ISK
Oleh :
Dita Irmaya
NIM. I1A010010
Pembimbing :
Mei, 2014
BAB I
PENDAHULUAN
insulin, atau kombinasi keduanya. Perubahan metabolisme lemak dan protein juga
merupakan manifestasi penting dari gangguan pada kerja atau sekresi insulin.
tertentu.(Jurnal Farmasi)
sekresi insulin, dan sekresi glukagon tidak sesuai atau berlebihan. Diabetes tipe 2
2
Tidak seperti diabetes mellitus tipe 1, pasien dengan diabetes tipe 2 tidak
sepenuhnya bergantung pada insulin untuk hidup. Perbedaan ini menjadi dasar
pada istilah lama untuk tipe 1 dan 2, diabetes tergantung insulin dan diabetes tidak
tergantung insulin.(medscape)
merawatnya jika terjadi. Ini merupakan penyakit yang membutuhkan biaya mahal,
di Amerika Serikat pada tahun 2007, biaya yang langsung berhubungan dengan
diabetes adalah 116 milyar dolar, dan total biaya sekitar 174 milyar dolar; orang
dengan diabetes mengeluarkan biaya medis rata-rata 2,3 kali lebih besar
dan diperkirakan menjadi 21.257.000 pada tahun 2030. Sedangkan untuk dunia,
pada 2030. Sepuluh negara dengan penderita diabetes terbanyak adalah India,
China, Amerika Serikat, Indonesia, Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia, dan
Bangladesh.
lamanya durasi dan beratnya derajat diabetes. Kandungan glukosa darah yang
3
Kandidiasis vagina dan penyakit vaskular juga berperan penting pada infeksi yang
berulang.(medscape)
nefropati, dan nekrosis papilar renal, mempermudah terjadinya ISK. Efek jangka
sistokel, sistouretrokel, atau rektokel dalam berbagai derajat. Semua hal ini
berperan dalam frekuensi dan beratnya ISK pada wanita dengan diabetes.
(medscape).
dan usia. Pada diabetes tipe 2, hipertensi sering terjadi sebagai bagian dari
sindrom metabolik dari resistensi insulin juga mencakup obesitas sentral dan
4
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. SN
Umur : 55 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
RMK : 70-02-72
3.2. Anamnesis
Demam.
masuk rumah sakit. Demam terus menerus dan muncul tiba-tiba. Demam
5
disertai menggigil. Pasien sudah minum obat penurun panas tetapi demam
cuma turun sebentar kemudian naik lagi. Pasien merasa badan lemas
kurang lebih 1 minggu terakhir. Tidak ada mual muntah. Tidak ada
keluhan sakit kepala, tidak ada pusing. Pasien mengaku sering kencing
dalm 1 bulan terakhir. Kencing jernih, kencing kemerahan tidak ada, tidak
ada nyeri kencing, tidak ada ada kencing berpasir, nyeri pinggang tidak
ada. Pasien mengaku kurang lebih satu minggu yang lalu diperiksa gula
darahnya dan ternyata tinggi, sejak itu pasien rutin mengkonsumsi obat
gula darah setiap hari. Pasien juga mengatakan adanya rasa selalu ingin
makan dan selalu ingin minum, dan pasien merasakan adanya penurunan
berat badan.
