1. ANAMNESIS
1. Data pasien
Nama : Ny. S
Umur : 61 Tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
2. Data Klinis
Pemeriksaan Thorax
Pulmo:
Inspeksi : Simetris, Retraksi dinding dada (-),
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-),Wheezing (-/-)
Cor:
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba di SIC V LMC sinistra
Perkusi : kiri : SIC V
atas : SIC III
bawah : SIC V LMC sinistra
Auskultasi : S1 > S2, reguler, bising (-)
Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi : supel, dinding perut < dinding dada, sikatrik (-), luka (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tak teraba, massa (-)
Perkusi : timpani (+) normal
Pemeriksaan Ekstremitas :
akral hangat, nadi kuat, deformitas (-), udem (-), pucat (-)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
GDS : 335 mg/dl
D. DIAGNOSIS
Hiperglikemia pada DM tipe 2 NO
Cephalgia
H. PENATALAKSAAN
Non medikamentosa :
o Aktifitas harian: dianjurkan untuk aktif sepanjang hari
o Kemampuan mengelola mandiri
o Perawatan kaki sehari- hari dan menggunakan alas kaki yang tepat
o Melakukan pemeriksaan medis berkala
o Pemilihan makanan dan komposisi makanan yang tepat
o Latihan jasmani 150 menit/ minggu aerobik sedang dibagi 3-4 x
aktivitas/minggu
Medikamentosa
o Glibenklamid 5 mg 1-0-0
o Metformin 500mg 0-1-1
o Vitamin B komplek 3x1
o Paracetamol 3x1
o Diet: rujuk ke ahli gizi
TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Melitus
Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
Faktor Risiko
DM di Indonesia akan terus meningkat disebabkan beberapa faktor antara lain :
a. Faktor keturunan (genetik)
b. Faktor kegemukan atau obesitas (IMT > 25 kg/m2)
- Perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat
- Makan berlebihan
- Hidup santai, kurang gerak badan
c. Faktor demografi
- Jumlah penduduk meningkat
- Urbanisasi
- Penduduk berumur di atas 40 tahun meningkat
d. Kurang gizi
Epidemiologi
Sekitar 18,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM dan diantara
pasien ini 5,2 juta orang tidak terdiagnosa. Risiko mengalami diabetes untuk bayi
yang dilahirkan pada tahun 2000 diperkirakan adalah 32,8% untuk pria dan 38,5%
untuk wanita. DM tipe 1 ditemukan pada 5% sampai 10% pasien dengan diabetes
dan prevalensinya pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun adalah sekitar 1
dalam 400. DM tipe 1 tidak memiliki variasi musiman dan perbedaan jenis
kelamin secara klinis tidak bermakna. DM tipe 2 dijumpai pada 90% sampai 95%
dari semua pasien dengan diabetes. Prevalensinya berbeda di antara kelompok ras
dan etnis yang berbeda (Afrika-Amerika 11,4%, Latino 8,2%, dan Amerika Asli
14,9%).
Menurut data organisasi Persatuan Rumah Sakit di Indonesia (PERSI)
tahun 2008, Indonesia kini menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah
penderita diabetes mellitus di dunia.
Pada 2006, jumlah penyandang diabetes (diabetasi) di Indonesia mencapai
14 juta orang. Dari jumlah itu, baru 50% penderita yang sadar mengidap, dan
sekitar 30% di antaranya melakukan pengobatan secara teratur. Menurut beberapa
penelitian epidemiologi, prevalensi diabetes di Indonesia berkisar 1,5% sampai
2,3%, kecuali di Manado yang cenderung lebih tinggi, yaitu 6,1 %.
Menurut kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Edwin Effendi, penyakit
DM di Medan, sejak September-Oktober 2009 merupakan penyakit dengan
penderita terbanyak, yang terus mengalami peningkatan jumlahnya, jika dibanding
dengan jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner atau penyakit yang lainnya.
Diperkirakan di Medan terdapat lebih dari 14 juta orang menderita diabetes, tetapi
baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30% yang
datang berobat teratur.
Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut PERKENI 2012 dalam dilihat dalam
tabel 2.1 dibawah ini :
c. DM tipe lain
Diabetes jenis ini dahulu kerap disebut diabetes sekunder, atau DM tipe
lain. Etiologi diabetes jenis ini, meliputi : (a) penyakit pada pankreas yang
merusak sel β, seperti hemokromatosis, pankreatitis, fibrosis kistik; (b) sindrom
hormonal yang mengganggu sekresi dan/atau menghambat kerja insulin, seperti
akromegali, feokromositoma, dan sindrom Cushing; (c) obat-obat yang
menggangu sekresi insulin (fenitoin [Dilantin]) atau menghambat kerja insulin
(estrogen dan glukokortikoid); (d) kondisi tertentu yang jarang terjadi, seperti
kelainan pada reseptor insulin; dan (e) sindrom genetic.
Patofisiologi
Keadaan normal kadar glukosa darah berkisar antara 70-110 mg/dl, setelah
makan kadar glukosa darah dapat meningkat 120-140 mg/dl dan akan menjadi
normal dengan cepat. Kelebihan glukosa dalam darah disimpan sebagai glikogen
dalam hati dan sel-sel otot (glicogenesis) yang diatur oleh hormon insulin yang
bersifat anabolik. Kadar glukosa darah normal dipertahankan selama keadaan
puasa karena glukosa dilepaskan dari cadangan-cadangan tubuh (glycogenolisisi)
oleh hormon glucagon yang bersifat katabolik.
Mekanisme regulasi kadar glukosa darah, hormon insulin merupakan satu-
satunya hormon yang menurunkan glukosa darah.
Pada diabetes melitus defisiensi atau resistensi hormon insulin
menyebabkan kadar gula darah menjadi tinggi karena menurunnya ambilan
glukosa oleh jaringan otot dan adiposa serta peningkatan pengeluaran glukosa
oleh hati, akibatnya otot tidak mendapatkan energi dari glukosa dan membuat
alternatif dengan membakar lemak dan protein. Dampak lebih jauh terjadi
komplikasi-komplikasi yang secara biokimia menyebabkan kerusakan jaringan
atau komplikasi tersebut akibat terdapatnya : (1) Glikosilasi, kadar gula yang
tinggi memudahkan ikatan glukosa pada berbagai protein yang dapat ireversibel
yang sering mengganggu fungsi protein; (2) Jalur poliol (peningkatan aktifitas
aldose reductase), jaringan mengandung aldose reductase (saraf, ginjal,
lensa mata) dapat menyebabkan metabolisme kadar gula yang tinggi menjadi
sorbitol dan fructose. Produk jalur poliol ini berakumulasi dalam jaringan yang
terkena menyebabkan bengkak osmotik dan kerusakan sel.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan cara
pengelolaan yang baik. Tujuan penatalaksanaan secara umum menurut PERKENI
adalah meningkatkan kualitas hidup penderita Diabetes.
Penatalaksanaan dikenal dengan empat pilar penatalaksanaan diabetes
melitus, yang meliputi : edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan
pengelolaan farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa
darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO
dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat,
berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan
pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.
a. Edukasi
Diabetes Melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
harus mendampingi penderita dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif
pengembangan ketrampilan dan motivasi. Edukasi secara individual dan
pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku
yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang
memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan evaluasi.
b. Terapi Gizi Medis
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi
baik sebagai berikut:
• Karbohidrat : 45 – 65% total asupan energi
• Protein : 10 – 20% total asupan energi
• Lemak : 20 – 25 % kebutuhan kalori
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali
kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk
wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktifitas, koreksi
status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut sesuai dengan
kebutuhan. Pada dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan
non diabetes yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktifitas baik fisik
maupun psikis dan untuk mempertahankan berat badan supaya mendekati ideal.
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti :
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan.
Tabel 2.5 Aktivitas Fisik Sehari-hari
d. Pengelolaan Farmakologis
Sarana pengelolaan farmakologis diabetes mellitus dapat berupa Obat
Hipoglikemik Oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4
golongan, antara lain:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang
tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat
asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara
cepat melalui hati.
20
DAFTAR PUSTAKA
Waspadji, Sarwono dkk., 2009. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: FKUI.
WHO, 1999. Defenition, Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus and Its
Complication.
21