Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS DIABETES MELITUS TIPE 2

Disusun Oleh:

Lestary Kadir
Nurul Hidayah Syam
Natasha Mandiangan Pomandia
Yolanda Parura

Pembimbing:
dr. Sostro Mulyo, Sp.PD
dr. Moch. Hasrun

PROGRAM INTERSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BATARA GURU
PERIODE 2021-2022
BAB 1
PENDAHULUAN

Diabetes melitus adalah suatu kondisi kesehatan kronis multi faktor


yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan
insulin atau akibat kelainan kerja insulin yang dihasilkan oleh pankreas
atau keduanya.1 Hal ini dapat dipicu oleh beberapa faktor seperti genetik,
metabolik, dan lingkungan. Kondisi patologi ini memiliki kecenderungan
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu hubungan keluarga yang
kuat dan sebaran penderita diabetes yang bervariasi di berbagai etnis.
Namun, studi epidemiologi menunjukkan bahwa beberapa faktor risiko
utama diabetes melitus dapat dimodifikasi seperti obesitas, aktivitas fisik
rendah, dan diet tidak sehat.1,2
Klasifikasi diabetes melitus menurut Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia adalah sebagai berikut : Diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus
tipe 2, diabetes melitus gestasional dan tipe spesifik yang berkaitan dengan
penyebab lain. Diabetes mellitus tipe 2 terdiri dari serangkaian disfungsi
yang ditandai dengan hiperglikemia dan akibat dari kombinasi resistensi
terhadap kerja insulin, sekresi insulin yang tidak adekuat, dan sekresi
glukagon yang berlebihan atau tidak tepat.3,4
Pada tahun 2017, sekitar 462 juta orang terkena diabetes tipe 2 sesuai
dengan 6,28% populasi dunia (4,4% dari mereka yang berusia 15–49
tahun, 15% dari mereka yang berusia 50–69, dan 22% dari mereka yang
berusia 70+) atau tingkat prevalensi 6059 kasus per 100.000. Lebih dari 1
juta kematian per tahun dapat dikaitkan dengan diabetes saja,
menjadikannya penyebab utama kematian kesembilan.5
Who Health Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan
jumlah penyandang diabetes melitus tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta pada
tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030.3 Pada sebuah penelitian
yang menggunakan desain retrospektif kohort dengan menggunakan data
sekunder dari Survei Kehidupan Keluarga Indonesia dari tahun 2007
hingga 2014 yang mencakup sampel sebanyak 14.517 orang yang terlibat
selama lebih dari 20 tahun. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan kejadian 3,8%
diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.3,6
Manifestasi klinis dari diabetes melitus ada gejala klasik seperti
polifagia, polidipsi, poliuria, dan penurunan berat badan. Gejala lain yaitu
ada lemah badan, parestesia pada ekstremitas, kelelahan, mual dan
penglihatan kabur.4 Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan pasien gemuk,
terjadi penurunan kesadaran, ada riwayat hipertensi, akantosis nigrikans,
gangguan penglihatan dan ulkus. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan untuk diagnosis dan pemantauan diabetes melitus adalah kadar
glukosa darah puasa, glukosa plasma 2 jam setelah TTGO dan HbA1c.3,4,7
Tujuan dari manajemen diabetes melitus adalah untuk meningkatkan
hasil klinis, status kesehatan dan kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi
manajemen diri diabetes yang efektif dan dukungan harus berpusat pada
pasien karena dapat meningkatkan hasil dan mengurangi biaya.8
Komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit diabetes melitus dapat
berupa gangguan pada pembuluh darah baik makrovaskular maupun
mikrovaskular, serta gangguan pada sistem saraf atau neuropati. Gangguan
dapat terjadi pada penyandang diabetes melitus tipe 2 yang sudah lama
menderita penyakit atau diabetes melitus tipe 2 yang baru terdiagnosis.3,5
BAB II

LAPORAN KASUS

I.IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. H

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 54 tahun

Alamat : Belopa

Suku : Bugis

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Masuk Rumah Sakit : 10 November 2021