21 April 2014
Deskripsi Umum
Gizi : Baik
6
Berat Badan : 62 kg
Tanda vital
Toraks
7
P : Suara perkusi pekak, batas kanan ICS III, IV, V
midclavicula sinistra
suara bising
Abdomen
Perkusi : Timpani
Eksremitas
Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan
Rujukan
Hemoglobin 15,4 11.00 – 16.00 g/dL
Lekosit 7,2 4.0 – 10.5 ribu/uL
Eritrosit 5,07 4.0 – 5.50 juta/uL
Hematokrit 45,7 32.00 – 44.00 vol%
Trombosit 155 150 – 450 ribu/uL
MCV 90,3 80.0 – 97.0 Fl
MCH 30,3 27.0 – 32.0 Pg
8
MCHC 33.6 32.0 – 38.0 %
GDS 92 <200 mg/dL
SGOT 119 0-46 U/I
SGPT 93 0-45 U/I
Ureum 17 10-50 mg/dL
Kreatinin 0.8 0.6-1.2 mg/dL
Natrium 127.0 135-146 mmol/l
Kalium 3.9 3.4-5.4 mmol/l
Klorida 91.2 95-100 mmol/l
1. Demam Menggigil
2. Poliuria
2. DHF
3. Malaria
imunoserologi DHF
9
2. Terapetik : resusitasi cairan, antibiotik, obat
3.7. Evaluasi
a. Subjective : Demam (<), Menggigil (-), Lemas (-), Nyeri perut (-),
b. Objective :
Konjungtiva anemis (-), ptekie (-), epistaksis (-), Nyeri ketok ginjal
(-/-)
10
Lekosit 7.8 4.0 – 10.5 ribu/uL
Eritrosit 4.92 4.0 – 5.50 juta/uL
Hematokrit 41.3 32.00 – 44.00 vol%
Trombosit 140 150 – 450 ribu/uL
MCV 83.9 80.0 – 97.0 Fl
MCH 30.5 27.0 – 32.0 Pg
MCHC 36.3 32.0 – 38.0 %
GDP 67 70-105 mg/dL
Kolesterol Total 137 150-220 mg/dL
Trigliserida 142 40-140 mg/dL
SGOT 125 0 – 46 U/I
SGPT 110 0 – 45 U/I
Ureum 32 10 – 50 mg/dL
Creatinin 0.9 0.6 – 1.2 mg/dL
Asam Urat 3.6 2.4-5.7 mg/dL
Salmonella typhi O Negative Negative
Salmonella typhi H Negative Negative
Salmonella paratyphi AO Negative Negative
Salmonella paratyphi AH Negative Negative
Salmonella paratyphi BO Negative Negative
Salmonella paratyphi BH Negative Negative
Salmonella paratyphi CO Negative Negative
Salmonella paratyphi CH Negative Negative
URINALISIS
Warna-Kekeruhan Kuning-ag Kuning-Jernih
Keruh
BJ 1.015 1.005 – 1.030
Ph 5.0 5.0 – 6.5
Keton Negative Negative
Protein-Albumin Negative Negative
Glukosa Negative Negative
Bilirubin Negative Negative
Darah Samar Negative Negative
Nitrit Negative Negative
Urobilinogen 0.1 0.1 – 1.0
Leukosit 2+ Negative
URINALISIS (SEDIMEN)
Leukosit 10-15 0-3
Keton 0–2 0-2
Protein-Albumin Negative Negative
Glukosa 1+ 1+
Bilirubin Negative Negative
Darah Samar Negative Negative
Nitrit Negative Negative
11
c. Assessment : 1. ISK
2. DHF
3. Malaria
urin
Inf. Ceftriakson 2 x 1 gr
a. Subjective : Demam (-), Menggigil (-), Lemas (-), Nyeri perut (-),
b. Objective :
N = 74 kali/menit T = 36,8oC
12
Konjungtiva anemis (-), ptekie (-), epistaksis (-), Nyeri ketok ginjal (-/-)
c. Assessment : ISK
Inf. Ceftriakson 2 x 1 gr
PO.Parasetamol 3x500 mg
a. Subjective : Demam (-), Menggigil (-), Lemas (-), Nyeri perut (-),
b. Objective :
N = 72 kali/menit T = 36,9oC
Konjungtiva anemis (-), ptekie (-), epistaksis (-), Nyeri ketok ginjal (-/-)
e. Assessment : ISK
13
f. Planning : 1. Diagnostik : darah rutin, kultur urin
Inf. Ceftriakson 2 x 1 gr
PO.Parasetamol 3x500 mg
BLPL
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
hari mulai infeksi ringan yang baru diketahui pada saat pemeriksaan urine
maupun infeksi berat yang dapat mengancam jiwa. Pada dasarnya infeksi ini
dimulai dari infeksi pada saluran kemih (ISK) yang kemudian menjalar ke organ-
organ genitalia bahkan sampai ke ginjal. ISK itu sendiri adalah merupakan reaksi
Infeksi akut pada organ padat (testis, epididimis, prostat, ginjal) biasanya
lebih berat daripada yang mengenai organ berongga (buli-buli, ureter, atau uretra);
hal itu ditunjukkan dengan keluhan nyeri atau keadaan klinis yang lebih berat.
