Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS PUSKESMAS MINGGIR

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN


TIDAK MENULAR
DIABETES MELITUS TIPE 2

1. ANAMNESIS
1. Data pasien

 Nama : Ny. S

 Jenis Kelamin : Perempuan

 Umur : 61 Tahun

 Pekerjaan : IRT

 Agama : Islam

 Alamat : Moyudan, Minggir

2. Data Klinis

 Keluhan Utama : Nyeri kepala, kontrol rutin DM

 Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat penyakit gula (+) dialami pasien ± 1 tahun ini, dimana pasien
merasa nafsu makan bertambah, sering minum, sering terbangun malam
untuk kencing dan adanya penurunan berat badan. Badan lemas, nyeri
kepala(+).Pasien minum obat teratur selama 1 tahun ini. Pasien mengaku
BAK dan BAB tidak ada kelainan

 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit DM(+), riwayat hipertensi, penyakit jantung, asma,

alergi obat disangkal pasien.

 Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi, penyakit gula, asma disangkal pasien.

 Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) :


Pasien sehari-hari makan nasi dengan lauk secukupnya, makan 3 kali
sehari dengan porsi sedang
B. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum
Sedang
 Kesadaran
Compos Mentis
 Vital sign :
Tekanan darah: 100/60
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,6˚C.
Berat Badan : 57 kg
Tinggi Badan : 160 cm
BMI : 22,26
Pemeriksaan Kepala
o Bentuk Kepala: Normocephalik  
o Rambut   : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
o Mata                : Tak cekung, konjungtiva -/-, sklera ikterik
-/- , pupil isokor 2 mm, refleks cahaya +/+ 
o Hidung          : Bentuk normal, deviasi septum (-),  sekret (-)
o Mulut              : Bibir kering, lidah kotor, sianosis (-)
o Telinga            : Simetris, liang lapang, serumen (-)
o Tenggorokan   :  Uvula ditengah, T1-T1 tenang, hiperemis (-)
o Leher : Lnn tdk teraba, kelenjar tiroid tidak membesar,
JVP ≠ ↑

 Pemeriksaan Thorax
Pulmo:
Inspeksi : Simetris, Retraksi dinding dada (-),
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-),Wheezing (-/-)
Cor:
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba di SIC V LMC sinistra
Perkusi : kiri : SIC V
atas : SIC III
bawah : SIC V LMC sinistra
Auskultasi : S1 > S2, reguler, bising (-)

Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi : supel, dinding perut < dinding dada, sikatrik (-), luka (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tak teraba, massa (-)
Perkusi : timpani (+) normal
 Pemeriksaan Ekstremitas :
akral hangat, nadi kuat, deformitas (-), udem (-), pucat (-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
GDS : 335 mg/dl

D. DIAGNOSIS
Hiperglikemia pada DM tipe 2 NO
Cephalgia
H. PENATALAKSAAN

 Non medikamentosa   : 
o Aktifitas harian: dianjurkan untuk aktif sepanjang hari
o Kemampuan mengelola mandiri
o Perawatan kaki sehari- hari dan menggunakan alas kaki yang tepat
o Melakukan pemeriksaan medis berkala
o Pemilihan makanan dan komposisi makanan yang tepat
o Latihan jasmani 150 menit/ minggu aerobik sedang dibagi 3-4 x
aktivitas/minggu
 Medikamentosa
o Glibenklamid 5 mg 1-0-0
o Metformin 500mg 0-1-1
o Vitamin B komplek 3x1
o Paracetamol 3x1
o Diet: rujuk ke ahli gizi
TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Melitus
Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.

Faktor Risiko
DM di Indonesia akan terus meningkat disebabkan beberapa faktor antara lain :
a. Faktor keturunan (genetik)
b. Faktor kegemukan atau obesitas (IMT > 25 kg/m2)
- Perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat
- Makan berlebihan
- Hidup santai, kurang gerak badan
c. Faktor demografi
- Jumlah penduduk meningkat
- Urbanisasi
- Penduduk berumur di atas 40 tahun meningkat
d. Kurang gizi

