Anda di halaman 1dari 64

CASE REPORT

Intoksikasi Gromoxone
Oleh :
Reki Hendika
110070100066

Pembimbing :
Dr. Elfi Fitraneti, Sp.PD
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK
Universitas Baiturrahmah

Definisi intoksikasi
Toksikologi (berasal dari bahasa Yunani yaitu tokskos dan logos yang
merupakan studi mengenai perilaku dan efek yang merugikan dari
suatu zat terhadap suatu organisme/ makhuk hidup).

Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat


mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan
kematian. Semua zat dapat menjadi racun bila diberikan dalam dosis
yang tidak seharusnya. Menurut Ariens dkk. 1986, toksikologi ialah
ilmu pengetahuan mengenai kerja senywa kimia yang merugikan
tubuh organisme hidup. Sedangkan menurut Rand dan Petrocelli 1985,
toksikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang efek
negatif atau efek racun dari bahan-bhan kimia dan material lain hasil
kegiatan manusia terhadap organisme, termasuk bagaimana bahanbahan tersebut masuk kedalam organisme.1

Etiologi Intoksikasi
Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan
keracunan, antara lain :
1. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai
golongan seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ),
golongan gas (nitrogen metana, karbon monoksida, klor ), golongan
logam (timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan bahan organik
(akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol).

2. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants )


mis: sengatan serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll.
3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis:
Bacillus cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum,
Escherichia coli dll
4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan (Botanical toxicants)
mis : jamur amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung dll

Secara umum racun menurut wujudnya dibedakan menjadi 3 yaitu:


Padat (Obat-obatan dan makanan), cair (alkohol, bensin, minyak
tanah, zat kimia, pestisida, bisa/ racun hewan), gas (CO).

Berdasarkan tempat racun berada :


Racun yang terdapat dialam bebas, misalnya : gas racun dialam.
Racun yang terdapat dirumah tangga, misalnya : detergen, disenfektan, insektisida,
pembersih (cleaners).
Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya : insektisida, herbisida, pestisida
Racun yang digunakan dalam industri dan laboratorium, misalnya : asam dan basa
kuat, logam berat.
Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya : CN dalam singkong, toksin
botulinus, bahan pengawet.
Racun dalam bentuk obat, isalnya hipnotik, sedatif, dll.

Klasifikasi intoksikasi
Self Poisoning: Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis
berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak akan
membahayakan. Jadi pasien tidak bermaksud untuk bunuh diri,
biasanya hanya untuk menarik perhatian lingkungan sekitarnya. Pada
anak muda kadang-kadang dilakukan untuk coba-coba tanpa disadari
bahwa tindakan ini dapat membahayakan dirinya.
Attemted suicide: dalam hal ini, pasien memang bermaksud untuk
bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh
kembali bila ia salah tafsir tentang dosis yang dimakanya.

Accidental poisoning: ini jelas merupakan kecelakaan, tanpa factor


sengaja sama sekali.
Homicidal poisoning: keracunan ini akibat tindakan criminal yaitu
seseorang dengan sengaja meracuni orang lain.

Klasifikasi menurut mula waktu terjadinya keracunan di bagi menjadi


yang bersifat akut dan kronik. Untuk akut lebih mudah dikenal
daripada keracunan kronik, biasanya terjadi mendadak setelah makan
sesuatu. Ciri lain ialah sering mengenai orang banyak, misalnya pada
kercunan makanan, dapat mengenai seluruh keluarga atau warga
sekampung. Gejala keracunan akut dapat menyerupai setiap sindrom
penyakit, karena itu harus selalu diingat kemungkinan keracunan pada
keadaan sakit mendadak dengan gejala seperti muntah, kejang, diare,
koma, dan sebagainya.

Untuk diagnosis keracunan kronik sulit dibuat karena gejala


yang timbul perlahan dan lama sesudah pajanan. Gejala dapat
timbul akut sesudah pajanan berkali-kali dalam waktu yang
cukup lama dan dengan dosis yang kecil. Suatu ciri khas
ialah bahwa zat penyebab dieksresi lebih lama dari 24 jam,
waktu paruhnya panjang, sehingga terjadi akumulasi.

Mekanisme kerja racun


1. Racun yang bekerja secara setempat (lokal)
Misalnya:
Racun bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat.
Racun bersifat iritan: arsen, HgCl2.
Racun bersifat anastetik: kokain, asam karbol.
Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya akan menimbulkan
sensasi nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang
dapat disebabkan oleh syok akibat nyerinya tersebut atau karena peradangan
sebagai kelanjutan dari perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan.

2. Racun yang bekerja secara umum (sistemik)


Walaupun kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini
biasanya memiliki akibat / afinitas pada salah satu sistem atau organ tubuh
yang lebih besar bila dibandingkan dengan sistem atau organ tubuh
lainnya.
Misalnya:

Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf pusat.
Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung.
Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang.
CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan.
Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal.
Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama
berpengaruh terhadap hati.

3. Racun yang bekerja secara setempat dan secara umum


Misalnya:
Asam oksalat
Asam karbol
Arsen
Garam Pb

Faktor yang Mempengaruhi Keracunan


Cara masuk
Umur
Kondisi tubuh
Kebiasaan
Idiosinkrasi dan alergi
Waktu pemberian

Tanda dan gejala intoksikasi

Kasus keracunan akibat pestisida mempunyai angka yang tinggi.


Bahkan menurut data tahun 1983 dan 1989, pestisida sebagai
penyebab kasus keracunan akut mempunyai angka terbanyak yaitu
76,37 % dan 65,06 %. Penyebab lain yang banyak menyebabkan kasus
keracunan akut adalah air aki, obat-obatan bebas, makanan, alkohol,
dan minyak tanah.

Gejala klinis

Gangguan klinis dan penyebab keracunan

Penampilan secara

Agitasi (amphetamine, cocaine, lysergic acid diethylamide,opiat withdrwal)

Umum

Apathy, drowsiness, coma (hypnotik, pelarut organik, lithium)

Gangguan system saraf

Electro-encephalogram (EEG) [central depresant], fungs motorik (alcohol,


penyalah gunaan obat), gangguan berjalan/gerak (hallucinogen, amfetamine,
butyrophenon, carbamazepin, lithium, cocaine), kejang

Tekanan darah

Hipotensi

(phenothiazine),

Hipertensi

phenylpropanolamine, antikolinergik)

(kortikosteroid,

cocaine,

Jantung

Pulse, Elektrokardiogram (EKG) [trisiklik antidepresant, orphenadrine], Tidak


teratur (phenothiazine, procainamide, amiodarone, lidocaine), heart block
( calcoium bloker, beta bloker, digitalis, cocaine, trisiklik antidepresant)

Temperatur

Hipertermia (LSD, cocaine, methylenedioxymethylamfetamin(mdma))

Respirasi

Depresi pernapasan (opiat, barbiturat, benzodiazepine), hipoventilasi (salisilat)

Otot

Spasme dan Kram (Botulism, Crimidine, Striknin)

Kulit

Kering ( Parasimpatolitik Trisiklik Antidepresant), Berwarna : merah (carbon


monoksida), biru (sianosis) , kuning (liver damage: alkohol, jamur, rifampicin)

Mata

Pinpoint (opiat, cholinesterase inhibitor), Dilatasi pupil (atropin, amfetamin,


cocaine), Kemerahan (cannabis)

Hidung

Abdomen

Nasal Septum Komplikasi (cocaine)

diare (laxative, organophosphat), Obstruksi (opiat, atropine), Radiography


(timbale, thalium)

Bau

Bisa dilihat dari Keringat, Mulut, Pakaian, Sisa Muntah: Alkohol (etanol,
cleaner), Aceton/Nail Remover (Aceton, Metabolic acidosis), Ammonia
( Ammonia), Almond (Sianida), Pemutih/Klorine (Hipoklorit, klorin),
Disinfektan (Kreosat, Phenol, Tar), Formaldehyde (formaldehyde, methanol,
Bawang (Arsenik, Dimethylsulfoxide, Malation, Paration, Phospor kuning),
Asap (nikotin, carbonmonoksida), Pelarut organik (diethyl eter, chloroform,
dichloromethane), Kacang (rodentisida)

Penegakan diagnosis
Dalam hal ini anamnesa dapat membantu menegakan diagnosis,
walaupun harus selalu dicocokan dengan tanda yang ditemukan,
karena suatu botol yang dipegang pasien mungkin bukan berisi zat
penyebab keracunan. Jadi diagnosis memang sulit ditegakan.
Pada pengelolaan pasien keracunan yang paling penting adalah
penilaian klinis, walaupun sebabnya belum diketahui. Hal ini
disebabkan karena pengobatan simptomatik sudah dapat dilakukan
terhadap gejala-gejalanya. Diantara yang sangat penting pada
permulaan keracunan ialah derajat kesadaaran dan respirasi.

Kesadaran merupakan petunjuk penting tentang


beratnya karacunan. Makin dalam koma, maka akan
semakin berat keracunanya dan angka kematianya-pun
bertambah dengan bertambah dalamnya koma.

Dalam toksikologi, derajat kesadaran dibagi dalam 4 tingkatan seperti


pada anesthesia, yaitu:
Tingkat 1 : pasien mengantuk namun mudah diajak bicara.
Tingkat 2 : pasien dalam keadaan spoor, dapat dibangunkan dengan
rangsangan minimal, misalnya bicara keras atau digoyang tanganya.
Tingkat 3 : pasien dalam keadaan soporokoma, hanya dapat bereaksi
terhadap rangsangan maksimal yaitu dengan menekaan sternum
dengan kepalan tangan.
Tingkat 4 : pasien dalam keadaan koma, tidak ada reaksi sedikit pun
terhadap rangsangan maksimal seperti diatas. Keadaan ini paling berat
tetapi prognosisnya tidak selalu buruk.

Seringkali hambatan pada pusat pernafasan merupakan penyebab


kematian pada keracunan, karena itu frekuensi pernafasan dan volume
semenit harus selalu di evaluasi. Jalan nafas juga sering terhambat
oleh sekresi mucus yang dapat berbahaya bila tidak segera
dibersihkan. Hal ini dijumpai pada keracunan insektisida organofosfat
atau karbamat.
Gejala lain juga perlu diperhatikan, misalnya gangguan keseimbangan
asam basa atau air, tanda kerusakan hati dan ginjal, kelainan EEG,
retensi urin, muntah dan diare setra kelainan spesifik misalnya pada
foto x-ray tulang dan lain-lain. Pada 6% keracunan akut barbiturant
atau hipnotik lainya ditemukan bula di kulit.

Untuk peranan laboratorium sangat diperlukan untuk diagnosis akhir


dari intoksikasi. Pemeriksaan analisis darah, urin dan muntahan
pasien. Pemeriksaan laboratorium ini tidak mudah, Karena obat di
dalam tubuh mengalami perubahan molekuler akibat proses
biotransformasi. Specimen biologic dapat diperiksa secara kualitatif
dan kuantitatif. Pemeriksaan secara kualitatif dan semi kauntitatif saja
sudah cukup untuk mendiagnosis.

Terapi intoksikasi
Tindakan dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu: tindangan ABC dan
Usaha Terapetik lain-nya , serta pemberian antidot.
A. Airway (Jalur Napas)
Usahakan saluran napas tetap bebas sehingga pasien dapat bernapas
secara spontan. Pasien diletakkan pada posisi berbaring dan usahakan
tidak ada benda asing, sisa makanan, darah, atau muntah dari dalam
mulut.. Selain itu usahakan posisi lidah tidak menghalangi saluran
napas. Apabila perlu, pasang pipa endotrakeal.

B. Breathing (Pernapasan)
Pada tindakan ini , pernapasan pasien perlu dijaga agar tetap baik. Bila
perlu, dilakukan pernapasan buatan. Tetapi pemberian oksigen murni
tidak boeh lebih lama dari 6-8 jam. Karena dapat terjadi udema paruparu yang tokisk yang menyebabkan difusi O2 dan CO2 terhambat.
Jika dipastikan terjadi udema paru-paru maka: letakkan tubuh bagian
atas pada posisi yang tinggi, pemberian oksigen, menyedot sekret yang
ada, pemberian furosemida 60-200 mg iv., digitalis misal digoxin 0,25
iv, untuk pencegahan infeksi dapat diberikan antibiotika golongan
penisilin yang berspektrum luas.

C. Circulation (Peredaran darah)


.Pada tindakan ini, penting dipertahankan tekanan darah dan nadi
pasien dalam batas normal. Bila perlu, berikan cairan infus normal
salin, dektrosa, atau ringer laktat. Jika jantung berhenti tanpa sebab
jelas, dapat diberi 0,3 -0,5 mg adrenalin (intra vena atau intracardiac),
defibrilasi eksterna dengan 100 400 watt perdetik, disertai lidocain
100 mg injeksi bolus yang diikuti infus tetes pada hasil terapi yang
dicapai.

Usaha Terapeutik Lain


A.Mempertahankan Keseimbangan elektrolit, air, asam dan basa
Pada kondisi dehidrasi yang disebabkan antara lain karena diare atau
muntah maka dapat diberikan cairan oralit untuk mengganti cairan
tubuh yang hilang. Pada kasus metabolik asidosis, dapat diberikan
infsus larutan natriumhidrogenkarbonat 8,5% atau larutan trometamol
0,3 molar. Sedangkan pada metabolik alkalosis, maka diberikan infus
L-argininhidroklorida 1 molar atau L-lisinhidroklorida 1 molar dengan
selalu mengawai kesetimbangan asam basa.

Decontamination (Pembersihan)
B. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi absorbsi bahan
racun dengan melakukan pembersihan. Hal ini tergantung
dari bagaimana cara bahan tersebut masuk kedalam tubuh.

Penanganan pada keracunan oral


Pada kasus keracunanan secara oral, ada beberapa penanganan
yang bisa dilakukan:
Menghindari absorbsi sejumlah racun yang ada dalam saluran
pencernaan dengan memberikan adsorbensia dan atau
laksansia dan pada kasus keracunan tertentu diberikan parafin
cair.
Mengosongkan saluran cerna dengan cepat dengan cara
seperti: bilas lambung atau membuat muntah sebelum absorbsi
terjadi.

C. Eliminasi
Peningkatan ekskresi kedalam urin dengan cara diuresis dan
pengubahan pH urin.
Hemodialisa.

Antidotum spesifik
NO.
1.

ANTIDOTU
INDIKASI
M
Aluminium Keracunan
silikat
paraquat,
bentonit
diquat

CARA KERJA

2.

Atropin

Keracunan
obat/bahan
dengan efek
muskarinik

Memblok reseptor
muskarinik

3.

Kalsium
glukonat
50% i.v

Keracunan
fluorida

Mengikat ion Fe
yang timbul

hiperkalemia

Mengurangi
paralisis otot lurik

Memblok absorpsi
lewat usus

DOSIS
250 ml suspensi
30% tiap jam untuk
24-48 jam (selalu
diberikan bersama
MgS)
1,2-2,4 mg ulangi
tiap 5-10 menit
sampai tampak
tanda atropinisasi
(mulut kering,
pulsus >70x/menit)
2,5% gel untuk
luka bakar kulit,
10% injeksi pelan
10 ml
10-20 g dalam 25
ml air diikuti 10 ml

Dekstrosa

Keracunan insulin, OAD

Meningkatkan kadar
gula darah

50 ml larut

Dicobalt edetate

Keracunan sianida atau


derivatnya

Mengikat sianida
menjadi cobaltisoanid
atau cobaltosianid

600 mg i.v kemudian 300 mg lagi


jika respon belum tampak

Dimercaprol

Keracunan As, Cu, Pb,


atau Hg

Kelasi logam

2,5-5 mg/kg i.v tiap 4 jam untuk 2


hari kemudian 2,5 mg 2x/hari dan
diteruskan 1x/hari

Meningkatkan ekskresi
ion karbonat

Tergantung pada pH urin yang


harus terus dimonitor

Natrium bikarbonat Membuat urin lebih


(Bic Nat)
alkalis untuk mencegah
presipitasi Kristal
sulfonamide dalam
tubulus renalis dan
mengoreksi asidosis
metabolic

NaK-edetate
(CaEDTA)

Keracunan Pb

Kelasi

50-75 mg/kg i.v infuse tiap 5


jam untuk 5 hari (tiap 2 g
EDTA diencerkan dalam 200
ml RL)

Na-Nitrit

Keracunan sianida
dan derivatnya atau
hydrogen sulfide

Membentuk metHb
yang mempunyai
afinitas tinggi
terhadap ion CNdan HS- sehingga
terbentuk
sianometHb dan
sulfurmetHb

10 ml larutan 3% i.v dalam 3


menit kemudian diberi 25 ml
larutan 50% Na-tiosulfat
dalam 10 menit

Na-tiosulfat

Keracunan sianida
dan derivatnya

Meningkatkan
cadangan tiosulfat
tubuh yang penting
untuk mengubah
CN- menjadi
tiosianat

25 ml larutan 50% i.v dalam 10


menit kemudian 10 ml larutan
3% Na-nitrit i.v selama 3 menit

Golongan

Insektisida
Organofosfat

Tujuan

Mengembalikan aktivitas AChE


(monitoring aktivitas AChE dalam
(malation, paration, diazinon, abate) eritrosit dan plasma), simtomatik

Penatalaksanaan

Karbamat (Propoxur, karbaril)

Atropinisasi (SA 2 mg i.v, diulang


tiap
5-10
menit
sampai
atropinisasi penuh (muka merah,
hipersalivasi berkurang, mata
midriasis, takikardi)
Pralidoksim (p.r.n) 1000 mg i.v
dalam 5 menit
Dekontaminasi racun dari kulit
dan membrana mukosa
Diazepam atau fenobarbital

Sama dengan intoksikasi


organofosfat, tetapi jangan diberikan
pralidoksim

Organoklorin

Cegah gejala life-threatening,


meningkatkan eliminasi
racun, simtomatik

Ca-glukonas 10%, i.v. 10


mL lambat
Cholestyramin
(ekskresi
racun meningkat 3-18x, T
turun dari 140 menjadi
80 jam, pemulihan gejala
klinis lebih cepat
Dekontaminasi racun dari
kulit
dan
membrana
mukosa
Diazepam
atau
fenobarbital

Herbisida
Derivat bipyridil
(paraquat, diquat)

Dinitrofenol

Menghambat absorpsi Bilas


lambung,
lewat usus,
katartik
meningkatkan
Aluminium silikat,
eliminasi
bentonite
HD, hemoperfusa
Mengurangi simtom
(simtomatik)

Berendam es
Pemberian O2
Koreksi cairan dan
elektrolit

Fungisida
Pentachlorophenol

Meningkatkan eliminasi
melalui feses

Cholestyramine

Hexachlorobenzene

Meningkatkan eliminasi
melalui feses

Binatang: pemberian mineral


oil

Dithiocarbamat

Mengurangi hambatan enzim


mikrosomal hepar (gugus
sulfhidril)

Rodentisida
Warfarin

Mengembalikan penjendalan darah

vitamin K1, 50 mg i.m atau 3x50 mg


per oral

Strychnine

Mencegah kejang dan memperbaiki

respirasi

dizepam
intubasi dan ventilator mekanik

Asam fluoroasetat

Mengembalikan asetat tubuh

gliserol monoasetat

Thallium

Meningkatkan eliminasi racun

Ferric ferrocyanide (mengikat


thallium dalam usus); HD; forced
diuresis)

-naphthylthiourea

Menghambat aktivitas sulfhidril

(eksperimental)

Fumigant
Sianida

Methyl bromide

Mencegah metHb-emia dan


mengeliminasi racun

Na-tiosulfat 25% 50 mL i.v.


dalam 10 menit
Na-nitrit 3% 10 mL i.v.
dalam 3 menit

Obat-obat
mengembalikan
sulfhidril

yang
aktivitas

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. II
Umur : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bukit Tandang
No MR : 135057
Pekerjaan

: Berladang

Tanggal Masuk : 27 September 2016


Ruangan : Interna Wanita

Anamnesa
Keluhan Utama:
Pasien meminum racun rumput 1 jam sebelum masuk rumah
sakit.

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien meminum racun rumput 1 jam sebelum masuk rumah sakit, racun rumput yang di minum
yaitu jenis romoson/gromoson, banyak nya sekitar 3 tenggak minum, cairan racun
( romoson/gromoson ) yang diminum berwana biru. Pasien membeli sendiri racun tersebut di kedai
dekat rumah pagi hari dan sesampainya di rumah pasien langsung meminum racun rumput
tersebut, pasien membeli racun tersebut tanpa ada paksaan dari orang lain dan atas kemauannya
sendiri.
Pada malam hari sebelum meminum racun tersebut pasien bertengkar dengan suaminya.
Pasien di bawa ke IGD dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Ketika sadar pasien mengalami pusing yang hebat, pandangan kabur dan perasaan mual dan nyeri
perut.
Pasien muntah dalam jumlah yang cukup banyak ketika cairan di sedot dan di beri susu ketika di
IGD RSUD solok.
Muntahan pasien berwarna kebiruan.
Pasien mengalami nyeri pada tenggorokan
Nyeri apabila menelan (+)
Saki kepala seperti berdenyut-denyut.
BAB (+)

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat hipertensi (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Pernah dirawat dengan keluhan/kejadian yang sama (-)
Riwayat maag (-)
Riwayat edema paru (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat TB (-)
Riwayat DM (-)

Riwayat penyakit keluarga:


Tidak ada keluarga dengan riwayat penyakit/kejadian yang
sama
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat TB (-)

Riwayat psikososial
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, memiliki 3 orang
anak. Malam sebelum pasien meminum racun rumput
tersebut pasien bertengkar dengan suaminya dan pasien
sempat menangis dan marah-marah dan kemudian
menbentur-benturkan kepalanya ke dinding.

Riwayat kebiasaan:
Pasien memiliki kebiasaan meminum kopi dan teh pada pagi
dan malam hari. Pasien biasa merokok setengah bungkus
perhari dan bisa lebih apabila sedang ada masalalah dan
fikiran sedang kacau.

Pemeriksaan Fisik
Vital sign
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran

: composmetis cooperatif

Tekanan Darah : 110/80 mmHg


Nadi

: 85x

kali/menit

Nafas

: 92x

kali/ menit

Suhu

: 36,8

Pemeriksaan fisik khusus


Kepala :
Bentuk bulat, ukuran normochepal, rambut hitam, rambut kuat tidak
mudah dicabut.
Mata
:
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor.
Telinga :
Bentuk dan ukuran dalam batas normal
Hidung :
Bentuk dan ukuran dalam batas normal, sekret tidak ada

Mulut :
Sekitar bibir terdapat lebam dan luka lecet di pinggir bibir
Lidah tampak memerah
Gigi pada M1,2,3 atas dan bawah tampak caries
Leher :
JVP (5-2 mmH2O), tidak ada pembesaran KGB submandibula,
sepanjang m. Sternocleidomastoideus, supra dan infra clavicula.

Jantung dan pembuluh darah:


Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba jari di RIC 6 linea mid clavicula sistrra
Perkusi :
Batas kanan jantung : RIC 4 linea sternalis dextra
Batas atas jantung : RIC 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang jantung : RIC 4 linea parasternalis sinistra
Batas kiri jantung : RIC 6 linea mid clavicularis sinistra
Auskultasi

: Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Paru-paru:
Inspeksi
Palpasi

:Simetris pada keadan stasis dan dinamis


:Fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi

:Sonor

Auskultasi

:vesikuler, Rh-/-, wh -/-

Abdomen:
Inspeksi : normal, tidak ada sikatrik, distensi(-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal: Normal
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)

Anggota gerak : Edema (-), Sianosis (-) akral hangat.

Pemeriksaan Penunjang Rutin


HGB : 14,3 g/dl
HCT : 37,8 %
MCV : 82,6 fL
MCH : 31,5 pg
MCHC : 38,1 g/dL
Ureum

: 24,3 mg/dl

Creatinin : 0,78 mg/dl


Ad random: 86 mg%

Pemeriksaan Penunjang Anjuran


Foto thoraks
Echokardiografi
USG Abdomen
Endoskopy
CT scan abdomen

Diagnosa Kerja
Intoksikasi Gromokson
Diagnosa Banding
Aspirasi Pneumonia

Terapi
IVFD Rl 8 jam/kolf
IVFD RL : DS % 2:2 6 jam/kolf
Oksigen 2 3 liter
Ranitidin 2 x 1 (Inj IV)
Cefotaxim 2 x 1 (Inj IV)
Dexametason 2 x 1 ( Inj IV)
Injeksi Lasix 1 x 1 ( Inj IV)
Metil Prednisolon 2 x 62,5 (Inj IV)
Sulkrafat Syrp 4 x cl
Bicnat 3 x 1

Follow Up
Hari/

Subject

Objective

Assesment

tanggal
Rabu/ 28

-Panas di tenggorokan

KU : Sedang

Dx :

Nyeri dada

Kes : CMC

Septem 2016

Anjuran
-

Intoksikasi Gromoxone jam/kolf


- Aspirasi Penumonia.

-Pusing rasa berputar

TD : 120/80 mmHg

-BAB (+)

Nadi : 85 x/i

-BAK (+)

Nafas : 18 x/i

-Sakit perut (+)


-Masih terpasang NGT

Suhu: 36,5 C

-IVFD RL : DS % 2:2 6
-Oksigen 2 3 liter
-Ranitidin 2 x 1 (Inj IV)
-Cefotaxim 2 x 1 (Inj IV)
-Dexametason 2 x 1 ( Inj
IV)
-Injeksi Lasix 1 x 1 ( Inj IV)
-Metil Prednisolon 2 x 62,5
(Inj IV)
Sulkrafat Syrp 4 x cl
Bicnat 3 x 1
-Observasi
-Bed Rest

Kamis/ 29
Sept 2016

-Nyeri di tenggorokan -KU : Sedang


-Bibir Terasa kering -Kes : CMC
dan pecah
- NGT di lepas
-BAK (+)
BAB (+)
- Sakit kepala

-Intoksikasi

-IVFD RL : DS % 2:2 6

Gromoxone

jam/kolf
-Ranitidin 2 x 1 (Inj IV)

-TD:90/60 mmHg
-Nadi : 85 x/i
-Nafas:18x/i

-Cefotaxim 2 x 1 (Inj IV)


-Dexametason 2 x 1 ( Inj
IV)
-Injeksi Lasix 1 x 1 ( Inj

-Suhu :36,50 C

IV)
-Metil Prednisolon 2 x
62,5 (Inj IV)
Sulkrafat Syrp 4 x cl
Bicnat 3 x 1

Jumat/ 30

Bibir

Sept 2016

melepuh

tampak KU: Sedang


dan

nyeri

saat membuka mulut.


-

Lidah

tampak

Kes : CMC
90/60 mmHg

-Sulit makan

-IVFD RL : DS % 2:2 6

Gromoxone

jam/kolf
-Ranitidin 2 x 1 (Inj IV)
-Cefotaxim 2 x 1 (Inj IV)

-Nadi= 70 x/i

memerah dan nyeri


saat menelan.

-TD :

- Intoksikasi

-Nafas : 20 x/i
-Suhu = 360 C

-Dexametason 2 x 1 ( Inj
IV)
-Injeksi Lasix 1 x 1 ( Inj
IV)
-Metil Prednisolon 2 x
62,5 (Inj IV)
Sulkrafat Syrp 4 x cl
Bicnat 3 x 1

Sabtu, 1

-Rasa

Oktober 2016 sekitar

perih

di -TD : 90/60 mmHg

mukosa

bibir.

-Nadi=

80

kali/menit

-Lidah kemerahan.

-Nafas

=23

-Nyeri saat menelan permenit


dan

membuka

mulut.
-Sakit pada daerah
ulu hati.

-Suhu = 36,5 0 C

- Intoksikasi

-IVFD RL-DS % 2-2 8

Gromoxone

jam/kolf
-Sukralfat syrp 4 x 1 cl

kali

-Ranitidin 2x1 IV

ANALISA KASUS
Seorang pasien wanita umur 29 tahun masuk ke IGD RSUD Solok pada tanggal 27
September 2016, dengan kaluhan utama yaitu meminum racun rumput 1 jam sebelum
masuk ke rumah sakit. Racun rumput yang di minum pasien adalah jenis gromoxone jumlah
yang di minum oleh pasien sekitar 3 (tiga) tenggak minum, seingat pasien cairan yang
diminum oleh pasien berwarna biru. Racun rumput tersebut di beli sendiri oleh pasien
didekat rumah pasien. Pada malam hari sebelum kejadian pasien bertengkar oleh suaminya.
Pasien masuk ke IGD dengan keadaan tidak sadarkan diri, dan ketika sadar pasien
mengalami pusing yang hebat, pandangan kabur dan perasaan mual dan nyeri perut.
Kemudian pasien muntah dalam jumlah yang cukup banyak ketika di sedot cairan lambung
di IGD dan di berikan susu. Seingat pasien muntahan pasien berwarna kebiruan, pasien juga
mengalami nyeri pada tenggorokan, dan sangat sakit pada saat pasien menelan. Sebelumnya
pasien belum pernah mengalami/melakukan kejadian yang sama. Pada pemeriksaan fisik
pasien di temukan tekanan darah pasien 110/80, Nadi 85x/i, Nafas 92x/i, dan suhu 36,8C.
Pada pemeriksaan darah rutin yang di lakukan Hemoglobin 14,3 gr/dl, hematokrit 37,8 %,
Leukosit 10.430 L, Trombosit 351.000 L, Ureum 24,3 mg/dl, Creatinin 0,78 mg/dl, Ad
random 86%. Di tegakkan Diagnosis pada pasien yaitu dengan Intoksikasi Gromoxon.

Kesimpulan
Intoksikasi merupakan masuknya zat yang dapat membahayakan kesehatan
tubuh bahkan dapat membawa kepada kematian. Menurut jenis wujudnya
dapat dikelompokan menjadi padat, cair dan gas. menurut waktunya
dibedakan menjadi intoksikasi akut dan intoksikasi kronik. Untuk
penanganan pasien intoksikasi harus mengutamakan prinsip airway,
breathing dan sirkulasi. Kemudian setelah kebutuhan dasarnya terpenuhi
barulah pengelolaan untuk racun yang tertelan. Untuk mengeluarkan racun
yang masuk ke tubuh atau menguranginya dilakukan berbagai cara, seperti
contohnya untuk racun yang tertelan dapat di tangani dengan 3 cara seperti
penanganan untuk membuat pasien muntah, memasang pipa untuk bilas
lambung, memberikan obat pencahar, dan memberikan bubuk charcoal untuk
membantu proses penyerapan racun. Untuk penanganan lain dapat dilakukan
diuresis paksa, exchange transfusion, dialysis peritoneal dan hemodialisis.

DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, S.G., 2007,Farmakologi dan Terapi,Edisi V, 826, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta.
Hodgson, E. Dan Levi, P.E. 2000, A Textbook of Modern Toxicology, 2nd Ed, McGraw-Hill Higher
Education, Singapore.
Linden,C.H., burns,M.G., Poisoning and drug overdosage in Harrisons principles of internal
medicine Vol. 2, 16th edition, International edition, McGraw-Hill,2005.
Budiawan, Nat. 2008. Peran Tosiologi Forensik dalam Mengungkap Kasus Keracunan dan
Pencemaran Lingkungan. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences; 1 (1): 35-39. Jakarta
ISFI. ISO informasi spesialite obat Indonesia. Vol.41. Jakarta: ISFI; 2006
Wirasuta, M. A. G., 2008. Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi Temuan Analisis.
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciencies, Volume 1, pp. 47-55
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai