Trigger 1
KERACUNAN
Seorang dokter PTT di Puskesmas X diminta oleh polisi untuk melakukan pemeriksaan
pada Ny. N (65 tahun). Ny. N melapor pada polisi bahwa ia merasa diracuni oleh keluarganya
supaya keluarganya dapat menikmati harta warisan.
Ny. N tampak terbaring lemas di meja periksa. Dari pemeriksaan didapatkan nadi lemah
dan tekanan darah tidak terukur. Beberapa lama kemudian, dokter memastikan Ny. N telah
meninggal dunia. Dari allo anamnesis pada pembantu Ny. N, diketahui Ny. N mengalami
muntah-muntah sejak 3 jam yang lalu dan sudah 3 kali buang air besar. Ia merasa
tenggorokannya kering dan pusing-pusing. Ny. N memang sering bertengkar dengan putra dan
menantunya masalah harta. Menurut pembantunya, Ny. N merasa makanan dan minuman yang
dimakannya tidak berbau atau berubah rasa, makanya awalnya ia tidak curiga. Namun belum
selesai makan, ia langsung muntah-muntah dan minta diantar oleh pembantunya ke polisi. Polisi
meminta dokter mencoba mengidentifikasi jenis racun yang dikonsumsi oleh Ny. N.
1. STEP 1
Terminology
- Keracunan : suatu kondisi masuknya zat psikoaktif yang dapat mengganggu
kesadaran, kognitif, persepsi, perilaku, dan respon psikologi.
- Racun : zat yang bekerja didalam tubuh secara kimiawi dan fisiologi dan pada dosis
toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
- Kematian : menurut ilmu kedokteran kematian adalah berhentinya fungsi sirkulasi
dan respirasi secara permanen serta kematian pada batang otak.
Keywords
- Keracunan
- Forensik
STEP 2
Identify Problems
Keracunan gas arsen biasanya bersifat akut dengan gejala mual, muntah, nafas
pendek dan sakit kepala. Jika paparan terus berlanjut dapat menimbulkan gejala
hemoglobinuria dan anemia, gagal ginjal dan ikterus (gangguan hati). Paparan akut arsen
dapat terjadi jika tertelan (ingestion) sejumlah 100 mg As.
Gejala yang dapat timbul akibat paparan akut adalah mual, muntah, nyeri perut,
diarrhae, kedinginan, kram otot serta oedeme dibagian muka (facial). Paparan dengan
dosis besar dapat menyebabkan koma dan kolapsnya peredaran darah. Dosis fatal adalah
jika sebanyak 120 mg arsenik trioksid masuk ke dalam tubuh.
Pada paparan kronis arsen secara klinis yang nampak adalah peripheral
neuropathy (rasa kesemutan atau mati rasa), lelah, hilangnya refleks, anemia, gangguan
jantung, gangguan hati, gangguan ginjal, keratosis telapak tangan maupun kaki,
hiperpigmentasi kulit dan dermatitis. Gejala khusus yang dapat terjadi akibat terpapar
debu yang mengandung arsen adalah nyeri tenggorokan serta batuk yang dapat
mengeluarkan darah akibat terjadinya iritasi. Seperti halnya akibat terpapar asap rokok,
terpapar arsen secara menahun dapat menyebabkan terjadinya kanker paru (Rahayu and
Solihat, 2018).
- Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada kasus saat pasien sudah meninggal?
- Bagaimana cara mendiagnosis pasien keracunan?
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin
terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot otot wajah menyebabkan kulit
menyebabkan kulit menimbul sehingga kadang kadang membuat orang menjadi tampak
lebih muda. Kelemasan otot sesaat setelah mengakibatkan pendataran daerah daerah yang
tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat yang terlentang.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air mata (Dahlan, 2005).
Penurunan suhu tersebut dapat dipengeruhi oleh berbagai faktor antara lain:
a. Suhu tubuh pada saat mati
Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati, infeksi atau pendarahan otak, akan
mengakibatkan tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat. Sedangkan pada penderita
dengan hypothermia tingkat penurunannya akan menjadi sebaliknya.
b. Suhu medium
Semakin rendah suhu medium tempat tubuh mayat berada akan semakin cepat tingkat
penurunannya. Dengan kata lain semakin besar perbedaan suhu medium dengan suhu
tubuh mayat, semakin besar tingkat penurunannya .
c. Keadaan udara disekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal ini
disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Pada udara yang
terus berembus (angin), tingkat penurunannya juga semakin cepat.
d. Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air merupakan
konduktor yang baik.
e. Keadaan tubuh mayat
Pada mayat bayi, tingkat penurunan suhu lebih cepat dibanding mayat orang dewasa.
Hal ini disebabkan karena pada bayi, luas permukaan tubuh relative lebih besar. Pada
mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya juga lebih cepat disbanding dengan
mayat yang tubuhnya gemuk.
f. Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai, semakin cepat tingkat penurunannya. Perlu
diketahui bahwa estimasi saat kematian dengan memanfaatkan penurunan suhu mayat
hanya bisa dilakukan pada kematian kurang dari 12 jam (Dahlan, 2005).
Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk
memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung
dan isinya mungkin membantu dalam membuat kepu-tusan. Ditemukannya makanan tertentu
(pisang, kulit tomat, biji-bijian) dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa
korban sebelum meninggal telah makan makanan tersebut.
3. Perubahan rambut
Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0.4 mm/hari, panjang rambut
kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian.
4. Pertumbuhan kuku
Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1
mm per hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat
terakhir yang bersangkutan memotong kuku.
Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan ke-matian belum lewat 10 jam,
kadar nitrogen non-protein kurang dari 80mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar
kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masingmasing menunjukkan kematian belum mencapai
10 jam dan 30 jam.
6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar Kalium yang cukup akurat untuk
memperkirakan saat kematian antara 24 hingga 100 jam pasca mati.
7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati
tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut
diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah
mati.
8. Reaksi supravital, yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti
reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat
yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat
hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit
pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam
pasca mati (Grupta, 2015).
2. STEP 3
Brainstorming
3. STEP 4
Spiderweb
4. STEP 5
Learning Objective
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang:
- Definisi kematian
- Jenis-jenis kematian
- Tanda-tanda klinis kehidupan, kematian dan perkiraan waktu kematian
- Definisi keracunan
- Klasifikasi racun
- Jenis-jenis racun (patogenesis,patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang, tatalaksana dan antidotum)
- Tatalaksana awal pada kasus keracunan dalam kondisi gawat darurat
- Definisi Visum et Repertum
- Jenis-jenis VeR
- Alur proses visum (permintaan, bagaimana hukum dan UU)