Anda di halaman 1dari 9

TUGAS INDIVIDU

TENTANG

KONDISI KESEHATAN BAYI DI INDONESIA

OLEH

LISNAWATI CHANIAGO

NIM : 2003021681

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-INSYIRAH PEKANBARU


PROGRAM STUDI DIV (SARJANA TERAPAN) KEBIDANAN
PEKANBARU
2020
KONDISI KESEHATAN BAYI DI INDONESIA

Perkembangan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia pada saat ini masih belum mencapai
titik keberhasilan dalam menegakkan kesehatan bagi bayi dan anak balita dikarenakan masih banyaknya
faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta kurangnya kesadaran terhadap pentingnya kesehatan ini.Hal
ini dapat membuat tingkat kesehatan bagi bayi dan anak balita semakin menurun dan sulit untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia.
Hal ini menyebabkan kondisi kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia mengalami peningkatan
terhadap angka kesakitan, kematian bayi dan balita di Indonesia yang setiap tahun angka kesakitan dan
kematian semakin bertambah dan sulit untuk mencapai titik stabil dalam standar kesehatan dalam rangka
mengurangi angka kesakitan,kematian pada bayi dan balita di Indonesia.
1. Pengertian Bayi
Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 12 bulan, namun tidak ada batasan yang
pasti. Menurut psikologi, bayi adalah periode perkembangan yang merentang dari kelahiran hingga 18
atau 24 bulan. Masa bayi adalah masa yang sangat bergantung pada orang dewasa. Banyak kegiatan
psikologis yang terjadi hanya sebagai permulaan seperti bahasa, pemikiran simbolis, koordinasi
sensorimotor, dan belajar sosial. Pada masa ini manusia sangat lucu dan menggemaskan tetapi juga rentan
terhadap kematian. Kematian bayi dibagi menjadi dua, kematian neonatal (kematian di 27 hari pertama
hidup), dan post-neonatal (setelah 27 hari).
Pemberian makanan dilakukan dengan penetekan atau dengan susu industri khusus. Bayi memiliki
insting menyedot, yang membuat mereka dapat mengambil susu dari buah dada. Bila sang ibu tidak bisa
menyusuinya, atau tidak mau, formula bayi biasa digunakan di negara-negara Barat. Di negara lain ada
yang menyewa "perawat basah" (wet nurse) untuk menyusui bayi tersebut.
Bayi tidak mampu mengatur pembuangan kotorannya, oleh karena itu digunakanlah popok. Popok
yang digunakan bayi bisa berupa popok kain biasa atau popok sekali pakai (diapers). Dewasa ini, popok
sekali pakai menjadi lebih populer penggunaannya dibandingkan popok kain biasa karena lebih praktis
dan tidak terlalu merepotkan. Namun, masalah baru yang utamanya timbul akibat pemakaian popok sekali
pakai adalah masalah ruam popok. Kulit bayi yang masih sensitif lebih sering tertutup dan menjadi sulit
bernapas sehingga memungkinkan timbulnya masalah ruam dan iritasi pada kulit bayi. Meskipun masalah
ruam popok merupakan masalah yang biasa terjadi, namun bila dibiarkan begitu saja tanpa penanganan
yang tepat bisa timbul masalah yang cukup serius seperti peradangan dan infeksi kulit bayi.
2. Keadaan Kesehatan Bayi dan Anak Balita di Indonesia
Saat ini keadaan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia menjadi hal penting untuk
diperhatikan dan dibahas. Pada beberapa masa sebelum dekade 1980an, masalah kesehatan ibu dan anak
belum terlalu mendapatkan perhatian serius. Bahkan kasus kematian ibu dan balita pun masih menjadi
sebuah fenomena kesehatan yang cukup memprihatinkan. Menginjak pada dekade 1990an, kesehatan ibu
menjadi sorotan penting di dalam program kesehatan, khususnya terkait dengan masalah reproduksi,
kehamilan dan persalinan. Di jaman modern setelah melewati abad keemasan, yaitu era 21 ini, kesehatan
ibu masih terus dipantau, namun kesehatan bayi dan anak balita menduduki ranking pertama di dalam
program-program kesehatan. Anak, bayi dan balita merupakan generasi penerus bangsa. Di situlah awal
kokoh atau rapuhnya suatu Negara, dapat disaksikan dari kualitas para generasi penerusnya. Jika terlahir
anak-anak dengan tingkat kesehatan yang rendah, tentulah kondisi bangsa menjadi lemah dan tidak
mampu membangun negaranya secara optimal.
Saat ini distribusi dan frekuensi terjangkitnya penyakit bayi dan anak balita seperti diare,
disentri, cacar, campak dan penyakit-penyakit berbahaya lain mengalami penurunan yang cukup drastis
dibandingkan beberapa masa sebelumnya. Keberhasilan program imunisasi yang digelar oleh pemerintah
nampaknya memberikan hasil yang tidak mengecewakan. Meskipun di beberapa waktu terakhir ini
sempat diberitakan mengenai adanya vaksin DPT yang menimbulkan kematian pada bayi, namun saat ini
kasusnya masih terus dipelajari. Akan tetapi secara keseluruhan, program imunisasi telah mampu
menurunkan tingkat kesakitan pada bayi dan balita cukup signifikan.
Keadaan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia juga menyangkut masalah gizi buruk.
Peningkatan kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat ditunjang dengan system informasi dan
tingginya tingkat pendidikan masyarakat, meningkatkan kesadaran rakyat untuk memperhatikan kondisi
kesehatan anak-anak. Orang tua berlomba memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Meskipun di
beberapa lapisan masyarakat masih ada yang kurang sejahtera, namun tingkat kepedulian masyarakat lain
pun juga relatif bagus sehingga keadaan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia bias lebih terkontrol.
Jakarta - Survei Demografi Kntatao Inckinesia (SDKI) 121 mit Departemen Kesehatan (Depkes)
mengungkapkan.rata-rata per tahun terdapat 401 bayi di Indonesia yang meninggal dunia sebelum
umurnya mencapai 1 tahun.
Bila dirinci. 157.000 bayi meninggal dunia per tahun, atau 430 bayi per hari. Angka Kematian
Balita (Akaba), yaitu 46 dari 1.000 balita meninggal setiap tahunnya. Bila dirinci, kematian balita ini
mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per hari. Parahnya, dalam rentang waktu 2002-2007,
angka neonatus tidak pernah mengalami penurunan. Penyebab kemauan terbanyak pada periode ini
disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan akut (Riset
Kesehatan Dasar Depkes 2007).
3. Angka Kesakitan Dan Kematian Bayi Dan Balita
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat
ini terjadi di Negara Indonesia (Kompas, 2006). Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan
bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan
dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak
diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Kompas, 2006).
Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan,
antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi, dan angka harapan hidup waktu lahir.
a). Angka Kesakitan Bayi Dan Balita
Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan anak, karena
nilai kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita. Angka
kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan kesehatan anak,
perlindungan kesehatan anak, faktor social ekonomi, dan pendidikan ibu.
Angka kesakitan bayi dan balita didapat dari hasil pengumpulan data dari sarana pelayanan
kesehatan (Facility Based Data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan.
Adapun beberapa indikator dapat diuraikan sebagai berilkut:
1. Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit polio telah dilakukan melalui gerakan imunisasi polio.
Upaya ini juga ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilans epidemiologi secara aktif terhadap kasus-kasus
AFP kelompok umur <15 tahun hingga dalam kurun waktu tertentu, untuk mencari kemungkinan adanya
virus polio liar yang berkembang di masyarakat dengan pemeriksaan spesimen tinja dari kasus AFP yang
dijumpai. Ada 4 strategi dalam upaya pemberantasan polio, yaitu: imunisasi (yang meliputi peningkatan
imunisasi rutin polio, PIN, dan Mop – up), surveilans AFP, sertifikasi bebas polio, dan pengamanan virus
polio di laboratorium
2. TB Paru
Merupakan penyakit infesi yang meular pada sistem parnafasan yang disebabkan oleh mikrobakteium
tuberculosa yag dapat megenai bagian paru.proses peularan melalui udara atau langsung seperti saat batuk
Upaya pencegahan dan pemberantasan TB Paru dilakukan dengan pendekatan DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse Chemotherapy) atau pengobatan TB paru dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO). (Depkes RI, 2007) Pada tahun 2007 terdapat kasus BTA (+) sebanyak
758 orang, diobati 758 orang, dan yang sembuh 693 orang (91,42%).
3. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
ISPA masih merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia. Dari beberapa
hasil SKRT diketahui bahwa 80% - 90% dari seluruh kasus kematian akibat ISPA, disebabkan oleh
pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab kematian pada balita dengan peringkat pertama hasil
Surkesnas 2001. ISPA sebagai penyebab utama kematian pada bayi dan balita diduga karena pneumonia
merupakan penyakit yang akut dan kualitas penatalaksanaan masih belum memadai.
4. HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS)
Penderita penyakit HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan meskipun berbagai upaya pencegahan dan
penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya
sentra-sentra pembangunan ekonomi di Indonesia, meningkatnya penyalahgunaan NAPZA melalui
penyuntikan, secara stimultan telah memperbesar tingkat resiko penyebaran HIV/AIDS. Pada Penkajian
anak yang terinfeksi dengan HIV positif dan AIDS meliputi : indetitas terjadinya HIV positif atau AIDS
pada anak rata – rata dimasa perinatal sekitar usia 9-17 bulan.keluhan utamanya adalah demam dan diere
berkepanjangan, takipne,batuk,sesak nafas,dan hopoksia.kemudian diikuti adanya perubahan berat badan
yang turun secara drastis.
5. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar luas ke seluruh wilayah propinsi. Penyakit ini
sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan kematian relatif tinggi. Angka insiden DBD
secara nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada awalnya pola epidemik terjadi setiap lima tahunan,
namun dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir mengalami perubahan dengan periode antara 2 – 5
tahunan, sedangkan angka kematian cenderung menurun. Pengkajian pada anak dengan DBD di temukan
adanya peningkatan suhu yang mendadak di sertai menggigil,adanya perdarahan kulit seperti
petekhie, ekimosis, hematom, epistaksis, hematemesis bahkan hematemesis melena.
6. Diare
Angka kesakitan diare hasil survey tahun 1996 yaitu 280 per 1000 penduduk dan episode pada balita
1,08 kali per tahun. Menurut hasil SKRT dalam beberapa survei dan Surkesnas 2001, penyakit diare
masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita (Depkes RI, 2003). Pada kasus kematian
yang tinggi biasanya jumlah kematian terbanyak terjadi pada usia balita ketika saat itu mereka rentan
terhadap penyakit. Statistik menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian disebabkan Diare, Penumonia,
Campak, Malaria, dan Malnutrisi. (Depkes RI, 2007). Pegkajian pada anak di tandai dengan frekuensi
BAB pada bayi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali per hari, bentuk cair pada
buang air besar nya kadang –kadang di sertai oleh lender dan darah, nafsu makan menurun warna nya
lama-kelamaan hijau –kejauan karena tercampur empedu.
7. Malaria
Pada tahun 2007 perkembangan penyakit Malaria di Kabupaten Banyuwangi yang dipantau melalui
Annual Pavasite Lincidence (API) dari hasil SPM penderita Malaria yang diobati sebesar 100% (3.153
penderita). Sedangkan penderita klinis sebanyak 3.141 dan terdapat 12 penderita positif Malaria. sampai
saat ini penyakit Kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat.
8. Kusta
Dalam kurun waktu 10 tahun (1991 – 2001), angka prevalensi penyakit Kusta secara nasional telah turun
dari 4,5 per 10.000 penduduk pada tahun 1991, lalu turun menjadi 0,85 per 10.000 penduduk pada tahun
2001, pada tahun 2002 prevalensi sedikit meningkat menjkadi 0,95 per 10.000, dan pada tahun 2003
kembali menurun menjadi 0,8 per 10.000 penduduk. (Depkes RI, 2003). Meskipun Indonesia sudah
mencapai eliminasi Kusta pada pertengahan tahun 2000.
9. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
PD3I merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ ditekan dengan pelaksanaan program
imunisasi. Pada Profil Kesehatan ini akan dibahas penyakit Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri,
Pertusis, dan Hepatitis B.
10. Tetanus Neonatorum
Jumlah kasus Tetanus Neonatorum pada tahun 2003 sebanyak 175 kasus dengan angka kematian (CFR)
56% (Depkes RI, 2003). Angka ini sedikit menurun dibanding tahun sebelumnya. Hal ini diduga karena
meningkatnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan. Namun secara keseluruhan CFR masih tetap
tinggi. Penanganan Tetanus Neonatorum memang tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah usaha
pencegahan, yaitu Pertolongan Persalinan yang higienis ditunjang dengan Imunisasi Tetanus Toxoid pada
ibu hamil.
11. Campak
Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Sepanjang
tahun 2003 frekuensi KLB Campak menempati urutan keempat, setelah DBD, Diare, dan Chikungunya
dengan CFR 0,34% (Depkes RI, 2003).
12. Difteri, Pertusis, Hepatitis B
Di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007 tidak terdapat kasus Pertusis dan Hepatitis B. Tetapi pada
tahun 2007 ini terdapat kenaikan jumlah kasus Difteri, yaitu sebesar 2 kasus, dari tahun sebelumnya yang
tidak terdapat kasus Difteri.
b). Angka Kematian Bayi Dan Balita
Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak
(WHO, 2002) karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini. Tingginya angka kematian
bayi di Indonesia disebabkan oleh berbagai factor, diantaranya adalah factor penyakit infeksi dan
kekurangan gizi. Beberapa penyakit yang saat ini masih menjadi penyebab kematian terbesar dari bayi, di
antaranya penyakit diare, tetanus, gangguan perinatal, dan radang saluran napas bagian bawah (Hapsari,
2004).
Penyebab kematian bayi yang lainnya adalah berbagai penyakit yang sebenarnya dapat dicegah
dengan imunisasi, seperti tetanus, campak, dan difteri. Hal ini terjadi karena masih kurangnya kesadaran
masyarakat untuk member imunisasi pada anak.
Kematian pada bayi juga dapat disebabkan oleh adanya trauma persalinan dan kelainan bawaan
yang kemungkinan besar dapat disebabkan oleh rendahnya status gizi ibu pada saat kehamilan serta
kurangnya jangkauan pelayanan kesehatan dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (WHO,
2002).
Indonesia masih memiliki angka kematian bayi dan balita yang cukup tinggi. Masalah tersebut
terutama dalam periode neonatal dan dampak dari penyakit menular, terutama pneumonia, malaria, dan
diare ditambah dengan masalah gizi yang dapat mengakibatkan lebih dari 80% kematian anak (WHO,
2002).
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum
berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi
penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi
yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang
dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama
kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah
usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian
dengan pengaruh lingkungan luar.
Tiga penyebab utama bayi meninggal adalah akibat berat badan rendah sebesar 29 persen,
mengalami gangguan pemapasan sebesar 27 persen dan masalah nutrisi sebesar 10 persen," ungkap dr
Badriul Hegar SpA(K), Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (TDAI), dalam acara talkshow "Di Balik
Kematian Bayi dan Balita dalam Rangka Hari Kesehatan Nasional 2009" di Jakarta Convention Center
Jumat (4/12). Hal itu dilakukan dengan memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
terjangkau, termasuk memberi rujukan, di mana setiap janin dalam kandungan harus tumbuh dengan baik
dan bayi yang lahir harus sehat dan selamat.
4. Status Gizi
Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat kesehatan anak. Status gizi yang
baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai kematangan yang
optimal. Gizi yang cukup juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh sehingga diharapkan tubuh akan
bebas dari segala penyakit. Status gizi ini dapat membantu untuk mendeteksi lebih dini risiko terjadinya
masalah kesehatan. Pemantauan status gizi dapat digunakan sebagai bentuk antisipasi dalam
merencanakan perbaikan status kesehatan anak.
5. Angka Harapan Hidup Waktu Lahir
Angka harapan hidup waktu lahir dapat dijadikan tolok ukur selanjutnya dalam menentukan
derajat kesehatan anak. Dengan mengetahui angka harapan hidup, maka dapat diketahui sejauh mana
perkembangan status kesehatan anak. Hal ini sangat penting dalam menentukan program perbaikan
kesehatan anak selanjutnya. Usia harapan hidup juga dapat menunjukkan baik atau buruknya status
kesehatan anak yang sangat terkait dengan berbagai factor, seperti factor social, ekonomi, budaya, dan
lain-lain.
6. Kesimpulan
Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka
kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara
kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor
endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian
neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program
pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus.
Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita
dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit
menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk
anak dibawah usia 5 tahun.
Di Indonesia masih banyak bayi yang mengalami kesakitan dan kematian karena salah satu faktor
yang mempengaruhinya adalah sosial ekonomi dan di indonesia masih banyak orang indonesia yang
menderita kemiskinan apalagi yang terletak di bagian terpencil, oleh karena itu untuk mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas pada bayi dan balita seharusnya dilakukan penambahan lapangan kerja
sehingga masyarakat di indonesia mudah dalam mencari lapangan pekerjaan, dan apabila lapangan
pekerjaan sudah dapat maka status ekonomi mereka pun akan naik sehingga jumlah kemiskinan yang ada
di Indonesia akan berkurang. Dengan demikian mereka akan mampu membiayai kehidupan mereka dan
mereka akan mampu memberi gizi yang baik kepada anggota keluarga mereka atau pada bayi dan balita
sehingga bayi dan balita di Indonesia yang mengalami morbiditas dan mortalitas akan berkurang.
Perkembangan kesehatan bayi dan anak balita seharusnya lebih diperhatikan dan dikembangkan
lebih baik lagi dari pihak pemerintah, pelayanan kesehatan dan lingkungan masyarakat agar mampu untuk
memperbaiki standart kesehatan bayi dan balita serta dapat menjadi upaya untuk mengurangi angka
kesakitan dan kematian bayi dan anak balita di Indonesia.
Sumber Referensi

Agung Dwi Laksono, Tety Rachmawati (2007). Determinant Sosial Kesehatan Ibu dan Anak. ISBN 978-
979-21-3563-3, Penerbit Kanisius. Kerjasama Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat dan Penerbit Kanisisus, hal 145-177.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2011). Grand Design Pengendalian Kuantitas
Penduduk 2010- 2035. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan
RI (1997). Laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI (2008). Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2007.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) (2012). Laporan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Millenium Di Indonesia.
Sarimawar Djaja, Joko lrianto, Lamria Pangaribuan (2009a). Tren lahir mati dan kematian neonatal di
Indonesia. Hasil Survei Kesehatan Tahun 1995-2007. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 8 (2): 937-
945.
Sarimawar Djaja, Soeharsono Soemantri (2003). Penyebab Kematian Bayi Baru Lahir (Neonatal) dan
Sistem Pelayanan Kesehatan yang Berkaitan di Indonesia, Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) 2001. Bulletin Penelitian Kesehatan, Vol.31 (3): 155-165.
Sarimawar Djaja, Yuwono Wiryawan, Iram B. Maisya (2009b). Tren Penyakit Penyebab Kematian Bayi
dan Anak Balita Di Indonesia Dalam Periode Tahun 1992-2007. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 8
(4): 1100-1107.
Agustini, Dkk. 2013. Infeksi Menular Seksual Dan Kehamilan. Seminar Nasional Fmipa Undiksha III
Tahun 2013
Asmarawati, Tina. 2010. “Abortus Dan Permasalahannya Di Indonesia”. Jurnal Pelita Edisi Vii Volume
2 Juli -Desember 2010
Cunningham, F G,dkk., 2005. Obstetri Williams Volume I. Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan RI. 2008. Informasi Seputar Kesehatan Bayi Baru Lahir. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak
(Pws-Kia). Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2010. Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis
Perlindungan Anak. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai