Anda di halaman 1dari 3

Berat lahir merupakan berat badan bayi baru lahir pada saat kelahiran yang ditimbang

pada saat satu jam sesudah lahir dimana merupakan antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan pada saat bayi baru lahir untuk melihat pertumbuhan fisik maupun status gizi
dan mendiagnosis bayi normal, berat bayi lahir rendah dan berat bayi lahir lebih (WHO. (2010).
Indcator For Assesing And Young Child Feeding Practices PArt 2 : Measurement. WHO Press.)

Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan keadaan bayi lahir dengan berat kurang dari
2.500 gram. (Mahayana SAS, Chundrayetti E, Yulistini. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap
kejadian berat badan lahir rendah di RSUP Dr. Djamil Padang. 2015;4(3):664–73.)

Berat badan lahir rendah merupakan indikator status kesehatan masyarakat karena
mempunyai korelasi dengan angka morbiditas, mortilitas, dan kejadian gizi kurang di kemudian
hari. (Rosha BC, Sisca D, Putri K, Yunita I, Putri S. Determinan status gizi pendek anak balita
dengan riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) di Indonesia (analisis data Riskesdas 2007–
2010)

BBLR diartikan sebagai bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR
akan membawa risiko kematian, gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk
dapat berisiko menjadi pendek jika tidak tertangani dengan baik. WHO (2012) mengatakan
prevalensi kelahiran BBLR secara umum adalah sekitar 20 juta bayi baru lahir BBLR (15,5%)
setiap tahunnya, diantaranya sekitar 96,5% terjadi di negara berkembang. Indonesia sebagai
salah satu negara berkembang masih berada pada posisi yang cukup tinggi untuk kasus BBLR.
(Sebayang, S. K., Dibley, M. J., Kelly, P. J., Shankar, A. V. dan Shankar, A. H. (2012). Determinants
of low birthweight, small‐for‐gestational‐age and preterm birth in Lombok, Indonesia: analyses
of the birthweight cohort of the SUMMIT trial. Tropical Medicine & International Health, 17(8),
938-950)

Bayi BBLR tipe kecil masa kehamilan (dismatur) sejak dalam kandungan telah mengalami
retardasi pertumbuhan intera uterin dan akan berlanjut sampai usia selanjutnya setelah
dilahirkan yaitu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lebih lambat dari bayi lahir
normal, dan sering gagal menyusul tingkat pertumbuhan yang seharusnya dicapai pada usia
setelah lahir (Proverawati A, Cahyo IS. BBLR: Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha
Medika; 2010.)

Hambatan pertumbuhan yang terjadi berkaitan dengan maturitas otak, dimana sebelum
usia kehamilan 20 minggu terjadi hambatan pertumbuhan otak seperti perubahan somatik
(Meadow SR, Newell SJ. Lectures notes pediatrika. Jakarta: Erlangga; 2005.)

Bayi BBLR juga mengalami gangguan saluran pencernaan, karena saluran pencernaan
belum berfungsi, seperti kurang dapat menyerap lemak dan mencerna protein sehingga
mengakibatkan kurangnya cadangan zat gizi dalam tubuh(Cakrawati D, NH M. Bahan Pangan,
Gizi, Dan Kesehatan. Bandung: Alfabeta; 2014.)

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2019, angka prevalensi BBLR tertinggi di
dunia terjadi di wilayah asia, sebesar 12,8 juta (17,3%) kasus dan kejadian yang terendah
terjadi di negara atau daerah maju pada tahun 2015. Di asia tenggara sendiri memiliki
tingkat insidensi BBLR tertinggi dengan angka sebesar 12.3% dari total angka kejadian
kelahiran bayi BBLR di seluruh dunia.( World Health Organization. 2019. UNICEF-WHO Low
Birthweight estimates: Levels and Trends 2000-2015. Geneva: World Health Organization.)

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan RI, berat badan lahir rendah angka prevalensinya adalah sebesar 6,2%,
di mana nilai tersebut telah melebihi dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) pada tahun 2019 yaitu sebesar 8%. Tetapi angka prevalensi berat badan lahir
rendah pada tahun 2018 mengelami peningkatan 0,5% dari tahun 2013 yaitu 5,7% menjadi
6,2%.

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Hasil Utama Riskesdas. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Indonesia. )

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Riau tahun 2018 yang diterbitkan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi Riau menyatakan bahwa kematian neonatal, bayi dan balita merupakan
suatu indikator untuk menilai kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2018 jumlah kematian
neonatal, bayi dan balita di Provinsi Riau mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya. Sementara itu di kabupaten atau kota, jumlah kematian bayi dan neonatal
tertinggi terjadi di kota pekanbaru yaitu sebanyak 79 bayi dan 73 neonatal. Dan penyebab
terbanyak dari kematian bayi baru lahir adalah bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

(Dinas Kesehatan Provinsi Riau. 2018. Profil Kesehatan. Pekanbaru: Riau.)

Berat badan lahir dapat menjadi indikator untuk melihat kemungkinan kelangsungan hidup,
pertumbuhan, kesehatan jangka panjang, dan perkembangan psikologis anak. Penilaian
status gizi secara antropometri pada bayi baru lahir dengan mengukur berat badan,
panjang badan bayi, lingkar lengan atas, lingkar kepala adalah metode gizi untuk mengkaji
bayi baru lahir yang sangat berpengaruh pada morbiditas dan mortalitas bayi pada umur
selanjutnya. (rawati A, Salimar D. Status gizi ibu sebelum hamil sebagai prediksi berat dan
panjang bayi lahir di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor: studi kohor prospektif tumbuh
kembang anak tahun 2012 -2013 (Pre-pregnancy maternal nutritional status as a predictor
of birth weight and le. Penel Gizi Makan. 2014;37(2):119–28.)

Dampak BBLR dalam jangka panjang, yaitu gangguan yang dapat muncul antara lain: gangguan
pertumbuhan dan perkembangan, penglihatan (retinopati), pendengaraan, penyakit paru
kronis, kenaikan angka kesakitan dan frekuensi kelainan bawaan serta sering masuk rumah
sakit. Komplikasi langsung yang dialami bisa terjadi hipotermi, gangguan cairan dan
elektrolit, hiperbilirubinemia, sindroma gawat nafas, paten duktus arteriosus, infeksi
perdarahan intraventrikuler apnea of prematurity dan anemia (Proverawati. 2010. konsep
BBLR (beratbadanlahirrendah). NuhaMedika Yogyakarta .?

Anda mungkin juga menyukai