Anda di halaman 1dari 63

Ringkasan

Toksikologi Forensik

dr. Taufik Hidayat M.Sc, Sp.F

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik


Fakultas Kedokteran Unand
2019
Definisi
 Toksikologiilmu yang mempelajari racun
 Racun (Taylor)setiap zat yang dalam jumlah
relatif kecil bila masuk kedalam tubuh akan
menimbulkan reaksi kimiawi yang akan
menyebabkan penyakit atau kematian
 Racun secara umumsuatu zat yang bekerja
pada tubuh secara khemis dan fisiologis,dalam
dosis toksik selalu menyebabkan gangguan fungsi
tubuh,dapat mengakibatkan penyakit atau
kematian
 Pengertian racun tidak dijelaskan dalam KUHP
maupun KUHAP
Cara masuk racun kedalam tubuh
 Mulut
 Saluran nafas
 Suntikan
 Kulit yang sehat atau yang sakit
 Dubur
 Vagina
Berdasarkan cara kerjanya, racun dibagi menjadi 3
golongan
1. Racun yang bekerja secara setempat
menimbulkan nyeri yang hebat disertai
peradangan dan kematian dapat disebabkan
syok akibat nyeri tsb atau peradangan sebagai
kelanjutan dari perforasi yang terjadi pada
saluran cerna
Contohnya:
 Racun yang bersifat korosif: lisol, asam kuat,
basa kuat.
 Racun yang bersifat iritan: arsen, HgCl2
 Racun yang bersifat anestetik: kokain, asam
karbol
2. Racun yang bekerja secara umum (sistemik). Racun ini
biasanya mempunyai afinitas pada salah satu sistem atau
organ tubuh.
Contohnya:
 Narkotik, barbiturat dan alkohol terutama berpengaruh
pada SSP
 Digitalis, asam oksalat: jantung
 Strhycnine: sumsum tulang belakang
 CO dan asam sianida: darah dan enzim pernafasan
 Cantharides dan HgCl2: ginjal
 Insektisida hidrokarbon klor dan fosforus: hati
3. Racun yang bekerja setempat dan umum
Contohnya:
asam karbol, selain menimbulkan nyeri juga
menyebabkan depresi SSP
Faktor yang mempengaruhi kerja racun
A. Cara pemberian: inhalasi>injeksi>ingesti>absorpsi
mukosa>kulit sehat
B. Keadaan tubuh
1. Umur: anak dan ortu lebih sensitif
2. Kesehatan: Orang dengan penyakit hati atau ginjal
lebih mudah keracunan
3. Kebiasaan: dosis racun, kematian pecandu pada
dosis yang sama karena toleransi yang menurun
4. Hipersensitif (alergi, idiosinkrasi): preparat vit B1,
penisilin, streptomisin banyak mengandung Iodium
yang menyebabkan kematian karena korban sangat
rentan
C. Racunnya sendiri
1. Dosis: besar kecil dosis menentukan berat ringannya
akibat. Pada keadaan intoleransi gejala keracunan
akan tampak walaupun racun yang masuk kedalam
tubuh belum mencapai dosis toksik, keadaan ini bisa
bawaan atau didapat setelah seseorang sakit
2. Konsentrasi: untuk racun lokal misalnya zat korosif,
konsentrasi penting bila dibandingkan dosis total.
3. Bentuk dan kombinasi fisik: Racun cair lebih cepat.
Seseorang yang menelan racun dalam keadaan
lambung kosong lebih cepat keracunan
4. Adisi dan sinergisme, misal barbiturat jika diberikan
bersama alkohol, morfin atau CO dapat menyebabkan
kematian, walaupun dosis barbiturat yang diberikan jauh
dibawah letal
5. Susunan kimia, ada zat yang diberikan dengan
susunan kimia tertentu tidak akan menimbulkan gejala
keracunan
6. Antagonisme: misalnya seseorang menelan bermacam
racun tapi tidak menimbulkan gejala apapun karena
racunnya saling menetralkan, misalnya naloxone dan
nalorfin dipakai untuk mengatasi depresi pernafasan dan
edema paru yang terjadi pada keracunan akut narkotika
Kriteria Diagnostik Pada Kasus Keracunan
1. Anamnesis yang menyatakan bahwa korban benar-
benar kontak dengan racun
2. Terdapat tanda dan gejala keracunan yang sesuai.
Gejala hanya bisa diamati pada kasus klinis
3. Secara analisis kimia dapat dibuktikan adanya racun
didalam sisa zat yang masuk kedalam tubuh korban
4. Ditemukan kelainan makroskopik dan mikroskopik
pada tubuh korban
5. Secara analisis kimia dapat ditemukan
racun/metabolitnya didalam tubuh/jaringan/cairan
tubuh korban secara sistemik
Pemeriksaan mayat pada kasus keracunan
 Kelainan yang dapat ditemukan pada korban
keracunan biasanya tergantung interval waktu
antara saat korban kontak dengan racun dan saat
terjadinya kematian:
1. Kematian terjadi cepat (rapid poisoning death):
kongesti alat dalam, edem paru, otak dan ginjal.