Epidemiologi
Sekitar 18,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM dan diantara
pasien ini 5,2 juta orang tidak terdiagnosa. Risiko mengalami diabetes untuk bayi
yang dilahirkan pada tahun 2000 diperkirakan adalah 32,8% untuk pria dan 38,5%
untuk wanita. DM tipe 1 ditemukan pada 5% sampai 10% pasien dengan diabetes
dan prevalensinya pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun adalah sekitar 1
dalam 400. DM tipe 1 tidak memiliki variasi musiman dan perbedaan jenis
kelamin secara klinis tidak bermakna. DM tipe 2 dijumpai pada 90% sampai 95%
dari semua pasien dengan diabetes. Prevalensinya berbeda di antara kelompok ras
dan etnis yang berbeda (Afrika-Amerika 11,4%, Latino 8,2%, dan Amerika Asli
14,9%).
Menurut data organisasi Persatuan Rumah Sakit di Indonesia (PERSI)
tahun 2008, Indonesia kini menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah
penderita diabetes mellitus di dunia.
Pada 2006, jumlah penyandang diabetes (diabetasi) di Indonesia mencapai
14 juta orang. Dari jumlah itu, baru 50% penderita yang sadar mengidap, dan
sekitar 30% di antaranya melakukan pengobatan secara teratur. Menurut beberapa
penelitian epidemiologi, prevalensi diabetes di Indonesia berkisar 1,5% sampai
2,3%, kecuali di Manado yang cenderung lebih tinggi, yaitu 6,1 %.
Menurut kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Edwin Effendi, penyakit
DM di Medan, sejak September-Oktober 2009 merupakan penyakit dengan
penderita terbanyak, yang terus mengalami peningkatan jumlahnya, jika dibanding
dengan jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner atau penyakit yang lainnya.
Diperkirakan di Medan terdapat lebih dari 14 juta orang menderita diabetes, tetapi
baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30% yang
datang berobat teratur.

Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut PERKENI 2012 dalam dilihat dalam
tabel 2.1 dibawah ini :

Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus


Jenis Etiologi
Tipe 1 Destruksi sel β, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
Absolut
• Autoimun
• Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai dari resistensi insulin yang disertai
defisiensi insulin relatif hingga defek sekresi insulin yang
dibarengi resistensi insulin.
Tipe lain • Defek genetik fungsi sel β
• Defek genetik kerja insulin
• Penyakit eksokrin pankreas
• Endokrinopati
• Karena obat atau zat kimia
• Infeksi
• Sebab imunologi (jarang)
• Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes Intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada
Melitus kehamilan pertama dan gangguan toleransi glukosa setelah
gestasional terminasi kehamilan.

a. DM tipe 1, insulin dependent diabetes mellitus (IDDM)


Diabetes jenis ini terjadi akibat kerusakan sel β pakreas. Dahulu, DM tipe
1 disebut juga diabetes onset-anak (atau onset-remaja) dan diabetes rentan-
ketosis (karena sering menimbulkan ketosis). Onset DM tipe 1 biasanya terjadi
sebelum usia 25-30 tahun (tetapi tidak selalu demikian karena orang dewasa dan
lansia yang kurus juga dapat mengalami diabetes jenis ini). Sekresi insulin
mengalami defisiensi (jumlahnya sangat rendah atau tidak ada sama sekali).
Dengan demikian, tanpa pengobatan dengan insulin (pengawasan dilakukan
melalui pemberian insulin bersamaan dengan adaptasi diet), pasien biasanya akan
mudah terjerumus ke dalam situasi ketoasidosis diabetik.
Gejala biasanya muncul secara mendadak, berat dan perjalanannya sangat
progresif; jika tidak diawasi, dapat berkembang menjadi ketoasidosis dan koma.
Ketika diagnosa ditegakkan, pasien biasanya memiliki berat badan yang rendah.
Hasil tes deteksi antibodi islet hanya bernilai sekitar 50-80% dan KGD >140
mg/dL.

b. DM tipe 2, non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM)


DM jenis ini disebut juga diabetes onset-matur (atau onset-dewasa) dan
diabetes resistan-ketosis (istilah NIDDM sebenarnya tidak tepat karena 25%
diabetes, pada kenyataannya, harus diobati dengan insulin; bedanya mereka tidak
memerlukan insulin sepanjang usia). DM tipe 2 merupakan penyakit familier yang
mewakili kurang-lebih 85% kasus DM di Negara maju, dengan prevalensi sangat
tinggi (35% orang dewasa) pada masyarakat yang mengubah gaya hidup
tradisional menjadi modern.
DM tipe 2 mempunyai onset pada usia pertengahan (40-an tahun), atau
lebih tua, dan cenderung tidak berkembang kearah ketosis. Kebanyakan penderita
memiliki berat badan yang lebih. Atas dasar ini pula, penyandang DM jenis ini
dikelompokkan menjadi dua : (1) kelompok obes dan (2) kelompok non-obes.
Kemungkinan untuk menderita DM tipe 2 akan berlipat ganda jika berat badan
bertambah sebanyak 20% di atas berat badan ideal dan usia bertambah 10 tahun
atau di atas 40 tahun.
Pengendaliannya boleh jadi hanya berupa diet dan (jika tidak ada
kontraindikasi) olahraga, atau dengan pemberian obat hipoglisemik.
Perbedaan DM tipe 1 dan 2 dapat digambarkan didalam tabel 2.2 di bawah
ini:
Tabel 2.2 Perbedaan antara DM tipe 1 dan 2
DM tipe 1 DM tipe 2
Onset Anak/dewasa muda Biasanya setelah usia
(<25 tahun) Pertengahan
Proporsi <10% dari semua >90% dari semua
penyandang DM penyandang DM
Riwayat Keluarga Tidak lazim Sangat lazim
Gejala Akut/sub-akut Lambat
Ketoasidosis Sering sekali Jarang, kecuali jika
sakit/stress
Antibodi ICA, GAD Sangat sering positif Biasanya negative
Obesitas saat onset Tidak obes Obes sebelum onset
Kaitan dengan HLA Ada Tidak ada
tipe tertentu
Kaitan dengan penyakit Kadang-kadang ada Tidak ada
autoimun
C-peptida darah/urin Sangat rendah Rendah/normal/tinggi
Kegunaan insulin Penyelamat nyawa Kadang-kadang
diperlukan sebagai
pengawasan gula darah
Penyebab Pankreas tidak mampu Produksi insulin masih
membuat insulin ada, tetapi sel target tidak
peka
Kegunaan diet Mengawasi gula darah Menurunkan BB (jadwal
(makan/jajan harus diatur tidak harus ketat, kecuali
seputar pemberian insulin kalau insulin juga
agar tidak terjadi diberikan)
hipoglisemia)
Kegunaan latihan fisik Merangsang sirkulasi dan Membuat tubuh menjadi
membantu tubuh dalam lebih peka terhadap
penggunaan insulin insulinnya sendiri, di
samping menggunakan
energi untuk mengurangi
BB

c. DM tipe lain
Diabetes jenis ini dahulu kerap disebut diabetes sekunder, atau DM tipe
lain. Etiologi diabetes jenis ini, meliputi : (a) penyakit pada pankreas yang
merusak sel β, seperti hemokromatosis, pankreatitis, fibrosis kistik; (b) sindrom
hormonal yang mengganggu sekresi dan/atau menghambat kerja insulin, seperti
akromegali, feokromositoma, dan sindrom Cushing; (c) obat-obat yang
menggangu sekresi insulin (fenitoin [Dilantin]) atau menghambat kerja insulin
(estrogen dan glukokortikoid); (d) kondisi tertentu yang jarang terjadi, seperti
kelainan pada reseptor insulin; dan (e) sindrom genetic.
Patofisiologi
Keadaan normal kadar glukosa darah berkisar antara 70-110 mg/dl, setelah
makan kadar glukosa darah dapat meningkat 120-140 mg/dl dan akan menjadi
normal dengan cepat. Kelebihan glukosa dalam darah disimpan sebagai glikogen
dalam hati dan sel-sel otot (glicogenesis) yang diatur oleh hormon insulin yang
bersifat anabolik. Kadar glukosa darah normal dipertahankan selama keadaan
puasa karena glukosa dilepaskan dari cadangan-cadangan tubuh (glycogenolisisi)
oleh hormon glucagon yang bersifat katabolik.
Mekanisme regulasi kadar glukosa darah, hormon insulin merupakan satu-
satunya hormon yang menurunkan glukosa darah.
Pada diabetes melitus defisiensi atau resistensi hormon insulin
menyebabkan kadar gula darah menjadi tinggi karena menurunnya ambilan
glukosa oleh jaringan otot dan adiposa serta peningkatan pengeluaran glukosa
oleh hati, akibatnya otot tidak mendapatkan energi dari glukosa dan membuat
alternatif dengan membakar lemak dan protein. Dampak lebih jauh terjadi
komplikasi-komplikasi yang secara biokimia menyebabkan kerusakan jaringan
atau komplikasi tersebut akibat terdapatnya : (1) Glikosilasi, kadar gula yang
tinggi memudahkan ikatan glukosa pada berbagai protein yang dapat ireversibel
yang sering mengganggu fungsi protein; (2) Jalur poliol (peningkatan aktifitas
aldose reductase), jaringan mengandung aldose reductase (saraf, ginjal,
lensa mata) dapat menyebabkan metabolisme kadar gula yang tinggi menjadi
sorbitol dan fructose. Produk jalur poliol ini berakumulasi dalam jaringan yang
terkena menyebabkan bengkak osmotik dan kerusakan sel.