yang sederhana, atau bahkan tiak perlu diberi antibiotika. Namun pada infeksi
yang berat dan sudah menimbulkan kerusakan pada berbagai macam organ,
membutuhkan terapi suportif dan antibiotik yang adekuat. Tujuan terapi pada
dan produk yang dihasilkan oleh kuman pada sirkulasi sistemik dan mencegah
● ISK uncomplicated (sederhana) yaitu infeksi saluran kemih pada pasien tanpa
15
● ISK complicated (rumit) adalah infeksi saluran kemih yang terjadi pada pasien
● First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection adalah infeksi
saluran kemih yang baru pertama kali diderita atau infeksi yang didapat setelah
dapat dibasmi dengan terapi antibiotika pada infeksi yang pertama. Timbulnya
infeksi berulang ini dapat berasal dari re-infeksi atau bakteriuria persisten. Pada
reinfeksi kuman berasal dari luar saluran kemih, sedangkan bakteriuria persisten
1. Insiden
Infeksi saluran kemih dapat menyerang pasien dari segala usia mulai bayi
baru lahir hingga orang tua. Pada umumnya wanita lebih sering mengalami
episode ISK daripada pria, hal ini karena uretra wanita lebih pendek daripada pria.
Namun pada neonatus ISK lebih banyak terdapat pada bayi laki-lak (2,7%) yang
bertambahnya usia, insiden ISK terbalik yaitu pada masa sekolah, ISK pada anak
perempuan 3% sedangkan anak laki-laki 1,1%. Insiden ISK ini pada usia remaja
16
anak perempuan meningkat 3,3 sampai 5,8%. Bakteriuria asimtomatik pada
wanita usia 18-40 tahun adalah 5-6% dan angka itu meningkat menjadi 20% pada
2. Patogenesis
Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urine bebas dari mikroorganisme
atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke
memasuki saluran kemih melalui cara: (1) ascending, (2) hematogen seperti pada
penularan M. Tuberculosis atau S. Aureus, (3) limfogen dan (4) langsung dari
penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus
dan hidup secara komensal di dalam introitus vagina, prepusium penis, kulit
karena pertahanan tubuh dari pejamu yang menurun atau karena virulensi agen
meningkat.
saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah: (1) pertahanan
lokal dari pejamu, dan (2) peranan dari sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas
17
imunitas humoral maupun imunitas selular. Diabetes mellitus, usia lanjut,
○ Adanya zat antibakteria pada kelenjar prostat atau PAF (prostatic antibacterial
pada urotelium
Kuman E. Coli yang menyebabkan ISK mudah berbiak di dalam urine, di sisi lain
urine bersifat bakterisidal terhadap hampir sebagian besar kuman dan spesies
E.coli. Derajat keasamaan urine, osmolalitas, kandungan urea dan asam organik,
dalam urine yang bertindak sebagai bakterisidal adalah uromukoid atau protein
Tamm-Horsfall (THP). Protein ini disintesis sel epitel tubuli pars ascenden Loop
18
of Henle dan epitel tubulus distalis. Setelah disekresikan ke dalam urine,
uromukuoid ini mengikat fimbria bakteri tipe I dan S sehingga mencegah bakteri
menempel pada urotelium. Sayangnya protein ini tidak dapat berikatan dengan
pili P sehingga baktei yang mempunyai jenis pili ini, mampu menempel pada
urotelium. Bakteri jenis ini sangat virulen dibandingkan dengan yang lain. Pada
usia lanjut, produksi uromukuoid ini menurun sehingga mudah sekali terjangkit
yang paling baik adalah mekanisme wash out urine, yaitu aliran urine yang
menempel pada urotelium. Supaya aliran urine adekuat dan mampu menjamin
mekanisme wash out adalah jika (1) jumlah urine cukup dan (2) tidak ada
hambatan di dalam saluran kemih. Oleh karena itu kebiasaan jarang inum dan
pada gagal ginjal, menghasilkan jumlah urine yang tidak adekuat, sehinga
mempengaruhi aliran urine dan menghalangi mekanisme wash out adalah adanya
(1) stagnasi atau stasis urine dan (2) didapatkannya benda asing di dalam saluran
kemih yang dipakai sebagai tempat persembunyian oleh kuman. Stagnasi urine
bisa terjadi pada keadaan : (1) miksi yang tidak teratur atau sering menahan
kencing, (2) obstruksi saluran kemih seperti pada BPH, striktura uretra, batu
saluran kemih atau obstruksi karena sebab lain (3) adanya kantong-kantong di
dalam saluran kemih yang tidak dapat mengalir dengann baik, misalkan pada
19
divertikula, dan (4) adanya dilatasi atau refluks sistem urinaria. Batu saluran
kateter menetap), dan jaringan atau sel-sel kanker yang nekrosis, semuanya
aliran urine.
Pili berfungsi untuk menempel urotelium melalui reseptor yang ada di permukaan
urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya, terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai
virulensi berbeda, yaitu bakteritipe pili 1 (yang banyak menimbulkan infeksi pada
sistitis) dan tipe pili P (yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut).
3. Diagnosis
Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala
hingga menunjukkan gejala yang sangat berat akibat kerusakan organ-organ lain.
Pada umumnya infeksi akut yang mengenai organ padat (ginjal, prostat,
epididimis, dan testis) memberikan keluhan yang hebat sedangkan infeksi pada
lebih ringan.
Pemeriksaan Urine
20
Pemeriksaan urine merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting pada
pemeriksaan kultur urine. Sel-sel darah putih (leukosit) dapat diperiksa dengan
piuria jika secara mikroskopik didapatkan > 10 leukosit per mm3 atau terdapat > 5
jenis antibiotika yang cocok untuk membunuh kuman itu. Untuk mencegah
timbulnya kontaminasi sampel urine oleh kuman yang berada di kulit vagina atau
dapat diambil dengan cara: (1) aspirasi suprapubik yang sering dilakukan pada
oleh kuman-kuman di sekitar introitus vagina, dan (3) miksi dengan pengambilan
urine porsi tengah atau midstream urine. Dikatakan bakteriuria jika didapatkan
lebih dari 105 cfu (colony forming unit) per mL, pada pengambilan sampel urine
Pemeriksaan darah
atau didapatkannya sel-sel muda pada sediaan hapusan darah menandakan adanya
21
Pada keadaan infeksi berat, perlu diperiksaa faal ginjal, faal hepar, faal
hemostasis, elektrolit darah, analisis gas darah, serta kultur kuman untuk
Pencitraan
berguna untuk mengetahu adanya batu radio-opak pada saluran kemih atau adanya
distribusi gas yang abnormal pada pielonefritis akut. Adanya kekaburan atau
hilangnya bayangan garis psoas dan kelainan dari bayangan bentuk ginjal
merupakan petunjuk adanya abses perirenal atau abses ginjal. Batu kecil atau batu
semiopak kadangkala tidak tampak pada foto ini, sehingga perlu dilakukan
adanya pielonefritis akut dan adanya obstruksi saluran kemih, tetapi pemeriksaan
neurogenik, atau divertikulum ureta pada wanita yang sering menyebabkan infeksi
perirenal/renal terutama pada pasien gagal ginjal. Pada pasien gemuk, adanya luka
operasi, terpasangnya pipa drainase, atau pembalut luka pasca operasi dapat
22
menyulitkan pemeriksaan ini. CT scan merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif
dalam mendeteksi penyebab ISK daripada PIV atau USG, tetapi biaya yang
4. Terapi
Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis (asymptomatic bacteriuria) tidak
perlu pemberian terapi, tetapi ISK yang telah memberikan keluhan harus segera
5. Penyulit
gagal ginjal akut, (2) urosepsis, dan (3) nekrosis papilla ginjal, (4) terbentuknya
batu saluran kemih, (5) supurasi atau pembentukan abses, dan (6) granuloma.
asimtomatik pada pasien diabetes wanita dua kali lebih sering daripada wanita
non diabetes. Demikin pula resiko untuk mendapatkan penyakit akibat ISK lebih
besar. Hal ini diduga karena pada diabetes sudah terjadi kelainan fungsional pada
fungsional yang sering dijumpai adalah sistopati diabetikum. Oleh karena pada
23
mudah terjadi infeksi. Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien diabetes yang
sering terinfeksi oleh kuman yang membentuk gas, (2) menurunnya perfusi
parenteral sampai 24 jam bebas deman dan gejalanya mereda, setelah itu
B. Diabetes Mellitus
1. Definisi
risiko multifaktor untuk mengontrol kadar gula darah. Diabetes mellitus adalah
kelainan metabolik kronis yang ditandai oleh hiperglikemia yang disebabkan oleh
dari gangguan pada kerja atau sekresi insulin. Kebanyakan penderita diabetes
mellitus memiliki diabetes tipe I (yang diperantarai imun atau idiopatik) atau
24
insulin dan kegagalan sel β dan dasarnya secara turun-temurun). Diabetes dapat
2. Klasifikasi
○ Diabetes tipe 2 (disebabkan defek pada sekresi insulin secara progresif yang
pada fungsi sel β, defek pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti
fibrosis kistik), dan dipicu obat atau zat kimia (seperti pada terapi HIV/AIDS
tipe 1 atau tipe 2. Presentasi klinis dan perjalanan penyakit bervariasi luas pada
kedua tipe diabetes. Kadang-kadang, pasien yang didiagnosis dengan diabetes tipe
dan dewasa tua, dengan diagnosis sebenarnya semakin jelas seiring waktu.
25
3. Gejala Klinis Diabetes Mellitus
Diare paha
Bau aseton
3. Diagnosis
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda
26
sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung
pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi
27
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0
mmol/L).
puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan
Atau
2. Gejala klasik DM
Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah
satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
28
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
• Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti
biasa)
• Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan • Diperiksa kadar glukosa darah puasa
setelah minum larutan glukosa selesai • Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua)
• Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
5. Pemeriksaan Penyaring
bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga
dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga
Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan
melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa.
29
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak
dianjurkan mengingat biaya yang mahal yang pada umumnya tidak diikuti dengan
DM
kapiler
kapiler
Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan
ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain,
30
Bagan . Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi
Glukosa
31
4. Petalaksanaan
penyandang diabetes.
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
a. Edukasi
c. Latihan jasmani
d. Intervensi farmakologis
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan
32
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
a. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
keluarganya).
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada
33
jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
Karbohidrat
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.
Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain
Lemak
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole
milk).
34
Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
Protein
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu,
dan tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai
biologik tinggi.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
Serat
Pemanis alternatif
35
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily
Intake / ADI)
2. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi
adalah sbb:
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
36
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks massa
Klasifikasi IMT*
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih ≥ 23,0
Obes I 25,0-29,9
Obes II > 30
Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita
Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade
antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan
37
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat,
20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50%
Berat Badan
meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang
diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal
dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%),
Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
C. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan
38
kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
komputer
liburan
tempat parkir
d. Terapi farmakologis
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan.
39
1. Obat hipoglikemik oral
e) DPP-IV inhibitor
1) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat
keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta
2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
40
b) Peningkatan sensitivtas terhadap insulin
1) Tiazolidindion
Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan
dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion
c) Penghambat glukoneogenesis
Metformin
dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat
diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa
41
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
e) DPP-IV Inhibitor
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus
bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan
glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang
Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja
DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif
glukagon..
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
42
Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan.
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.
2. Suntikan
a) Insulin
Ketoasidosis diabetik
43
jenis, yakni:
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi
Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun
insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal
44
Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan
dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C
prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short
acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan
dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali
basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal
bolus).
glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja
usus (acarbose).
dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
harian.
Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau
drip.
45
Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek
dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin
tersebut. Teknik pencampuran dapat dilihat dalam buku panduan tentang insulin.
jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.
unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan
memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100
unit/mL).
b) Agonis GLP-1
Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1
memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada
46
c) Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi
tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi
OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang
diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut
pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis
insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit
dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara
seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka
47
Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara
Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi.
Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa, glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa darah pada waktu yang lain
b) Pemeriksaan A1C
untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini banyak
dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya
sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai
alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kaliberasi dilakukan dengan baik dan cara
berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan
48
cara konvensional.PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau
tujuan pemeriksaan yang pada umumnya terkait dengan terapi yang diberikan.
Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan
(menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko
hypoglycemic spells
49
50
*ADA menganjurkan pemeriksaan kadar glukosa darah malam hari (bed-time)
dilakukan
Hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar
glukosa darah. Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat
bervariasi pada beberapa pasien, bahkan pada pasien yang sama dalam jangka
waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada fungsi ginjal dan tidak
Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting
terutama pada penyandang DM tipe 2 yang terkendali buruk (kadar glukosa darah
diabetes yang sedang hamil. Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat,
51
sementara benda keton yang penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini
telah dapat dilakukan pe meriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah
hidroksibutirat darah <0,6 mmol/L dianggap normal, di atas 1,0 mmol/L disebut
ketosis dan melebihi 3,0 mmol/L indikasi adanya KAD. Pengukuran kadar
glukosa darah dan benda keton secara mandiri, dapat mencegah terjadinya
f) Kriteria Pengendalian DM
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali
kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan
sesudah makan 145-180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan
lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan
mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah
52
HbA1c (%) <7 <7
Indikasi pengobatan :
Pengelolaan:
Non-farmakologis:
konsumsi garam
Farmakologis:
53
Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
Penghambat ACE
Antagonis kalsium
Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-39 mmHg atau
gaya hidup sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan
terapi farmakologis
Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik
ung.
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.
Catatan
memperbaiki mikroalbuminuria.
54
- Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.- Diuretik (HCT)
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis
secara bertahap.
C. Hipertensi
dan merupakan faktor risiko mayor untuk strok, infark miokard, penyakit vaskular,
dan penyakit ginjal kronik. Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting yang
bisa diubah pada penyakit jantng koroner (penyebab kematian terbanyak pada
1. Klasifikasi
darah (dalam mmHg), untuk dewasa dengan umur 18 tahun ke atas adalah:
● Normal : sistolik lebih renddah dari 120 mmHg, diastolik lebih rendah dari 80
mmHg
55
● Derajat 2 : sistolik ≥ 160 mmHg, diastolik ≥ 100 mmHg
2. Etiologi
primer (disebut juga hipertensi esensial). Penyebab dari hipertensi primer tidak
garam berlebih, obesitas, dan mungkin gaya hidup sedentari. Beberapa faktor
faktor genetik yang terkait mencakup aktivitas tinggi yang tidak sesuai dari
sistolik predominan atau terisolasi yang ditandai dengan tekanan sistolik yang
tinggi ( sering dengan tekanan diastolik yang normal), yang sering ditemukan
pada lansia.
Hipertensi jenis ini relatif dalam jumlah kecil, sekitar 5% dari semua
hipertensi, dimana penyebab tekanan darah tinggi dapat diidentifikasi dan kadang-
kadang dapat ditangani. Tipe utama dari hipertensi sekunder adalah penyakit
56
1. Hipertensi Primer
• Hipotiroidisme • Hipoglikemia
• Hiperkalsemia • Pankreatitis
i. Cortical obatan
57
– Sindrom Cushing • Krisis sel sabit
excess (liquorice)
ii. Medulla
– feokromositoma
• Karsinoid
glukokortikoids, mineralokortikoids,
inhibitors
3. Hipertensi sistolik
arteriosus paten
Tirotoksikosis
2. Rigiditas aorta
3. Hipertensi iatrogenik
58
3. Faktor Risiko
Faktor Risiko
Merokok
Dislipidemia
Hipertrofi ventrikel kiri (indeks massa LV > 125 g/m2 pada pria, > 110 g/m2 pada
wanita
Kreatinin serum > 1,3 mg/dL pada pria, 1,2 mg/dL pada wanita
Mikroalbuminaria
Diabetes mellitus
59
Gula darah puasa ≥ 126 mg/dL
Penyakit ginjal (nefropati diabetik, kreatinin serum > 1,5 mg pada pria, > 1,4 mg
4. Tatalaksana
● Manajemen yang sesuai terhadap kondisi klinis seperti gagal ginjal kongestif,
penyakit arteri koroner, penyakit vaskular perifer dan serangan iskemik transien.
● Mencapai nilai tekanan darah <130/80 mmHg untuk pasien dengan diabetes
60
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis.
● menghentikan merokok
● latihan fisik
● Beta blocker
61
Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam
penyakit lain
darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang digunakan.
Tetapi terdapat pula bukti-bukti yang menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi
(Special Situation).
62
Indikasi yang memaksa meliputi:
● gagal jantung
● diabetes
● populasi minoritas
● hipotensi postural
● demensia
63
● hipertensi pada anak dan dewasa muda
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target
tekanan darah dicapai secara progresif dala beberapa minggu. Dianjurkan untuk
memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi
tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi
dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan
dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah.
Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah
● CCB dan BB
64
● CCB dan diuretika
● AB dan BB
Mutlak Tidak
Mutlak
jantung kongestif
V block intoleransi
65
atau 3) atau pasien
yang aktif
secara fisik
kehamilan
diltiazem) jantung
kongestif
66
blocker) ventrikel kiri, batuk karena arteri renalis
ACEI bilateral
kongestif
koroner
5. Pemantauan
Pasien yang telah mendapat pengobatan harus datang kembali untuk evaluasi
lanjutan dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah
67
tekanan darah tercapai dan stabil, kunjungan selanjutnya dengan interval 3-6
bulan, tetapi frekuensi kunjungan ini juga ditentukan oleh ada tidaknya
● pasien diberitahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang masih harus
tersebut.
