Anda di halaman 1dari 9

TUGAS ESSAY

KESEHATAN BAYI & ANAK BALITA DI INDONESIA


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Anak

DOSEN PENGAMPU
Desy Dwi Cahyani, SST., M.Keb

DISUSUN OLEH:

Annisa Dwi R P17311201011 Yasmin Firdausi P17311211009


Clariya Devi U P17311211001 Nida’ul Haramain A P17311211014
Dini Maulida P17311211004 Berliana Safaril T P17311211019
Vivi Tiara P P17311211005 Denisa Febriantina I P17311211025
Nurulloh Oktavia K. M.W P17311211007 Esa Putri N. E P17311213032

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
AGUSTUS 2022
1. PROFIL KESEHATAN ANAK INDONESIA
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025
disebutkan bahwa sasaran pembangunan jangka menengah tahun 2020-2024
adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur.
Sumber daya manusia merupakan modal pembangunan, sehingga peningkatan
sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing mutlak diperlukan
seperti yang tertuang dalam agenda pembangunan ke-3 dalam RPJMN 2020-2024.
Anak-anak merupakan generasi emas penerus bangsa. Untuk menciptakan
generasi emas yang berkualitas diperlukan peningkatan kualitas anak, salah
satunya melalui peningkatan kesehatan. Peningkatan kesehatan anak sejalan
dengan hak anak yang tercantum dalam Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui
oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November
1989. Dalam Konvensi Hak Anak Pasal 24 dijelaskan tentang hak anak yang
berkaitan dengan kesehatan, yaitu anak berhak mendapat standar kesehatan dan
perawatan medis yang terbaik, memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan
tempat tinggal yang bersih serta memiliki akses pada informasi kesehatan.
Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap lapisan masyarakat,
terlebih pada anak-anak yang merupakan kelompok penduduk yang rentan
terhadap penyakit. Sebuah penelitian oleh Rahayuwati dan kawan-kawan pada
tahun 2020, menyebutkan bahwa anak yang sakit berisiko mengalami stunting
1,65 kali lebih tinggi daripada anak yang sehat. Risiko stunting pada anak
khususnya balita berdampak pada kecerdasan balita, di mana stunting berkorelasi
negatif dengan skor tes kognitif.
Potret kesehatan anak Indonesia bisa dilihat dari kondisi keluhan kesehatan
serta angka kesakitan yang terjadi pada anak-anak. Seorang anak dikatakan sakit
jika mempunyai keluhan kesehatan dan mengakibatkan terganggunya kegiatan
sehari-hari. Pada tahun 2021, anak-anak yang mempunyai keluhan kesehatan
dalam sebulan terakhir sebesar 24,68 persen, di mana di daerah perkotaan (27,51
persen) lebih tinggi daripada di daerah perdesaan (21,15 persen). Keluhan
kesehatan paling banyak terjadi pada anak balita di mana 1 (satu) dari 3 (tiga)
anak balita mempunyai keluhan kesehatan, dan akan semakin berkurang seiring
bertambahnya umur anak (Tabel 3.1).
Pada anak umur 0-4 tahun yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak
mengalami keluhan kesehatan dan mengakibatkan terganggunya kegiatan sehari-
hari dibandingkan dengan anak perempuan. Zarulli, Jones, Oksuzyan, Lindahl-
Jacobsen, Christnsen, & Vaupel (2018) menyebutkan bahwa hormon estrogen
yang ada pada perempuan meningkatkan kekebalan tubuh dan bekerja sebagai
antioksidan sehingga perempuan lebih kebal terhadap penyakit daripada laki-laki.
Di sisi kesehatan, pada tahun 2019, terdapat 60,2 persen persalinan wanita
yang pernah kawin pada usia 15-49 tahun melahirkan hidup dalam dua tahun
terakhir ditolong oleh bidan. Namun, cakupan ASI ekslusif masih berada di bawah
75 persen yaitu 67,74 persen. Masih terdapat beberapa masalah gizi yang menjadi
perhatian pemerintah antara lain bayi dengan berat badan lahir rendah (11,32
persen), gizi kurang berdasarkan BB/U (13,8 persen), anak pendek dan sangat
pendek berdasarkan TB/U (19,3 dan 11,5 persen), serta anak kurus dan sangat
kurus berdasarkan BB/TB (6,7 dan 3,5 persen).
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya
Kesehatan Anak menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi sehingga perlu dilakukan upaya kesehatan anak secara terpadu,
menyeluruh, dan berkesinambungan. Upaya kesehatan anak dilakukan sejak janin
dalam kandungan hingga anak berusia 18 (delapan belas) tahun. Salah satu tujuan
upaya kesehatan anak adalah menjamin kelangsungan hidup anak melalui upaya
menurunkan angka kematian bayi baru lahir, bayi dan balita. Sehingga, tren angka
kematian anak dari tahun ke tahun sudah menunjukkan penurunan.