Diagnosis dan Pemeriksaan


Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM, antara laiN:
a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada laki-laki serta pruritus vulva pada perempuan.
Selain dengan keluhan, diagnosa DM harus ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan kadar glukosa darah dengan cara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler
sesuai kondisi dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang
berbeda sesuai pembakuan WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler.

Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosa DM adalah :


a. Didahului dengan adanya keluhan-keluhan khas yang dirasakan dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan glukosa darah.
b. Pemeriksaan glukosa darah menunjukkan hasil : pemeriksaan glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl (sudah cukup menegakkan diagnosis), pemeriksaan
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl (patokan diagnosis DM).
Tabel 2.4 Kriteria Diagnosis DM

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11.1 mmol/L)


Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
Atau
2. Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
Atau
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11.1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standart WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Sumber : PERKENI, 2012

Untuk kelompok tanpa keluhan DM, hasil pemeriksaan glukosa darah


yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosa
DM. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka
abnormal, baik kadar glukosa darah puasa≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral
(TTGO) didapatkan kadar glukosa darah setelah pembebanan≥200 mg/dl.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan cara
pengelolaan yang baik. Tujuan penatalaksanaan secara umum menurut PERKENI
adalah meningkatkan kualitas hidup penderita Diabetes.
Penatalaksanaan dikenal dengan empat pilar penatalaksanaan diabetes
melitus, yang meliputi : edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan
pengelolaan farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa
darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO
dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat,
berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan
pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.
a. Edukasi
Diabetes Melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
harus mendampingi penderita dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif
pengembangan ketrampilan dan motivasi. Edukasi secara individual dan
pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku
yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang
memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan evaluasi.
b. Terapi Gizi Medis
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi
baik sebagai berikut:
• Karbohidrat : 45 – 65% total asupan energi
• Protein : 10 – 20% total asupan energi
• Lemak : 20 – 25 % kebutuhan kalori
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali
kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk
wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktifitas, koreksi
status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut sesuai dengan
kebutuhan. Pada dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan
non diabetes yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktifitas baik fisik
maupun psikis dan untuk mempertahankan berat badan supaya mendekati ideal.
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti :
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan.
Tabel 2.5 Aktivitas Fisik Sehari-hari

Kurangi Aktivitas Misalnya : menonton televisi, menggunakan


Hindari aktivitas sedenter internet, main game komputer
Persering Aktivitas
Mengikuti olahraga Misalnya : jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda,
rekreasi dan beraktivitas sepak bola
fisik tinggi pada waktu
liburan
Aktivitas Harian Misalnya : berjalan kaki ke pasar (tidak
Kebiasaan bergaya hidup menggunakan mobil), menggunakan tangga (tidak
sehat menggunakan lift), menemui rekan kerja (tidak
hanya melalui telepon internal), jalan dari tempat
Parkir
Sumber : Konsesus Pengelolaan DM Tipe-2 di Indonesia, PERKENI

d. Pengelolaan Farmakologis
Sarana pengelolaan farmakologis diabetes mellitus dapat berupa Obat
Hipoglikemik Oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4
golongan, antara lain:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang
tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat
asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara
cepat melalui hati.

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion


Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di
sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas
I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu
dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)


Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan.

D. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa


Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek
samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
Mekanisme kerja OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap
penurunan A1C.

Penilaian Hasil Terapi


Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM harus dipantau secara
terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah .
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah :
- Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
- Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai
sasaran terapi.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai
dengan kebutuhan.
b. Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin,
atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang
digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya.
Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka
pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam
setahun.
c. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini
banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering
yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi
dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara
standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara
reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.
PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu
sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada
terapi. Waktu yang dianjurkan, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah
makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk
menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai
adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala, atau ketika
mengalami gejala seperti hypoglicemic spells. Prosedur PGDM dapat
dilihat pada tabel 2.7.

Tabel 2.7 Kriteria Pengendalian DM


Baik Sedang Buruk
Glukosa darah puasa (mg/dl) 80-<100 100-125 ≥126
Glukosa darah 2 jam (mg/dl) 80-144 145-179 ≥180
A1C (%) <6,5 6,5-8 >8
Kolesterol Total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL (mg/dl) <100 100-129 ≥130
Kolesterol HDL (mg/dl) Pria: > 40
Wanita: >50