68
5. kelebihan volume cairan tubuh
antihiperteni
Jika dalam 6 bulan target pengobatan ( termasuk target tekanan darah) tidak
subspesialis.Bila selain hipertensi ada kondisi lain seperti diabetes mellitus atau
kepada seorang dokter yang ahli jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 60
ml/men/1,73 m2, atau jika ada kesulitan dalam mengatasi hipertensi atau
glomerulus mencapai < 30 ml.men/1,73 m2 atau lebih awal jika pasien berisiko
mengalami penurunan fungsi ginjal yang cepat atau diagnosis dan prognosis
pasien diragukan.
69
Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup. Penghentian pengobatan
cepat atau lambat akan diikuti dengan naiknya tekanan darah sampai seperti
bertahap bagi pasien yang diagnoss hipertensinya sudah pasti serta tetap patuh
70
BAB IV
DISKUSI
Infeksi saluran kemih adalah infeksi pada saluran kemih yang secara
seringkali dijumpai pada praktk dokter sehari-hari mulai infeksi ringan yang baru
diketahui pada saat pemeriksaan urine maupun infeksi berat yang dapat
mengancam jiwa. Pada dasarnya infeksi ini dimulai dari infeksi pada saluran
ginjal. ISK itu sendiri adalah merupakan reaksi inflamasi sel-sel urotelium
saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga menunjukkan
gejala yang sangat berat akibat kerusakan organ-organ lain. Pada umumnya
infeksi akut yang mengenai organ padat (ginjal, prostat, epididimis, dan testis)
dan tidak terdapatnya sekret atau rasa gatal pada vagina. Pemeriksaan urine
merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting pada infeksi saluran
urine. Sel-sel darah putih (leukosit) dapat diperiksa dengan dipstick mauun secara
71
mikroskopik. Urine dikatakan mengandung leukosit atau piuria jika secara
mikroskopik didapatkan > 10 leukosit per mm3 atau terdapat > 5 leukosit per
lapangan pandang besar. Dikatakan bakteriuria jika didapatkan lebih dari 105 cfu
(colony forming unit) per mL, pada pengambilan sampel urine porsi tengah,
menunjukkan salah satu tanda klinis dari infeksi saluran kemih yaitu demam.
Demam merupakan gejala sistemik yang paling sering muncul pada kasus infeksi
saluran kemih. Keluhan ini juga disertai keluhan iritatif yaitu urgensi dan poliuria,
dan tidak ada riwayat keluar sekret ataupun rasa gatal pada vagina.
demam. Namun pada pasien tidak ditemukan adanya nyeri ketok ginjal. Untuk
pemeriksaan urinalisa pada tanggal 22 April 2014. Dari hasil urinalisa didapatkan
warna kuning agak keruh, leukosit 2+, dan pada urinalisa sedimen didapatkan
hasil leukosit 10-15. Urine dikatakan mengandung leukosit atau piuria jika secara
mikroskopik didapatkan > 10 leukosit per mm3 atau terdapat > 5 leukosit per
lapangan pandang besar. Hal ini menunjukkan terjadi piuria pada pasien. Namun
Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis (asymptomatic bacteriuria) tidak
perlu pemberian terapi, tetapi ISK yang telah memberikan keluhan harus segera
72
di rumah sakit guna tirah baring, pemberian hidrasi, dan pemberian
seperti abnormalitas struktur urologi, diabetes, imunosupresi, hamil, atau baru saja
Pada pasien ini cairan intravena Ringer Laktat (RL) 20 tetes per menit,
memiliki aktivitas spektrum luas pada gram negatif, dan lebih lemah pada gram
positif. Ceftirakson memiliki efektivitas yang lebih tinggi pada organisme yang
resisten, sangat stabil pada bakteri penghasil beta laktamase. Efek antibakteri
ditimbulkan dari hambatan sintesis dinding sel oelh pengikatan 1 atau lebih
sintesis dari peptidoglikan (komponen struktur utama dari dinding sel bakteri).
dimetabolisme di hati dan di ekskresi lewat urin (33-65% dalam bentuk awal),
feses. Pada infeksi saluran kemih, seftriakson dapat diberikan dengan dosis 1-2
73
gram/hari secara IV/IM dengan dosis tunggal atau dosis terbagi setiap 12 jam
dimetabolisme di hati dan dieksresi di urine dalam bentuk obat awal (tidak
berubah). TMS diberikan pada infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh
Pada pielonefritis dapat diberikan 1 tablet dosis ganda atau 2 tablet dosis normal
per oral setiap 12 jam selama 14 hari. Ada sistitis akut dapat berikan selama 3
hari.
kelompok yang mendapat seftriakson (18 dari 20, 90%) tidak didapatkan
74
perbedaan signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapatkan
reseptor H2. Ranitidin bekerja dengan menghambat reseptor H2 pada sel parietal
pasien rawat inap diberikan sebagai profilaksis stress ulser atau acid supressive
therapy (AST). Pemberian ranitidin sebagai AST mengikuti indikasi yang telah
ditetapkan. Faktor risiko pada pasein sebagai indikasi untuk pemberian AST
adalah pasien yang menggunakan bantuan ventilasi mekanik selama lebih dari 48
109 /L, atau international normalized ratio INR lebih besar dari 1,5 atau waktu
berat, syok, gagal hati, gagal ginjal, luka bakar dengan luas lebih dari 35%
terapi steroid tidak dianggap sebagai faktor risiko terjadinya stress ulkus kecuali
AST sering berlebihan pada pasien rawat inap. Pada penelitian Ruchi Gupta et al,
70% dari pasien rawat inap mendapatkan AST, dan 73% diantaranya tidak perlu.
75
Untuk gejala demamnya, pada pasien ini mendapatkan parasetamol per
sistem saraf pusat. Parasetamol dimetabolisme di hati dan dieksresi lewat urin.
per oral atau per rektal setiap 4 jam jika perlu, atau 500 mg per oral setiap 8 jam
Pada tanggal 24 April 2014, pasien tidak lagi mengalami, demam. Pasien
juga sudah dapat makan dan minum serta tidak lagi memerlukan pemberian cairan
intravena. Dengan demikian, pasien ini diperbolehkan pulang dan menjalani rawat
jalan.
pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu).
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan
76
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan. Pada pasien ini menerima obat hipoglikemik oral (OHO).
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.
Pasien juga diketahui mengidap hipertensi sejak tahun 2010. Pasien rutin
mmHg. Pada pasien hipertensi dengan DM, maka pilihan untuk obat
77
BAB V
PENUTUP
dirawat selama 4 hari dari tanggal 21 s/d 24 April 2014 akhirnya pasien
78
DAFTAR PUSTAKA
1. Parry CM, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. Typhoid fever. N Engl
J Med 2002; 347(22): 1770-1782.
2. Simanjuntak CH, Hoffman SL, Punjabi NH, Edman DC, Hasibuan MA,
Sumarno W et al. Epidemiologi demam tifoid di duatu daerah pedesaan di
Paseh, Jawa Barat. CDK 2007;6: 16-18.
6. Parry CM, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. Typhoid fever. N Engl
J Med 2002; 347(22): 1770-1782.
9. Aru W. Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jakarta:
Interna Publishing, 2009.
12. Gladwin, M., Trattler, B., 1999, The enteric. In: Clinical Microbiology
Made Ridiculously Simple. Med Master Inc.Miami, 54-61.
79
14. Wardana IMTN, Herawati S, dan Yasa IWPS. 2010. Diagnosis demam
thypoid dengan pemeriksaan widal. SMF patologi klinik FK Udayana. 1-13
16. Saraswati NA, Junaidi AR, dan Ulfa M. 2012. Karakteristik tersangka
demam tifoid pasien rawat inap di rumah sakit muhammadiyah palembang
periode tahun 2010. syifa'MEDIKA; 3(1): 1-11.
17. Mulyawan Sylvia, Surjawidjaja Julius. Tinjauan Ulang Peranan Uji Widal
Sebagai Alat Diagnostik Penyakit Demam Typhoid Di Rumah Sakit.
Jakarta:2004. p. 14-6.
20. Loho, T., Sutanto, H., Silman, E., 2000, Dalam: Demam tifoid peran
mediator, diagnosis dan terapi. (Editor: Zulkarnain). Pusat Informasi dan
Penerbitan bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta, 22-42.
22. Bhan MK, Bahl R, Bhatnagar S. Typhoid fever and paratyphoid fever. Lancet
2005; 366: 749-62.
24. Nelwan RHH, Chen K, Nafrialdi, Paramita D. Open study on efficacy and
safety of levofloxacin in treatment of uncomplicated typhoid fever. Southeast
Asian J Trop Med Public Health 2006; 37(1): 126-30.
25. Thaver D, Zaidi AKM, Critchley J, Azmatullah A, Madni SA, Bhutta ZA. A
comparison of fluoroquinolones versus other antibiotics for treating enteric
fever: meta-analysis. BMJ 2009; 338: 1-11.
80