Jika racun korosif dapat ditemukan kerusakan
jaringan
2. Kematian terjadi lambat (delayed poisoning
death): kelainan spesifik, misalnya pada
keracunan arsen didapatkan pigmentasi,
hiperkeratosis dan rontoknya rambut.
Pemeriksaan Luar
 Perhatikan apakah ada bercak pada pakaian korban (jika ada,
distribusinya, baunya)
 Lebam mayat: pada keracunan CO warna cherry red (COHb),
sianida merah terang (HbO2), coklat kebiruan (slaty) pada
keracunan zat yang dapat menimbulkan methemoglobinemia
(potassium klorate, nitrobenzena, asetanilide, quinine atau
anilin
 Pewarnaan/bercak sekitar mulut atau tempat kontak racun:
Yodium hitam, nitrat kuning, zat korosif menyebabkan luka
bakar khemis merah coklat karena pembentukan hematin
alkali/hematin asam
 Bau yang keluar dari hidung/mulut dengan jalan menekan
dinding dada: alkohol, sianida (amandel)
 Kelainan lain misalnya bekas suntikan, abses, pebesaran
KGB, tatto pada pecandu narkoba
Pemeriksaan Dalam
 Pada pembukaan rongga tengkorak, dada, perut tercium
bau racun, perubahan warna alat-alat dalam. Pada
keracunan zat yang mengakibatkan hemolisis seperti bisa
ular, pyrogallol, hydroquinone, dinitrophenol atau arsin
maka darah dan organ tubuh warna merah gelap. Racun
yang mengakibatkan gangguan trombosit menyebabkan
bercak pada alat dalam. Pada keracunan zat yang
menyebabkan kematian cepat seperti sianida, alkohol,
kloroform darah pada jantung dan pembuluh darah besar
tetap cair
 Keracunan zat korosif, kelainan pada traktus GI terutama
lambung bagian akhir kardia dan kurvatura mayor berupa
hiperemi, perlunakan, nekrose, ulserasi atau perforasi
 Racun yang bekerja pada SSPasfiksia
 Perubahan warna urin: asam pikrat (merah
kuning kecoklatan), sulfa, barbital (merah
anggur), fenol/salisilat (hijau kecoklatan),
keracunan zat yang menimbulkan metHb
(merah coklat/coklat kehitaman)
Otopsi dan analisis zat kimia mutlak pada
kasus diduga keracunan atau kasus yang
belum jelas
Pengambilan Sampel Untuk Pemeriksaan Toksikologi
1. Korban hidup
 Darah, dibagi 2 @5ml, 1 bagian dengan pengawet NaF 1%, bagian lain
tanpa pengawet
 Semua urin
 Semua cairan bilasan lambung
2. Korban mati
 Lambung dengan isinya
 Usus dengan isinya
 Darah perifer dan jantung
 Hati
 Kedua ginjal: logam, racun secara umum, Ca oksalat, sulfonamide
 Otak, jaringan lipoid yang terdapat pada otak mampu menahan racun
CHCl3, CN
 Urin, ekskresi racun terutama narkotika, stimulan
 Empedu, jangan dibuka kandung empedunya
 Pada beberapa keadaan dapat mengambil
sampel lemak (insektisida), rambut (arsen,
thalium), tempat masuk racun (lambung, tempat
suntikan)
 Bahan pengawet:
 Alkohol absoluttidak untuk racun yang mudah
menguap atau diduga keracunan alkohol
 NaF 1%, Na sitrat
 Garam jenuh
 Na benzoat dan phenyl mercury nitraturin
Pengiriman ke laboratorium
 Tempat bersih
 Tiap botol hanya berisi satu contoh bahan
 Contoh bahan pengawet yang dipakai disertakan
 Tiap botol yang telah diisi disegel
 Hasil pemeriksaan singkat disertakan
 Penyegelan ada saksi dan dibuat berita acara
 Jika mayat diawetkan pengambilan sampel
sebelum pengawetan
 Pada pengambilan sampel korban hidup,
desinfektan yang dipakai sublimat 1%
Zat yang sering menimbulkan keracunan
 Alkohol (etanol dan metanol)
 Arsenikum
 Insektisida: organofosfat (malathion, parathion),
karbamat, (carbaryl, baygon) hidrokarbon yang
diklorkan (aldrin, DDT,endrin,klordan,dieldrin dan
lindane)
 Karbon dioksida dan Karbon monoksida
 Sianida
 Racun korosif: asam karbol/fenol, asam sulfat
 Narkotika
 Timah hitam
Alkohol/Etanol
 Zat yang paling sering disalahgunakan, karena konsumsi
orang dewasa tidak dilarang UU
 Terlalu banyak konsumsi alkohol: KLL, penganiayaan,
perkosaan dan tindakan yang melanggar hukum lainnya
 Metabolisme: diabsorpsi terutama diusus halus dan melalui
portal masuk kehati. Dalam hati alkohol dimetabolisir oleh
enzim alkohol dehidrogenase (ADH) dan koenzim NAD
menjadi asetaldehid dan asetaldehid dimetabolisir oleh
enzim aldehid dehidrogenase (ALDH) menjadi asam asetat,
asam asetat memasuki siklus krebs menghasilkan energi
dan hasil akhir air dan CO2.
 10% dieliminasi dalam bentuk tidak berubah melalui
keringat, ginjal dan paru
 Terdapat berbagai varian isoenzim ADH dan ALDH
serta polimorfisme gen ADH dan ALDH yang berbeda
pada setiap ras/etnis/populasi diseluruh
duniakecepatan mabuk
 Misalnya enzim ALDH yang berfungsi mengubah
asetaldehid (toksik) menjadi asam asetat yang tdd:
ALDH1, ALDH2 (isozim utama) dsb.
 Pada orang oriental termasuk Indonesia 35-50%
defisiensi isozim ALDH1metabolisme asetaldehid
lambatpenumpukan asetaldehidmudah mabuk
(muka kemerahan, takikardia, hipotensi, sakit kepala,
mual, muntah, kelemahan otot, mengantuk meski kadar
alkohol darah rendah
 Polimorfisme gen ALDH2:
1. Wild type (ALDH2*1/*1)/atypical typepada ras
Kaukasoid >90%
2. Typical type:
a. Heterozygote polymorphism
b. Homozygote polymorphism
 Ras mongoloid polimorfisme beragamberbeda
untuk setiap subetnikmudah mabuk jika minum
alkohol walau dalam jumlah sedikit
Pengaruh alkohol pada tubuh
 Saluran cerna; pemberian berulang alkohol konsentrasi
tinggi menimbulkan kelainan pada mukosa mulut,
kerongkongan dan lambung
 Hati: manifestasi pertama adalah akumulasi lemak dalam
sel hati, dilanjutkan sirosis alkoholik(nekrosis yang luas sel
hati, respon sel PMN dominan, sitoplasmik granul, fibrosis,
regenerasi sel hati). Sebab kematian penting sirosis hati
kronik: gagal hati dan ruptur varises esofagus (akibat
hipertensi portal)
 Jantung; alkohol kardiomiopati
 Sistem muskuloskeletal; alkoholik miopati (terganggunya
enzim kreatinin fosfokinase)
 SSP: depresi pusat nafassebab mati utama keracunan
alkohol akut
Efek alkohol pada SSP
Tahap pengaruh alkohol Kadar alkohol darah Efek klinis
(mg/100mL)
Tidak berdampak 10-50  Sering tidak ada efek nyata,
merasa santai
Kegembiraan 30-120  Euforia ringan dengan banyak
berlebihan/euforia bicara
 Peningkatan rasa percaya diri
 Penurunan inhibisi
 Motorik halus terganggu
Kegembiraan 90-200  Emosi tidak stabil
 Persepsi sensoris buruk
 Ketidakseimbangan memori
dan pemahaman
 Inkoordinasi dan kehilangan
keseimbangan
Mabuk 150-300  Disorientasi
 Kebingungan mental
 Penurunan rasa sakit
 Peningkatan inkoordinasi
dengan jalan sempoyongan
 Bicara kacau
Stupor 250-400  Inersia umum mendekati
paralisis
 Kurangnya respon terhadap
stimulus
 Tidak mampu berdiri atau
berjalan
 Muntah, inkontinensi urin dan
feses
Koma 350-500  Koma dan anestesi
 Refleks menurun atau tidak
ada
 Depresi kardiovaskular dan
respirasi
 Berkemungkinan mati
Kematian Diatas 450  Mati karena depresi pernafasan
Pemeriksaan alkohol
Metode: Mikrodifusi Conway (semikuantitatif)
 Reagen:
• K2CO3 jenuh
• Reagen AntieR/: K2Cr2O7 740mg, Aqua 30ml, H2SO4 pekat
56ml, Aqua ad 100ml
 Alat: Cawan Conway
 Prinsip: K2CO3 jenuh + darah-alkoholdarah-K2CO3 + alkohol bebasalkohol
ditangkap K2Cr2O7 (redoks)
 Interpretasi melalui blanko warnasemikuantitatif
Cr6+ (kuning)Cr3+ (hijau)
Kuning (KKK): 0 mg%
KKH: 80 mg%
KH: 150 mg%
KHH: 230 mg%
BH: 300 mg%
 Bahan: Darah (EDTA), urine, isi lambung, jaringan (terutama hepar), cairan yang
dicurigai
 Cara Kerja:
1. Cawan Conway dimiringkan ±5°dengan sekat pada posisi bawah (cekungan menghadap keatas)
2. Masukkan reagen antie 2cc kedalam cekungan bagian tengah
3. Masukkan 1cc karbonat jenuh ke cekungan luar sebelah kanan sekat
4. Masukkan sampel/darah 1cc kedalam cekungan luar sebelah kiri sekat
5. Tutup cawan Conway pada sisi cembung ada cincin melingkar, permukaan diolesi vaseline tipis-tipis
lalu tutupkan pada cawan lalu ditekan sambil digeser pelan-pelan diatur sedemikian rupa sehingga tutup
simetris dan rapat serta kedap udara
6. Lalu dicampur pelan-pelan dengan memiringkan cawan 150 kedepan, kekiri,ke depan lagi lalu ke
kanan secara berulang 4-5 kali sampai dipastikan sudah tercampur sempurna antara sampel dan
karbonat jenuh (saat mencampur reagen antie ditengah cekungan tidak boleh tumpah, jika tumpah
harus diulang)
7. Diamkan 1,5 jam secara horizontal
8. Amati perubahan warna reagen antie
9. Cara baca hasil: setelah 1,5 jam ambil reagen antie ditengah cekungan dengan pipet pasteur lalu
masukkan kedalam tabung reaksi. Perubahan warna kuning-->hijau menandakan alkohol positif.
Perubahan warna tersebut berbanding lurus dengan kadar alkohol, semakin tinggi alkohol warna
semakin hijau bahkan biru.
10. Follow up 1 jam, 2 jam, 12 jam dan 24 jam
K2CO3jenuh
1ml

Darah 1ml

Cawan Conway
Reagen Antie 2ml
Kadar alkohol
0%
Metanol (Metil alkohol)
 Disebut juga alkohol kayu yang banyak digunakan dalam industri dan rumahtangga
 Dosis letal 30-100ml
 Sumber: destilasi kayu atau sintesis kimiacolumbian spiritus, eagle spiritus
 Farmakokinetik: masuk melalui kulit, mulut, inhalasidimetabolisme dihati oleh enzim
ADHformaldehiddimetabolisme oleh enzim ALDHasam formik.
 Formaldehid dan asam formik toksikasidosis, kebutaan (kerusakan sel ganglion
retinarusak n.optikus).
 As formic (dalam bentuk ion format) menghambat kerja enzim sitokrom c oksidase sehingga
menyebabkan hipoksia. Metanol juga menyebabkan asidosis metabolik
 Farmakodinamik:menekan SSP lebih kecil dari etanol, namun efek iritasi lebih besar dari
etanol. Metanol lebih toksik dari etanol karena hasil dekomposisinya yang sangat toksik dan
karena efeknya yang lebih lama akibat ekskresi yang lambat
 PL: tidak khas, hanya bau khas dan asfiksia, PA: degenerasi bengkak keruh sel hati dan ginjal
serta edema otak
 Pem Lab: Kualitatifreaksi yang menimbulkan cincin ungu pada permukaan tabung reaksi
 Antidotum: fomepizole yang berkompetisi dengan ADH sehingga metanol tidak diubah menjadi
metabolit toksis, sodium bikarbonat untuk asidosis metabolik. Hemodialisis dan hemofiltrasi
bisa untuk membuang metanol dan format dari dalam darah
Arsenikum
 Sering dipakai untuk pembunuhantidak menimbulkan kecurigaan karena gejala akutnya
menyerupai gangguan GIT hebatsalah diagnosis sebagai penyakit.
 Dalam sejarah, Nero juga menggunakan Arsen untuk mendapatkan tahta dsb.
 Untuk pengobatan: misalnya As4S4 digunakan Galen untuk mengobati ulkus. Larutan Fowler
(As2O3) untuk sifilis, leukemia,psoriasis. Dulu digunakan juga untuk mengobati malaria, amubiasis,
anemia, asma dsb.
 As2O3 disebut juga white arsenicmirip gula,sering dicampurkan kedalam minuman karena tidak
berbau dan tidak berasa.
 Arsen merupakan metaloid berupa gas, bentuk organik dan inorganik.
 Sumber:
1. Na/K arsenitpenyemprot buah, insektisida, fungisida, rodentisida,cat,kosmetika dll
2. Tembaga-aseto-arsenitpembasmi tanaman liar
3. Yellow arsenic-sulphidepigmen, konstituen pembunuh lalat, perontok rambut
4. As2O3terdapat dalam warangan (racun tikus), larutan Fowler (liquor arsenicalis) dulu
digunakan sebagai obat demam, tonikum
5. Arsin (AsH3)gas tidak berwarna, bau bawang
6. Tanahhati-hati pada penyimpulan kasus keracunan arsen yang telah dikubur
7. Air, Bir (iron pyrites), arsenobetain dalam seafood seperti kerang, keong, kepiting, ikan
8. Tembakau, obat-obatan
 Absorpsi, distribusi dan eliminasi: As masuk
kedalam tubuh melalui mukosa membran
saluran cerna, inhalasi dan kulit. As terutama
ditimbun didalam hati, ginjal dan tulang. Pada
keracunan akut As ditimbun dihati dan ginjal.
