0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
1 tayangan9 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang profil kesehatan anak di Indonesia dan angka kesakitan serta kematian pada bayi dan balita. Beberapa poin penting yang diangkat adalah angka kesakitan dan kematian bayi serta balita di Indonesia masih tertinggi di ASEAN, dipengaruhi faktor akses pelayanan kesehatan. Upaya yang dibutuhkan antara lain meningkatkan peran posyandu dan polindes serta penempatan bidan desa.
Deskripsi Asli:
Judul Asli
KELOMPOK 4_2A_KESEHATAN BAYI & ANAK BALITA DI INDONESIA (1)
Dokumen tersebut membahas tentang profil kesehatan anak di Indonesia dan angka kesakitan serta kematian pada bayi dan balita. Beberapa poin penting yang diangkat adalah angka kesakitan dan kematian bayi serta balita di Indonesia masih tertinggi di ASEAN, dipengaruhi faktor akses pelayanan kesehatan. Upaya yang dibutuhkan antara lain meningkatkan peran posyandu dan polindes serta penempatan bidan desa.
Dokumen tersebut membahas tentang profil kesehatan anak di Indonesia dan angka kesakitan serta kematian pada bayi dan balita. Beberapa poin penting yang diangkat adalah angka kesakitan dan kematian bayi serta balita di Indonesia masih tertinggi di ASEAN, dipengaruhi faktor akses pelayanan kesehatan. Upaya yang dibutuhkan antara lain meningkatkan peran posyandu dan polindes serta penempatan bidan desa.
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Anak
DOSEN PENGAMPU Desy Dwi Cahyani, SST., M.Keb
DISUSUN OLEH:
Annisa Dwi R P17311201011 Yasmin Firdausi P17311211009
Clariya Devi U P17311211001 Nida’ul Haramain A P17311211014 Dini Maulida P17311211004 Berliana Safaril T P17311211019 Vivi Tiara P P17311211005 Denisa Febriantina I P17311211025 Nurulloh Oktavia K. M.W P17311211007 Esa Putri N. E P17311213032
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN AGUSTUS 2022 1. PROFIL KESEHATAN ANAK INDONESIA Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 disebutkan bahwa sasaran pembangunan jangka menengah tahun 2020-2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Sumber daya manusia merupakan modal pembangunan, sehingga peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing mutlak diperlukan seperti yang tertuang dalam agenda pembangunan ke-3 dalam RPJMN 2020-2024. Anak-anak merupakan generasi emas penerus bangsa. Untuk menciptakan generasi emas yang berkualitas diperlukan peningkatan kualitas anak, salah satunya melalui peningkatan kesehatan. Peningkatan kesehatan anak sejalan dengan hak anak yang tercantum dalam Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989. Dalam Konvensi Hak Anak Pasal 24 dijelaskan tentang hak anak yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu anak berhak mendapat standar kesehatan dan perawatan medis yang terbaik, memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan tempat tinggal yang bersih serta memiliki akses pada informasi kesehatan. Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap lapisan masyarakat, terlebih pada anak-anak yang merupakan kelompok penduduk yang rentan terhadap penyakit. Sebuah penelitian oleh Rahayuwati dan kawan-kawan pada tahun 2020, menyebutkan bahwa anak yang sakit berisiko mengalami stunting 1,65 kali lebih tinggi daripada anak yang sehat. Risiko stunting pada anak khususnya balita berdampak pada kecerdasan balita, di mana stunting berkorelasi negatif dengan skor tes kognitif. Potret kesehatan anak Indonesia bisa dilihat dari kondisi keluhan kesehatan serta angka kesakitan yang terjadi pada anak-anak. Seorang anak dikatakan sakit jika mempunyai keluhan kesehatan dan mengakibatkan terganggunya kegiatan sehari-hari. Pada tahun 2021, anak-anak yang mempunyai keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir sebesar 24,68 persen, di mana di daerah perkotaan (27,51 persen) lebih tinggi daripada di daerah perdesaan (21,15 persen). Keluhan kesehatan paling banyak terjadi pada anak balita di mana 1 (satu) dari 3 (tiga) anak balita mempunyai keluhan kesehatan, dan akan semakin berkurang seiring bertambahnya umur anak (Tabel 3.1). Pada anak umur 0-4 tahun yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami keluhan kesehatan dan mengakibatkan terganggunya kegiatan sehari- hari dibandingkan dengan anak perempuan. Zarulli, Jones, Oksuzyan, Lindahl- Jacobsen, Christnsen, & Vaupel (2018) menyebutkan bahwa hormon estrogen yang ada pada perempuan meningkatkan kekebalan tubuh dan bekerja sebagai antioksidan sehingga perempuan lebih kebal terhadap penyakit daripada laki-laki. Di sisi kesehatan, pada tahun 2019, terdapat 60,2 persen persalinan wanita yang pernah kawin pada usia 15-49 tahun melahirkan hidup dalam dua tahun terakhir ditolong oleh bidan. Namun, cakupan ASI ekslusif masih berada di bawah 75 persen yaitu 67,74 persen. Masih terdapat beberapa masalah gizi yang menjadi perhatian pemerintah antara lain bayi dengan berat badan lahir rendah (11,32 persen), gizi kurang berdasarkan BB/U (13,8 persen), anak pendek dan sangat pendek berdasarkan TB/U (19,3 dan 11,5 persen), serta anak kurus dan sangat kurus berdasarkan BB/TB (6,7 dan 3,5 persen). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sehingga perlu dilakukan upaya kesehatan anak secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Upaya kesehatan anak dilakukan sejak janin dalam kandungan hingga anak berusia 18 (delapan belas) tahun. Salah satu tujuan upaya kesehatan anak adalah menjamin kelangsungan hidup anak melalui upaya menurunkan angka kematian bayi baru lahir, bayi dan balita. Sehingga, tren angka kematian anak dari tahun ke tahun sudah menunjukkan penurunan.
2. ANGKA KESAKITAN DAN KEMATIAN PADA BAYI & ANAK BALITA
DI INDONESIA Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, perkembangan dan peningkatan kualitas hidup anak merupakan upaya penting untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Upaya kelangsungan hidup, perkembangan dan peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa dini kehidupan, yaitu masa dalam kandungan, bayi dan anak balita. Kelangsungan hidup anak itu sendiri dapat diartikan bahwa anak tidak meninggal pada awal-awal kehidupannya, yaitu tidak sampai mencapai usia satu tahun atau usia di bawah lima tahun. Bidan sebagai salah satu anggota tim kesehatan berkewajiban untuk ikut serta dalam upaya kelangsungan hidup, perkembangan dan peningkatan kualitas hidup anak Indonesia. Kelangsungan hidup anak ditunjukkan dengan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi negara ASEAN lainnya. Sebagai anggota organisasi profesi di bidang kesehatan, bidan juga harus berperan aktif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Banyak faktor yang menyebabkan kematian anak ini, namun beberapa penyebab utama adalah keterlambatan mengakses pelayanan kesehatan. Untuk menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi dan Balita Di Indonesia maka perlu ditingkatkan peran Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) serta penempatan bidan-bidan desa di Pos Persalinan Desa (Polindes), mengingat beban wilayah Indonesia yang sangat luas. Angka Kesakitan dan Kematian Bayi di Indonesia Angka kesakitan bayi adalah perbandingan antara jumlah penyakit bayi tertentu yang ditemukan di satu wilayah tertentu pada kurun waktu 1 tahun dengan jumlah kasus penyakit bayi tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama dikalikan seratus persen. Sedangkan, Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Secara garis besar, adapula yang membagi kematian bayi menjadi dua, berdasarkan penyebabnya, yaitu: 1. Kematian neonatal atau disebut juga kematian bayi endogen adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan. Kematian bayi neonatal atau bayi baru lahir ini umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orangtuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. 2. Kematian post-natal atau disebut dengan kematian bayi endogen adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan. Angka kematian bayi menggambarkan keadaan sosial-ekonomi dimana angka kematian tersebut dihitung. Kegunaan angka kematian bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neonatal (bayi baru lahir) dan kematian bayi yang lainnya. Kematian neonatal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan program pelayanan kesehatan ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan kegunaan angka kematian post-natal (usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun) sama dengan kegunaan angka kematian anak atau balita. Namun, secara garis besar, Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup ini merupakan indikator yang paling sensitif untuk mencerminkan permasalahan kesehatan yang berhubungan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat kesehatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan ibu dan anak, status gizi ibu, upaya Keluarga Berencana (KB), kondisi kesehatan lingkungan dan sosial ekonomi keluarga. Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita. Angka kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor social ekonomi, dan Pendidikan ibu. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan bahwa AKB 24 per 1.000 kelahiran hidup. Sementara itu, kematian bayi tahun 2021 mengalami penurunan sejumlah 88 kasus dengan total 2.672 kasus dengan perbandingan tahun sebelumnya yaitu 2020 terdapat 2.760 kasus kematian bayi. Lalu, Kadinkes memaparkan jumlah kematian neonatal di tahun 2021 mengalami peningkatan sejumlah 25 kasus dibandingkan dengan tahun 2020 yaitu dengan total 2.252 kasus yang disebabkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Angka Kesakitan dan Kematian Balita di Indonesia Sebelum membahas tentang definisi angka kematian balita, maka bidan perlu memahami bahwa terdapat sedikit perbedaan antara yang disebut sebagai angka kematian anak dengan angka kematian balita. Sedangkan, angka kematian anak adalah jumlah kematian anak berusia 1-4 tahun selama 1 tahun tertentu per 1000 anak pada usia yang sama pada pertengahan tahun tersebut. Jadi, angka kematian anak tidak termasuk kematian bayi. Angka kematian anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung mempengaruhi tingkat kesehatan anak. Angka kematian anak akan tinggi bila terjadi keadaan salah gizi atau gizi buruk, kebersihan diri dan kebersihan yang buruk, tingginya prevalensi penyakit menular pada anak atau kecelakaan yang terjadi di dalam atau di sekitar rumah. Jadi, Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak yang berusia 0-4 tahun selama 1 tahun tertentu per 1000 anak pada umur yang sama pada pertengahan tahun tersebut termasuk kematian bayi. Contohnya, data SUSENAS 2004 menyebutkan Angka Kematian Balita adalah 74 per 1000 balita pada Mei 2004. Kematian bayi berusia di bawah lima tahun di Indonesia mencapai 28.158 jiwa pada 2020. Kematian bayi berusia di bawah lima tahun (balita) di Indonesia mencapai 28.158 jiwa pada 2020. Dari jumlah itu, sebanyak 20.266 balita (71,97%) meninggal dalam rentang usia 0-28 hari (neonatal). Sebanyak 5.386 balita (19,13%) meninggal dalam rentang usia 29 hari-11 bulan (post- neonatal). Sementara, 2.506 balita (8,9%) meninggal dalam rentang usia 12- 59 bulan. Mayoritas atau 35,2% kematian balita neonatal karena berat badan lahir rendah. Kematian balita neonatal akibat asfiksia sebesar 27,4%, kelainan kongenital 11,4%, infeksi 3,4%, tetanus neonatorium 0,03%, dan lainnya 22,5%. Kematian balita post-neonatal paling banyak karena pneumonia, yakni 14,5%. Ada pula kematian balita post-neonatal akibat diare sebesar 9,8%, kelainan kongenital lainnya 0,5%, penyakit syaraf 0,9%, dan faktor lainnya 73,9%. Sementara, 42,83% kematian balita dalam rentang usia 12-59 bulan karena infeksi parasit. Ada pula kematian balita dalam rentang usia tersebut karena pneumonia sebesar 5,05%, diare 4,5%, tenggelam 0,05%, dan faktor lainnya 47,41%.
3. PENYEBAB KEMATIAN BAYI & ANAK BALITA DI INDONESIA
Angka kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN. Penyebab angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pneumonia (ISPA) dan diare. Untuk itu petugas kesehatan, termasuk bidan hendaknya terus berupaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kemauannya untuk menanggulangi berbagai masalah, termasuk pneumonia dan diare. Berikut ini akan dikemukakan pembahasan tentang kedua penyakit tersebut (Pneumonia dan diare) untuk dapat membantu bidan mema hami tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit pneumonia dan diare. Sehingga diharapkan bidan dapat memberikan pelayanan dan perhatian yang optimal terhadap kesehatan bayi dan balita. Pneumonia merupakan salah satu penyebab dari 4 juta kematian pada balita di negara berkembang, khususnya pada bayi. Program Pemberantasan Penyakit ISPA yang telah dilaksanakan beberapa waktu lalu menetapkan angka 10% balita sebagai target penemuan penderita pneumonia balita pada suatu wilayah kerja. Perkiraan angka kematian pneumonia secara nasional adalah 6 per 1000 balita atau 150.000 balita per tahun. Menurut WHO, kriteria untuk menentukan bahwa kematian pneumonia pada balita masih merupakan masalah di suatu wilayah/negara, adalah apabila angka kematian bayi berada di atas 40/1000 balita, atau proporsi kematian akibat pneumonia pada balita di atas 20%. Pencegahan pneumonia (ISPA) dilaksanakan melalui upaya peningkatan kesehatan seperti imunisasi, perbaikan gizi dan perbaikan lingkungan pemukiman. Peningkatan pemerataan cakupan kualitas pelayanan kesehatan juga akan menekan morbiditas dan mortalitas pneumonia (ISPA). Selain itu, peranan masyarakat sangat menentukan keberhasilan upaya penanggulangan penyakit ini. Penyebab kematian bayi & anak balita selanjutnya adalah diare. Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia, penyakit diare adalah salah satu penyebab kematian utama setelah infeksi saluran pernafasan. Sementara itu, pada survey morbiditas yang dilakukan oleh Depkes tahun 2001, menemu kan angka kejadian diare di Indonesia adalah berkisar 200-374 per 1000 penduduk. Penyakit diare ini adalah penyakit yang multifaktoral, dimana dapat muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang serta akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu keberhasilan menurunkan serangan diare sangat tergantung dari sikap setiap anggota masyarakat, terutama membudayakan pemakaian larutan oralit dan cairan rumah tangga pada anak yang menderita diare. Diare dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya yaitu faktor infeksi. Infeksi enteral merupakan infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. DAFTAR PUSTAKA
Adioetomo, S. M. (2018). Bonus Demografi dan Jendela Peluang Meletakkan
Pembangunan Manusia. Dalam S. M. Adioetomo & E. Pardede, Memetik Bonus Demografi: Membangun Manusia Sejak Dini. Jakarta: Rajawali Grafindo. BPS. (2020). Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi COVID-19: Hasil Survei Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi COVID-19 (7-14 September 2020). Jakarta: Badan Pusat Statistik. KEMENKES RI. (2021). Profil Kesehatan Indonesia 2020. In Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/ download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/Profil-Kesehatan- IndonesiaTahun-2020.pdf Maryunani, Anik, (2010), Ilmu Ksehatan Anak Dalam Kebidanan, Cv Trans Info Media, Jakarta Timur. Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia & Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia. (2019). Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2018-2024. Jakarta: Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. Setyonaluri, D., & Aninditya, F. (2019). Transisi Demografi dan Epidemiologi: Permintaan Pelayanan Kesehatan di Indonesia. Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas. UNICEF. (2020). COVID-19 dan Anak-Anak di Indonesia. Jakarta: UNICEF.