Hipertensi Derajat 2
Sebagai Diskusi Kasus Diskusi Modul 8.2 Kepaniteraan Junior
HALAMAN JUDUL
Disusun oleh :
Agus Prabowo
1711201002
1
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri kepala sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
2
diberi obat penurun tekanan darah dan penghilang nyeri, keluhanpun berkurang. Pasien
mengaku sering berobat, namun terkadang suka lupa meminum obatnya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Khusus:
Kepala
Kulit dan Wajah : Wajah tidak sembab
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat,
isokor dengan diameter 3/3 mm, reflek cahaya +/+
Lidah : Tidak kotor, faring tidak hiperemis.
Leher : KGB tidak membesar, distensi Vena jugularis (-),
3
JVP 5+1 cmH2O
Thorak
Paru :
1. Inspeksi : Dada simetris kiri dan kanan, gerak nafas simetris, tidak ada
bagian yang tertinggal, spider naevi(-)
2. Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
3. Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.
4. Auskultasi : Vesikuler kedua lapangan paru, ronki (-), wheezing (-)
Jantung :
5. Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
6. Palpasi : Ictus kordis teraba 2 jari medial LMCS RIC V
7. Perkusi : Batas jantung kanan : Linea Sternalis Dekstra
Batas jantung kiri : 2 jari medial LMCS RIC V
8. Auskultasi : Bunyi jantung normal, teratur, bising (-)
Abdomen :
9. Inspeksi : Perut datar, venektasi (-)
10. Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
11. Perkusi : Timpani, shifting dullness (-).
12. Auskultasi : Bising usus (+), 9x/menit, Normal
Ekstremitas :
13. Akral hangat
14. CRT < 2 detik
15. Oedema (-)
16. Ulkus (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
● Darah Rutin
Hb : 13,1 gr%
Leukosit : 9.100/mm3
Hematokrit : 39,6 vol%
1. Kimia darah
17. BUN : 6 mg/dl
18. Creatinin : 0,63 mg/dl
19. AST : 23 IU/L
4
20. ALT : 27 IU/L
21. Ureum : 12 mg/dl
● GDS : 425 mg%
D. Diagnosa
Diagnosis : Hipertensi derajat 2
Diagnosis Banding : Diabetes Melitus
Tension Headech
E. Penatalaksanaan
1) Non-farmakologi
- Pengurangan asupan garam
- Diet sehat
- Mengonsumsi minuman sehat
- Komsumsi alkohol dalam jumlah sedang
- Penurunan berat badan
- Berhenti merokok
- Aktivitas fisik teratur
- Kurangi stress dan dorong kesadaran
- Pengobatan pelengkap, alternatif atau tradisional
- Kurangi paparan polusi udara dan suhu dingin
1) Farmakologi
Mulai terapi dengan diuretik tipe tiazid atau ACEI atau ARB atau CCB, sendiri atau
dengan terapi kombinasi
5
Bab II
Tinjauan Pustaka
Definisi
Hipertensi didiagnosis ketika tekanan darah sistolik seseorang dikantor dan/atau klinik
adalah ≥ 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik mereka ≥ 90 mmHg setelah
pemeriksaan berulang (Unger et al, 2020).
Epidemiologi
Hipertensi adalah epidemi di seluruh dunia; oleh karena itu, epidemiologinya telah
dipelajari dengan baik. Data dari National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) periode 2011-2014 di Amerika Serikat menemukan bahwa pada populasi
berusia 20 tahun atau lebih, diperkirakan 86 juta orang dewasa menderita hipertensi,
dengan prevalensi 34%. Data 2017 dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
(CDC) National Center for Health Statistics (NCHS) dari 2015-2016 menunjukkan
prevalensi hipertensi sebesar 29,0% di antara mereka yang berusia 18 tahun ke atas
Secara global, diperkirakan 26% dari populasi dunia (972 juta orang) menderita
hipertensi, dan prevalensinya diperkirakan akan meningkat menjadi 29% pada tahun 2025,
sebagian besar didorong oleh peningkatan ekonomi di negara berkembang. Tingginya
prevalensi hipertensi menimbulkan beban kesehatan masyarakat yang luar biasa. Sebagai
penyumbang utama penyakit jantung dan stroke, penyebab utama kematian pertama dan
ketiga di seluruh dunia, masing-masing, tekanan darah tinggi adalah faktor risiko teratas
yang dapat dimodifikasi untuk kecacatan disesuaikan tahun-tahun kehidupan yang hilang
di seluruh dunia pada tahun 2013. Antara 2006 dan 2011, ada peningkatan 25% dalam
jumlah orang yang mengunjungi ruang gawat darurat AS untuk hipertensi esensial,
menurut analisis data dari Sampel Departemen Darurat Nasional pada tahun 2014. Namun,
alasan peningkatan tersebut, tetap tidak pasti. Tingkat kunjungan gawat darurat juga
meningkat secara signifikan, menurut penelitian tersebut, meningkat dari 190,1 kunjungan
per 100.000 penduduk pada tahun 2006 menjadi 238,5 kunjungan per 100.000 penduduk
pada tahun 2011. Namun, selama periode yang sama, tingkat penerimaan menurun, dari
10,47% pada tahun 2006 menjadi 8,85% pada 2011.
6
Kunjungan gawat darurat untuk hipertensi dengan komplikasi dan hipertensi
sekunder juga meningkat, dari 71,2 per 100.000 penduduk pada tahun 2006 menjadi 84,7
per 100.000 penduduk pada tahun 2011, sementara lagi, angka rawat inap turun, turun dari
77,79% pada tahun 2006 menjadi 68,75% pada tahun 2011. angka kematian rumah sakit
untuk pasien yang dirawat turun juga, dari 1,95% pada tahun 2006 menjadi 1,25% pada
tahun (Alexander et al, 2019).
Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan derajat
Table 1. Klasifikasi Hipertensi menurut AHA 2020
7
2. Etiologi
Bagi sebagian besar penderita tekanan darah tinggi, penyebabnya tidak diketahui.
Ini diklasifikasikan sebagai hipertensi primer atau esensial. Sebagian kecil pasien memiliki
penyebab spesifik dari tekanan darah tinggi mereka, yang diklasifikasikan sebagai
hipertensi sekunder.
Lebih dari 90% pasien dengan tekanan darah tinggi mengalami hipertensi primer.
hipertensi primer tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol dengan terapi yang
sesuai (termasuk modifikasi gaya hidup dan pengobatan). Faktor genetik mungkin
memainkan peran penting dalam perkembangan hipertensi primer. Bentuk tekanan darah
tinggi ini cenderung berkembang secara bertahap selama bertahun-tahun.
Kurang dari 10% pasien dengan tekanan darah tinggi mengalami hipertensi
sekunder. Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi medis atau pengobatan yang
mendasari. Mengontrol kondisi medis yang mendasari atau menghilangkan obat penyebab
akan menyebabkan penurunan tekanan darah sehingga mengatasi hipertensi sekunder.
Penyebab tersering hipertensi sekunder dikaitkan dengan gangguan ginjal seperti penyakit
ginjal kronis (CKD) atau penyakit renovaskular. Bentuk tekanan darah tinggi ini cenderung
muncul tiba-tiba dan seringkali menyebabkan tekanan darah lebih tinggi daripada
hipertensi primer (Olin & Pharm, 2018).
3. Faktor Risiko
Berbagai faktor meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan hipertensi.
Faktor risiko termasuk kondisi kesehatan, gaya hidup, dan riwayat keluarga. Beberapa
faktor risiko, seperti riwayat keluarga, tidak dapat dikendalikan. Namun, ada faktor risiko
seperti aktivitas fisik dan diet yang dapat dikontrol untuk mengurangi kemungkinan pasien
mengembangkan HT (Olin & Pharm, 2018).
Table 3. Faktor risiko hipertensi
Faktor yang dapat diubah Faktor yang tidak dapat diubah
Overweight/ obesitas Usia
Sedentary life style Ras
Penggunaan tembakau Riwayat keluarga
Makanan tidak sehat
minum alkohol
Stress
Sleep apnea
Diabetes
4. Patogenesis
8
5. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Berbagai faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi pada pengembangan
hipertensi primer. Dua faktor utama termasuk masalah dalam mekanisme hormonal
[hormon natriuretik, sistem reninangiotensin-aldosteron (RAAS)] atau gangguan elektrolit
(natrium, klorida, kalium). Hormon natriuretik menyebabkan peningkatan konsentrasi
natrium dalam sel yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. RAAS mengatur
natrium, kalium, dan volume darah, yang pada akhirnya akan mengatur tekanan darah di
arteri (pembuluh darah yang membawa darah menjauh dari jantung). Dua hormon yang
terlibat dalam sistem RAAS termasuk angiotensin II dan aldosteron. Angiotensin II
menyebabkan penyempitan pembuluh darah, meningkatkan pelepasan bahan kimia yang
meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan produksi aldosteron. Penyempitan
pembuluh darah meningkatkan tekanan darah (ruang lebih sedikit, jumlah darah sama),
yang juga memberi tekanan pada jantung. Aldosteron menyebabkan natrium dan air tinggal
di dalam darah. Akibatnya, volume darah menjadi lebih besar, yang akan meningkatkan
tekanan pada jantung dan meningkatkan tekanan darah. TD arteri adalah tekanan di
pembuluh darah, khususnya di dinding arteri. Ini diukur dalam milimeter merkuri (mmHg).
Dua nilai tekanan darah arteri adalah tekanan darah sistolik (SBP) dan tekanan darah
diastolik (DBP). SBP adalah nilai puncak (tertinggi) yang dicapai saat jantung
berkontraksi. DBP dicapai saat jantung dalam keadaan istirahat (tekanan terendah) dan
ruang jantung terisi dengan darah (Olin & Pharm, 2018).
Hipertensi dikenal sebagai “silent killer” karena biasanya tidak ada tanda atau
gejala peringatan, dan banyak orang tidak tahu bahwa mereka mengidapnya. Bahkan
ketika tingkat tekanan darah sangat tinggi, kebanyakan orang tidak memiliki tanda atau
gejala apa pun. Sejumlah kecil orang mungkin mengalami gejala seperti sakit kepala
kusam, muntah, pusing, dan mimisan lebih sering. Gejala-gejala ini biasanya tidak terjadi
9
sampai tingkat tekanan darah mencapai tahap yang parah atau mengancam jiwa. Satu-
satunya cara untuk mengetahui dengan pasti apakah seseorang menderita hipertensi adalah
dengan menemui dokter atau ahli kesehatan lain untuk mengukur tekanan darah (Olin &
Pharm, 2018). Gejala yang menyertai hipertensi yaitu nyeri dada, sesak napas, sakit kepala,
dan penglihatan kabur. Gejala sugestif hipertensi sekunder yaitu kelemahan otot, kram,
aritmia, berkeringat, jantung berdebar dan sering sakit kepala. Namun pada umumnya
sebagian besar pasien hipertensi tidak bergejala dan di diagnosis ketika pengukuran
tekanan darah saat pemeriksaan rutin (Unger et al, 2020).
Nyeri kepala umumnya dianggap sebagai gejala hipertensi meskipun ada pendapat
yang saling bertentangan. Sebagian besar penelitian telah menunjukkan bahwa hipertensi
dan nyeri kepala tidak berhubungan. Tetapi ada sedikit bukti tentang hal ini, yaitu “nyeri
kepala dikaitkan dengan gangguan homeostasis” (kode 10.3) Internal Classification of
Headache Disorders edisi 2 yang menganggap bahwa nyeri kepala ditemukan pada
hipertensi maligna, hipertensi preeklampsia dan eklampsia dan respon akut terhadap agen
eksogen (Cortelli et al, 2004)
6. Kriteria Diagnosis
A. Anamnesis
Anamnesis meliputi :
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,
transient ischemic attacks, defisit sensoris atau motoris
10
Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur dengan
bantal tinggi (lebih dari 2 bantal)
Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria, hipertensi yang disertai
kulit pucat anemis
Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
7. Diagnosis Banding
1. Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik
yang kompleks dan membutuhkan perawatan medis berkelanjutan dengan strategi
pengurangan risiko multifaktorial diluar kendali glikemik (Suliman et al, 2019)
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
Atau
11
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. (B)
Atau
Atau
Latihan Fisik
B. Terapi Farmakologis
13
1) Obat Antihiperglikemia Oral
o Sulfonilurea
o Glinid
o Metformin
o Tiazolidinedion (TZD)
14
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung (NYHA fungsional class III-IV)
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada
gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati
secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah
pioglitazone.
Penyulit Akut
15
1. Krisis Hiperglikemia
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600 1200
mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat
meningkat (330 -380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau
sedikit meningkat.
2. Hipoglikemia
Penyulit Menahun
1. Makroangiopati
2. Mikroangiopati
a. Retinopati Diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
atau memperlambat progresi retinopati (A). Terapi aspirin tidak
mencegah timbulnya retinopati.
b. Nefropati Diabetik
16
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi
risiko atau memperlambat progresi nefropati.
Untuk penyandang penyakit ginjal diabetic, menurunkan asupan
protein sampai di bawah 0.8 g/kgBB/hari tidak direkomendasikan
karena tidak memperbaiki risiko kardiovaskular dan menurunkan
GFR ginjal.
c. Neuropati
d. Kardiomiopati
17
kepala yang berkontraksi. Jenis sakit kepala ini bilateral dan biasanya
oksipitofrontal. TTH adalah jenis nyeri kepala kronis berulang yang paling umum.
Kriteria diagnostik IHS untuk sakit kepala tipe tegang menyatakan bahwa
dua dari karakteristik berikut harus ada:
Menekan atau mengencangkan (kualitas nonpulsatile)
Lokasi frontal-oksipital
Bilateral - Intensitas ringan / sedang
Tidak diperburuk oleh aktivitas fisik
Onset sakit kepala baru pada pasien usia lanjut harus menunjukkan etiologi selain
sakit kepala tegang. (Blanda & Sargeant, 2017).
8. Prinsip tatalaksana
Dalam penatalaksanaan hipertensi para ahli umumnya mengacu kepada guideline-guideline
yang ada. Salah satu guideline terbaru yang dapat dijadikan acuan penanganan hipertensi
di Indonesia adalah guideline Joint National Committee (JNC) 8.
Guideline JNC 8 mencantumkan 9 rekomendasi penanganan hipertensi:
Rekomendasi 1
Pada populasi umum usia ≥ 60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan
darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90
mmHg dengan target sistol <150 mmHg dan target diastolik <90 mmHg. (Strong
Recommendation- Grade A)
Pada populasi umum berusia ≥60 tahun, jika terapi farmako hipertensi menghasilkan
tekanan darah sistol lebih rendah (<140 mmHg) dan ditoleransi baik tanpa efek
samping kesehatan dan kualitas hidup, dosis tidak perlu disesuaikan. (Expert Opinion-
Grade E).
18
Rekomendasi 2
Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan darah
dimulai jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah diastolik
<90 mmHg (untuk usia 30-59 tahun Strong Recommendation- Grade; untuk usia 18-29
tahun Expert Opinion-Grade E).
Rekomendasi 3
Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk meurunkan tekanan darah
dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140
mmHg (Expert Opinion-Grade E).
Rekomendasi 4
Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronis, terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140mmHg atau tekanan
darah diastolic ≥90 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target
tekanan darah diastolic <90 mmHg (Expert Opinin-Grade E).
Rekomendasi 5
Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan diabetes, terapi farmakologis untuk menurunkan
tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolic
≥90 mmHg dengan target tekanan darah sistolik
<140mmHg dan target tekanan darah diastolic <90 mmHg (Expert Opinion- Grade E).
Rekomendasi 6
Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaik mencakup diuretic tipe thiazide, calcium channel blocker
(CCB), Angiotensin-Concerting Enzyme Inhibitor (ACEI), atau Angiotensin Receptor
Blocker (ARB). (Moderate recommendation-Grade B).
Rekomendasi 7
Pada populasi kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi antihipertensi
awal sebaiknya mencakup diuretic tipe thiazide atau CCB. (untuk populasi kulit hitam:
Moderate Recommendation-Grade B; untuk kulit hitam dengan diabetes: Weak
Recommendation-Grade C).
Rekomendasi 8
Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronis, terapi antihipertensi awal
(atau tambahan) sebaiknya mencakup ACEI atau ARB untuk meningkatkan outcome
ginjal. Hal ini berlaku untuk semua pasien penyakit ginjal kronis dengan hipertensi terlepas
dari rasa tau status diabetes. (Moderate Recommendation-Grade B).
Rekomendasi 9
Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan target tekanan darah.
Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan, tingkatkan dosis obat
awal atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang direkomendasikan dalam
rekomendasi 6 (Thiazide-type diuretic, CCB, ACEI, atau ARB). Dokter harus terus menilai
tekanan darah dan menyesuaikan regimen perawatan sampai target tekanan darah tercapai.
Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan 2 obat, tambahkan dan titrasi obat
ketiga dari daftar yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada satu
pasien. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai menggunakan obat didalam
rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau perlu menggunakan lebih dari 3 obat, obat
antihipertensi kelas lain dapat digunakan. Rujukan kespesialis hipertensi mungkin
diindikasikan jika target tekanan darah tidak dapat tercapai dengan strategi diatas atau
untuk penanganan pasien komplikasi yang membutuhkan konsultasi klinis tambahan.
(Expert Opinion-grade E) (James et al, 2014).
Kesembilan rekomendasi ini diringkas menjadi satu algoritma penanganan hipertensi
19
Table 4. Hypertension guideline management algoritm
9. Penatalaksanaan
3. Tatalaksana Nonfarmakologi Hipertensi
20
Pilihan gaya hidup sehat dapat mencegah atau menunda timbulnya tekanan
darah tinggi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Modifikasi gaya hidup
juga merupakan lini pertama pengobatan antihipertensi. Modifikasi gaya hidup juga
dapat meningkatkan efek pengobatan antihipertensi. Modifikasi gaya hidup harus
mencakup yang berikut:
Pengurangan garam
Ada bukti kuat untuk hubungan antara asupan garam yang tinggi dan
peningkatan tekanan darah. Kurangi garam yang ditambahkan saat
menyiapkan makanan, dan saat makan. Hindari atau batasi konsumsi
makanan tinggi garam seperti kecap, fast food dan makanan olahan
termasuk roti dan sereal tinggi garam.
Diet sehat
Makan makanan yang kaya biji-bijian, buah-buahan, sayuran, lemak tak
jenuh ganda dan produk susu dan mengurangi makanan tinggi gula, lemak
jenuh dan lemak trans, seperti diet DASH. Perbanyak asupan sayuran tinggi
nitrat yang diketahui bisa menurunkan TD, seperti sayuran berdaun dan
bit. Makanan dan nutrisi bermanfaat lainnya termasuk yang tinggi
magnesium, kalsium dan kalium seperti alpukat, kacang-kacangan, biji-
bijian, kacang-kacangan dan tahu
Minuman sehat
Konsumsi kopi, teh hijau dan hitam dalam jumlah sedang. Minuman lain
yang bermanfaat termasuk teh karkadé (kembang sepatu), jus delima, jus
bit dan coklat
Konsumsi alkohol dalam Jumlah sedang
Hubungan linier positif ada antara konsumsi alkohol, tekanan darah,
prevalensi hipertensi, dan risiko CVD. Batas harian yang direkomendasikan
untuk konsumsi alkohol adalah 2 minuman standar untuk pria dan 1,5
untuk wanita (10 g alkohol / minuman standar). Hindari pesta minuman
keras
Penurunan berat badan
Pengendalian berat badan diindikasikan untuk menghindari obesitas.
Obesitas perut harus ditangani. Pemotongan khusus etnis untuk BMI dan
21
lingkar pinggang harus digunakan. Sebagai alternatif, rasio pinggang-tinggi
<0,5 direkomendasikan untuk semua populasi
Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor risiko utama CVD, COPD dan kanker.
Penghentian merokok dan rujukan ke program berhenti merokok
disarankan.
Aktivitas fisik teratur
Studi menunjukkan bahwa aerobik dan latihan ketahanan secara teratur
mungkin bermanfaat untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi.
Latihan aerobik intensitas sedang (berjalan, joging, bersepeda, yoga, atau
berenang) selama 30 menit selama 5-7 hari per minggu atau HIIT (latihan
interval intensitas tinggi) yang melibatkan semburan singkat aktivitas
intens secara bergantian dengan periode pemulihan berikutnya dari
aktivitas yang lebih ringan. Latihan kekuatan juga dapat membantu
menurunkan tekanan darah. Performa latihan ketahanan / kekuatan
selama 2–3 hari per minggu.
Kurangi stres dan dorong kesadaran
Stres kronis telah dikaitkan dengan tekanan darah tinggi di kemudian hari.
Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan efek stres
kronis pada tekanan darah, uji klinis acak yang meneliti efek meditasi /
kesadaran transendental pada tekanan darah menunjukkan bahwa praktik
ini menurunkan tekanan darah. Stres harus dikurangi dan kesadaran atau
meditasi dimasukkan ke dalam rutinitas sehari-hari.
Pengobatan pelengkap, alternatif atau tradisional
Sebagian besar pasien hipertensi menggunakan obat-obatan pelengkap,
alternatif atau tradisional (di wilayah seperti Afrika dan Cina) namun uji
klinis berskala besar dan tepat diperlukan untuk mengevaluasi kemanjuran
dan keamanan obat-obatan ini. Dengan demikian, penggunaan pengobatan
tersebut belum didukung.
Kurangi paparan polusi udara dan suhu dingin
Bukti dari penelitian mendukung efek negatif dari polusi udara pada
tekanan darah dalam jangka panjang (Unger et al, 2020).
22
4. Tatalaksana Farmakologi
Hal yang harus diperhatikan adalah pengobatan dengan obat-obatan
antihipertensi dimulai jika terapi nonfarmakologi dianggap kurang efektif untuk
menurunkan tekanan darah pasien. Terapi farmakologi untuk pasien hipertensi
dibagi menjadi lini pertama yang terdiri dari diuretik thiazide, ACE inhibitor, ARB
dan calcium channel blocker serta pengobatan lini kedua terdiri dari beta blocker,
aldosterone antagonist, alpha blocker dan direct renin inhibitor (ACE inhibitor dan
ARB)
23
c. Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas baroreseptor,
perubahan aktivitas neuron adrenergic perifer dan peningkatan
biosintesis prostasiklin.
Golongan beta-1 selective yang aman digunakan pada psien
COPD, asthma, diabetes dan penyakit vascular perifer: Metoprolol,
Bisoprolol, Betaxolol, dan Acebutolol.
Alpha blocker
Alpha-1 blocker
Hanya alpha blocker yang selektif menghambat reseptor
alpha-1 yang digunakan sebagai antihipertensi. Alpha blocker
non selektif kurang efektif sebagai antihipertensi karena
hambatan reseptor alpha 2 di ujug saraf adrenergic akan
meningkatkan pelepasan norepinephrine dan meningkatkan
aktivitas simpatis. Obat ini sebagai antihipertensi bekerja
dengan menghambat reseptor alpha-1 yang menyebabkan
menurunkan resistensi perifer dan venodilatasi menyebabkan
aliran balik vena berkurang yang akan menurunkan curah
jantung.
Alpha-2 blocker
Alpha-2 blocker atau adrenolitik sentral dengan pilihan obat
metildopa, klonidin dan guanfasin.
Aldosteronesterone antagonist
24
Obat antihipertensi Dosis (mg) Target dosis (mg) Dosis perhari
Angiotensin receptor blockers
Eprosartan 400 600-800 1-2
Candesartan 4 12-32 1
Losartan 50 100 1-2
Valsartan 40-80 160-320 1
Irbesartan 75 300 1
β-Blockers
Atenolol 25-50 100 1
Metoprolol 50 200 1-2
Calcium Channel Blockers
Amlodipine 2.5 10 1
Ditiazem extended 120-180 360 1
release
Nitrendipine 10 20 1-2
Thiazide tipe diuretik
Bendroflumethiazid 5 10 1
Chlorthalidone 12.5 12.5-25 1
Hydrochlorothiazide 12.5-25 25-100a 1-2
Indapamide 1.25 1.25-2.5 1
25
BAB III
PEMBAHASAN
3. Anamnesis
Pada RPS, pasien datang ke Rumah sakit dengan keluhan utama nyeri kepala sejak
6 jam SMRS. Keluhan ini dirasakan hilang timbul, seperti ingin pecah dan nyeri terasa
menjalar hingga ke tengkuk. Keluhan disertai dengan pandangan mata kabur, kaki dan
telapak tangan kesemutan, badan terasa lemas. Kemudian pasien berobat ke bidan dan hasil
TD 160/100 mmHg lalu diberi obat penurun tekanan darah dan penghilang nyeri.
Berdasarkan keluhan utama pasien, kemungkinan penyakit yang memiliki gejala seperti itu
adalah hipertensi, tension headache dan diabetes melitus. Selain itu, pasien mengaku 2
bulan yang lalu mengalami gejala seperti sering buang air kecil 4-5 kali, mudah haus dan
lapar meskipun hanya melakukan aktivitas ringan saja. Ini merupakan gejala klasik dari
penyakit diabetes melitus. Namun penyakit diabetes tidak dapat ditegakkan dengan hanya
mengetahui gejala klasik pasien. Pemeriksaan GDS, TTGO dan HbAIc juga perlu
diperhatikan untuk mendiagnosis apakah pasien juga mengalami diabetes mellitus.
Sehingga dari anamnesis pasien belum bisa dikatakan mengalami diabetes mellitus. Untuk
tention headache pasien tidak dapat ditegakkan karna minimnya anamnesis mengenai sakit
kepala. Dimana tidak ditanya frekuensi atau seberapa sering sakit kepala dan tidak ada
pertanyaan yang menjurus kearah sakit kepala.
Pada RPD, pasien memiliki riwayat hipertensi 10 tahun yang lalu serta pasien juga
mengaku sering berobat, namun terkadang suka lupa meminum obatnya. Pasien juga
mengeluhkan hal yang sama sakit kepala menjalar sampai ke tengkuk, hilang timbul, dan
disertai dengan pusing. Kemudian pasien berobat ke puskesmas, pada pemeriksaan
didapatkan TD 170/100 mmHg. Berdasarkan data RPD, diketahui pasien memiliki riwayat
hipertensi tidak terkontrol.
Pada riwayat psikososial, didapatkan pasien hampir tidak pernah berolahraga serta
pasien juga suka mengkonsumsi makanan yang manis-manis dan bersantan. Aktifitas yang
rendah serta konsumsi makanan yang buruk dapat secara bersamaan menimbulkan
berbagai penyakit, tidak hanya hipertensi namun diabetes mellitus pun dapat terjadi apabila
memiliki kebiasaan tersebut. Diagnosis kerja sebenarnya telah dapat ditegakkan pada
pasien. Namun masalah lain juga harus dicari agar pengobatan dapat dilakukan secara
tepat.
4. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan pasien dalam keadaan sakit sedang.
Tekanan darah pasien 170/100, keadaan gizi pasien over weight serta IMT pasien over
weight yaitu 24,4 kg/m2. Pemeriksaan fisik yang lain dalam batas normal serta tidak ada
kelainan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik disini menunjukkan adanya
hipertensi serta adanya faktor resiko dari diabetes mellitus yaitu berat badan pasien yang
obesitas.
5. Pemeriksaan Laboratorium
26
Pada pemeriksaan laboratorium Gula darah Sewaktu pasien sangat tinggi yaitu 425
mg%. Hal ini menunjukkan pasien dalam keadaan hiperglikemi atau diabetes mellitus.
Berdasarkan faktor risiko dari diabetes melitus. Kemungkinan pasien dapat terkena
diabetes melitus. Dimana faktor risiko mengatakan bahwa seseorang dengan berat
obese/over weight dan ditambah salah satu risiko lain atau lebih sangat tinggi
kemungkinan terkena diabetes melitus. Salah satu risiko pasien adalah memiliki riwayat
hipertensi atau dalam pengobatan. Namun diabetes melitus belum bisa ditegakkan hanya
dengan GDS satu kali periksa saja.
6. Diagnosis
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis hipertensi
derajat 2. Pada anamnesis didapatkan gejala berupa nyeri kepala, pandangan mata kabur
dan hasil pengukuran tekanan darah 2 bulan lalu 160/100 serta memiliki riwayat hipertensi
10 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD pasien 170/100. Dan dari data
yang diperoleh juga dapat menyingkirkan diagnosis banding seperti:
1. Diabetes Melitus
Atau
Atau
Atau
27
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
28
Sesak atau kaku otot di daerah leher, oksipital, dan frontal
Durasi lebih dari 5 tahun pada 75% pasien dengan sakit kepala kronis
Kesulitan berkonsentrasi
Tidak ada prodrome
Onset sakit kepala baru pada pasien usia lanjut harus menunjukkan
etiologi selain sakit kepala tegang.
7. Terapi
Terapi yang diberikan pada pasien dengan hipertensi derajat 2 berdasarkan algoritma JNC
8
2) Non-farmakologi
Pilihan gaya hidup sehat dapat mencegah atau menunda timbulnya tekanan
darah tinggi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Modifikasi gaya hidup
juga merupakan lini pertama pengobatan antihipertensi. Modifikasi gaya hidup juga
dapat meningkatkan efek pengobatan antihipertensi. Modifikasi gaya hidup harus
mencakup yang berikut:
Pengurangan garam
Ada bukti kuat untuk hubungan antara asupan garam yang tinggi dan
peningkatan tekanan darah. Kurangi garam yang ditambahkan saat
menyiapkan makanan, dan saat makan. Hindari atau batasi konsumsi
makanan tinggi garam seperti kecap, fast food dan makanan olahan
termasuk roti dan sereal tinggi garam.
Diet sehat
Makan makanan yang kaya biji-bijian, buah-buahan, sayuran, lemak tak
jenuh ganda dan produk susu dan mengurangi makanan tinggi gula, lemak
jenuh dan lemak trans, seperti diet DASH. Perbanyak asupan sayuran tinggi
nitrat yang diketahui bisa menurunkan TD, seperti sayuran berdaun dan
bit. Makanan dan nutrisi bermanfaat lainnya termasuk yang tinggi
magnesium, kalsium dan kalium seperti alpukat, kacang-kacangan, biji-
bijian, kacang-kacangan dan tahu
Minuman sehat
Konsumsi kopi, teh hijau dan hitam dalam jumlah sedang. Minuman lain
yang bermanfaat termasuk teh karkadé (kembang sepatu), jus delima, jus
bit dan coklat
Konsumsi alkohol dalam Jumlah sedang
29
Hubungan linier positif ada antara konsumsi alkohol, tekanan darah,
prevalensi hipertensi, dan risiko CVD. Batas harian yang direkomendasikan
untuk konsumsi alkohol adalah 2 minuman standar untuk pria dan 1,5
untuk wanita (10 g alkohol / minuman standar). Hindari pesta minuman
keras
Penurunan berat badan
Pengendalian berat badan diindikasikan untuk menghindari obesitas.
Obesitas perut harus ditangani. Pemotongan khusus etnis untuk BMI dan
lingkar pinggang harus digunakan. Sebagai alternatif, rasio pinggang-tinggi
<0,5 direkomendasikan untuk semua populasi
Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor risiko utama CVD, COPD dan kanker.
Penghentian merokok dan rujukan ke program berhenti merokok
disarankan.
Aktivitas fisik teratur
Studi menunjukkan bahwa aerobik dan latihan ketahanan secara teratur
mungkin bermanfaat untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi.
Latihan aerobik intensitas sedang (berjalan, joging, bersepeda, yoga, atau
berenang) selama 30 menit selama 5-7 hari per minggu atau HIIT (latihan
interval intensitas tinggi) yang melibatkan semburan singkat aktivitas
intens secara bergantian dengan periode pemulihan berikutnya dari
aktivitas yang lebih ringan. Latihan kekuatan juga dapat membantu
menurunkan tekanan darah. Performa latihan ketahanan / kekuatan
selama 2–3 hari per minggu.
Kurangi stres dan dorong kesadaran
Stres kronis telah dikaitkan dengan tekanan darah tinggi di kemudian hari.
Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan efek stres
kronis pada tekanan darah, uji klinis acak yang meneliti efek meditasi /
kesadaran transendental pada tekanan darah menunjukkan bahwa praktik
ini menurunkan tekanan darah. Stres harus dikurangi dan kesadaran atau
meditasi dimasukkan ke dalam rutinitas sehari-hari.
Pengobatan pelengkap, alternatif atau tradisional
30
Sebagian besar pasien hipertensi menggunakan obat-obatan pelengkap,
alternatif atau tradisional (di wilayah seperti Afrika dan Cina) namun uji
klinis berskala besar dan tepat diperlukan untuk mengevaluasi kemanjuran
dan keamanan obat-obatan ini. Dengan demikian, penggunaan pengobatan
tersebut belum didukung.
Kurangi paparan polusi udara dan suhu dingin
Bukti dari penelitian mendukung efek negatif dari polusi udara pada
tekanan darah dalam jangka panjang
2) Farmakologi
Mulai terapi dengan diuretik tipe tiazid atau ACEI atau ARB atau CCB, sendiri atau
dengan terapi kombinasi.
31
BAB IV
KESIMPULAN
Hipertensi didiagnosis ketika tekanan darah sistolik seseorang dikantor dan/atau klinik
adalah ≥ 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik mereka ≥ 90 mmHg setelah
pemeriksaan berulang
Pada kasus ini, terdapat tanda dan gejala hipertensi berupa nyeri kepala, pandangan kabur,
TD 160/100 setelah diberikan amlodipin 10mg, serta riwayat hipertensi 10 tahun yang lalu.
Penatalaksanaan yang diberikan pada kasus ini adalah intervensi gaya hidup dan
dilanjutkan dengan memberikan diuretic tipe tiazid, atau CEI, atau ARB, atau CCB,
diberikan sendiri atau dengan terapi kombinasi.
32
DAFTAR PUSTAKA
Cortelli, P., Grimaldi, D., Guaraldi, P., & Pierangeli, G. (2004). Headache and
hypertension. Neurological Sciences, 25(SUPPL. 3). https://doi.org/10.1007/s10072-
004-0271-y
James, P. A., Oparil, S., Carter, B. L., Cushman, W. C., Dennison-Himmelfarb, C.,
Handler, J., Lackland, D. T., LeFevre, M. L., MacKenzie, T. D., Ogedegbe, O., Smith,
S. C., Svetkey, L. P., Taler, S. J., Townsend, R. R., Wright, J. T., Narva, A. S., &
Ortiz, E. (2014). 2014 Evidence-based guideline for the management of high blood
pressure in adults: Report from the panel members appointed to the Eighth Joint
National Committee (JNC 8). JAMA - Journal of the American Medical Association,
311(5), 507–520. https://doi.org/10.1001/jama.2013.284427
Lloyd-Jones, D. M., Morris, P. B., Ballantyne, C. M., Birtcher, K. K., Daly, D. D.,
DePalma, S. M., Minissian, M. B., Orringer, C. E., & Smith, S. C. (2017). 2017
Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High Blood
Pressure in Adults. Journal of the American College of Cardiology, 70(14), 1785–
1822. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2017.07.745
Olin, B. R., & Pharm, D. (2018). Hypertension : The Silent Killer : Updated JNC-8
Guideline Recommendations.
Suliman, M., Almansi, S., Mrayyan, M., ALBashtawy, M., & Aljezawi, M. (2019).
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes melitus Tipe 2 Dewasa Di Indonesia. Nursing
Management, 19(4). https://doi.org/10.7748/NM.2020.E1928
Unger, T., Borghi, C., Charchar, F., Khan, N. A., Poulter, N. R., Prabhakaran, D., Ramirez,
A., Schlaich, M., Stergiou, G. S., Tomaszewski, M., Wainford, R. D., Williams, B., &
Schutte, A. E. (2020). 2020 International Society of Hypertension Global
Hypertension Practice Guidelines. Hypertension, 75(6), 1334–1357.
https://doi.org/10.1161/HYPERTENSIONAHA.120.15026
33