Oleh :
PENDAHULUAN
kembang anak. Nutrisi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang tidak baik
akan menimbulkan permasalahan gizi seperti gizi kurang, gizi buruk, dan
pada balita menjadi masalah kesehatan yang sangat serius terkait peningkatan
resiko mortalitas dan morbiditas. Kasus gizi buruk merupakan salah satu
perhatian di Indonesia. Gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok umur,
tetapi yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah kelompok bayi dan balita,
Gizi kurang pada balita akan membawa dampak yang negatif baik dari
kurang dan gizi buruk adalah penurunan daya tahan tubuh sehingga anak rentan
terhadap penyakit infeksi. Salah satu infeksi yang disebabkan oleh gizi buruk
adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) menjadi salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi
menular di dunia. Penyakit ISPA Merupakan penyakit yang sering terjadi pada
Menurut data UNICEF tahun 2017 terdapat 92 juta (13,5%) balita dunia
mengalami underweight, 151 juta (22%) balita mengalami stunting dan 51 juta
(7,5%) balita mengalami wasting. Keadaan status gizi pada balita di Indonesia
sudah mengalami perbaikan, hal ini tercermin dari penurunan kekurangan gizi
(underweight) pada anak balita dari 19,6% pada tahun 2013 menjadi 17,7%
pada 2018. Prevelensi status gizi (BB/U) balita usia 0-59 bulan mengalami gizi
buruk di wilayah Jawa Timur sebesar 4,9% pada tahun 2013 menjadi 3,3% pada
tahun 2018. Sedangkan balita yang mengalami gizi kurang di wilayah Jawa
Timur sebesar 14,2% pada tahun 2013 menjadi 13,4% pada tahun 2018.
Prevelensi status gizi (BB/U) balita usia 0-59 bulan yang mengalami gizi buruk
di wilayah Surabaya sebesar 4,6% pada tahun 2013 menjadi 2,57% pada tahun
sebesar 14,2% pada tahun 2013 menjadi 10,33% pada tahun 2018 [CITATION
Din18 \l 14345 ]
menyumbang 15% dari semua kematian anak dibawah usia 5 tahun, dengan
prevelensi ISPA di Indonesia tahun 2013 pada balita sebesar 13,3% dan
mengalami penurunan menjadi 7,8% pada tahun 2018, di wilayah jawa timur
prevelensi ISPA pada balita sebesar 15,6% pada tahun 2013 menjadi 12,9% pad
atahun 2018 Sedangkan di wilayah kota Surabaya sebesar 15,8% pada tahun
golden age periode yang merupakan periode kritis yang terjadi satu kali dalam
kehidupan anak, karena pada masa ini tidak kurang 100 miliyar sel otak siap
anak[ CITATION Wau16 \l 14345 ] . Balita dengan gizi kurang, akan mengalami
imunisasi lengkap [ CITATION And11 \l 14345 ] . Anak dengan gizi buruk akan
mengalami kekurusan, lemah dan rentan terserang infeksi. Hal ini disebabkan
system kekebalan tubuh yang berkurang pada anak. Status gizi yang buruk akan
karbohidrat sehingga pada anak dengan gizi buruk produksi antibody dan
limfosit terhambat [ CITATION Nad16 \l 14345 ]. Anak dengan gizi kurang akan
serangannya lebih lama dibandingkan dengan anak gizi normal akibat daya
tahan tubuh yang kurang [ CITATION Mar10 \l 14345 ]. Gejala ISPA yang tidak
segera ditangani dengan tepat akan menyebabkan penyakit lain seperti otitis
14345 ]
makanan tambahan (PMT) untuk balita kurus, upaya pendidikan gizi dalam
peningkatan ASI Eksklusif, pemberian makanan bayi dan anak (PMBA) dan
yang utama adalah menjaga daya tahan tubuh lewat perilaku hidup sehat,
Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskemas Kali Rungkut, Surabaya.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara status gizi dengan
Kalirungkut Surabaya
Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu dan pengalaman peneliti dibidang
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat memberikan informasi baru dan
berkaitan dengan hubungan status gizi terhadap kejadian ISPA pada balita
TINJAUAN PUSTAKA