2. ANGKA KESAKITAN DAN KEMATIAN PADA BAYI & ANAK BALITA


DI INDONESIA
Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, perkembangan dan
peningkatan kualitas hidup anak merupakan upaya penting untuk masa depan
Indonesia yang lebih baik. Upaya kelangsungan hidup, perkembangan dan
peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa dini kehidupan, yaitu masa
dalam kandungan, bayi dan anak balita. Kelangsungan hidup anak itu sendiri
dapat diartikan bahwa anak tidak meninggal pada awal-awal kehidupannya, yaitu
tidak sampai mencapai usia satu tahun atau usia di bawah lima tahun.
Bidan sebagai salah satu anggota tim kesehatan berkewajiban untuk ikut
serta dalam upaya kelangsungan hidup, perkembangan dan peningkatan kualitas
hidup anak Indonesia. Kelangsungan hidup anak ditunjukkan dengan Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka
kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi negara ASEAN lainnya.
Sebagai anggota organisasi profesi di bidang kesehatan, bidan juga harus berperan
aktif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita.
Banyak faktor yang menyebabkan kematian anak ini, namun beberapa
penyebab utama adalah keterlambatan mengakses pelayanan kesehatan. Untuk
menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi dan Balita Di Indonesia maka
perlu ditingkatkan peran Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) serta penempatan
bidan-bidan desa di Pos Persalinan Desa (Polindes), mengingat beban wilayah
Indonesia yang sangat luas.
 Angka Kesakitan dan Kematian Bayi di Indonesia
Angka kesakitan bayi adalah perbandingan antara jumlah penyakit bayi
tertentu yang ditemukan di satu wilayah tertentu pada kurun waktu 1 tahun
dengan jumlah kasus penyakit bayi tertentu yang ditemukan di suatu wilayah
pada kurun waktu yang sama dikalikan seratus persen. Sedangkan, Angka
Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia di bawah satu
tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Secara garis besar,
adapula yang membagi kematian bayi menjadi dua, berdasarkan
penyebabnya, yaitu:
1. Kematian neonatal atau disebut juga kematian bayi endogen adalah
kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan.
Kematian bayi neonatal atau bayi baru lahir ini umumnya disebabkan oleh
faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari
orangtuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
2. Kematian post-natal atau disebut dengan kematian bayi endogen adalah
kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia
satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan
pengaruh lingkungan.
Angka kematian bayi menggambarkan keadaan sosial-ekonomi dimana
angka kematian tersebut dihitung. Kegunaan angka kematian bayi untuk
pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neonatal (bayi baru
lahir) dan kematian bayi yang lainnya. Kematian neonatal disebabkan oleh
faktor endogen yang berhubungan dengan program pelayanan kesehatan ibu
hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus.
Sedangkan kegunaan angka kematian post-natal (usia 1 bulan sampai dengan
1 tahun) sama dengan kegunaan angka kematian anak atau balita. Namun,
secara garis besar, Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup
ini merupakan indikator yang paling sensitif untuk mencerminkan
permasalahan kesehatan yang berhubungan dengan faktor penyebab
kematian bayi, tingkat kesehatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan ibu dan
anak, status gizi ibu, upaya Keluarga Berencana (KB), kondisi kesehatan
lingkungan dan sosial ekonomi keluarga.
Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan
derajat kesehatan anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari
lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita. Angka kesakitan tersebut
juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan kesehatan anak,
perlindungan kesehatan anak, faktor social ekonomi, dan Pendidikan ibu.
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017
menunjukkan bahwa AKB 24 per 1.000 kelahiran hidup. Sementara itu,
kematian bayi tahun 2021 mengalami penurunan sejumlah 88 kasus dengan
total 2.672 kasus dengan perbandingan tahun sebelumnya yaitu 2020 terdapat
2.760 kasus kematian bayi. Lalu, Kadinkes memaparkan jumlah kematian
neonatal di tahun 2021 mengalami peningkatan sejumlah 25 kasus
dibandingkan dengan tahun 2020 yaitu dengan total 2.252 kasus yang
disebabkan bayi berat lahir rendah (BBLR).
 Angka Kesakitan dan Kematian Balita di Indonesia
Sebelum membahas tentang definisi angka kematian balita, maka bidan
perlu memahami bahwa terdapat sedikit perbedaan antara yang disebut
sebagai angka kematian anak dengan angka kematian balita. Sedangkan,
angka kematian anak adalah jumlah kematian anak berusia 1-4 tahun selama 1
tahun tertentu per 1000 anak pada usia yang sama pada pertengahan tahun
tersebut. Jadi, angka kematian anak tidak termasuk kematian bayi. Angka
kematian anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung
mempengaruhi tingkat kesehatan anak.
Angka kematian anak akan tinggi bila terjadi keadaan salah gizi atau gizi
buruk, kebersihan diri dan kebersihan yang buruk, tingginya prevalensi
penyakit menular pada anak atau kecelakaan yang terjadi di dalam atau di
sekitar rumah. Jadi, Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak
yang berusia 0-4 tahun selama 1 tahun tertentu per 1000 anak pada umur
yang sama pada pertengahan tahun tersebut termasuk kematian bayi.
Contohnya, data SUSENAS 2004 menyebutkan Angka Kematian Balita
adalah 74 per 1000 balita pada Mei 2004. Kematian bayi berusia di bawah
lima tahun di Indonesia mencapai 28.158 jiwa pada 2020.
Kematian bayi berusia di bawah lima tahun (balita) di Indonesia
mencapai 28.158 jiwa pada 2020. Dari jumlah itu, sebanyak 20.266 balita
(71,97%) meninggal dalam rentang usia 0-28 hari (neonatal). Sebanyak 5.386
balita (19,13%) meninggal dalam rentang usia 29 hari-11 bulan (post-
neonatal). Sementara, 2.506 balita (8,9%) meninggal dalam rentang usia 12-
59 bulan. Mayoritas atau 35,2% kematian balita neonatal karena berat badan
lahir rendah. Kematian balita neonatal akibat asfiksia sebesar 27,4%, kelainan
kongenital 11,4%, infeksi 3,4%, tetanus neonatorium 0,03%, dan lainnya
22,5%. Kematian balita post-neonatal paling banyak karena pneumonia,
yakni 14,5%. Ada pula kematian balita post-neonatal akibat diare sebesar
9,8%, kelainan kongenital lainnya 0,5%, penyakit syaraf 0,9%, dan faktor
lainnya 73,9%. Sementara, 42,83% kematian balita dalam rentang usia 12-59
bulan karena infeksi parasit. Ada pula kematian balita dalam rentang usia
tersebut karena pneumonia sebesar 5,05%, diare 4,5%, tenggelam 0,05%, dan
faktor lainnya 47,41%.

3. PENYEBAB KEMATIAN BAYI & ANAK BALITA DI INDONESIA


Angka kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN.
Penyebab angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan
oleh pneumonia (ISPA) dan diare. Untuk itu petugas kesehatan, termasuk bidan
hendaknya terus berupaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan
kemauannya untuk menanggulangi berbagai masalah, termasuk pneumonia dan
diare. Berikut ini akan dikemukakan pembahasan tentang kedua penyakit tersebut
(Pneumonia dan diare) untuk dapat membantu bidan mema hami tentang hal-hal
yang berkaitan dengan penyakit pneumonia dan diare. Sehingga diharapkan bidan
dapat memberikan pelayanan dan perhatian yang optimal terhadap kesehatan bayi
dan balita.
Pneumonia merupakan salah satu penyebab dari 4 juta kematian pada balita di
negara berkembang, khususnya pada bayi. Program Pemberantasan Penyakit ISPA
yang telah dilaksanakan beberapa waktu lalu menetapkan angka 10% balita
sebagai target penemuan penderita pneumonia balita pada suatu wilayah kerja.
Perkiraan angka kematian pneumonia secara nasional adalah 6 per 1000 balita
atau 150.000 balita per tahun.
Menurut WHO, kriteria untuk menentukan bahwa kematian pneumonia pada
balita masih merupakan masalah di suatu wilayah/negara, adalah apabila angka
kematian bayi berada di atas 40/1000 balita, atau proporsi kematian akibat
pneumonia pada balita di atas 20%.
Pencegahan pneumonia (ISPA) dilaksanakan melalui upaya peningkatan
kesehatan seperti imunisasi, perbaikan gizi dan perbaikan lingkungan pemukiman.
Peningkatan pemerataan cakupan kualitas pelayanan kesehatan juga akan
menekan morbiditas dan mortalitas pneumonia (ISPA). Selain itu, peranan
masyarakat sangat menentukan keberhasilan upaya penanggulangan penyakit ini.
Penyebab kematian bayi & anak balita selanjutnya adalah diare. Diare
merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang, termasuk
Indonesia. Di Indonesia, penyakit diare adalah salah satu penyebab kematian
utama setelah infeksi saluran pernafasan.
Sementara itu, pada survey morbiditas yang dilakukan oleh Depkes tahun
2001, menemu kan angka kejadian diare di Indonesia adalah berkisar 200-374 per
1000 penduduk. Penyakit diare ini adalah penyakit yang multifaktoral, dimana
dapat muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang
serta akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu
keberhasilan menurunkan serangan diare sangat tergantung dari sikap setiap
anggota masyarakat, terutama membudayakan pemakaian larutan oralit dan cairan
rumah tangga pada anak yang menderita diare. Diare dapat disebabkan oleh
berbagai hal diantaranya yaitu faktor infeksi. Infeksi enteral merupakan infeksi
saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.
DAFTAR PUSTAKA

Adioetomo, S. M. (2018). Bonus Demografi dan Jendela Peluang Meletakkan


Pembangunan Manusia. Dalam S. M. Adioetomo & E. Pardede, Memetik
Bonus Demografi: Membangun Manusia Sejak Dini. Jakarta: Rajawali
Grafindo.
BPS. (2020). Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi COVID-19: Hasil Survei
Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi COVID-19 (7-14 September 2020).
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
KEMENKES RI. (2021). Profil Kesehatan Indonesia 2020. In Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/
download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/Profil-Kesehatan-
IndonesiaTahun-2020.pdf
Maryunani, Anik, (2010), Ilmu Ksehatan Anak Dalam Kebidanan, Cv Trans Info
Media, Jakarta Timur.
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia & Kementerian Koordinator
Bidang Pembangunan Manusia. (2019). Strategi Nasional Percepatan
Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2018-2024. Jakarta: Sekretariat
Wakil Presiden Republik Indonesia.
Setyonaluri, D., & Aninditya, F. (2019). Transisi Demografi dan Epidemiologi:
Permintaan Pelayanan Kesehatan di Indonesia. Jakarta: Kementerian
PPN/Bappenas.
UNICEF. (2020). COVID-19 dan Anak-Anak di Indonesia. Jakarta: UNICEF.

Anda mungkin juga menyukai