Trigeliserida (mg/dl) <150 150-199 ≥200

IMT (kg/m2) 18,5-<23 23-25 >25


Tekanan darah (mmHg) ≤130/80 >130-140/ >140/90
>80-90
Sumber : PERKENI,

Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi akut pada diabetes mellitus antara lain :
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah < 60 mg/dl. Gejala hipoglikemia terdiri dari
gejala adrinergic (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan
gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai
koma). Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat obat hipoglikemia
oral golongan sulfonilurea, khususnya klorpropamida dan glibenklamida.
Penyebab tersering lainnya antara lain : makan kurang dari aturan yang
ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan dan
lain-lain.
b. Ketoasidosis Diabetik
ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan akut
dari suatu perjalanan penyakit DM yang ditandai dengan trias
hiperglikemia, asidosi dan ketosis. Timbulnya KAD merupakan ancaman
kematian pada pasien DM.
c. Hiperglikemia Non Ketotik
Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik ditandai dengan hiperglikemia,
hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah
dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali gangguan neurologis
dengan atau tanpa adanya ketosis.
Akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol dan meninggi terus menerus
yang dikarenakan tidak dikelola dengan baik mengakibatkan adanya pertumbuhan
sel dan juga kematian sel yang tidak normal. Perubahan dasar itu terjadi pada
endotel pembuluh darah, sel otot pembuluh darah maupun pada sel masingeal
ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kematian sel
yang akhirnya akan menjadi komplikasi vaskular DM. Struktur pembuluh darah,
saraf dan struktur lainnya akan menjadi rusak. Zat kompleks yang terdiri dari gula
di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan
mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang,
terutama menuju kulit dan saraf. Akibat mekanisme di atas akan menyebabkan
beberapa komplikasi antara lain:
a. Retinopati
Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan
terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan
kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan berespon dengan
meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang
selanjutnya akan terbentuk neovaskularisasi pembuluh darah yang
menyebabkan glaukoma. Hal inilah yang menyebabkan kebutaan.
b. Nefropati
Hal-hal yang dapat terjadi antara lain : peningkatan tekanan glomerular
dan disertai dengan meningkatnya matriks ektraseluler akan menyebabkan
terjadinya penebalan membran basal yang akan menyebabkan
berkurangnya area filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya
yang mengarah terjadinya glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan
timbul dimulai dengan mikroalbuminuria dna kemudian berkembang
menjadi proteinuria secara klinis selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi
laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan gagal ginjal.
c. Neuropati
Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa
hilangnya sensasi distal atau seperti kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri dan lebih terasa sakit dimalam hari.
d. Penyakit jantung koroner
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan
kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat
aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah).
Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat
aterosklerosis akan menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi
penyakit jantung koroner.
e. Penyakit pembuluh darah kapiler
Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki
diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling sering pada
penyakit pembuluh darah perifer yang dikarenakan penurunan suplai darah
di kaki.

20
DAFTAR PUSTAKA

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia


2006 .2006. http://penyakitdalam.files.wordpress.com/2009/11/konsensus-
pengelolaaln-dan-pencegahan-diabets-melitus-tipe-2-di-indonesia-2006.pdf

Mohjuarno.2009. Makalah Kontenporer Konsentrasi Epidemiologi Pasca Sarjana:


Penanggulangan Diabetes Melitus. Makassar :Universitas Hasanuddin.

Murwani, Arita dan Afifin Sholeha, 2007. Pengaruh Konseling Keluarga


Terhadap Perbaikan Peran Keluarga Dalam Pengelolaan Anggota Keluarga
Dengan Dm Di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap I Kulon Progo 2007. Jurnal
Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. Ilmu Keperawatan Stikes Surya Global
Yogyakarta.

Nadesul, Hendrawan. 2002. 428 Jawaban untuk 25 Penyakit Manajer dan


Keluhan-keluhan Orang Mapan. Kompas.

Perkeni.2011. Empat Pilar Pengelolaan Diabetes.[online]. (diupdate 11


November 2011). http://www.smallcrab.com/ .[diakses 20 November 2011].

Rakhmadany, dkk. 2010. Makalah Diabetes Melitus. Jakarta : Universitas Islam


Negeri
Shahab, Alwi,2006.Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus (Disarikan
Dari Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia : Perkeni
2006).Subbagian Endokrinologi Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fk
Unsri/ Rsmh Palembang, Palembang.

Tjeyan, Suryadi R.M, 2007.Risiko Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Kalangan


Peminum Kopi Di Kotamadya Palembang Tahun 2006-2007. Department Of
Public Health And Community Medicine, Medical Faculty, Sriwijaya
University, Palembang 30126, Indonesia. Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 2,
Desember 2007: 54-60 Hal 54.

Waspadji, Sarwono dkk., 2009. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: FKUI.

WHO, 1999. Defenition, Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus and Its
Complication.

21

Anda mungkin juga menyukai