Pada hari
NamaPeserta
tanggal
No
.
No
.
dr.
dr.
dr.
dr.
Tanda Tangan
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
Tangal presentasi:
Keterampilan
Manajemen
Neonatus
Bayi
Penyegaran
Masalah
Tinjauan Pustaka
Istimewa
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi: Pasien laki-laki usia 50 tahun datang dengan keluhan sering kesemutan pada lengan dan kaki, riwayat kencing manis 15
tahun.
Tujuan: Penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat serta pencegahan komplikasi yang serius
Bahan bahasan:
Tinjauan Pustaka
Riset
Cara membahas:
Diskusi
Kasus
Audit
Email
Pos
Data pasien
1. Gambaran Klinis:
Pasien datang dengan keluhan lemas dan sering kesemutan pada lengan dan kaki sejak 3 bulan terakhir . Pasien juga
mengaku bahwa pasien menderita penyakit kencing manis 15 tahun terakhir dan berobat secara kurang teratur. Muntah (-),
telinga berdenging (-), penglihatan tiba tiba kabur (-), kelemahan di anggota gerak (-), kesemutan (-), bicara pelo (-), dada
berdebar debar (-), nyeri dada (-), sesak (-), batuk (-), kaki bengkak (-), gemetaran (-), perut membengkak (-), pingsan (-),
kejang (-), BAK jumlah dan frekuensi yang lebih banyak disbanding orang normal, warna kuning jernih, BAB tidak ada keluhan.
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien sudah beberapa kali berobat jalan ke dokter dan puskesmas dan didiagnosis diabetes mellitus. Pasien tidak rutin
meminum obat anti-diabetes. Pasien hanya meminum obat apabila diajak berobat oleh keluarga.
4. Riwayat keluarga:
Riwayat kencing manis pada ayah pasien. Riwayat hipertensi, sakit ginjal dan sakit jantung pada keluarga disangkal oleh pasien.
5. Riwayat pekerjaan:
Pasien bekerja sebagai pegawai swasta
Datar Pustaka:
a. Fauci, A.S., et al., 2008. Harrisons Principle of Internal Medicine. Edisi 17. USA : The McGraw-Hill Companies.
b. http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview.
c. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PERKENI2011.
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis diabetes mellitus tipe II
2. Tatalaksana diabetes mellitus tipe II
3. Pencegahan Komplikasi diabetes mellitus tipe II
Subyektif :
Pasien datang dengan keluhan lemas dan sering kesemutan pada lengan dan kaki sejak 3 bulan terakhir . Pasien juga mengaku bahwa
pasien menderita penyakit kencing manis 15 tahun terakhir dan berobat secara kurang teratur. Muntah (-), telinga berdenging (-),
penglihatan tiba tiba kabur (-), kelemahan di anggota gerak (-), kesemutan (-), bicara pelo (-), dada berdebar debar (-), nyeri dada (-),
sesak (-), batuk (-), kaki bengkak (-), gemetaran (-), perut membengkak (-), pingsan (-), kejang (-), BAK jumlah dan frekuensi yang lebih
banyak disbanding orang normal, warna kuning jernih, BAB tidak ada keluhan.
Objektif.
Berdasarkan pemeriksaan didapatkan hasil berupa:
Airway: Clear, tidak ada sumbatan jalan nafas, pasien dapat berbicara bebas
Breathing: Respiration Rate (RR): 20x/menit, gerakan teratur
Circulating: Tekanan Darah (TD): 130/80mmHg, Frekuensi Nadi (FN): 80 x/m regular
Status generalis
Keadaan umum
: Sakit sedang
GCS
: E4V5M6
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
Suhu
: 130/80 mmHg
: 80 kali / menit
: 20 kali / menit
: 36,70 celcius
Hidung : deviasi septum -/-, mukosa edem -/-, secret -/Mulut : mukosa hiperemis (-), lidah kotor (-), T1-T1
Leher :
KGB tidak teraba membesar
JVP tidak meningkat
Cor :
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Hasil Pemeriksaan
Iktus Cordis tidak terlihat
Ictus Cordis di SIC VI Linea Midclavicularis Sinistra
Batas atas jantung, SIC III linea parasternalis sinistra
Batas jantung bawah, SIC VI linea midclavicularis
sinistra
Suara Jantung S1S2 reguler, Suara Tambahan (-)
Pulmo :
Pemeriksaan
Inspeksi depan
Inspeksi belakang
Palpasi depan
Palpasi belakang
Perkusi
Perkusi belakang
Auskultasi depan
Auskultasi
belakang
Kanan
Kiri
Bentuk dada: pectus excavatum, simetris saat statis dan
dinamis.
Simetris saat statis dan dinamis
Vokal fremitus sama kiri dan kanan
Vokal fremitus sama kiri dan kanan
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Suara napas vesikuler
Suara napas vesikuler
Rhoncii kasar (-),
Rhoncii kasar (-)
Wheezing (-)
Wheezing (-)
Suara napas vesikuler
Suara napas vesikuler
Rhoncii (-)
Rhoncii (-)
Wheezing (-)
Wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Extremitas Superior Dextra
Finger (-)
Akral hangat (+), Edema (-); Clubbing
Finger (-)
Akral hangat (+), Edema (-)
Akral hangat (+), Edema (-)
Pemeriksaan penunjang
Hasil lab GDS 335
Assessment(penalaran klinis):
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan didapatkan kasus Vertigo dengan
Hipertensi. Anamnesis didapatkan pasien laki-laki berusia 71 tahun dengan sakit kepala sejak 12 jam Sebelum datang ke IGD. Nyeri kepala
dirasakan saat pasien bangun dari tidur pagi. Dirasakan pula lehernya terasa sangat kaku . Pasien juga merasakan adanya pusing berputar dan
mual. Keluhan lain kearah saraf, jantung, paru, mata dan ginjal disangkal pasien. Pasien memiliki riwayat menderita hipertensi sejak 5 tahun
terakhir dan tidak terkontrol, dan riwayat vertigo sejak 2 tahun yang lalu. Terdapat pula riwayat hipertensi pada keluarga pasien. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien 160/100 mmHg.
Diabetes Mellitus Menurut American Diabetes Assosiation (ADA) 2010, merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Secara epidemiologik, diabetes sering tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis
ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan
adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban.
Faktor resiko yang berubah secara epidemiologik diperkirakan adalah bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi
lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan
dengan DM tipe 2.
A Klasifikasi
Tabel klasifikasi etiologis DM
Tipe 1
Tipe 2
Autoimun
Idiopatik
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
DM
Tipe lain
resistensi insulin
Defek genetik fungsi sel beta
Endokrinopati
Infeksi
DM
gestasional
BAGAN PENGELOLAAN DM
MANAJEMENT DM TIPE2
KENDALI GLUKOSA:
KELAINAN
KOMORBID:
-Dislipidemia
- Latihan Jasmani
-Hipertensi
-Obat/insulin
-Obesitas
-Peny.Jantung
Kororner
PENAPISAN
PENGELOLAAN
KOMPLIKASI:
-Retinopati
-Nefropati
-Neuropati
-Peny.Kardio-vaskular
-Komplikasi lain
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasaradanya
glukosuria .Guna pemantauan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan
bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun angka criteria diagnotik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler
dengan glukometer.Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang
menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang
mempunyai resiko DM.
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai berikut:
Usia lebih muda, terutama dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >23 kg/m2,
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram, atau riwayat DM gestasional
Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
Menderita polycystic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin
Adanya riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu aau kadar glukosa darah puasa,
kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT
dan GDPT, sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju
10
DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berubah menjadi DM, 1/3 lainnya tetap TGT, dan 1/3 lainnya kembali normal.
Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan
kelompok normal. TGT sering bertkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia.
Tabel. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl)
Kadar
Glukosa
Sewaktu
Kadar Glukosa
Puasa
Bukan DM
<100
<90
Belum Pasti DM
100-199
90-199
DM
> 200
> 200
<100
<90
100-199
90-199
> 126
>100
Diagnosis DM ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasama puasa >200 mg/dl
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima
oleh pasien dan murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga, dengan TTGO. Meskipun TTGO engan beban glukosa
75 gram glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri,
karena sulit untuk dilakukan berulang-ulang.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung
hasil yang diperoleh.
TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeiksaan TTGO didapatkan glukosa plasma puasa 2 jam setelah beban antara
140-199 mg/dl.
GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glikosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dl.
atau
11
atau
Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa
Diagnosis klinis DM akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuri, polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria
serta pruritus vulvae pada wanita. Jika keluhan khas ada, pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. hasil pemeriksaan glukosa darah puasa >126 mg/dl juga dijadikan patokan untuk diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan
khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru sekali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu
>200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan >200
mg/dl.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO,1994):
1
Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti kebiasaan sehari-hari dengan karbohidrat yang cukup dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/KgBB (anak-anak) dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam
waktu5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
12
Penatalaksanaan
Tujuan :
1
Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat.
2
Jangka panjang : mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati maupun neuropati,
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Langkah-langkah penatalaksanaan peenyandang diabetes:
13
14
15
Edukasi
Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana telah terbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan
mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus
mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku,
membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang berkenaan dengan:
Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang
berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan
evaluasi.
Perencanaan makan
Diabetes tipe 2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen, sehingga tidak ada satu cara makan khusus yang dapat mengatasi
kelainan ini secara umum. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut masing-masing individu. Pada saat ini yang dimaksud dengan
karbohidrat adalah gula, tepung dan serat, sedang istilah gula sederhana/simpel, karbohidrat kompleks dan karbohidrat kerja cepat tidak
digunakan lagi.
Penelitian pada orang sehat maupun mereka dengan risiko diabetes mendukung akan perlunya dimasukannya makanan yang
16
mengandung karbohidrat terutama yang berasal dari padi-padian, buah-buahan, dan susu rendah lemak dalam menu makanan orang dengan
diabetes. Banyak faktor yang berpengaruh pada respons glikemik makanan, termasuk didalamnya adalah macam gula: (glukosa, fruktosa,
sukrosa, laktosa), bentuk tepung (amilose, amilopektin dan tepung resisten), cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makanan
serta komponen makanan lainnya (lemak, protein).
Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2, pemberian makanan yang berasal dari berbagai bentuk tepung atau sukrosa, baik langsung maupun 6
minggu kemudian ternyata tidak mengalami perbedaan repons glikemik, bila jumlah karbohidratnya sama. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa jumlah total kalori dari makanan lebih penting daripada sumber atau macam makanannya.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat: 45-65%
Protein: 10-20%
Lemak: 20-25%
Natrium 6-7 gram
Serat 25 gram/hari
Pemanis alternative
KEBUTUHAN KALORI
Ada beberapa cara untuk menentukan jmlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Diantaranya adalah dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa factor seperti: jenis
kelamin, umur ,aktivitas ,beratbadan,dll.
Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan status gizi memanfaatkan rumus Broca, yaitu:
Berat Badan Ideal = 90% x (TB dalam cm-100) x 1kg
17
Bagi pria dengn tinggi bdan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat Badan Idaman (BBI) = (TB-100) - 10%
BB Normal
: BB ideal 10%
Kurus
Gemuk
: >BBI + 10%
Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh (IMT).
IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT :
BB kurang < 18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih 23,0.
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II >30
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan kebutuhan kalori basal (30 kcal/kgBB untuk laki-laki; 25
kcal/kgBB untuk wanita).kemudia untuk pasien diatas 40 tahun dikerunagi 5&,40-59 tahun diikurangi 10%, 60-69 tahun dikurangi 20%.
Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-30%); untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi sesuai dengan
kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya), koreksi status gizi (bila gemuk, dikurangi; bila kurus, ditambah) dan kalori yang dibutuhkan
menghadapi stres akut (misalnya infeksi, dsb.) sesuai dengan kebutuhan. Untuk masa pertumbuhan (anak dan dewasa muda) serta ibu hamil
diperlukan perhitungan tersendiri.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%)
dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Pembagian porsi tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan
18
kebiasaan pasien untuk kepatuhan pengaturan makanan yang baik. Untuk pasien DM yang mengidap pula penyakit lain, pola pengaturan
makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan makan pasien DM tidak berbeda dengan orang normal,
kecuali jumlah kalori dan waktu makan yang terjadwal.
Untuk kelompok sosial ekonomi rendah, makanan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang
baik.Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak
jenuh. Jumlah kandungan serat + 25 g/hari. Diutamakan serat larut (soluble fibre).
Pasien DM dengan tekanan darah yang normal masih diperbolehkan mengkonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila mengalami
hipertensi, harus mengurangi konsumsi garam. Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan tetap diizin-kan.
Pada keadaan kadar glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori. Untuk
mendapatkan kepatuhan terhadap pengaturan makan yang baik, adanya pengetahuan mengenai bahan penukar akan sangat membantu pasien.
Latihan jasmani
Latihan jasmani mempunyai peran yang sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat memperbaiki
sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa dan selain itu dapat pula menurunkan berat badan. Di samping kegiatan
jasmani sehari-hari, dianjurkan juga melakukan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan
yang dapat dilakukan adalah jalan atau bersepeda santai, bermain golf atau berkebun. Bila hendak mencapai tingkat yang lebih baik dapat
dilakukan kegiatan seperti, dansa, jogging, berenang, bersepeda menanjak atau mencangkul tanah di kebun, atau dengan cara melakukan
kegiatan sebelumnya dengan waktu yang lebih panjang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur, kondisi sosial ekonomi,
budaya dan status kesegaran jasmaninya.
19
Obat-obatan
Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan latihan jasmani yang teratur namun sasaran kadar glukosa darah belum tercapai
dipertimbangkan penggunaan obat-obat anti diabetes oral sesuai indikasi dan dosis menurut petunjuk dokter. Untuk dapat mencegah
terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baikDM terkendali baik, apabila kadar yang diharapkan serta kadar lipid
dan A1c juga ,mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah. Untuk Pasien berumur lebih dari 60 tahun
dengan komplikasi, sasaran kendali kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL), dan sesudah makan 145-180
mg/dL. Demikian pula kadar lipid, tekanan darah , dan lain-lain.
Kriteria Pengendalian DM
Parameter
IMT (kg/m2)
TD sistolik (mmHg)
TD Diastolik (mmHg)
GDP (mg/dL)
GD2PP (mmHg)
HbA1c (%)
Kolesterol LDL
Kolesterol HDL
Risiko KV (-)
18,5 - < 23
<130
<80
<100
<140
<7
<100
Pria >40
Risiko KV (+)
18,5 - <23
<130
<80
<100
<140
<7
<70
Pria >40
Trigliserid (mg/dL)
Wanita >50
<150
Wanita >50
<150
20
21
distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga
menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat absorbsi glukosa di usus seusai makan. Setelah diberikan peroral,
metformin akan mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh.[2]
Metformin akan menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak menyebabkan hipoglikemi, sehingga tidak dinyatakan sebagai obat
hipoglikemik, tapi sebagai obat anti hiperglikemik. Pada pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea, hipoglikemik bisa terjadi akibat
pengaruh sulfonilurea. Pada keadaan tunggal metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20% dan konsentrasi insulin
plasma pada keadaan basal juga turun. Metformin tidak menyebabkan kenaikan berat badan seperti pada penggunaan sulfonilurea.
Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan sejak awal pengelolaan diabetes dan hanya 50% pasien DM
tipe 2 yang kemudian dapat dikendalikan dengan pengobatan tunggal metformin atau sulfonilurea sampai dosis maksimal.
Kombinasi insulin dengan metformin dapat dipertimbangkan pada pasien gemuk dengan kadar glikemia yang sukar dikendalikan.
Kombinasi insulin dengan sulfonilurea lebih baik daripada kombinasi insulin dengan metformin. Peneliti lain ada yang mendapatkan
kombinasi insulin dengan metformin lebih baik daripada hanya insulin saja.
Efek samping gastrointestinal sering ditemukan pada pemakaian awal metformin dan bisa dikurangi dengan memberikan obat
dimulai dengan dosis rendah dan diberikan bersamaan dengan makanan.
Disamping berpengaruh pada glukosa darah, metformin juga ber[pengaruh pada komponen lain resistensi insulin yaitu lipid,
tekanan darah dan plasminogen activator inhibitor (PAI-I).
Penggunaan dalam klinik. Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai kombinasi dengan SU, repaglinid,
nateglinid, penghambat alfa glikosidase dan glitazone. Efektivitas insulin menurunkan kadar glukosa pada orang gemuk sebanding
dengan SU. Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid,
maka metformin sebagai monoterapi pada awal pengelolaan DM pada orang gemuk dengan dislipidemi dan resistensi insulin berat
merupakan pilihan pertama. Bila monoterapi tidak berhasil, dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat anti diabetik lain.
2
22
sensitivitas insulin. Obat ini dapat diberikan secara oral, kimiawi maupun fungsional tidak berhubungan dengan obat oral lainnya.
Monoterapi dengan glitazon dapat memperbaiki konsentrasi glukosa darah puasa hingga 59-80 mg/dl dan A1c 1,4-2,6% dibanding
dengan plasebo.
Mekanisme kerja. Glitazon merupakan agonist peroxisome proliferator-activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif
dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di dalam jaringan target kerja insulin seperti jaringan adiposa, otot skelet dan hati, sedang
reseptor pada organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit dan kerja insulin.
Glitazone dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan memprebaiki glikemia
(GLUT-1, GLUT-4, dll) selain itu dapat mempengaruhi ekspresi dan pelepasan mediator resistensi insulin, seperti TNF alfa, leptin,
dll.
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1-2 jam dan makanan tidak tidak mempengaruhi
farmakokinetik obat ini.
Penggunaan dalam klinik. Rosiglitazone dan pioglitazon dapat digunakan sebagai monoterapi maupun kombinasi dengan
3
23
Golongna ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersmpan. Karena itu hanay
bermanfaat pada pasien yang masih dapat mengeluarkan insulin.
Untuk mengurangi hipoglikemi terutama pada pasien tua, dipilih obat yang masa kerjanya paling singkat. Obat sulfonilurea
dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak dipakai pada usia lanjut. Selain pada orang tua, hipoglikemi juga sering terjadi pada
pasien gagal ginjal, gangguan fungsi hati berat dan pasien dengan asupan makanan yang kurang dan jika digunakan bersama obat
sulfa.
Glibenklamid menurunkan glukosa darah puasa lebih besar (36%) daripada glukosa setelah makan (21%).
Penggunaan dalam klinik. Pada pemakaian sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk menghindari
kemungkinan hipoglikemi. Bila kadar glukosa darah sangat tinggi dapat diberikan sulfonilurea dengan dosis yang lebih besar dengan
perhatian khusus bahwa beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan dalam satu minggu sudah terjadi penurunan
kadar glukosa yang cukup bermakna
Dosis permulaan tergantung pada beratnya hiperglikemi. Bila konsentrasi glukosa puasa <200 mg/dl sebaiknya dimulai dengan
dosis kecil dan dititrasi bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai kadar GDP 90-130 mg/dl. Bila GDP >200 mg/dl bisa diberikan
dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan jam sebelum makan karena diserap dengan baik. Pada obat yang diberikan
satu kali setiap hari sebaiknya diberikan saat makan pagi atau saat makan porsi besar.
Kombinasi sulfonilurea dengan insulin lebih baik daripada insulin sendiri dan dosis insulin yang dibutuhkan pun lebih rendah.
Glinid
Sekretagok insulin yang baru, bukan merupakan sulfonilurea. Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea, memiliki kemiripan
struktur dengan sulfonilurea namun berbeda efeknya. Repaglinid dan nateglinid keduanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati hingga diberikan 2-3 x/hari. Repaglinid bisa menurunkan kadar
glukosa darah puasa mesk masa paruhnya singkat karena menempel pada reseptor sulfonilurea. Nateglinid mempunyai masa tinggal
yang lebih singkat dan tidak menurunkan kadar glukosa darah puasa. Keduanya merupakan sekretagok yang khusus menurunkan
24
kadar glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal. Kekuatan untuk menurunkan kadar A1c tidak begitu kuat. [2]
4
DPP-IV inhibitor
Glucagon like-peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptide yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus.Peptide ini disekresi
oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran cerna. GLP-1 merupakan perangsangan kuat penglepasan
insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon.
25
Awal kerja
(jam)
0,2-0,5
0,2-0,5
0,2-0,5
0,5-2
0,5-2
0,5-2
(jam)
26
(intermediate-acting)
NPH Insulatard
Humulin N
Insulin kerja pendek
(short-acting)
Reguler (Human) Humulin
R/actrapid
Insulin kerja panjang
(long-acting)
Insulin glargine (lantus)
Insulin detemir (levemir)
Insulin campuran
Kerja cepat dan menengah
70% NPH/30% reguler
Humulin 70/30)
70% NPH/30% analog rapid
(Novomix)
1,5-4
4-10
0,5-1
2-3
1-3
1-3
Tanpa
puncak
(Mixtard, 0,5-1
3-12
0,5-1
3-12
27
28