Pada keracunan kronik ditimbun dalam
jaringan.
 Nilai normal As yang terdapat dalam darah
<30 mikrogram per L dan <100 mikrogram per
urin 24 jam
 Pada keracunan kronik arsen ditimbun dalam
jaringan kuku dan rambutada keratin yang
mengandung disulfida
 Ekskresi lambat lewat feses dan urin
 As menghambat sistem enzim sulfhidril dalam sel
sehingga metabolisme sel dihambat-->hemolisis
dan depresi SSP.
 Dosis fatal As2O3 200-300mg
 Arsin: 1: 20.000 dalam udara
 Pada keracunan akut (200-300mg)nyeri abdomen,
muntah dan diare, kematian berlangsung cepat karena
syok.
 Pada otopsi sedikit dijumpai kelainan, kecuali mukosa
lambung tampak kemerahan dan perdarahan pada
subendokardial didaerah septum interventrikular
 Arsen dapat dideposit dalam jaringan keratin termasuk
rambut dan kuku. Kadar As normal dalam rambut kepala 0,5
mg/kg, mencurigakan kadar 0,75 mg/kg. Pada kuku: 1
mg/kg sudah mencurigakan akan keracunan As
 Ekskresi As dlm urin 5 jam setelah ingesti, tetap ditemukan
sampai 10-12 hari. Kadar 100 mikrogram per hari dalam
urin merupakan indikasi korban kontak dg As dan telah
keracunan akut
 Gejala keracunan As kronik tidak spesifik:
kelelahan, kehilangan BB, nafsu makan hilang,
gangguan saluran cerna dan mental iritabel,
pigmentasi kulit, mee line pada kuku
 Bahan pemeriksaan toksikologik As: muntahan,
urin, tinja, bilasan lambung, darah, rambut, kuku
 Mekanisme kematian karena arsen oksida
(akut)arsen bergabung dengan enzim sulfhidril
dan memblok siklus Krebs serta interupsi
fosforilasi oksidatif yang menyebabkan deplesi
ATP dan kematian sel
Pemeriksaan Laboratorium Arsen: Metode Kualitatif: Sanger-Black Test

 Prinsip reaksi: Zn+H2SO4-->ZnSO4+H2; As+H2AsH3;


AsH3+HgCl2HCl+As(HgCl)3:kuning;
As(HgCl)2+AsH3AsH(HgCl)2:oranye;
AsH(HgCl)2+AsH36HCl+As2Hg3:coklat
Insektisida
 Berdasarkan struktur kimianya:
1. Gol. Fosfat organik: malathion, parathion
2. Gol. Karbamat: Carbaryl, Baygon
3. Hidrokarbon yang diklorkan: aldrin, DDT, endrin, klordan, dieldrin,
lindane
 Dilihat dari cara kerjanya gol.fosfat organik dan
karbamatantikolinesteraseinhibitor langsung dan tidak
langsung terhadap aktivitas enzim kholinesteraseakumulasi
asetilkolin dalam jumlah besarrangsangan pada saraf kholinergik
pre dan post ganglionik, neuromusculer junction dan suprarenal
diperpanjangkematian karena kegagalan pernafasan dan henti
jantung
 Pada gol. fosfat organik inhibisinya bersifat ireversibel, karbamat
reversibel
 Manifestasi klinis: gejala bisa timbul dalam 30
menitgangguan penglihatan, kesukaran
bernafas, hiperaktif sal.cerna, sakit kepala,
kelemahan, hiperhidrosis, salivasi, miosis,
sekresi sal.nafas, sianosis, papiledema,
konvulsi, koma, hilangnya kontrol sfingter
 Pada keracunan karbamat penderita cepat
pulih
 Pemeriksaan mayat: tidak khas
 Insektisida gol hidrokarbon yang diklorkan cara
kerjanya pada SSP, masuk kedalam tubuh melalui sal
cerna, sal nafas dan kulit. Zat/metabolitnya terkumpul
dalam jaringan lemak, eliminasi sangat lambat.
 Kematian biasanya terjadinya karena kegagalan
pernafasan
 Pemeriksaan mayat: tidak khas, mukosa lambung dan
usus bagian atas tampak hiperemis dengan
perdarahan pada submukosanya. Pada lambung
tercium bau zat pelarut (kerosin). Limpa, otak dan paru
kongestif dan edematosa, hati nekrosis terutama
keracunan kronis
Karbondioksida
 Gas yang dihasilkan dari proses pembakaran
organik, respirasi hewan, manusia, tumbuhan,
dekomposisi dan fermentasi
 Konsentrasi CO2 diudara 0.03%, konsentrasi 0.1-
1% (sakit kepala), 8-10% (kematian karena
asfiksia)
 Keracunan CO2 dapat terjadi jika seseorang
masuk kedalam sumur tua atau goa, kontak
dengan dry ice atau meledaknya tabung CO2
 PL: tanda asfiksia
Karbonmonoksida
 CO mempunyai afinitas terhadap Hb 210-300x dibanding O2
 Sumber: petrol engine (menghasilkan CO sampai 13%), asap
tembakau (4-5%), tubuh sendiri (hasil pemecahan Hb). Pada
kebakaran, konsentrasi CO udara sampai 0,5-1% (orang bisa mati
dalam 2-15 menit)
 Absorpsi dan eliminasi: absorpsi paru sebagian besar terikat Hb
(COHb). Dalam keadaan normal manusia mampu mengeliminasi
separuh COHb dalam waktu 240 menit
 Mekanisme toksisitas: karena afinitasnya tinggi dengan Hb, tubuh
kurang O2, CO yang larut dalam plasma akan masuk jaringan dan
berkompetisi dengan O2 untuk mengikat enzim pernafasan dalam
sel. Seseorang yang menghirup CO 1% dalam keadaan istirahat
akan berakibat fatal dalam waktu 30-40 menit, jika beraktifitas
kematian dalam 10 menit
 PL: lebam mayat merah bata, asfiksia
Sianida
 Merupakan racun yang sangat toksik.
 Contoh kasus terkenal: Pada Romawi kuno, Nero menggunakan sianida untuk
membunuh musuh dan keluarganya dan kasus bunuh diri tokoh Nazi dsb.
 Sumber:
1. HCNcairan jernih, asam, larut air,alkohol dan eter, mudah menguap. Beraroma
amandel (bitter almonds, peach pit; kemampuan mencium bau sianida bersifat
genetik sex linked trait). Guna: fumigasi dan membunuh tikus.
2. Garam NaCN, KCNpengerasan besi dan baja, penyepuhan emas dan perak,
fotografi.
3. AgCNsemir sepatu putih.
4. K-ferosianidafotografi.
5. Ca-Cyanimidepupuk.
6. Alamigenus prunus: glikosida sianogenik atau amigdalin seperti singkong
liar,umbi-umbian liar, temu lawak,cherry liar,plum,aprikot,dll.
 Garam sianida diabsorpsi cepat di GIT.
 Uap HCN bisa diabsorpsi lewat saluran nafas dan kulit.
 Distribusi via darah sebagai CN bebas.
 Terikat dalam bentuk metHbsianmetHb
 Mekanisme: CN menginaktifkan enzim oksidatif seluruh jaringan
terutama sitokrom oksidase dengan mengikat bagian grup ferric
heme dari oksigen yang dibawa oleh darah. Sianida secara refleks
merangsang pernafasan dengan bekerja pada ujung syaraf sensorik
sinus (kemoreseptor) menyebabkan nafas cepat (gas terhirup
semakin banyak). Proses redoks dalam sel tidak dapat berlangsung
dan oksiHb tidak dapat berdisosiasi melepaskan oksigen ke sel
sehingga timbul anoksia jaringan (anoksia histotoksik). Hal ini
bersifat paradoksal (korban mati karena hipoksia sementara
darahnya kaya oksigen)
 Ekskresi: sianat dan sulfosianat dikeluarkan via urin.
 Tanda dan Gejala Keracunan Sianida
1. Akutgagal nafas (sianosis, busa dimulut, nafas bau
amandel,dsb)
2. Kronisgoiter dan hipotiroid
 Mati:
1. Jenazah bau amandel (patognomonik). Tidak semua
orang dapat mencium bau sianida.
2. Sianosis, busa dari mulut
3. Lebam mayat merah terang (tidak selalu)darah
vena kaya oksiHb atau karena sianmetHb.
4. Tanda asfiksia lainnya.
 Peroral: HCN: 60-90mg
 Peroral KCN dan NaCN: 200mg
 Korban keracunan CN kadang-kadang tidak
meninggal pada dosis lethal:
1) Toleransi individual dengan detoksifikasi
berlebihan
2) Anasiditas asam lambung (garam CN tidak
terurai menjadi HCN)imunitas
Rasputinsudah dibantah
3) Dalam penyimpanan, sianida berubah jadi garam
karbonat
 Antidotum Sianida, prinsipnya dengan
memberikan:
1. Sodium Thiosulfat-->berperan sebagai
substrat dari enzim rhodanase (yang berada
dimitokondria sel hepar dan ginjal) untuk
mengkatabolisme sianida menjadi thiosianat
yang nontoksik yang diekskresikan ke urin
2. Sodium Nitrat, Amyl Nitrat/Nitrites-->Nitrat
menyebabkan metHb-->metHb menarik
sianida dari ikatannya dengan sitokrom
oksidase-->sianometHb yang nontoksik
 Pemeriksaan lab: Uji kertas saring, Reaksi
Guajacol, Reaksi Prussian Blue,Cara Gottler
Goldbaum
 Pemeriksaan kualitatif sianida (metode
Grignard)
Pemeriksaan Laboratorium Sianida: Uji kertas saring (Metode
Kualitatif: Metode Grignard)

 Kertas asam pikrat diselipkan sedemikian rupa


pada tutup tabung dan diposisikan terbalik
diatas tabung sehingga kertas menghadap
kedasar tabung dan ditambahkan sodium
karbonat 10%
 Sebelumnya tabung diisi sampel+asam tartaric
 Prinsip reaksi: Asam pikrat+Na2CO3Na-
pikrat+H2CO3; Na-pikrat+sampel (HCN)Na-
isopurpurat (warna merah bata), Asam tartrat
lepas
Racun korosif
 Asam organik korosif (as.oksalat, karbol, sitrat,
asetat)
 Asam anorganik korosif (as. Sulfat, klorida,
nitrat, fluorida)
 Kaustik alkali (NaOH, KOH, CaOH dan
NH4OH)
 Garam dari logam berat (HgCl2, SbCl2, ZnCl)
 Keracunan menyebabkan luka bakar pada
kulit dan mukosa
 Perubahan warna kulit atau mukosa pada:
1. Asam karbol/fenol: abu-abu keputih-putihan
2. Asam oksalat: abu-abu kehitam-hitaman
3. Asam sulfat, asam klorida: abu-abu kemudian
hitam
4. Asam nitrat: coklat
5. Asam fluorida: merah kecoklatan, perdarahan
6. Kaustik alkali: abu-abu keputih-putihan
7. Zinc klorida: keputih-putihan
8. Merkuri klorida: biru keputihan, perdarahan
Narkotika
 Zat atau obat yang berasal dari tanaman/bukan tanaman,
baik sintetis/semisintetis yang menyebabkan
penurunan/perubahan kesadaran,hilangnya
rasa,mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan
dapat menimbulkan ketergantungan yang dibagi menjadi
(UU No 22 tahun 1997):
1. Narkotika gol. Itujuan pengembangan ilmu, potensi
sangat tinggi ketergantungan, misalnya heroin, kokain,
ganja
2. Narkotika gol IIpengembangan ilmu dan pilihan terakhir
terapi, potensi tinggi ketergantungan, misalnya morfin,
petidin
3. Narkotika gol IIIpengembangan ilmu dan berkhasiat
terapi, misalnya kodein
Psikotropika
 Zat/obat baik alamiah/sintetik bukan narkotika yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada SSP yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku
 Pembagian:
1. Psikotropika gol I: pengembangan ilmu, potensi sangat kuat
untuk ketergantungan, misalnya: MDMA, ectasy
2. Psikotropika gol II: pengembangan ilmu, berkhasiat terapi,
potensi kuat, misalnya Amfetamin, PCP, metilfenidat
3. Psikotropika gol III: pengembangan ilmu dan banyak
digunakan dalam terapi, potensi sedang, misalnya
flunitrazepam
4. Psikotropika gol IV: pengembangan ilmu dan digunakan
luas sebagai terapi, potensi ringan, misalnya: Alprazolam,
Diazepam
Stimulant
 Meningkatkan kadar dopamin (neurotransmitter perasaan senang/nikmat
yang berlokasi di hind-brain)
 Kokain mencegah reuptake dopamin-->menumpuk di ruang synaptic cleft,
kokain juga memblok reuptake serotonin-->serotonin syndrome, dan juga
memblok reuptake katekolamin khususnya norepinefrin (penyakit vaskuler
berhubungan dengan stimulant)
 Pengguna kokain berat-->paranoid-->psikosis-->magnun syndroma
(pengguna merasa adanya serangga dibawah kulit)
 Amfetamin efek sama dengan kokain namun membuat saraf presinaptik
melepaskan dopamin simpanan-->semakin banyak akumulasi dopamin
 Pengguna metamfetamin-->metamphetamine psychosis yang bisa muncul
beberapa tahun setelah tidak menggunakan metamfetamin
 “excited delirium”
 Kokain dan metamfetamin berinteraksi dengan saluran ion yang mengontrol
potensial aksi jantung
 Shabu-shabu=metamfetamin, ekstasi=MDMA
Opiat dan Opioid
 Opiat: morfin, kandungan lain dari opium poppy (kodein)dan zat yang berasal dari
modifikasi molekul morfin. Opioid: molekul sintetik
 Keduanya bekerja mengikat reseptor opiat µ1 disaraf otak, reseptor yang sama ada di
intestine, itulah kenapa pemakai opiat mengalami konstipasi
 Stimulasi reseptor µ1 menghilangkan nyeri, mendepresi nafas dan mengurangi motilitas
usus
 Perbedaan morfin, heroin dan opioid adalah afinitas relatif terhadap reseptor µ1,
 Beberapa opioid lebih poten 1000x dari morfin. Fentanyl 100x lebih poten daripada
morfin
 Mutasi terjadi pada semua reseptor opiat dan semua enzim pada hepar termasuk enzim
yang memetabolisme opiat-->polimorfisme genetik
 Tergantung tipe mutasi pada reseptor opiat, efek opiat bisa minimal, berat atau tidak
berubah sama sekali. Berdasarkan kemampuan memetabolisme opiat, individu dibagi:
poor, normal, rapid/supermetabolizer
 Polimorfisme genetika ini dapat menjelaskan kematian mendadak pada pemakaian
opiat. Tingginya konsentrasi obat didalam tubuh tidak selalu karena overdosis obat,
namun bisa karena individu tidak mampu memetabolisme obat dengan tepat karena
adanya polimorfisme gen
 Kasus: kematian bayi karena ibunya mendapatkan kodein sebagai antinyeri setelah
melahirkan, saat autopsi ditemukan morfin dalam jumlah besar pada bayi. Pada orang
normal 10% kodein akan diubah menjadi morfin. Ibu bayi ternyata ultra rapid
metabolizer P450 2D6 yang menyebabkan dia memproduksi sangat banyak morfin
ketika mengkonsumsi sedikit kodein, yang masuk ke ASI nya yang diberikan kepada
bayi sehingga bayinya mati karena intoksikasi morfin.
 Putaw=opiod sintetik, heroin
Hipnotik sedatif
 Benzodiazepin meningkatkan efek
neurotransmitter GABA
 Obat-obat yang mempengaruhi
reseptor GABA memiliki efek sedatif,
antikonvulsan dan ansiolitik
 Tdd: Benzodiazepin, Non
benzodiazepin, antidepresan dan
melatonin reseptor agonis
Halusinogen
 Berdasarkan struktur tdd:
fenilalkilamin dan indolalkilamin
 Yang paling terkenal Meskalin,
sedangkan psylosibin (magic
mushroom),bufotenin (dari kulit
kodok), dan LSD adalah indoalkilamin
yang terkenal
 designer amphetamin/MDMA/ekstasi
Anestesi disosiatif
 tdd: Phenyclidine, Gamma
hidroksibutirat, ketamine, DMP dan
Salvia Divinorum
 Blok reseptor NMDA
Marijuana
 Hash, skunk; marijuana berinteraksi dengan berbagai
macam reseptor berbeda
 tubuh memproduksi marijuana like drugs:
endocannabinoid, struktur nya sama dengan THC
 THC mempengaruhi reseptor endocannabinoid C1 dan
C2, reseptor benzodiazepin dan reseptor opiod
 cimeng/ganja,hasish mengandung
THC=tetrahidrocannabinol dari tanaman cannabis
 Budaya hippies di Amerika tahun 1960-an
Solvent
 Toluen-->Glue-->huffing
 Glue-sniffing populer tahun 1980an
 berinteraksi dengan berbagai
reseptor dengan mekanisme yang
tidak jelas
New synthetic agent
 Piperazin yang berefek seperti MDMA
Drug Facilitated Sexual Assault
(DFSA)
 Etanol
 Kloral Hidrat
 Hipnotik sedatif: BZ,nonBZ
 GHB
 Ketamine
 Opioid
 DMP
 Barbiturat
 Antikolinergik
 Antihistamin
 Aspek hukum pidana:
1. UU No 22 tahun 1997 tentang narkotika ttg produksi,
penyimpanan, pelaporan, eks-im, pengangkutan, transito
2. UU No 7 tahun 1997 ttg pengesahan UN Convention
against illicit traffic in narcotic drugs and psychotropic
substances 1988
3. UU No 5 tahun 1997 tentang psikotropika
4. Permenkes RI No 688/Menkes/PER/VII/97 ttg peredaran
psikotropika
5. Permenkes RI No 785/Menkes/PER/VII/97 ttg ekspor
impor psikotropika
 Pelanggaran diancam sanksi pidana
Pembuktian melalui pemeriksaan lab
 Kepmenkes No:
1173/Menkes/SK/X/1998lab berwenang
dilingkungan Depkes (BPOM) dan lingkungan
polisi (LabFor)
 Uji urin hanya uji saring
 Konfirmasi dengan uji GC-MS

Surat Keterangan Medis bebas narkoba

Anda mungkin juga menyukai