya kekuatan pada titik tersebut

3. Beban pada tulang yang lemah (fraktur patologis)

2.2.4 Penyebab fraktur 2

1) Fraktur yang disebabkan oleh karena trauma.

Kebanyakan fraktur disebabkan oleh kekuatan yang besar dan


terjadi secara tiba-tiba yang mengenai tulang secara langsung
maupun tidak lamgsung. Pada benturan yang langsung, tulang
patah pada tempat benturan contoh fraktur ulna yang disebakan
benturan pada lengan baah. Pada benturan yang tidak langsung,
tulang patah pada tempat dengan jarak tertentu dari tmpat
benturan awal, contoh yang umu adalah fraktur spiral pada tibia
dan fibula karena adanya perputaran lengan, kompresi vertebra
karena adanya fleksi hebat vertebra secara tiba-tiba dan fraktur
avulsi yang disebabkan traksi kasar oleh otot, tendon, dan
liagamen.

2) Beban yang berulang.

16
Patah dapat terjadi pada tulang sama seprti pada besi atau
material lainnya, karena beban yang berulang. Hal ini plaing
terjadi pada tibia dan fibula atau metatarsal, khususnya pada
atlet, penari ataupun tentara yang berjalan kaki jauh.

3) Fraktur patologis

Contoh yang sering adalah osteoporosis (skeletal insufficiency),


Paget’s disease (tulang yang rapuh), dan tumor tulang
(osteolitik).

2.2.5 Tipe fraktur

Terdapat berbagai macam fraktur, oleh karena itu untuk tujuan


praktis dapat dibagi menjadi beberapa macam : 2

1. Fraktur komplet

Tulang secara keseluruhan patah menjadi dua atau lebih


fragmen. Jika fraktur transversus, ligament biasanya tetap pada
tempatnya setelah direduksi, jika patahannya oblique atau spiral,
patahan tersebut cenderung untuk bergeser dan akan kembali
bergeser meskipun tulang sudah direposisis. Poada benturan
langsung fragmen patahan akan berdesakan dan garis fraktur
menjadi tidak jelas. Pada fraktur kominitiva terdapat lebih dari
dua fragmen, fraktur ini sering tidak stabil.

2. Fraktur inkomplet

Patahan tulang tidak tampak secara jelas dan periosteum masih


tampak menyambung. Pada fraktur greenstick tampak tulang
menonjol atau bengkok, sering terjadi pada anak-anak dimana
tulang lebih lentur daripada orang dewasa. Reduksi biasanya
mudah dan penyembuhannya cepat. Pada stress fraktur dapat
terjadi juga fraktur yang inkomplet dengan patahan tampak pada
satu bagian cortex, tetapi fraktur tersebut membutuhkan waktu
yang lama untuk sembuh.

3. Fraktur Physeal

Fraktur pada ephisial growth plate merupakan fraktur yang


khusus. Kerusakan pada kartilago pertumbuhan dapat
mengakibatkan deformitas yang progressive.

17
2.2.6 Proses Penyembuhan Tulang

Terdapat dua mekanisme penyembuhan tulang yaitu dengan


callus atau tanpa callus. 2

1. Penyembuhan dengan callus

Proses penyembuhan tulang sangat bervariasi tergantung


dari tulang yang terkena dan pergerakan pada sisi fraktur.
Pada tulang panjang dan tanpa fiksasi yang kuat, proses
penyembuhan terbagi menjadi 5 macam :

a. Kerusakan jaringan dan pembentukan hematom

Pembuluh darah robek dan terjadi hematom pada


daerah fraktur. Tulang pada tempat fraktur tidak
mendapatkan suplai darah dan nantinya akan terjadi
kematian sel tulang sepanjang 1-2 milimiter dari tempat
fraktur.

b. Inflamasi dan proliferasi sel

Selama 8 jam akan terjadi proses inflamasi akut


dengan proliferasi sel dibaah periosteumdan didalam
canalis medullary. Fragmen berujung pada jaringan
selular yang menyatukan fragmen. Hematoma yang
membeku secara perlahan akan direabsorbsi dan akan
membentuk kapiler baru.

c. Pembentukan callus

Proliferasi sel akan membentuk chondrogenik dan


osteogenic, mereka akan membentuk tulang dan pada
beberapa kasus akan membentuk kartilago. Populasi
sel baru, termasuk osteoclast (berasal dari
pembentukan pembuluh darah baru), mulai
menggantikan sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang
tebal membentuk callus dan membentang pada
permukaan periosteal dan endosteal. Pada tulang yang
belum matur (Woven bone), permukaan menjadi lebih
padat, pergerakan pada daerah fraktur menjadi

18
menurun dan akhirnya fragmen fraktur bersatu
kembali. Keseluruhan proses ini diinduksi oleh protein,
termasuk fibroblast growth factor, transforming growth
factor, dan bone morphogenic protein.

d. Konsolidasi

Dengan aktifitas osteolytic dan osteoblastic yang


berlansung secara terus menerus, woven boneberubah
menjadi lamellar bone. Permukaannya sekarang
menjadi lebih padat untuk membuat osteoblast
melewati luka pada garis fraktur. Dibelakang osteoclast
terdapat osteoblast yang mengisi ruang antara fragmen
dengan tulang yang baru. Proses ini merupakan proses
yang lambat dan membutuhkan waktu beberapa bulan
untuk memebntuk tulang yang kuat.

e. Remodeling

Fraktur telah dihubungkan oleh tulang yang kuat.


Setelah beberpa bulan atau tahun, bentukan tulang ini
akan dibentuk tulang melalui proses resorbsi dan
formasi yang berulang. Pada anak-anak tulang akan
membentuk bentukan yang normal seperti aslinya.

Gbr. 2.6 Fase penyembuhan pada tulang

19
2. Penyembuhan tanpa callus

Callus merupakan respon terhadap gerakan pada sisi


fraktur. Callus akan menstabilkan fragmen mungkin
membentuk suatu kondisi untuk menghubungkan tulang.

Jika sisi fraktur dimobilisasi, contoh pada fraktur yang


difiksasi secara internal, tidak membutuhkan proses callus.
Adanya ruang antara permukaan fraktur akan diisi oleh
pembentukan pembuluh darah baru dan sel pembentukan
tulang yang tumbuh mulai bagian dari tepi. Ketika jarak
antara dua fragmen sangat sedikit sekali (kurang dari 200
µm), osteogenesis membentuk tulang lamellar. Jarak yang
lebih diisi terlebih dahulu oleh woven bone, yang
kemudian berubah menjadi lamellar.

2.2.7 Waktu Penyembuhan Tulang

Proses penyembuhan tulang merupakan proses yang


berkelanjutan dan tidak ada tanda spesifik untuk menentukan
saat penyatuan (union) ataupun konsolidasi test yang dapat
adalah test kekuatan tulang untuk menahan beban fraktur (union)
adalh penyembuhan inkomplet dan tidak aman lagi tulang
penderita yang tidak terlindungi untuk menhan beban. Callus
yang mengikutinya akan mengalami kalsifikasi. Secar klinik
tempat fraktur masih sedikt nyeri, dan meskipun dapat bergerak
sebagai satu potong tulang (dalam arti ini sudah menyatu), usaha
menekuknya akan menimbulkan nyeri. 2

Konsolidasi juga merupakan penyembuhan yang kurang


sempurna, tetapi dapat digerakkan sesuai fungsinya hanya jika
proses-proses remodelling dan restorasi penyembuhan tulang
selesai. Callus akan mengalami osifikasi. Secara klinik tempat
fraktur tidak nyeri. Fragmen-fragmen tidak dapat bergerak dan
percobaan angulasi tidak tersa nyeri. 2

Tingkatan perbaikan tulang bergantung pada jenis tulang


yang terlibat, tipe fraktur (fraktur transversus lebih lama daripada
fraktur spiral), suplai darah (sirkulasi yang jelek membutuhkan
waktu lebih lama), dan usia pasien (semakin usianya muda
penyembuhan tulangnya). 2

20
Pedoman waktu penyembuhan tulang 2

Waktu rerata penyembuhan tulang


Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Callus (+) 2-3 minggu 2-3 minggu
Union 4-6 minggu 8-12 minggu
Konsolidasi 6-8 minggu 12-16 minggu

2.2.8 Terapi pada fraktur tertutup

Pada dasarnya fraktur terdiri atas manipulasi untuk memperbaiki


posisi fragmen, diikuti dengan pembebatan untuk mempertahankannya
bersama-sama sebelum fragmen-fragmen itu menyatu, sementara itu
gerakan sendi dan fungsi harus dipertahankan. Tujuan ini tercakup
dalam tiga keputusan yang sederhana yaitu Reduksi, Imobilisasi,
Rehabilitasi. 2

Terapi bukan saja ditentukan oleh jenis fraktur tetapi juga oleh
keadaan jaringan lunak sekitarnya. Tscherne (1984) telah menyediakan
klasifikasi cedera tertutup : tingkat 0 adalah fraktur dengan sedikit atau
tanpa cedera jaringan lunak, tingkat 1 adalah fraktur dengan abrasi
dangkal atau memar pada kulit dan jaringan subkutan, tingkat 2 adalah
fraktur yang lebih berat dengan kontusio lunak bagian dalam dan
pembengkakan dan tingkat 3 adalah cedera berat dengan kerusakan
jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartemen. 2

2.2.8.1 Reduksi

Meskipun terapi umum dan resusitasi harus selalu didahulukan, tidak


boleh ada keterlambatan dalam menangani fraktur dan pembengkakan
jaringan lunak selama 12 jam pertama akan mempersukar reduksi. Ada
beberapa situasi yang tidak memerlukan reduksi : 2

1. Bila pergeseran tidak ada atau tidak banyak

2. Bila pergeseran tidak berarti (misalnya pada fraktur klavikula)

3. Bila reduksi tampaknya tak akan berhasil (fraktur kompresi


vertebrata)

Pada reduksi dapat dilakukan reduksi tertutup maupun reduksi


terbuka :

21
1. Reduksi Tertutup

Dengan anastesi yang tepat dan relaksasi otot, fraktur dapat


direduksi dengan maneuver tiga tahap : 2

a. Bagian distal tungkai ditarik ke garis tulang

b. Sementara fragmen-fragmen terlepas, fragmen itu direposisi


(dengan membalikkan kearah kekuatan asal kalau ini dapat
diperkirakan)

c. Posisi disesuaiakan ke setiap bidang

Cara ini efektif bila periosteum dan otot sisi fraktur tetap utuh,
pengikatan jaringan lunak mencegah over reduksi dan
menstabilkan fraktur setelah reduksi. Pada reduksi tertutup
dapat digunakan teknik : immobilisasi dengan gips, traksi atau
dengan pemasangan K-wire percutaneous.

2. Reduksi Terbuka

Indikasinya : 2

a. Reduksi tertutup gagal karena kesulitan mengendaliksn


fragmen atau terdapat jaringan lunak di atas fragmen
tersebut.

b. Bila terdapat fragmen articular besar yang perlu ditempatkan


secara tepat.

c. Terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah. Reduksi


terbuka hanya merupakan langkah pertama untuk fiksasi
internal.

Terdapat dua macam teknik pada reduksi terbuka yaitu dengan


fiksasi interna maupun eksterna. 2

 Reduksi terbuka dengan fiksasi interna 2

Operasi harus dilakukan secepatnya (dalam waktu 1 minggu)


kecuali bila ada halangan. Alat-alat yang dipergunakan dalam
operasi yaitu kawat bedah, kawat kirschner, screw, screw and
plate, pin kunscher intrameduler, pin rush, pin Steinmann, pin

22
trephine (pin smith Peterson), plate dan screw smith
Peterson, pin plate teleskopik, pin jewett dan protesis.

Indikasi :

o Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur malleolus, kondilus,


olecranon, patella.

o Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur


radius dan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur
yang tidak stabil.

o Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen

o Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur

o Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara


baik dengan reduksi tertutup misalnya fraktur Monteggia dan
fraktur Bennett.

o Fraktur terbuka

o Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna


sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur
pada orang tua.

o Eksisi fragmen yang kecil

o Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis


avascular, misalnya fraktur leher femur pada orang tua.

o Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri

o Fraktur multiple misalnya fraktur pada tungkai atas dan


bawah.

o Untuk mempermudah perawatan penderita misalnya fraktur


vertebrae tulang belakang yang disertai paraplegia.

 Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna 2

Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksterna dengan


mempergunakan kanseola screw dengan metilmetakrilat atau

23
fiksasi eksterrna dengan jenis-jenis lain misalnya menurut AO
atau inovasi dengan mempergunakan Screw Schanz.

Indikasi :

o Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang


hebat

o Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis

o Fraktur yang miskin jaringan ikat

o Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita


diabetes mellitus.

2.2.8.2 Mempertahankan Reduksi ( Immobilisasi)

Kata immobilisasi dengan sengaja dihindari 24arena tujuannya


biasanya merupakan pencegahan pergeseran. Namun, pembatasan
gerakan tertentu diperlukan untuk membantu penyembuhan jaringan
lunak untuk memungkinkan gerakan bebas pada bagian yang tidak
terkena.

Metode yang tersedia untuk mepertahankan reduksi adalah traksi


terus menerus, pembebatan dengan gips, pemakaian penahan
fungsional, fiksasi internal dan fikasi eksternal.

2.2.8.3 Latihan (Rehabilitasi)

Lebih tepatnya memulihkan fungsi bukan saja pada bagian yang


mengalami cedera tetapi juga pada pasien secara keseluruhan.
Tujuannya adalah mengurangi edema, mempertahankan gerakan sendi,
memulihkan kekutan otot dan memandu pasien ke aktivitas normal.

24
2.2.9 Fraktur Femur

1. Fraktur Leher Femur


Fraktur leher femur merupakan fraktur yang sering
ditemukan pada orang tua terutama wanita 60 tahun ke atas
dengan osteoporosis

Gbr. 2.7 Fraktur leher femur


Mekanisme Trauma
Jatuh pada trokanter baik kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dari tempat yang tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di
kamar mandi dimana panggul dalam keadaan fleksi dan
rotasi.6

Klasifikasi
a) Hubungan terhadap kapsul
Ekstrakapsul
intrakapsul
b) Sesuai lokasi
Sub-kapital
Trans-servikal
Basal
c) Radiologis
1) Berdasarkan keadaan fraktur
 Tidak ada pergeseran fraktur
 Fragmen distal, rotasi eksterna, abduksi dan
dapat bergeser ke proksimal
 Fraktur impaksi
2) Menurut Garden
Tingkat I: Fraktur impaksi yang tidak total

25
Tingkat II: fraktur total yang tidak bergeser
Tingkat III: Fraktur total disertai sedikit pergeseran
Tingkat IV: Fraktur disertai dengan pergeseran yang
hebat

Gbr. 2.8 Klasifikasi menurut Garden

3) Menurut Pauwel
Berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur
 Tipe I: Fraktur dengan garis fraktur 30 derajat
 Tipe II: Fraktur dengan garis fraktur 50 derajat
 Tipe III: Fraktur dengan garis fraktur 70 derajat6

Gbr. 2.9 Klasifikasi menurut Pauwel

Patologi
Caput femur mendapat aliran dari tiga sumber:
a. Pembuluh darah intrameduler di dalam leher femur
b. Pembuluh darah servikal asendens dalam retinakulum
kapsul sendi
c. Pembuluh darah dari ligamen yang berputar

26
Pada saat terjadi fraktur, bila terjadi pergeseran
fragmen dapat selalu menyebabkan robekan pada
pembuluh darah intramedular dan retinakulum.
Fraktur intraservikal adalah fraktur yang selalu bersifat
intrakapsuler yang mempunyai kapasitas sangat
rendah dalam penyembuhan karena adanya kerusakan
pembuluh darah, periosteum yang rapuh serta
hambatan dari cairan sinovia.

Gambaran Klinis
Riwayat jatuh dari ketinggian disertai nyeri daerah
panggul terutama pada daerah inguinal depan. Nyeri
dan pemendekan anggota gerak bawah dalam posisi
rotasi lateral.

Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologi bertujuan menentukan jenis
fraktur, klasifikasi, jenis pengobatan dan prognosis. 6

Pengobatan
 Konservatif dengan indikasi yang sangat
terbatas.
 Operatif: hampir selalu dilakukan baik pada
dewasa muda maupun pada orang tua karena:
-Perlu reduksi yang akurat dan stabil
-Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang
tua untuk mencegah komplikasi

Jenis-jenis operatif:
Pasang pin
Pasang plate screw
Arthroplasti: dilakukan pada penderita umur di
atas 55 tahun berupa eksisi arthroplasti
(pseudoartritis menurut Girdlestone),
Hemiartroplasti, artroplasti total. 6

27
Komplikasi

a) Bersifat umum: trombosis vena, emboli paru,


pneumonia, dekubitus
b) Nekrosis avaskuler caput femur
Terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang
disertai pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa
pergeseran. Apabila fraktur lebih proksimal maka
risiko nekrosis avaskuler lebih tinggi.
c) Nonunion
Lebih dari 1//3 pasien fraktur leher femur tidak
mengalami union terutama jika terjadi pergeseran
dan lebih sering pada fraktur yang lebih proksimal.
Hal ini disebakan vaskularisasi yang jelek, reduksi
yang tidak akurat, fiksasi yang tidak adekuat dan
lokasi fraktur intra artikuler. Metode pengobatan
nekrosis tergantung penyebab terjadinya nonunion
dan umur penderita.
d) Osteoarthritis sekunder karena adanya kolaps
kaput femur atau nekrosis avaskuler.
e) Anggota gerak memendek
f) Malunion
g) Malrotasi berupa rotasi eksterna
h) koksavara6

2. Fraktur daerah trokanter


Biasa disebut fraktur trokanterik (intertrokanterik) adalah
semua fraktur yang terjadi antara trokonter mayor dan minor.
Fraktur ini bersifat ekstra-artikuler dan sering terjadi pada
orang tua 60 tahun.

Mekanisme Trauma
Terjadi bila penderita jatuh dengan trauma langsung pada
trokanter mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir.
Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor
dimana fragmen proksimal cenderung bergeser secara varus.
Fraktur dapat bersifat kominutif terutama pada korteks bagian
posteromedial. 6

28
Klasifikasi
i. Stabil
ii. Tidak stabil (korteks bagian medial remuk dan fragmen
besar mengalami pergeseran terutama trokanter minor)

Fraktur trokanterik juga dapat diklasifikasikan dalam 4 tipe,


yaitu:

Tipe I: Fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa


pergeseran

Tipe II: Fraktur melewati trokanter mayor disertai


pergeseran trokanter minor

Tipe III: Fraktur disertai dengan fraktur kominutif

Tipe IV: Fraktur yang disertai fraktur spiral femur6

Gbr. 2.10 Klasifikasi Fraktur Trokanterik

Gambaran Klinis

Penderita lanjut usia dengan riwayat trauma pada femur


proksimal. Adanya pemendekan anggota gerak bawah
disertai rotasi eksterna. 6

Pemeriksaan Radiologis

Menentukan jenis fraktur dan seberapa jauh pegeseran


fraktur. 6

Pengobatan

29
Fraktur tanpa pergeseran dapat dilakukan terapi konservatif
dengan traksi.

Pada Fraktur trokanterik sebaiknya dilakukan pemasangan


fiksasi interna dengan tujuan:

i. Memperoleh fiksasi yang kuat


ii. Memberikan mobilisasi yang cepat pada orang tua6

Gbr. 2.11 Fiksasi Internal

Komplikasi

Komplikasi dini sama pada fraktur leher femur.

Komplikasi lanjut berupa deformitas varus dan rotasi eksterna


serta nonunion, tetapi kelainan jarang ditemukan. 6

3. Fraktur Subtrokanter
Dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat trauma
yang hebat.

Gambaran klinis
Anggota gerak bawah dalam keadaan rotasi eksterna
memendek dan ditemukan pembengkakan pada daerah
proksimal disertai nyeri saat bergerak. 6

30
Pemeriksaan radiologis
Dapat menunjukkan fraktur yang tejadi di bawah trokanter
minor. Garis fraktur dapat bersifat transversal, oblik, spiral dan
sering kominutif. Fragmen proksimal dalam posisi fleksi dan
distal posisi adduksi dan bergeser ke proksimal. 6

Pengobatan
Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan
pilihan dengan plate dan screw. 6

Komplikasi
Yang sering ditemukan adalah nonunion dan malunion.
Komplikasi ini dapat diatasi dengan koreksi osteotomi atau
bone grafting. 6

4. Fraktur Diafisis Femur


Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada setiap umur,
biasanya Karena trauma hebat misalnya kecelakaan lalu
lintas atau trauma lain misalnya jatuh dari ketinggian. Femur
diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk
tulang femur, tetapi juga dapat berakhir jelek Karena dapat
menarik fragmen fraktur sehingga bergeser. Femur dapat pula
mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor ganas.
Fraktur femur sering disertai dengan perdarahan massif yang
harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok.

Mekanisme trauma
Fraktur spiral terjadi apabila jatuh dengan posisi kaki melekat
erat pada dasar sambal terjadi putaran yang diteruskan pada
femur. Fraktur yang bersifat transversal dan oblik terjadi
Karena trauma langsung dan trauma angulasi.

Klasifikasi
Fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simple,
komunitif, fraktus Z atau segmental.

Gambaran klinis
Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan
pembengkakan dan deformitas pada tungkai atas berupa

31
rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan mungkin dating
dalam keadaan syok.

Pemeriksaan radiologis
Dengan foto rontgen dapat ditentukan lokalisasi dan jenis
fraktur.

Pengobatan
1. Terapi konservatif
• Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum
dilakukan terapi definitive untuk mengurangi spasme otot.
• Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada
sendi lutut. Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat
komunitif dan segmental.
• Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi
union fraktur secara klinis.
2. Terapi operatif
• Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur
proksimal dan distal femur.
• Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis lain baik
dengan operasi tertutup ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-
nail terutama pada fraktur diafisis.
• Fiksasi interna terutama pada fraktur segmental, fraktur
komunitif, infected pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak yang hebat.

Komplikasi
1. Komplikasi dini
• Syok, dapat terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walupun
fraktur bersifat tertutup
• Emboli lemak, sering didapatkan pada penderita muda
dengan fraktur femur. Perlu dilakukan pemeriksaan gas
darah.
• Trauma pembuluh darah besar, ujung fragmen tulang
menembus jaringan lunak dan merusak arteri femoralis.
Dapat berupa kontusio saja dengan oklusi atau terpotong
sama sekali.
• Trauma saraf, trauma pada pembuluh darah akibat
tusukan fragmen dapat disertai kerusakan saraf yang dapat

32
bervariasi dari neuropraksia sampai aksonotemesis. Trauma
saraf dapat terjadi pada nervus isiadikus atau pada
cabangnya yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
• Trombo-emboli, penderita dengan tirah baring yang lama
misalnya ditraksi ditempat tidur, dapat mengalami komplikasi
trombo-emboli.
• Infeksi, dapat terjadi pada fraktur terbuka akibat
kontaminasi dari luka, tetapi infeksi dapat pula terjadi setelah
tindakan operasi.

2. Komplikasi lanjut
• Delayed union, fraktur femur pada orang dewasa
mengalami union dalam 4 bulan.
• Nonunion, apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan
sklerotik dicurigai adanya nonunion dan diperlukan fiksasi
interna dan bone graft.
• Malunion, bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung
fragmen, maka diperlukan pengamatan terus menerus selama
perawatan. Angulasi lebih sering ditemukan. Malunion juga
menyebabkan pemendekan pada tungkai sehingga diperlukan
koreksi berupa osteotomy.
• Kaku sendi lutut, setelah fraktur femur biasanya terjadi
kesulitan pergerakan pada sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh
adanya adhesi periarticular atau adhesi intramuskuler. Hal ini
dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis
dilakukan lebih awal.
• Refraktur, terjadi apabila mobilisasi dilakukan sebelum
terbentuk union yang solid.

5. Fraktur Suprakondiler Femur


Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal
kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur.

Mekanisme trauma
Fraktur terjadi Karena tekanan varus tau valgus disertai
kekuatan aksial dan putaran.

33
Klasifikasi
1. Tidak bergeser
2. Impaksi
3. Bergetar
4. Komunitif
Pergeseran terjadi pada fraktur oleh Karena tarikan otot
sehingga pada terapi konservatif lutut harus difleksi untuk
menghilangkan tarikan otot.

Gambaran klinis
Berdasarkan anamnesis ditemukan riwayat trauma yang
disertai pembengkakan dan deformitas pada daerah
suprakondiler. Pada pemeriksaan mungkin ditemukan adanya
krepitasi.

Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radilogis dapat ditentukan jenis fraktur

Pengobatan
1. Terapi konservatif
- Traksi berimbang dengan menggunaka bidai Thomas dan
penahan lutut pearson
- Cast-bracing
- Spika panggul
2. Terapi operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka atau adanya
pergeseran fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan menggunakan nail-plate
dan screw dengan macam-macam tipe yang tersedia.

Komplikasi
1. Komplikasi dini
- Penetrasi fragmen fraktur ke kulit yang menyebabkan
fraktur menjadi terbuka
- Trauma pembuluh darah besar
- Trauma saraf

2. Komplikasi lanjut
- Malunion

34
- Kekauan sendi lutut

6. Fraktur Suprakondiler Femur dan Fraktur Interkondiler


Fraktur suprakondiler femur sering bersama-sama dengan
fraktur interkondiler yang memberikan masalah pengelolaan
yang lebih kompleks.

Klasifikasi
Klasifikasin menurut Neer, Grantham, Shelton
- Tipe I : fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk T
- Tipe IIA : fraktur suprakondiler dan kondiler dengan
sebagian metafisis (bentuk Y)
- Tipe IIB : sama seperti IIA tetapi bagian metafisis lebih
kecil
- Tipe III : fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur
kondiler yang tidak total

Pengobatan
1. Terapi konservatif , seperti pada fraktur suprakondiler
dengan indikasi yang sama
2. Terapi operatif, Karena fraktur ini bersifat intra-artikuler,
maka sebaiknya dilakukan terapi operatif dengan fiksasi
interna yang rigid untuk memperoleh posisi anatomis sendi
dan segera dilakukan mobilisasi.

Komplikasi
1. Trauma pembuluh darah
2. Kaku sendi
3. Osteoarthritis lutut.

7. Fraktur Kondilus Femur


Klasifikasi
- Tipe I : Fraktur kondilus dalam posisi sagittal
- Tipe II : fraktur dalam posisi koronal dimana bagian
posterior kondilus femur bergeser
- Tipe III : kombinasi antara sagittal dan koronal

35
Gambaran klinis
Terdapat trauma pada lutut disertai nyeri dan pembengkakan.
Mungkin ditemukan krepitasi dan hematrosis sendi lutut.
Pemeriksaan radiologis
Sebaiknya dilakukan foto posisi AP, lateral dan oblik untuk
melihat posisi fraktur

Pengobatan
1. Terapi konservatif, pada fraktur yang tidak bergeser dapat
dipergunakan pemasangan gips sirkuler diatas lutut
2. Terapi operatif, mempergunakan screw agar didapatkan
posisi anatomis sendi lutut dan mobilisasi dapat segera
dilakukan.

Komplikasi
1. Trauma pembuluh darah dan saraf
2. Malunion
3. Osteoarthritis
4. Kekakuan sendi lutut.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Beaty, James et al, Rockwood and Wikins: Fractures In children,


7th edition, 2010, Philadelphia: Wolters Kluwer.

2. Solomon L., Apley’s Concise System of Orthopaedics and


Fractures, 3th edition, 2005, Hodder Arnold. Standring.

3. Susan et al, Gray’s Anatomy: the Anatomical Basis of Clinical


Practice, 39th edition, 2008, british :Elsevier.

4. Salter B, Textbook of Disoders and injuries of the Muskuloskletal


System, 3rd edition, 1999, USA: Lippincott Williams&Wilkins.

5. Snell, Richard S., Anatomi Klinik untuk Mahasiwa Kedokteran, Ed


6, 2006, Jakarta : EGC

6. Rasjad C., 2007. Pengantar Imu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT.


Watapone (Anggota IKAPI)

37

Anda mungkin juga menyukai