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah-satu sumber daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang
memiliki peranan strategis dan mempunyai cita-cita dan sifat khusus, memerlukan
perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam proses berkembang
anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri
fisik pada semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisiknya sama, demikian pula
diri sudah ada sejak bayi akan tetapi belum terbentuk sempurna dan akan
sudah terbentuk sejak bayi di mana bayi akan menangis saat lapar [ CITATION Yul16
\l 14345 ]
Anak bawah lima tahun atau sering disingkat anak balita adalah anak yang
berusia diatas 1 tahun atau dibawah lima tahun atau dengan perhitungan bulan 12-
59 bulan (kemenkes RI, 2015). Balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua
yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan balita
dan anak usia lebih dari 3 tahun dampai lima tahun yang dikenal dengan usia
Balita adalah anak dengan usia dibawah lima tahun dengan karakteristik
pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dimana umur 5 bulan
berat badan naik 2 kali berat lahir dan tiga kali berat badan lahir pada umur 1
tahun dan menjadi empat kali pada umur 2 tahun [ CITATION Sep12 \l 14345 ]
1. Pertumbuhan
ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur
menggunakan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter),
umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh)
sel otak masih berlangsung; dan terjadi pertumbuhan serabut serabut syaraf dan
akan terjadi pertambahan tinggi rata-rata 6,35 cm setiap tahun dan pertambahan
berat badan 2,5 – 3,6 kg setiap tahun (Soetjiningsih dalam Septina, 2016) .
Menurut Allen & Martoz dalam Septina (2016), pada usia 1 tahun berat badan
akan bertambah kira-kira 0,13 – 0,25 kg per bulan, sehingga rata-rata berat
badannya 9,6 – 12,3 kg. Tinggi badan akan bertambah sekitar 5 – 7,6 cm per
tahun sehingga kurang lebih tingginya 81,3 – 88,9 cm. Pada usia 2 tahun, berat
badan akan bertambah kira-kira 0,9 -1,1 kg per tahun sehingga rata-rata berat
badannya 11,8 – 14,5 kg (Septina, 2016). Tinggi badan akan bertambah sekitar
7,6 – 12,7 cm per tahun sehingga kurang lebih tingginya 86,3 – 96,5 cm (Septina,
2016).
2. Perkembangan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan, sebagi hasil dari proses pematangan [ CITATION
berbicara, dari hanya mampu mengucapkan satu kata, duat kata hingga lancar
berbicara.
a) Mengangkat kepala 450 dan dada ditumpu lengan pad awaktu tengkurap
c) Menari
a) Menggenggam pensil
saat bersamaan
b) Menumpuk 8 kubus
c. Bahasa
sistem lainnya, seperti kemampuan kognitif, sensori motor, psikologis, emosi, dan
tunggal
6) 18-24 bulan : memahami kalimat sederhana
“mengapa”
Gizi adalah zat atau senyawa yang terdpaat dalam pangan yang terdiri atas
gizi adalah suatu unsur makanan yang dikonsumsi secara normal melelui
14345 ]
keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi
yang diperukan untuk metabolisme tubuh. Status gizi seseorang tergantung dari
asupan gizi dan kebutuhannya, jika antara asupan gizi dengan kebutuhan tubuhnya
seimbang, maka akan menghasilkan status gizi baik. Kebutuhan asupan gizi setiap
individu berbeda antarindividu, hal ini tergantung pada usia, jenis kelamin,
dan penggunaan zat, dimana zat gizi sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber
(Auliya dalam [ CITATION Sep18 \l 14345 ]Penilaian status gizi balita dapat diukur
berdasarkan pengukuran antropometri yang terdiri dari variabel umur, berat badan
adalah ukuran derajat rasio pemenuhan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang
diperoleh dari makanan yang berdampak pada fisik dan dapat diukur dengan
antropometri.
Balita mengalami proses tumbuh kembang yang sangat pesat dari segi
fizik balita perl memperoleh asupan gizi dari makanan sehari-hari dalam jumlah
yang cukup dan berkualitas baik untuk mendukung pertumbuhan. Kebutuhan gizi
pada anak dianataranya energy, protein, lemak, air, hidrat arang, vitamin dan
Kebuthan energy pada masa balita dalam sehari untuk tahun pertama
sebanyak 100200 kkal/kg BB. Setiap tiga tahun pertambahan umut, ebutuhan
energy turun 10 kkal/kg BB. Energy yang digunakan oleh tubuh adalah 50%
atau 55 kkal/kg BB per hari untuk metabolisme basal, 5-10% untuk specific
dynamic action, 12 % atau 15-25% kkal/kg BB per hari untuk aktifitas fisik
dan 10% terbuang melalui feses. Zat gizi yang mengandung energy terdiri
dari karbohidrat, lemak, dan protein. Jumlah energy yang dianjurkan didapat
2. Protein
Pemberian protein disarankan sebanyak 2-3 g/kg BB untuk bayi dan 1,5-2
mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah cukup, mudah dicerna
dan diserap oleh tubuh. Protein yang diberikan haru sebagian berupa protein
3. Air
Air merupakan zat gizi yang sanagt penting bagi bayi dan anak. Kebutuhan
air pada usia 12 bulan sebesar 120-135 mg/kg/BB/hari, pada usia 2-3 tahun
sebesar 115-125 ml/kg/BB/hari sedangan pada usia 4-5 tahun sebesar 100-
110 ml/kg/BB/hari
4. Lemak
Kebutuhan lemak yang dianjurkan yaitu sebesar 15-20% energy total basal
yang berasal dari lemak. Konsusi lemak pad ausia 6 bulan sebanyak 35% dari
5. Hidrat arang
Konsmsi hidrat arang dianjurkan 60-70 energi totoal basal. Pada ASI dan
sebagian susu formula bayi 40-50% kandungan kalori berasal dari hidrat dan
Anak sering mengalami kekurangan vitamin A,B, dan C sehingga anak perlu
yang berwarna kekuningan atau jingga seperti papaya, pisang, nanas dan
jeruk
Kebutuhan gizi mineral mikro yang lebih dibutuhkan saat usia balita antara
lain:
Zat besi berperan dalam berbagai reaksi oksidasi reduksi. Balita usia satu
tahun dengan berat badan 10kg harus mengkonsumsi 30% zat besi yang
b. Yodium
Yodium berperan dalam perubahan karoten menjadi bentuk aktif vitamin A,
sintesis protein dan sbsorbsi karbohidrat dari saluran cerna. Angka kecukupan
c. Zink
Berperan dalam proses metabolisme asam nukleat dan sintesis protein. Selain
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi pemanfaatan zat gizi oleh tubuh,
yaitu faktor primer dan faktor sekunder. (Almatsier, 2010 dalam [CITATION Par17 \l
14345 ]
1. Faktor primer
Faktor primer adalah faktor asupan makanan yang dapat menyebabkan zat
gizi tidak cukup atau berlebihan. Hal ini disebabkan oleh susunan makanan
yang dikonsumsi tidak tepat baik kualitas maupun kuantitas. Hal ini dpaat
misalnya seseorang sangat suka dengan makanan jeroan, hal ini akan
menjadi kebiasaan (habit) dan akan mempunyai efek buruk pada status
gizinya.
2. Faktor sekunder
dalam jumlah yang cukup, tetapi zat gizi tidak dapat dimanfaatkan optimal.
alat cerna atau enzim, yang menyebabkan makanan tidak dapat dicerna
dengan sempurna, sehingga zat gizi tidak dapat diabsorbsi dengan baik
kekurangan gizi, karena cacing memakan zat gizi yang dikonsumsi anak,
faktor-faktor penyebab kurang gizi dapat dilihat dari penyebab langsung dan
dan tinggi badan orang tua, sedangkan di perdesaan faktor yang berhubungan
adalah status sosial ekonomi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan orang tua,
dicapai dibanding dengan sektor pertanian dan sumber daya alam. Persentase
Listrik, air dan sanitasi rata-rata lebih luas tersedia daripada di daerah
tergantung pada jenis kekurnagan gizi. Hasil penilaian status gizi dapat
tertentu. Terdapat beberapa metode dalam penilaian status gizi, antara lain :
1. Metode antropometri
tubuh manusia. Jadi antropometri adalah pengukuran tubuh atau bagian tubuh
Per20 \l 14345 ]
umur anak
Indeks BB/PB ata BB/TB ini menggambarkan apakah berat badan anak
Umur yang digunakan pada standart ini merupakan umur yang dihitung dalam
bulan penuh, sebagai contoh bila umur anak 2 bulan 29 hari maka dihitung
sebagai umur 2 bulan. Indeks Panjang Badan (PB) digunakan pada anak umur 0-
24 bulan yang diukur dengan posisi terlentang. Bila anak umur 0-24 bulan diukur
0,7 cm. Sementara untuk indeks Tinggi Badan (TB) digunakan pada anak umur di
atas 24 bulan yang diukur dengan posisi berdiri. Bila anak umur di atas 24 bulan
diukur dengan posisi terlentang, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan
Metode laboratorium mencakup dua pengukuran yaitu uji biokimia dan uji
fungsi fisik. Uji biokimia adalah mengukur status gizi dengan menggunakan
peralatan laboratorium kimia. Tes biokimia mengukur zat gizi dalam cairan tubuh
atau jaringan tubuh atau ekskresi urin. Misalnya mengukur status iodium dengan
lainnya. Tes fungsi fisik merupakan kelanjutan dari tes biokimia atau tes fisik
3. Metode klinis
penyakit atau gangguan kesehatan yang dialami seseorang dari awal sampai
cara yaitu
terhadap apa yang dirasakan), pasien dalam keadaan tidak sadar karena
mengetahui anemi, orang yang menderita anemi bagian putih matanya akan
palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada kelenjar tyroid anak untuk
mengetahui reaksi yang terjadi atau suara yang keluar dari bagian tubuh yang
diketuk.
5) Auskultasi adalah mendengarkan suara yang muncul dari bagian tubuh untuk
1. Gangguan pertumbuhan
tidak dapat tumbuh optimal dan pembentukan otot terhambat. Protein berguna
sebagai zat pembangun, akibat kekurangan protein otot menjadi lembek dan
rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal dari lingkungan keluarga yang
tenaga untuk bergerak, bekerja, dan melakukan aktivitas. Orang akan menjadi
terserang penyakit seperti pilek, batuk, diare atau penyakit infeksi yang lebih
protein lebih dari sebelumnya. Selain energi protein, vitamin dan mineral juga
Sum20 \l 14345 ].
Zat gizi (makanan) memiliki efek kuat untuk reaksi kekebalan tubuh
dan resistensi terhadap infeksi. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil
Kekurangan gizi pada waktu janin dan usia balita dapat berpengaruh
pada pertumbuhan otak, karena sel-sel otak tidak dapat berkembang. Otak
mencapai pertumbuhan yang optimal pada usia 2-3 tahun, setelah itu menurun
berkurang.
5. Gangguan perilaku
tidak tenang, cengeng, dan pada stadium lanjut anak bersifat apatis. Demikian
juga pada orang dewasa, akan menunjukkan perilaku tidak tenang, mudah
penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan staau lebih dari
saluran pernapasan mulai dari hidung (saluran pernapasan atas ) hingga alveoli
ISPA adalah infeksi saluran yang terjadi pada pernafasan dengan gejala
sakit tenggorokan, beringus (rinorea), batuk, pilek, sakit kepala, mata merah, suhu
(ARI) merupakan sitilah yang meliputi tiga unsur yaitu [ CITATION Mas17 \l 14345 ]
2. Saluran pernapasan yaitu organ yang terdiri dari hidung hingga alveoli serta
3. Infeksi akut yaitu infeksi yang berlangsunh dalam kurun waktu 14 hari. Batas
sering menjadi penyebab ISPA adalah respiratory syncytial virus (RSV) dan
influenza
Kejadian ISPA diawali dengan adanya infeksi antara bakteri dan flora
normal di saluran nafas. Infeksi oleh bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola
kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi
mukosilier dan fagositosis. Karena penurunan daya tahan tubuh klien maka
bawah yang mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit kepala dan gejala ISPA
yang telah dicemari virus dan bakteri penyebab ISPA (hand to hand transmission)
dan dapat juga ditularkan melalui udara tercemar (air borne disease) pada
penderita ISPA yang telah terinfeksi virus atau bakteri penyebab ISPA melalui
sekresi berupa saliva atau sputum. ISPA dapat menular melalui beberapa cara,
1. Transmisi droplet
Droplet berasal dari orang (sumber) yang telah terinfeksi atau yang telah
menderita ISPA. Droplet dapat keluar selama terjadinya batuk, bersin dan
ini tersembur dalam jarak dekat (<1 m) melalui udara dan terdeposit di
mukosa mata, mulut, hidung, tenggorokan, atau faring karena droplet dapat
2. Kontak langsung
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring. ISPA atas yang perlu
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai
golongan umur kurang dari 2 bulan dan golongan umur 2 bulansampai 5 tahun
a. Pneumonia berat
Bila disertai napas cepat dan tarikan dinding dada bagian bawah
Bila tidak disertai dengan tarikan dinding dada bagian bawah dan
pernapasan cepat
berikut:
a. Pneumonia berat
Bila disertai sesak napas dan tarikan dinding dada bagian bawah ke
b. Pneumonia sedang
Balita tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
napas cepat.
14345 ]
1. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek
dan sesak
2. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39C dan
3. ISPA berat
Gejala meliputi penurunan kesadaran, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu
makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah
orang dewasa. Pada umumnya demam, terutama pada anak kecil. Anak yang lebih
besar memiliki demam ringan, yang muncul pada waktu sakit. Pada anak-anaka 3
bula sampai 3 tahun, demam tiba-tiba terjadi dan berkaitan dengan marah, geliah,
nafsu makan menurun, dan penurunan aktifitas. Peradangan hidung dapat
Mutah dan diare mungkin juga bisa muncul. [ CITATION Har12 \l 14345 ]
Gejala awal pada anak yang lebih tua adalah kekeringan dan iritasi saluran
hidung dan faring, diikuti bersin, sensasi dingin, nyeri otot, keluar cairan hidung
dan kadang batuk. Peradangan hidung dapat menyebabkan iritasi kulit pada
hidung. Penyakit ini memiliki batas tersendiri dan biasanya sembuh 4 sampai 10
mungkin mengalami otitis media, ini biasanya terjaid di awal atau setelah
nasofaringitis sebelumnya. Pneumonia jarang terjadi namun bisa saja pada balita. [
Faktor yang meningkatkan kejadian dan kematian karena ISPA, dapat dibagi
1. Faktor host
a. Jenis kelamin
lengkap namun insiden ISPA balita masih tinggi yang disebabkan karena
Nas201 \l 14345 ]
c. Umur
d. status gizi
Status gizi baik pada Balita mempengaruhi daya tahan tubuh dan
pada Balita dengan status gizi kurang dapat terjadi karena masuknya
pada balita. Hal ini disebabkan oleh kadungan kolostrom pada ASI yang
2. Faktor agent
sering menjadi penyebab ISPA adalah respiratory syncytial virus (RSV) dan
Apabila penyakit ISPA tidak diobati dan jika disertai dengan malnutrisi,
maka penyakit tersebut akan menjadi berat dan akan menyebabkan terjadinya
bronchitis, pneumonia, otitis mdia, sinusitis, gagal napas, cardiac arrest, syok
b. Rinosinusitis
c. Pneumonia
d. Epistaksis
e. Konjungtivitis
f. Faringitis
secara umum infeksi saluran pernapasan akut pada balita dapat dicegah dengan cara
1. Melakukan imunisasi sesuai usia anak yang disarankan, sehingga bayi, balita
4. Menjauhkan bayi, balita dan anak dari asap rokok, tembakau dan polusi udara
lain
5. Menghindari bayi, balita dan anak dari seseorang yang tengah menderita ISPA
Pengobatan ISPA pada bayi, balita dan anak secaa umum bisa dilakukan dirumah.