II.ANAMNESIS
Keluhan utama : Lemas
Riwayat Penyakit sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD Batara Guru
dengan keluhan lemas dan pusing disertai keram-keram pada tangan yang tidak
hilang dengan beristirahat. Pasien juga mengeluhkan sering terbangun pada
malam hari untuk kencing, dalam sehari pasien dapat kencing dengan frekuensi
>8x. Pasien juga mengatakan saat ini sering merasa mudah haus sehingga
sering minum. Berat badan juga dikatakan menurun kira-kira >5 kg dalam
sebulan walaupun nafsu makan pasien dikatakan baik.
Riwayat penyakit dahulu : Disangkal
Riwayat penyakit keluarga : Ayah pasien meninggal setelah berobat DM
dengan komplikasi.
Riwayat pengobatan : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat sosial dan kebiasaan : Pasien merupakan IRT

III.PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Keadaan Umum
Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4 M6 V5

Tanda Vital : Tekanan darah : 150/100 mmHg

Nadi : 86 x/menit, kuat, teratur

Pernapasan : 22 x/menit

Suhu : 36.7°C

SpO2 : 97%

Berat Badan : 64 kg

Tinggi Badan : 156 cm

Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Rambut : Hitam, tebal, tidak rontok
Simetris : Kiri - Kanan
Mata
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterus (-/-)
Pupil : Bulat Isokor diameter 2 mm/2 mm. Refleks cahaya
langsung / tidak langsung (+/+)
Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan : (-/-)

Hidung
Bentuk : Simetris
Perdarahan : -
Mulut
Bibir : Kering (-), pecah-pecah (-), sianosis (-),
Leher
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
Thorax
Inspeksi : Dada simetris kiri-kanan. Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Vocal fremitus kiri – kanan simetris
Perkusi : Sonor pada paru kiri dan kanan
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : ICS III-V linea sternalis kanan
: Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri,
: Batas atas : ICS II linea parasternalis kanan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), Gallop (-)
murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, datar, simetris,
benjolan (-)
Palpasi : Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Timpani, asites (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Genitalia

Inspeksi : Benjolan (-)


Palpasi : Nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Massa (-), ulkus (-)

IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 10 November 2021

Pemeriksaan Nilai normal

Hematologi

Hemoglobin 11,2 11,5-16 g/dL


Leukosit 9,4 4.0-10.0x103/mm3
Hematokrit 32,7 35-48%
Eritrosit 3,87 4.0-6x106/m
Trombosit 338 150.000-450.000/mL

Kimia Klinik
GDS 387 ≤ 200 mg/dL

V.RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Batara Guru dengan keluhan lemas dan
pusing disertai keram-keram pada tangan yang tidak hilang dengan beristirahat.
Pasien juga mengeluhkan sering terbangun pada malam hari untuk kencing,
dalam sehari pasien dapat kencing dengan frekuensi >8x. Pasien juga
mengatakan saat ini sering merasa mudah haus sehingga sering minum. Berat
badan juga dikatakan menurun kira-kira >5 kg dalam sebulan walaupun nafsu
makan pasien dikatakan baik. Riwayat keluarga ayah pasien memiliki penyakit
DM dengan komplikasi. Hasil pemeriksaan lab : HGB : 11,2 g/dL, HCT :
32,7% ,GDS : 387 mg/dL.

VI.Diagnosis
Diabetes melitus tipe 2
VII.Penatalaksanaan
Medika mentosa :
- IVFD 28 tpm
- Sohobion 1amp/ 24 jam/ drips
- Metformin 500 mg/8jam/PO
- Glimepiride 2mg 1-0-0
- Amlodipin 5mg 0-0-1
Non Medikamentosa :
Diet sesuai gizi
VIII.Prognosis

Quo ad Vitam : bonam

Quo ad Functionam : bonam

Quo ad Sanactionam : bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya.4
Diabetes Melitus tipe 2 ditandai dengan gangguan sekresi insulin,
resistensi insulin, produksi glukosa hati yang berlebihan, metabolisme lemak
abnormal, dan inflamasi sistemik derajat rendah. Pada tahap awal gangguan,
toleransi glukosa tetap mendekati normal, meskipun terjadi resistensi insulin,
karena sel beta pankreas mengimbangi dengan meningkatkan keluaran insulin.9
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah. WHO sebelumnya telah memutuskan bahwa
diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu
jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai
suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di
mana didapatkan defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin.10
Klasifikasi diabetes melitus menurut Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia adalah sebagai berikut:3
1. Diabetes melitus tipe 1.
Destruksi sel beta, umumnya berhubungan dengan pada defisiensi insulin
absolut.
- Autoimun
- Idiopatik
2. Diabetes melitus tipe 2.
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin.
3. Diabetes melitus gestasional.
Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan
dimana sebelum kehamilan tidak didapatkan diabetes
4. Tipe spesifik yang berkaitan dengan penyebab lain.

- Sindroma diabetes monogenik (diabetes neonatal, maturity-onset


diabetes of the young [MODY]

- Penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik, pankreatitis)

- Disebabkan oleh obat atau zat kimia (misalnya penggunaan


glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ)

Diagnosis diabetes melitus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi


glukosa darah dan gejala klinis. Glukosa plasma dapat diukur dengan beberapa
cara berbeda, dan pengukurannya paling penting untuk skrining, diagnosis, dan
pemantauan diabetes dan disregulasi metabolik yang muncul dalam kondisi
seperti sindrom metabolik. 11

Alur diagnosis diabetes melitus dibagi menjadi dua bagian besar


berdasarkan ada tidaknya gejala khas diabetes melitus. Gejala khas diabetes
melitus terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa
sebab yang jelas.10

Pemeriksaan Fisik 7,10


 Pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar perut.
 Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari.
 Pemeriksaan funduskopi.
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
 Pemeriksaan jantung.
 Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
 Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat peyuntikan insulin)
dan pemeriksaan neurologis.
 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta
ankle brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh
darah arteri tepi.
 Tanda – tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.
Pemeriksaan Penunjang
 Glukosa darah puasa. 11
Rekomendasi laboratorium saat ini untuk pengukuran glukosa plasma
adalah mengambil sampel darah puasa di pagi hari daripada di siang hari,
karena kadar glukosa cenderung lebih tinggi di pagi hari daripada sore hari.
Kadar glukosa plasma normal berkisar antara 100 sampai <126 mg/dL.
 2 jam setelah TTGO. 11
Dalam tes ini, kadar glukosa plasma diukur sebelum dan 2 jam setelah
konsumsi 75 gram glukosa. Cara pelaksanaan TTGO : 3,7
- Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan
sehari – hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan
kefiatan jasmani seperti biasa.
- Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
- Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
- Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1.75 gr/KgBB (anak –
anak) dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
- Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan
2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.
- Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
- Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.
 HbA1c. 12
Pasien dengan HbA1C lebih dari 6,5% (48 mmol / mol) didiagnosis
menderita diabetes melitus. HbA1C adalah tes yang mudah, cepat,
terstandarisasi dan menunjukkan variasi yang lebih sedikit karena variabel
pra-analitis. Tidak banyak dipengaruhi oleh penyakit akut atau stres.
Gambar 1. Interpretasi HbA1c.
Sumber: Perhimpunan Endokrinologi Indonesia. Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes
melitus tipe 2 dewasa di Indonesia. Jakarta: PB Perkeni. 2019.

 Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL dan
trigliserida)
 Kreatinin serum
 Albuminuria
 Keton, sedimen, dan protein dalam urin
 Elektrokardiogram
 Foto dada
Jika hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria diabetes
melitus maka akan dimasukan ke dalam kelompok prediabetes yang terdiri dari
kelompok dengan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan kelompok dengan
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT). 3
 Glukosa darah puasa terganggu (GDPT) dinyatakan apabila hasil
pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dL, dan pemeriksaan
TTGO glukosa plasma 2 jam < 140 mg/dL.
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) jika pemeriksaan glukosa plasma 2
jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dL dan glukosa plasma puasa <100
mg/dL.
 Bersama – sama didapatkan GDPT dan TGT.
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 – 6,4%.
Apabila ditemukan gejala khas diabetes melitus, pemeriksaan glukosa
darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun
apabila tidak ditemukan gejala khas diabetes melitus, maka diperlukan dua kali
pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis diabetes melitus juga dapat
ditegakkan melalui cara berikut:

Gambar 2. Algoritma Alur Diagnosis DM


Sumber: Idrus A, Salim S, Hidayat U, Kurniawan J, Tahapany D. 2019. Panduan Praktik
Klinis (Prosedur di bidang ilmu penyakit dalam) cetakan ke 5. Jakarta Pusat : Interna
Publishing.

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup


penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi: 3
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan diabetes
melitus memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes
melitus.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara komprehensif.3 Prinsip penatalaksanaan diabetes melitus meliputi 4 pilar
yaitu edukasi, terapi nutrisi medis, latihan fisik, dan terapi farmakologis. 3,10
1. Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting
dari pengelolaan diabetes melitus secara holistik.
2. Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari penatalaksanaan
diabetes melitus secara komprehensif. Prinsip pengaturan makan pada
penyandang diabetes melitus hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing- masing individu. Penyandang
diabetes melitus perlu diberiksan penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama
pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin
atau terapi insulin itu sendiri.
Karbohidrat untuk penderita DM dianjurkan sebesar 45 – 65% total
asupan energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi. Pembatasan
karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan. Pemberian glukosa dalam
bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama
dengan makanan keluarga yang lain. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5%
total asupan energi. Penderita DM tetap dianjurkan makan tiga kali sehari,
bila perlu dapat diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan
lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20 – 25% kebutuhan kalori, dan
tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Komposisi yang
dianjurkan: lemak jenuh (SAFA) < 7 % kebutuhan kalori, lemak tidak
jenuh ganda (PUFA) < 10 % selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal
(MUFA) sebanyak 12-15% (rekomendasi pemberian lemak jenuh: lemak
tak jenuh tunggal: lemak tak jenuh ganda = 0.8 : 1.2: 1), batasi bahan
makanan yang mengandung lemak jenuh dan lemak trans contoh : daging
berlemak dan susu fullcream, konsumsi kolesterol sesuai anjuran adalah <
200 mg/hari.
Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi,
dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi. Asupan protein pasien
DM yang sudah menjalani hemodialisis adalah 1 – 1,2 g/kg BB perhari.
Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe. Konsumsi sumber bahan makanan protein dengan kandungan
saturated fatty acid (SAFA) yang tinggi (contoh daging sapi, daging babi,
daging kambing dan produk hewani olahan) sebaiknya dikurangi.
Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang
sehat yaitu < 1500 mg per hari. Penderita DM dengan hipertensi perlu
mengurangi konsumsi natrium secara individual. Memperhatikan bahan
makanan yang mengandung tinggi natrium antara lain adalah garam dapur,
monosodium glutamat, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat
dan natrium nitrit.
Penderita DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan,
buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat. Jumlah
konsumsi serat yang efektif adalah 14 gram/1000 kal atau 20 – 35 gram per
hari. 1,4,10 Porsi makan yang mengandung kalori diatur dalam 3 porsi besar
yakni pagi (20%), siang (30%), sore (25%), dan 2-3 porsi untuk makan
ringan (10-15%). Pada berberapa kelompok tertentu perubahan jadwal,
jumlah dan jenis makanan dilakukan sesuai dengan kebiasaan individu
tersebut. Pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit lain yang
diderita untuk penyandang DM yang mengalami penyakit lain selain DM.
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks
Massa Tubuh (IMT) dapat dihitung dengan rumus :
IMT = BB (kg)/TB (m2)
Klasifikasi IMT menurut WHO, yaitu berat badan kurang < 18,5, berat
badan normal 18,5 – 22,9, berat badan lebih ≥ 23,0 (dengan risiko 23,0 –
24,9, obese I 25,0 – 29,9, obese II ≥ 30)
3. Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes
melitus tipe 2. Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3-5 hari
seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit per minggu,
dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan fisik
yang dianjurkan berupa latihan fisik yang bersifat aerobik dengan
intensitas sedang (50 – 70% denyut nadi maksimal) seperti jalan cepat,
bersepeda santai, jogging dan berenang.
4. Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat).9 Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral dan bentuk suntikan. Obat antihiperglikemia oral terdiri dari golongan
pemicu sekresi insulin seperti sulfonilurea dan glinid, golongan peningkat
sensitivitas terhadap insulin seperti metformin dan tiazolidinedion,
golongan penghambat alfa glukosidase, golongan penghambat enzim
dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4 inhibitor), dan golongan penghambat enzim
sodium glucose co-transporter 2 (SGLT-2 inhibitor). Obat
antihiperglikemia suntik terdiri dari insulin, agonis GLP-1, kombinasi
insulin dan agonis GLP-1.
a. Insulin.3
Insulin digunakan pada keadaan :
 HbA1c saat diperiksa ≥ 7.5% dan sudah menggunakan satu
atau dua obat antidiabetes
 HbA1c saat diperiksa >9%
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard
akut, stroke)
 Kehamilan dengan DM/ diabetes melitus gestasional yang
tidak terkendali dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
b. Jenis dan lama kerja.3
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 6 jenis :
 Insulin kerja cepat (Rapid acting insulin)
 Insulin kerja pendek (Short acting insulin)
 Insulin kerja menengah (Intermediate acting insulin)
 Insulin kerja panjang ( Long acting insulin)
 Insulin kerja ultra panjang ( Ultra long acting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah dan kerja
cepat dengan menengah (Premixed insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja ultra panjang dengan kerja cepat.
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
Selain itu, pemberian insulin juga dapat berdampak pada reaksi
alergi.
Komplikasi pada penderita diabetes melitus terdiri dari komplikasi akut
dan kronik. KAD dan SHH adalah dua komplikasi metabolik diabetes melitus
yang paling sering mengancam jiwa. KAD ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai tanda dan gejala asidosis,
plasma keton (+) kuat, osmolaritas plasma meningkat (300 – 320 mOs/mL) dan
terjadi peningkatan anion gap. Pada SHH terjadi peningkatan glukosa darah
sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas
plasma sangat meningkat (330 – 380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap
normal atau sedikit meningkat. 3,13
Komplikasi kronik terdiri dari makrovaskular dan mikrovaskular.
Komplikasi makrovaskular terdiri dari penyakit jantung koroner, penyakit arteri
perifer dan stroke iskemik atau stroke hemoragik, sedangkan komplikasi
mikrovaskular terduri dari :3
1. Retinopati adalah komplikasi mikrovaskular yang paling umum dan paling
berpotensi sebagai peyebab kebutaan. Gejala antara lain, floaters,
pandangan kabur, distorsi, dan kehilangan ketajaman visual progresif.
2. Nefropati merupakan penyebab paling utama dari Gagal Ginjal Stadium
Akhir. Diagnosis ditegakkan jika didapatkan kadar albumin >30mg dalam
urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan.
3. Neuropati. Gejala yang sering dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan
bergetas sendiri, dan terasa lebih sakit di malam hari.

Gambar 3. Algoritma Pengelolaan DM tipe 2 tanpa dekompensasi


Sumber: Idrus A, Salim S, Hidayat U, Kurniawan J, Tahapany D. 2019. Panduan Praktik
Klinis (Prosedur di bidang ilmu penyakit dalam) cetakan ke 5. Jakarta Pusat : Interna
Publishing.

Gambar 3. Algoritma Pengelolaan DM tipe 2 tanpa dekompensasi


Sumber: Idrus A, Salim S, Hidayat U, Kurniawan J, Tahapany D. 2019. Panduan Praktik Klinis
(Prosedur di bidang ilmu penyakit dalam) cetakan ke 5. Jakarta Pusat : Interna Publishing.
Gambar 4. Algoritma pengelolaan DM tipe 2 tanpa dekompensasi (terutama untuk
internis).
Sumber: Idrus A, Salim S, Hidayat U, Kurniawan J, Tahapany D. 2019. Panduan Praktik
Klinis (Prosedur di bidang ilmu penyakit dalam) cetakan ke 5. Jakarta Pusat : Interna
Publishing.

Pada praktik sehari- hari, hasil pengobatan diabetes melitus tipe 2 harus
dipantau secara terencana. Tujuan pemeriksaan glukosa darah yaitu mengetahui
apakah sasaran terapi telah tercapai, melakukan penyesuaian dosis obat bila
belum tercapai sasaran terapi. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan
dengan menggunakan darah kapiler. Saat ini banyak didapatkan alat pengukur
kadar glukosa darah dengan menggunakan reagen kering yang sederhana dan
mudah dipakai sehingga dapat melakukan pemantauan glukosa darah secara
mandiri di rumah.9
BAB IV
PENUTUP

Pada pembahasan dalam kasus ini diketahui bahwa dalam hasil


anamnesis dan pemeriksaan fisis pasien memiliki gejala klinis polidipsia dan
penurunan berat badan >5kg sehinggah mengacu pada diagnosis diabetes melitus
tipe 2.
Pemeriksaan kepala dan leher diperoleh kepala bentuk bulat, rambut
hitam, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, hidung bentuk normal, secret -/-,
trauma -/-, telinga bentuk normal, secret -/-, serumen -/-, mukosa mulut basah,
atrofi papil lidah (-) karies gigi (-), tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak
hiperemis, kelenjar getah bening tidak teraba ada pembesaran.
Pemeriksaan paru, inspeksi diperoleh pergerakan dada simetris kanan dan
kiri, pada palpasi ditemukan vocal fremitus sama kanan dan kiri, pada perkusi
ditemukan sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri, pada auskultasi suara
pernapasan vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-. Pemeriksaan jantung, pada
inspeksi diperoleh iktus kordis tidak tampak, pada palpasi iktus kordis tidak
teraba, pada perkusi batas jantung kanan pada ICS IV linea parasternalis dekstra,
batas jantung kiri pada ICS V linea midklavikularis sinistra, pada auskutasi
bunyi jantung I-II regular, bising (-), murmur (-), gallop (-).
Pemeriksaan abdomen, pada inspeksi tampak datar, tidak ada bekas
operasi, tidak ada jaringan parut, pada auskultasi bising usus (+) normal, pada
perkusi suara timpani, pada palpasi teraba lemas, hati dan limpa tidak teraba,
nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan suprapubik (-). Pemeriksaan ekstremitas
akral hangat, massa (-), dan ulkus (-).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah
lengkap. Pada pemeriksaan darah lengkap diperoleh kadar glukosa darah 387
mg/dL.
DAFTAR PUSTAKA

1. Artasensi A, Pedretti A, Vistoli G, Fumagalli L. Type 2 diabetes mellitus: a


review of multi-target drugs. Molecules. 2020;25(1987):1-20.
2. Galicia-Garcia U, Benito-Vicente A, Jebari S, Larrea-Sebal A, Siddiqi H,
Uribe KB, et al. Pathophysiology of type 2 diabetes mellitus. Int. J. Mol.
Sci. 2020;21(6275):1-34.
3. Perhimpunan Endokrinologi Indonesia. Pedoman pengelolaan dan
pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa di Indonesia. Jakarta: PB
Perkeni. 2019.
4. Romesh Khardori, M. D. (2021, April 29). Type 2 Diabetes Mellitus.
Practice Essentials, Background, Pathophysiology.
https://emedicine.medscape.com/article/117853-overview.
5. Khan MAB, Hashim MJ, King JK, Govender RD, Mustafa H, Al Kaabi J.
Epidemiology of Type 2 Diabetes - Global Burden of Disease and
Forecasted Trends. J Epidemiol Glob Health. 2020;10(1):107-111.
doi:10.2991/jegh.k.191028.001
6. Simbolon D, Siregar A, Talib RA. Prevention and Control of Type 2
Diabetes Mellitus in Indonesia through the Modification of Physiological
Factors and Physical Activities. Kesmas: National Public Health Journal
[Internet]. 2020 Aug 1 [cited 2021 May 24];15(3). Available from:
http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/3354
7. Idrus A, Salim S, Hidayat U, Kurniawan J, Tahapany D. 2019. Panduan
Praktik Klinis (Prosedur di bidang ilmu penyakit dalam) cetakan ke 5.
Jakarta Pusat : Interna Publishing.
8. American Diabetes Association. 4. Lifestyle Management: Standards of
Medical Care in Diabetes—2018. Dia Care. 2018 Jan;41(Supplement
1):S38–50.

9. Kasper, D. L., Hauser, S. L., Longo, D. L., Loscalzo, J., Jameson, J. L., &
Fauci, A. S. (2018). Obesity, Diabetes Mellitus, and Metabolic Syndrome.
In Harrison's Principles of Internal Medicine (20th ed., Vol. I, pp. 2850–
2882). essay, McGraw-Hill.
10. Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam: Setiati
S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing. 2014. h.
2323-7.
11. Gurung P, Jialal I. Plasma Glucose. [Updated 2020 Sep 2]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541081/
12. Sherwani SI, Khan HA, Ekhzaimy A, Masood A, Sakharkar MK.
Significance of HbA1c Test in Diagnosis and Prognosis of Diabetic
Patients. Biomark Insights. 2016 Jul;11:BMI.S38440.
13. Negera GZ, Weldegebriel B, Fekadu G. Acute Complications of Diabetes
and its Predictors among Adult Diabetic Patients at Jimma Medical Center,
Southwest Ethiopia. DMSO. 2020 Apr;Volume 13:1237–42.

Anda mungkin juga menyukai