Pembimbing:
Dr. dr Pugud Samodro, SpPD
Disusun oleh :
Arrosy Syarifah
G4A015001
PRESENTASI KASUS
Disusun Oleh :
Arrosy Syarifah
G4A015001
Dokter Pembimbing,
I. STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Suku/bangsa
Pekerjaan
Alamat
Tanggal/Jam Masuk
Tanggal Pemeriksaan
: Tn. K
: 35 tahun
: Jawa
: Tukang Parkir di Wisata Baturaden
: Kemutug Lor 02/04 Baturaden
: 12 Januari 2016
: 16 Januari 2016
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD di RSMS dengan keluhan demam sejak 2
minggu SMRS. Demam dirasakan muncul mendadak dan hilang timbul.
Demam tidak disertai kejang atau penurunan kesadaran. Menurut pasien, awal
demam pasien berobat di Klinik daerah Baturaden dan di diagnosis demam
tifoid, namun 6 jam SMRS pasien mengeluh demam naik kembali disertai
bibir kering, mual dan muntah.
bulan SMRS
mengeluhkan sering makan dan mudah lapar, sering haus sehingga banyak
minum, pasien memiliki kebiasaan minum dan makan makanan yang manis,
bibir terasa kering dan serta sering buang air kecil malam hari. Selain itu
kadang pasien merasa kaki kesemutan dan penglihatan mata semakin kabur
saat terlalu lama terkena matahari. Pasien mengaku berat badannya turun
secara cepat semenjak 2 bulan SMRS kurang lebih 15 kg. Pasien tidak
memiliki keluhan yang sama sebelumnya. Pasien tidak mengetahui memiliki
riwayat sakit DM atau HT sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
- Riwayat kencing manis disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit ginjal disangkal
- Riwayat alergi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan yang sama disangkal
- Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
: Sedang
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Tanda vital:
-
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 80 x/menit, reguler
Pernapasan
: 22 x/menit, normopneu
: 38.1 C
d. Pemeriksaan kepala
-
Bentuk kepala
: simetris, mesochepal
Rambut
Venektasi temporal
: tidak ada
e. Pemeriksaan Mata
Cekung
Konjungtiva anemis
: -/-
Sklera ikterik
: -/-
Palpebra edem
: -/-
f. Pemeriksaan Telinga :
-
Simetris
:+
Kelainan bentuk
:-
Discharge
:-
g. Pemeriksaan Hidung :
-
Discharge
:-
:-
h. Pemeriksaan Mulut
Bibir sianosis
:-
Bibir kering
:+
Lidah sianosis
:-
Lidah kotor
:-
i. Pemeriksaan Leher
Deviasi trakea
:-
:-
Pembesaran nnll
:-
Peningkatan JVP
:-
Thorax
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
medial LMCS
Perkusi
Auskultasi
gallop.
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Pemeriksaan ekstrimitas
1) Superior dextra/sinistra
hangat +/+
2) Inferior dextra/sinistra
hangat +/+
D.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (12/1/2016):
Pemeriksaan
Darah Lengkap
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
Hasil
Nilai Rujukan
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Kimia klinik
GDS
Widal
S. Typhi H
S. Typhi O
S. Paratyphi A-H
S. Paratyphi A-O
S. Paratyphi B-H
S. Paratyphi B-O
S. Paratyphi C-H
S. Paratyphi C-O
0.7 %
0.1 %
0.5 %
78.1 %
15.5 %
5.1 %
01%
24%
35%
50 70 %
25 40 %
2-8%
200
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Hasil
Nilai Rujukan
Kuning
Jernih
Khas
1.025
5.5
Negative
Negative
300
50
40
Normal
Negative
250
2-3
1-3
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
+1
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Trikomonas
Jamur
Negative
Negative
Negative
Negative
Hasil
487 mg/dL (H)
415 mg/dL (H)
>14 % (H)
Nilai Rujukan
74 106
126
4.7 7.0
Hasil
343 (H)
Nilai Rujukan
126
296
18
Hasil
Nilai Rujukan
15.5 g/dL
11380 /uL (H)
53 % (H)
5.1 x106/Ul
77.000 /uL (L)
103.5 Fl
30.5 pg
29.5 %
13.0 %
13.4
0.4 %
0.1 %
0.5 %
72.9 %
20.7 %
5.4 %
01%
24%
35%
50 70 %
25 40 %
2-8%
2 ( Na ) +
GDS
18
388.4
F. Terapi
Non Farmakologi
- Edukasi tentang
perubahan
gaya
hidup,
pengetahuan
tentang
dan risikonya.
Edukasi cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa
darah mandiri
Edukasi terkait asupan makanan tinggi kalori, rendah serat, minum
teratur
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau
hipoglikemia, masalah khusus yang dihadapi (contoh HHS, ulkus
decubitis).
Farmakologi
- IVFD RL: D5% 20 tpm
- Ciprofloxacin 200 mg/12 jam
- Paracetamol 3x1
- Inj. Ranitidin 2x1
G. Planning Pemeriksaan Penunjang
- Darah Lengkap
- Kimia Klinik
- Pemeriksaan GDS dan elektrolit
H. Monitoring dan Evaluasi
- Monitoring kadar glukosa pasien
- Deteksi terhadap timbulnya komplisasi
- Monitoring elektrolit dan gas darah vena setiap 2-4 jam
- Mengobservasi komplikasi DM tipe 1
FOLLOW UP BANGSAL MAWAR
Tanggal
DM tipe 1
Obs. Febris dd
ISK
-
DM tipe 1
Obs. Febris dd
ISK
-
DM tipe 1
ISK
-Mual,
perut
hati
RR: 34 x/mnt
S: 37.3 C
Status Generalis
Mata: Cekung, CA -/SI -/-
- Ciprofloxacin 200
mg/ 12 jam
- Paracetamol 3x1
- Inj. Ranitidin 2x1
DM tipe 1
ISK
KAD
IVFD RL 20 tpm
Novorapid 12-12-12
Levemir 20-0-20
Ciprofloxacin 200
mg/ 12 jam
Paracetamol 3x1
Inj. Ranitidin 2x1
DM tipe 1
ISK
KAD
- IVFD RL 10 tpm
- IVFD NaCl 0.45%
20 tpm
- O2 8 lpm
- Novorapid 12-12-12
- Levemir 20-0-20
- Ciprofloxacin 200
mg/ 12 jam
Hidung: nch
Mulut: bibir sianosis
bibir kering +
Thoraks:
P/ SD ves +/+, ST -/C/ S1>S2, reg, ST
Status Lok. Abd.
I: datar
A : BU (+) normal
Per: timpani
Pal: supel, NT Ekstremitas:
Edem sup -/- inf -/Sianosis sup -/- inf -/-
I. Diagnosis Akhir
- Diabetes Melitus tipe 1
- ISK
- Ketoasidosis Diabetik
J. Prognosis
a. Ad vitam
b. Ad fungsionam
c. Ad sanationam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
- Paracetamol 3x1
- Inj. Ranitidin 2x1
- Rawat HCU
pasang DC dan
NGT
- Evaluasi GDS dan
elektrolit/ 12 jam
yang
tersebar
diseluruh
jaringan
pancreas,
yang
2.
3.
4.
B. Fisiologi
Masuknya glukosa ke dalam sel otot dipengaruh oleh dua keadaan.
Pertama, ketika sel otot melakukan kerja yang lebih berat, sel otot akan lebih
permeabel terhadap glukosa. Kedua, ketika beberapa jam setelah makan,
glukosa darah akan meningkat tersebut menyebabkan peningkatan transport
glukosa ke dalam sel (Guyton & Hall, 2006).
Insulin adalah hormon yang bersifat anabolic yang mendorong
penyimpanan glukosa sebagai glikogen di hati dan otot, perubahan glukosa
menjadi triasilgliserol di hati dan penyimpanannya di jaringan adiposa, serta
penyerapan asam amino dan sintesis protein di otot rangka Insulin
meningkatkan sintesis albumin dan protein darah lainnya oleh hati dan
meningkatkan penggunaan glukosa sebagai bahan bakar dengan merangsang
transpor glukosa ke dalam otot dan jaringan adiposa. Insulin juga bekerja
berikatan dengan ikatan disulfida yaitu dua subunit- yang berada diluar sel
membrane dan dua unit sel yang menembus membrane. Insulin akan
mengikat serta mengaktivasi reseptor pada sel target, sehingga akan
C. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah kumpulan penyakit metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia akibat adanya gangguan sekresi insulin, kerja
insulin, ataupun keduanya. Hiperglikemi berhubungan dengan kerusakan
(ADA, 2013),
yang
berkembang
saat
kehamilan.
Resistensi
insulin
DNA mitokondria
b) Defek
genetic
kerja
insulin:
resistensi
insulin
tipe
A,
dijumapi pada 2-5% populasi ibu hamil. Biasanya gula darah akan
kembali normal setelah melahirkan, namun resiko ibu hamil untuk
mendapatkan DM tipe II dikemudian hari cukup besar (Nabyl, 2009).
Diabetes mellitus tipe ini sering juga disebut dengan istilah
diabetes sekunder, dimana keadaan ini timbul sebagai akibat adanya
penyakit lain yang mengganggu produkis insulin dan mempengearuhi
kerja insulin. Penyebab diabetes semacam ini antara lain: radang
pancreas, gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis, penggunaan hormon
kortikosteroid,
pemakaian
beberapa
obat
antihipertensi
atau
pada sel pakreas. mRNA insulin ditranlasi sebagai prekusor rantai tunggal
preproinsulin, perpindahan sinyal peptide selama proses insersi ke dalam
reticulum endoplasma (RE) menghasilkan proinsulin yang terdiri dari 3 rantai
yaitu rantai B terminal amino, rantai A terminal carboxy dan peptide
penghubung yang dikenal sebagai C peptide. Didalam RE dihasilkan insulin
matur yang dihasilkan oleh terpaparnya proinsulin oleh beberapa endopeptida
spesifik yang menyebabkan C peptide terlepas. Dalam badan golgi, insulin
dan C peptide dikemas kedalam granul-granul sekretorik yang terakumulasi
didalam sitoplasma (Cartailler, 2004; Dickson et al., 2004).
Sekresi insulin dari sel pancreas merupakan proses kompleks yang
melibatkan integrase dan interaksi berbagai stimulasi eksternal dan internal
sebagai respon perubahan kadar glukosa darah. Secara molekuler mekanisme
glukosa menginduksi sekresi insulin melalui beberapa tahapan, yaitu (Rajan,
2002):
1. Peningkatan konsentrasi glukosa pada cairan ekstraseluler menyebabkan
peningkatan kadar glukosa diantara sel
2. Glukosa masuk ke dalam sel pancreas melalui difusi yang difasilitasi
oleh GLUT-2 glucose transporter.
Intraseluler glukosa dimetabolisme membentuk ATP, mengakibatkan
terjadinya peningkatan rasio ATP/ADP dan kadar glukosa intraseluler yang
tinggi menyebabkan depolarisasi membrane sel menginduksi penutupan
KATP channel pada permukaan sel. Diikuti dengan terbukannya Cell-surface
voltage dependent Calsium channel (VDCC), influx calsium ke dalam sel ,
penambahan cytosolic calsium bebas memicu exocytosis insulin. Kemudian
molekul insulin masuk kedalam sirkulasi darah terkait dengan resptor. Ikatan
insulin dan reseptornya membutuhkan GLUT 4 glucose transporter untuk
dapat masuk kedalam sel otot dan jaringan lemak serta uptake glukosa dengan
efisiensi, yang akhirnya menurunkan kadar glukosa dalam plasma (Rajan,
2002; Eliasson et al., 2008).
Insufisiensi insulin pada penderita DM terutama disebabkan tidak
terjadinya mitogenesis yang memadai setelah kematian sel pancreas.
Apoptosis menjadi bentuk utama kematian sel pancreas pada DM tipe 1
maupun tipe 2. Respon imun yang terjadi pada DM tipe 1 menyebabkan
dilepaskannya sitokin-sitokin seperti IL-1 , TNF, IFN-, IFN- \, IFN- dan
(stress
reticulum).
Selanjutnya
stress
reticulum
akan
dengan
katekolamin,
peningkatan
kortisol,
mengakibatkan
dan
perubahan
hormon
growth
produksi
kontraregulator
hormon).
dan
Kedua
pengeluaran
(glukagon,
hal
tersebut
glukosa
dan
glukoneogenesis
akibat
dari
tingginya
kadar
substrat
nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada
ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim glukoneogenik (fosfoenol piruvat
karboksilase/ PEPCK, fruktose 1,6 bifosfat, dan piruvat karboksilase).
Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang
bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD
(Hamdy, 2009).
Patogenesis HHS masih belum terlalu jelas bila dibandingkan dengan
KAD, namun tingkat dehidrasi yang lebih tinggi (karena diuresis osmotik)
dan perbedaan ketersediaan insulin membedakan kondisi HHS dengan KAD.
Walaupun defisiensi insulin relatif ditemukan pada HHS, jumlah sekresi
insulin relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan KAD, dimana kadar
insulin tidak bermakna. Kadar insulin pada HHS tidak adekuat untuk
memfasilitasi glucose uptake pada jaringan yang sensitif terhadap insulin,
Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang
prosesnya distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi
glukagon menurunkan kadar malonyl coenzyme A (Co A) dengan cara
menghambat konversi piruvat menjadi acetyl Co A melalui inhibisi acetyl Co
A carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada sintesis asam lemak
bebas. Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl-transferase I (CPT I),
enzim untuk transesterifikasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl camitine,
yang mengakibatkan oksidasi asam lemak menjadi benda keton. CPT I
diperlukan untuk perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria tempat
dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl Co A dan
CPT I pada KAD mengakibatkan peningkatan ketongenesis.
Defisiensi insulin pada penderita DM akan menyebabkan ginjal
bekerja hiperfungsi. Hiperfungsi ini menyebabkan ginjal menjadi hipertrofi
dan terjadi peningkatan tekanan intrakapiler glomerulus. Peningkatan
tekananan intra kapiler menyebabkan kerusakan glomerulus sehingga terjadi
glomeruloskerosis. Namun, ketika terjadi glomerulosklerosis arteriol afferent
vasodilatasi dan kerusakan ini menginduksi vasokonstriksi pembuluh darah
arteri sistemik sehingga terjadi peningkatan tekanan darah sistemik. Hal ini
menyebabkan gangguan hemodinamik sehingga tampak penebalan membran
basalis. Peningkatan tekanan intraglomerulus menyebabkan stress mekanik.
Stress mekanik menyebabkan stress fiber sehingga perlekatan matriks
ekstraseluler dan menimbulkan endapan matriks ekstraseluler. Endapan
matriks ekstraseluler menstimulus ekskresi growth factor yaitu angiotensin II
yang berperan dalam perubahan glomerulus menjadi sklerosis. Sehingga
terjadi hipoperfusi ginjal yang berhubungan dengan kontraksi volume dari
perdarahan dan dehidrasi. Penurunan volume darah efektif terjadi ketika
volume darah normal atau meningkat, namun perfusi ginjal menurun. Hal ini
berhubungan dengan DM dan HHS (Kitabchi et al., 2009).
H. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
b. GDPT
glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9
mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL
(Perkeni, 2011).
Untuk menegakan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang, yaitu C-peptide < 0.85 ng/ml. C-peptide
merupakan salah satu penanda banyaknya sel pancreas yang masih
berfungsi. Pemeriksaan lain adalah dengan adanya autoantibodi yaitu
Islet
cell
autoantibodies
(ICA),
Glutamic
acid
decarboxylase
autoantibodies (65K GAD), IA2 (dikenal sebagai ICA 512 atau tyrosine
phosphatase) autoantibodies dan insulin autoantibodies (IAA). Adanya
autoantibodi mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun (ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines, 2009; Rustam et al., 2010).
I. Komplikasi
Secara garis komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemia terjadi jika kadar gula darah turun hingga 60
mg/dl. Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung
sejauh mana glukosa darah turun. Keluhan pada hipoglikemia pada
dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu keluhan akibat otak
tidak mendapat kalori yang cukup sehingga mengganggu fungsi
intelektual dan keluhan akibat efek samping hormon lain yang
berusaha meningkatkan kadar glukosa dalam darah (Tandra, 2007).
Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung
pada sejauh mana glukosa turun. Keluhan hipoglikemia pada dasarnya
dapat dibagi dalam dua kategori besar, yaitu (Gleadle, 2005):
1) Keluhan akibat otak tidak mendapat cukup kalori sehingga
mengganggu fungsi intelektual, antara lain sakit kepala, kurang
konsentrasi, mata kabur, capek, bingung, kejang, dan koma.
jam
Polidipsi dan peningkatan rasa haus
Poliuria dan nokturia
Polifagia
Kehilangan berat badan
Mual dan muntah, muntah bisa berwarna seperti kopi
dikarenakan defisiensi
pasien
KAD
yang
telah
membaik
mengalami
iatrogenic.
Komplikasi
hypokalemia,
iatrogenic
hiperkloremi,
tersebut
edema
otak
ialah
dan
dan
dehidrasi
berat
disertai
penurunan
Gambaran Klinis
Penurunan atau terdapat gangguan
penglihatan
Ditemukan proteinuria, hipertensi atau
sindroma nefrotik
Neuropati perifer, mononeuropati,
carpal tunner syndrome, amyotrofi
atau ulserasu pada kaki
menyebabkan
hilangnya
retinal
pericytes,
peningkatan
Gejala
diabetes
cystopathy
dimulai
dengan
Gambaran klinis
Angina atau infark miokard
Stroke, transient ischemic attack
(TIA)
Intermittent claudication, ischaemic
leg, ulserasi dan gangrene
J. Pencegahan KAD
Faktor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang
kurang memadai dan kejadian infeksi. Kejadian tersebut dapat dicegah
dengan akses pada sistem pelayanan kesehatan lebih baik (termasuk edukasi
DM) dan komunikasi efektif terutama pada saat penyandang DM mengalami
sakit akut (seperti batuk pilek, luka). Upaya pencegahan merupakan hal
penting dalam tatalaksana DM. Upaya pencegahan sekunder untuk mencegah
terjadinya komplikasi DM kronik dan akut, melalui edukasi sangat penting
untuk mendapatkan ketaatan berobat pasien yang baik (Augusta et al., 2010).
Khusus mengenai pencegahan KAD dan hipoglikemia, program
edukasi perlu menekankan pada cara-cara mengatasi sakit akut, meliputi
informasi mengenai pemberian insulin kerja cepat, target konsentrasi glukosa
darah pada saat sakit, mengatasi demam dan infeksi, dan garam yang mudah
dicerna. Yang paling penting adalah agar tidak menghentikan pemberian
insulin atau obat hipoglikemia oral dan sebaiknya segera mmencari
Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien DM meliputi pemahaman
tentang : perjalanan penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian
dan pemantauan DM, penyulit DM dan risikonya, intervensi
farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan, interaksi
antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau
insulin serta obat-obatan lain, cara pemantauan glukosa darah dan
pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri, mengatasi
sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia,
pentingnya latihan jasmani yang teratur, masalah khusus yang
dihadapi (contoh: DM pada kehamilan), serta pentingnya perawatan
diri.
b.
Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama
+ 30 menit yang sifatnya CRIPE, yaitu:
Continous Latihan berkesinambungan, terus-menerus
tanpa henti.
Rytmical Latihan olah raga harus dipilih yang berirama
agar otot-otot berkontraksi dan berelaksasi secara teratur.
Interval Latihan dilakukan selang-seling antara gerak
cepat dan lambat. Contoh : jalan cepat diselingi dengan
jalan lambat.
Progressive Latihan dilakukan secara bertahap sesuai
kemampuan dari intensitas ringan.
Endurance Latihan daya tahan untuk meningkatkan
kemampuan
kardiorespirasi,
seperti
jalan
(jalan
santai/cepat,
sesuai
umur),
jogging,
berenang
dan
bersepeda.
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini adalah
jangan sampai memulai olah raga sebelum makan.
Prinsip diet DM adalah mengurangi dan mengatur konsumsi
karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi mekanisme pengaturan
kadar gula darah dengan anjuran mengkonsumsi karbohidrat komplek dan
makanan yang mengandung serat (Tjokroprawiro, 2001). Prinsip
pemberian makanan bagi DM yang mempunyai interal waktu 3 jam sekali
dengan tujuan agar mampu mengontrol kadar gula darah. Jadwal makan
terakhir adalah snack malam sebelum tidur, sehingga jarak waktu malam
makanan sebelum tidur sampai bangun pagi tidak terlalu panjang untuk
mencegah hipogiklemia pada pagi harinya (Tjokroprawiro, 2001).
Kandungan kalori dalam diet penderita setiap hari ditentukan oleh
keadaan penyakit yang dideritanya. Jika penderita juga tergolong penderita
obesoitas, maka selain pembatasan hidrat arang dan lemak, juga dilakukan
pembatasan terhadap kandungan kalori dalam dietnya. Di RS Cipto
Mangunkusumo digunakan delapan diet baku dengan berbagai tingkatan
kandungan kalori yaitu (Juni, 2006):
c. Diet I
: 1100 kalori
d. Diet II
: 1300 kalori
e. Diet III
: 1500 kalori
f. Diet IV
: 1700 kalori
g. Diet V
: 1900 kalori
h. Diet VI
: 2100 kalori
i. Diet VII
: 2300 kalori
j. Diet VIII : 2500 kalori
Diet I dan III diberikan kepada penderita diabetes yang tergolong
penderita obesitas. Diet IV sampai V diberikan kepada penderita dengan
berat badan normal, diet VI sampai dengan VIII diberikan kepada
penderita yang kurus, diabetes dengan komplikasi atau penderita DM yang
sedang hamil.
Tujuan diet DM yaitu untuk mempertahankan kadar glukosa darah
supaya mendekati normal, mencapai kadar lipid serum optimal, memberi
cukup energi untuk mencapai atau mempertahankan berat badan normal,
menghindari dan menangani komplikasi kronik orang yang DM serta
2. Farmakologi
Cara Kerja
Menekan produksi glukosa
hati, stimulasi
pemanfaatan glukosa
Meningkatkan sekresi
insulin, menghambat
sekresi glukagon
Efek Samping
Sebah, muntah
Hipoglikemi,
BB naik
Penurunan
A1C
1,5 3,5 %
0,5 1 %
b)
c)
d)
e)
hipoglikemia. Selain itu, efek samping yang lain berupa reaksi imun
terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi
insulin
a) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pengobatan baru untuk pengobatan DM adalah Agonis GLP1/Incretin Mimetic. Agonis GLP-1
Lama Kerja
Kemasan
3 5 jam
Vial, pen/cartridge
3 5 jam
3 5 jam
3 5 jam
Pen/cartridge
Pen
Pen, vial
10 - 16jam
Vial, pen/cartridge
18 26 jam
Pen
22 24 jam
Pen
yang
mengalami
penurunan
pada
kondisi
krisis
fungsi
jantung
atau
neurologik
atau
kecepatan
Pemberian
20-30
mEq/L kalium
fosfat
dapat
L. Prognosis
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu
tinggi dan kadar hormon insulin yang rendah, tubuh tidak dapat
menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan
memecah lemak untuk sumber energi. Pemecahan lemak tersebut akan
menghasilkan benda-benda keton dalam darah(ketosis). Ketosis menyebabkan
derajat keasaman (pH) darah menurun atau disebut sebagai asidosis.
Keduanya disebut sebagai ketoasidosis. Oleh karena itu prognosis pada KAD
masih tergolong dubia, tergantung pada usia,adanya infark miokard akut,
sepsis, syok. Pasien membutuhkan insulin dalam jangka panjang dan
kematian pada penyakit ini dalam jumlah kecil sekitar 5% (Syahputra, 2003).
Pada umumnya angka mortalitas kira-kira 2%. Pada pasien yang
mengalami koma yang lama, hipotermia dan oliguria menunjukkan prognosis
yang buruk. Prognosis yang baik pada pasien yang dirawat dengan
ketoasidosis diabetikum pada pasien dewasa muda tanpa penyakit penyerta.
Manakala prognosis yang buruk pada pasien yang lebih tua dengan penyakit
penyerta yang buruk seperti infark miokard, sepsis dan pneumonia terutama
ketika pasien dirawat di luar ICU. Pada hasil pengobatan yang baik adalah
pasien yang dirawat di ICU pada 1-2 hari pengobatan. Edema otak adalah
penyebab tersering yang menyebabkan mortalitas terutama pada pasien
dewasa muda dan anak-anak. Edema serebral muncul akibat dari
ketidakseimbangan cairan intrasel dan elektrolit. Penyebab lain yang
menyebabkan mortalitas adalah hipokalemi, ARDS, dan penyakit komorbid
seperti pneumonia, infark miokard, dan lain-lain (Chiasson, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes 2013.
Diabetes Care 2013; 35(Suppl. 1):S11-S63
Aswani V., 2010. How Well Do You Understand Blood Glucose Levels?. Available
from: http://www.medscape.com/viewarticle/438144 Diakses: 30/01/2016
Augusta, L. Arifin, et al. 2010. Krisis Hiperglikemia pada Diabetes Melitus.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
RS dr. Hasan Sadikin Bandung
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta
:EGC.
Cartailler JP. 2004. Insulin from secretion to action. The beta cell biology
concortium. http://www.betacell.org/content/articles/print.php?aid=1
Chiasson, et al. 2003. Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis and the
hyperglycemic hyperosmolar state. Canadian Medical Association or its
licensors. 168 (7).
Cranmer H., Shannon M., 2009. Hypoglycemia. Available from:
http://emedicine
.medscape.com/article/802334-overview
Diakses:
30/01/2016
Dickson LM, Christopher JR. 2004. Pancreatic -cell growth and survival in the
onset of type 2 diabetes: a role for protein kinase B in the Akt Am J
Physiol Endocrinol Metab;287:192-198
Donath M.Y, Ehses J.A, Meadler K, Schumann D.M, et al., 2009. Mechanisms of
-cell
Death
in
Type
2
Diabetes.
http://diabetes.diabetesjournals.org/content/54/suppl_2/S108.full
Eizirik D.L, Colli M.L, Ortis F. 2001. The role of information in insulitis and cell in type 1 Diabetes. http://www.medscape.com/viewarticle/703547
Eliasson L, Abdulkader F, Braun M, Galvanovskis J, Hoppa MB, Rorsman P.
2008. Novel Aspects of the moleculer mechanism controlling insulin
secretion. J. Physiol; 586(14):3313-3324
Gleadle, J., 2005. At a Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit
Erlangga, Jakarta
Gotera, W., Budiyasa, G.A. 2010. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD).
Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud / RSUP Sanglah Denpasar. J
Peny Dalam Vol 11.
Guyton, A.C. dan J.E.Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Elsevier Inc. Philadelphia. Pennsylvania.
Hamdy, O. 2009. Diabetic Ketoacidosis. Diunduh pada tanggal 31 Mei 2014dari
http://emedicine.medscape.com/article/118361-overview.2009.
International Diabetes Federation, 2013. Diabetes and Impaired Glucose
Tolerance. http://www.idf.org/sites/default/files/The_Globalburden.pdf
Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN: Hyperglycemic crises in adult
patients with diabetes. Diabetes Care 2009; 32:13351343.
Kumar, R. 2013. Dasar-dasar Patofisiologi Penyakit. Tangerang Selatan:
Binarupa Aksara.
Kurniyanto & Tanggo, 2012. Diabetes Mellitus tipe 1 pada Orang Dewasa.
Majalah Kedokteran FK UKI 2012. (4):27. 188-193
Maedler K, Spinas GA, Lehmann R, Sergeev P, Weber M. Fontana A, et al. 2001.
Glucose Induces beta sell apoptosis via up regulation of the Fas receptor in
human islet. Diabetes Journal; 50: 1683-1690
Masharani U. Diabetic ketoacidosis.2010. In: McPhee SJ, Papadakis MA, editors.
Lange current medical diagnosis and treatment. 49th ed. New York: Lange.
1111-5.
McNaughton CD, Wesley H, and Slovis C. Diabetes in the Emergency
Department. 2011. Acute Care of Diabetes Patients. Clinic Diabetes;29:2
Mescher, A. L.. 2010. JUNQUEIRAS Basic Histology, 12th ed. McGraw-Hill
Companies, Inc. USA.
Nabyl. 2009. Mengenal Diabetes. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes mellitus Tipe 2
di Indonesia 2011. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(Perkeni)
Powers AC.2012. Chapter 344. Diabetes Mellitus. Dalam: Longo DL, Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, eds.Harrisons Principles
of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill. Diakses dari:
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=9141196.
Price, S. A., Wilson, Lorraine M., 2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Pulungan & Herqutanto, 2009. Diabetes Mellitus tipe 1: Penyakit Baruyang
akan Makin Akrab dengan kita. Majalah Kedokteran Indonesia;
(10)59:455-458
2000.
Waist
circumference
and
waist-hip
ratio.
http://whqlibdoc.who.int/publications/2011/9789241501491_eng.pdf. 21
Agustus 2011.