Berikut beberapa caranya: dengan memberikan obat yang sifatnya aman dan alami
pada balita, sedangkan bayi sebaiknya segera dibawa ke dokter. Jika demam, bayi
banyak asupan makanan bergizi, balita perlu diberikan makanan sedikit demi sedikit,
tetapi rutin dan berulang, sedangkan untuk bayi yang masih menyusui diutuhkan ASI
ekslusif dari ibu. Agar penderita ISPA tidak kekurangan cairan, berilah air yang
lebih banyak dari biasanya baik air putih maupun sari buah. Asupan minuman yang
2. ISPA disebabkan oleh virus: biasanya ISPA yang disebabkan oleh virus ini
banyak dan makan makanan yang sehat. Dengan istirahat yang secukupnya,
3. ISPA disebabkan oleh bakteri dan jamur. ISPA jenis ini memerlukan antibiotic
2.5
//
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
BAB 3
METODE PENELITIAN
ini maka jenis penelitian ini adalah analitik kolerasional yaitu suatu metode
penelitian yang berupaya mencari hubungan antara variable dan melakukan
analisis terhadap data yang telah terkumpul (Sastroasmoro & Ismail, 2011).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan antara status
nutrisi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Kalirungkut,
Surabaya. Design penelitian yang dilakukan adalah design cross sectional study
yaitu design penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi
data dalam satu kali pada satu waktu yang dilakukan pada variable terikat dan
3.2.1 Populasi
Populasi adalah jumlah anggota dari suatu himpunan yang ingin diketahui
2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak balita di Wilayah Kerja
3.2.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari balita
yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Kali Rungkut Surabaya. Dengan kriteria
sebagai berikut :
4. Kooperatif
N
n= 2
1+ N ( d )
Keterangan :
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
dianggap 0,05
pengambian sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur
(anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Dalam hal ini setiap
populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
beda terhadap suatu benda, manusia dan lain-lain [ CITATION Nur17 \l 14345 ].
[ CITATION Not10 \l 14345 ] Variabel dependen pada penelitian ini adalah infeksi
dilaksanakan pada bulan februari 2021 hingga maret 2021 sesuai dengan kalender
penelitian dengan mengisi inform consent, setelah itu peneliti dapat membagikan
pertanyaan kemudian diisi dengan tanda chek list (√). Kemudian setelah itu
untuk pengumpulan data penelitian ini adalah kuesioner yaitu daftar pertanyaan
berikut:
1. Edititing
relevan dan konsisten. Sehingga jika tidak dpaat segera dilengkapi oleh
peneliti
2. Coding
Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
3. Entry
Pada proses ini dilakukan dengan memasukkan data ke dalam program atau
software komputer.
4. Cleaning
koreksi
korelasi Sperman Rho utuk menentukan ada atau tidaknya hubungan status gizi
1. Jika hasil signifikan < 0,05 maka H1 diterima, artinya terdapat hubungan
2. Jika hasil signifikan > 0,05 maka H0 ditolak, artinya tidak ada hubungan
Seluruh teknik pengolahan data uji korelasi Sperman Rho menggunakan program
pada masalah-masalah etika. Etika yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut
bukti bahwa penelitian ini valid serta mendapat persetujuan dari responden.
Dalam penelitian ini lembar informed consent diberikan kepada responden
responden secara pasti, tetapi lembar pengumpulan data tersebut diberi kode
khusus.
3. Confidentiality (kerahasian)
kerahasiaan oleh peneliti, hal ini juga snagat bermanfaat untuk menjaga
DAFTAR PUSTAKA
Andriani , M. & Wirjatmadi, B., 2012. Peanan Gizi dalam Siklus Kehidupan.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group .
Andy, 2011. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.
Ardinasari, E., 2016. Buku Pintar Mencegah dan Mengobati Penyakit Bayi &
Anak. Jakarta: Bestari.
Arny, Putri, L. A. R. & Abadi, E., 2020. Hubungan Status Gizi dan Paparan Asap
Rokok Dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Tinanggea. Promotif : Jurnal Kesehatan Masyarakat , 10(1),
pp. 73-77.
Depkes RI, 2012. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI, 2013. Infeksi Saluran Pernapasan AKut (ISPA). Jakarta: s.n.
Depkes RI, 2017. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI, 2018. Laporan Nasional RISKESDAS 2018. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Enggar, 2018. Biologi Dasar Manusia & Pengantar Asuhan Kebidanan.
Yogyakarta: Pustaka Panasea.
Gunawan, G., Fadlyana, E. & Rusmil, K., 2011. Hubungan Status Gizi dan
Perkembangan Anak Usia 1-2 Tahun. Sari Pediatri, 13(2), pp. 142-146.
Hartono, R. & Rahmawati, D., 2012. ISPA Gangguan Pernafasan Pada Anak.
Yogyakarta: Nuha Medika .
Hasan, M. & The, F., 2020. Analisis Deskriptif ISPA pada Anak dan Balita di
Pulau Moti. Techno : Jurnal Penelitian , 9(1), pp. 382-388.
Hidayat, A., 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Jakarta:
Health Books .
Kemenkes RI, 2016. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi
Dini Tumbuh Kembang Anak. [Online]
Available at: http://e-cinta.com/uploads/resource/Buku_SDIDTK_Bab_I-
V.pdf
[Accessed 4 november 2020].
Kemenkes RI, 2019. Kemenkes Tingkatkan Status Gizi Masyarakat. [Online]
Available at:
https://www.kemkes.go.id/article/view/19081600004/kemenkes-
tingkatkan-status-gizi-masyarakat.html
[Accessed 22 oktober 2020].
Mardiah , W., Mediawati & Setyorini, D., 2017. Pencegahan Penularan Infeksi
Saluran Pernafasan Akut dan Perawatannya pada Balta di Rumah di
kabupaten Pangandaran. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk
Masyarakat , 6(3), pp. 258-261.
marimba H, 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisaaasi Dasar pada
Balita. Yogyakarta: Nuha Medika.
Marni, 2014 . Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit dengan Gangguan
Pernapasan. Yogyakarta: Gosyen Publishing .
Maryunani, A., 2010. Ilmu Kesehatan dalam Kebidanan. Jakarta : Trans Info
Media.
Masriadi, 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: PT. Raja Gravindo.
Nadila , F., murdoyo, Widiastuti , E. & Anggraini, D. I., 2016. Manajemen Anak
Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB Paru. J Medula Unila , 6(1), pp.
36-42.
Nasution, A. S., 2020. Aspek Individu Balita dengan Kejadian ISPA di Kelurahan
Cibabat Cimahi. Amerta Nutrition, 4(2), pp. 103-108.
Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta .
Nursalam, 2017. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika .
Permenkes RI, 2020. Standar Antropometri Anak. [Online]
Available at:
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No__2_Th_20
20_ttg_Standar_Antropometri_Anak.pdf
[Accessed 4 november 2020].
Proverawati, A., 2011. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
proverawati, A. & Wati , E. K., 2017. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan & Gizi
Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika .
Sabri, R., Effendi, I. & Aini, N., 2019. Faktor yang Mempengaruhi Tingginya
Penyakit ISPA pada Balita di Puskesmas Deleng Pokhkisen Kabupaten
Aceh Tenggara. Scientific Periodical of Public Health and Coastal, 1(2),
pp. 69-82.
Septiani, E., 2020. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Agung Kabupaten Ogan Komering
Ulu Tahun 2019. Jurnal Masker Medika , 8(1), pp. 233-239.
Septiari, 2012. Mencetak balita Cerdas dengan Pola Asuh Orang Tua.
Yogyakarta: Nuha Medika .
Septikasari, M., 2018. Status Gizi Anak dan Faktor yang Mempengaruhi.
Yogyakarta : UNY Press 2018.
Sholikah , A., Rustiana, E. R. & Yuniastuti, A., 2017. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Pedesaan dan Perkotaann.
Public Health Perspective Journal , 2(1), pp. 9-18.
Soetjiningsih , 2012 . Perkembangan Anak Sejak Pertumbuhan Sampai Dengan
Kanak-kanak Akhir. Jakarta : Rendra Media Grup .
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Sumarmi, S., 2020. Kerja Harmoni Zat Gizi dalam Meningkatkan Imunitas
Tubuh. Amerta Nutrition , 4(3), pp. 250-256.
Supariasa, I. d. N., Bachyar , B. & Ibnu, F., 2016. Penilaian Gizi. Jakarta : EGC.
Wauran , C. G., 2016. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Motorik
kasar pada Anak Usia 1-3 Tahun di Kelurahan Bitung Kecamatan
Amurang Kabupaten Minihasa Selatan. Jurnal Keperawatan , 4(2).
Yuliastati & Arnis , A., 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan :
Keperawatan Anak. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan .