Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL KEGIATAN

“ PROMOSI KESEHATAN TENTANG PENCEGAHAN DAN


PENATALAKSANAAN ISPA PADA ANAK”

Dosen Pembimbing:
Nuzul Quraniati, S.Kep..Ns.,M.Ng.,PhD

Oleh:
Kelas AJ1
Angkatan B24

PROGRAM ALIH JENIS KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL KEGIATAN
PROJECT BASED LEARNING 2021

1. Kegiatan : Promosi Kesehatan Tentang Pencegahan Dan


Penatalaksanaan Ispa Pada Anak
2. Ketua Pelaksana
a. Nama : Desy Kaita Anaamah
b. NIM : 132111123027
3. Waktu Pelaksanaan : Minggu,24 Oktober 2021
4. Tempat Pelaksanaan : Posyandu Palindi
5. Biaya : Rp.400.000,-
6. Sumber Dana : Iuran Mahasiswa

Surabaya, 13 Oktober 2021

Menyetujui.
Dosen Pembimbing Ketua Pelaksana,

Nuzul Quraniati, S.Kep..Ns.,M.Ng.,PhD Desy Kaita Anaamah


NIP. 197802082014092001 NIM. 132111123027

I. PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap orang, tidak terkecuali
untuk anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang baik akan memberikan
pengaruh baik juga terhadap kesehatan anak, upaya pemeliharaan kesehatan anak
ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan
berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian anak. Hal ini harus dilakukan
sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas)
tahun (Kesehatan & Indonesia, 2014). Sehingga yang perlu menjadi perhatian bagi
orang tua adalah untuk tetap memantau pertumbuhan dan perkembangan anak.
Adapun beberapa penyakit pada anak diantaranya masalah pernafasan, diare, demam,
gizi buruk dan lainnya, salah satu penyakit yang menjadi perhatian dan sering di
temui pada anak ialah masalah gangguan pernafasan seperti infeksi saluran pernafasan
akut (Sakit, 2009 dalam dary, 2018).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan
organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi
ini disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA akan menyerang host apabila
ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Bayi di bawah lima tahun adalah kelompok
yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit
(Prabowo, 2012). Penyakit ISPA dibagi atas dua jenis yaitu ISPA pneumonia dan
ISPA bukan pneumonia. Ciri-ciri dari ISPA pneumonia dapat dilihat melalui derajat
beratnya penyakit sedangkan penyakit yang menyerang jalan napas bagian atas
lainnya merupakan ciri-ciri penyakit ISPA bukan pneumonia seperti penyakit batuk
dan pilek (Depkes RI, 2013). Semua jenis penyakit ISPA disebabkan oleh dua jenis
mikroorganisme yakni infeksi bakteri dan virus.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut pada saluran
pernapasan yang disebabkan oleh agen infeksius sepertin virus, jamur dan bakteri
yang masuk ke dalam tubuh dan menyerang saluran pernafasan mulai dari hidung
(saluran pernafasan atas) hingga alveoli (saluran pernafasan bawah) yang
penyebarannya melalui udara.Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri
tenggorok, pilek, sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. ISPA biasanya
berlangsung lebih dari 14 hari (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
2013) (Pengendalian, 2012). Angka kejadian ISPA masih tergolong tinggi dan
merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita, baik di Negara Maju maupun
Negara Berkembang masih terdapat balita yang mengalami ISPA. Sama seperti yang
dijelaskan dalam WHO tahun 2008, insiden ISPA menurut kelompok umur balita
diperkirakan 0,29 episode setiap tahun di negara berkembang dan 0,05 episode setiap
tahun di negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia
pertahunnya dimana 151 juta episode/ 96,7% terjadi di negara berkembang. Kasus
terbanyak terjadi di India sebesar 43 juta, China 21 juta dan Pakistan 10 juta dan
Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing sebesar 6 juta episode (Kementerian
Kesehatan Ri 616.24, 2011). Sumber yang sama juga memperlihatkan bahwa di
Indonesia pada tahun 2008, ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan
pasien di Puskesmas sebesar (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%), 7-13%
diantaranya merupakan kasus berat. Di Indonesia pada tahun 2013 Prevalensi ISPA
secara umum mencapai 25,0%, hasil Riset Kesehatan Dasar juga menjelaskan bahwa
di Indonesia ISPA merupakan penyakit dengan angka kesakitan paling banyak berada
pada kelompok umur usia balita yaitu sebesar 25,8% di tahun 2013 dan untuk
Provinsi Jawa Tengah Prevalensi ISPA secara umum mencapai 26,6% sedangkan
prevalensi ISPA pada balita di Provinsi Jawa Tengah diketahui sebesar 31,5% (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, 2013).
Tingginya angka kejadian ISPA juga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Seperti
yang dijelaskan dalam buku manajemen balita sakit 2008 dan pedoman pengendalian
ISPA 2011 menyimpulkan bahwa terdapat 3 faktor utama penyebab ISPA
diantaranya; faktor lingkungan seperti polusi udara, asap rokok, asap pembakaran di
rumah tangga, gas buang sarana transportasi dan industri, kebakaran hutan, faktor
individu anak seperti umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status
imunisasi, dan faktor jenis kelamin yaitu usia balita, status gizi, berat lahir balita,
suplementasi vitamin A, riwayat pemberian ASI eksklusif, pendidikan dan perilaku
(Pengendalian, 2012)(Terpadu & Sakit, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Rosita dan Haniek di Puskesmas Nulumsari
mengenai Faktor Penyebab Terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada
balita di Puskesmas Nalumsari Jepara menunjukkan bahwa kejadian ISPA pada balita
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor usia sebanyak 68,6%, faktor jenis
kelamin sebanyak 51,4%, status gizi baik sebanyak 80,0%, gizi kurang sebanyak
8,6%, terpaparnya asap rokok sebanyak 60,0% (Blimbingrejo, Desa, Haniek, &
Rosita, 2015). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan South dalam penelitiannya
yang berjudul “Hubungan status gizi dan status imunisasi dengan kejadian infeksi
saluran pernapasan akut pada anak balita” memperlihatkan bahwa terdapat hubungan
yang signifi kan antara status gizi dan status imunisasi terhadap kejadian ISPA pada
balita. Tidak jauh berbeda dengan penelitian South, pada penelitian Rayate tahun
2010 mengenai faktor resiko ISPA di Solapur menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifi kan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita,
dikarenakan balita yang mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap memberikan
kekebalan dan melindungi balita dari serangan penyakit (Suoth et al., 2016) (Solapur,
2010).
Berbeda dengan penelitian South dan Rayate, hasil penelitian lainnya
memperlihatkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kemampuan ibu
dalam merawat balita ISPA, dikarenakan usia balita yang masih muda serta
kemampuan imun yang masih lemah terhadap paparan virus dan bakteri, membuat
balita dengan mudah terserang ISPA, sehingga dibutuhkan pengetahuan yang
merupakan faktor penting dalam membentuk tindakan pencegahan dalam merawat
balita ISPA (Manado & Babakal, 2013).
Kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga disebut
manajemen keluarga. Manajemen keluarga dalam penanganan ISPA berulang pada
balita merupakan kegiatan yang dilakukan keluarga dalam merawat ataupun
mencegah terjadinya ISPA pada balita. Pengetahuan keluarga merupakan bagian dari
manajemen keluarga yang dilihat secara menyeluruh terkait penyakit ISPA seperti
pemahaman tentang dampak negatif, cara pencegahan terjadinya, pemenuhan nutrisi
pada balita, ketersediaan lingkungan bersih dan sehat, dan upaya pencegahan terhadap
faktor penyebab lainnya (Roso, 2015).
Balita merupakan usia dimana anak belum mampu untuk mempertahankan diri
terhadap serangan penyakit. Sehingga dibutuhkan peranan orang tua dalam
membentuk tindakan pencegahan ISPA pada balita. Hal ini terbukti dari beberapa
hasil penelitian yang sudah dilakukan, dan berdasarkan beberapa hasil penelitian yang
sudah ada tidak dapat dipungkiri, bahwa angka kejadian ISPA masih menjadi
permasalahan kesehatan dan merupakan penyakit yang banyak menyerang balita.
Selain peran orang tua dibutuhkan juga peranan tenaga kesehatan dimana tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan.
Tenaga kesehatan berperan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Berdasarkan hal tersebut pemerintah telah
mengembangkan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) sebagai penyedia layanan
kesehatan (Kesehatan & Indonesia, 2014).
II. TEMA KEGIATAN
PROJECT BASED LEARNING : “ Pendidikan kesehatan (promosi kesehatan ) pada
masyarakat tentang pencegahan dan penatalaksanaan penyakit kronis pada anak”

III. TOPIK KEGIATAN


“PROMOSI KESEHATAN TENTANG PENCEGAHAN DAN
PENATALAKSANAAN ISPA PADA ANAK”

IV. TUJUAN KEGIATAN


A. Tujuan Umum :
Memberikan Promosi Kesehatan mengenai pencegahan dan penatalaksanaan
ISPA pada Anak
B. Tujuan Khusus :
1) Memberikan edukasi mengenai pengertian,Etiologi,klasifikasi,Tanda dan gejala,
faktor resiko ISPA pada anak
2) Memberikan edukasi mengenai pencegahan ISPA pada anak
Memberikan edukasi mengenai penatalaksanaan ISPA pada anak

V. WAKTU DAN TEMPAT


Kegiatan Project Based Learning ini dilakukan di :
Tempat : Posyandu 1 Palindi
Hari dan tanggal : Minggu, 24 Oktober 2021
Waktu : 08.30-09.00 WIB
VI. SASARAN KEGIATAN
Kegiatan ini ditujukan kepada masyarakat umum

VII. METODE
- Ceramah
- Tanya Jawab

VIII. MEDIA
- Leaflet
- PPT
- Poster
IX. MATERI
Terlampir

X. SUSUNAN PENGORGANISASIAN
Berikut adalah susunan pengorganisasian dari kegiatan ini :
Ketua Pelaksana : Desy Kaita Anaamah NIM. 132111123027
Wakil Ketua Pelaksana : Marto Tritirto Honin NIM. 132111123038
Sekretaris : Nadifatul Kudsiyah NIM. 132111123079
Wakil Sekretaris : Dewi Maryam NIM. 132111123011
Bendahara : Maulida Fitri Arifinanda NIM.
132111123006
Wakil Bendahara : Maria Patrisia Lau NIM. 132111123021
Sie Ilmiah : Eka Putri Arditama NIM.
132111123001
Anggota : Iffah Ismiyah NIM.
132111123014
Elvina NIM.
132111123004
Tutik Yuniwati NIM.
132111123003
Jeffry Joridwan O. Beis NIM. 132111123025
Konstantiana Yustina J.W NIM. 132111123029
Milenia Ramda NIM. 132111123007
Maria Yenilodia Nahak NIM. 132111123022
Sie Acara : Stefania Hoar NIM. 132111123036
Anggota : Rochimi NIM. 132111123015
Dina Akmarina Setianto NIM. 132111123012
Hindun Milawati NIM. 132111123033
Imelda Adelwati Kaba’u NIM. 132111123031
Aprilina Selvince Bulu NIM. 132111123037
Margaretha Nabutaek NIM.
132111123035
Sie Dekdok : Devia Putri Oktaviani NIM.
132111123010
Anggota : Bambang Priyono NIM. 132111123016
Singgih Prasetiyo NIM.
132111123002
Desmianti Anawulang NIM.
132111123032
Dwi Nur Hidayati NIM. 132111123008
Natalia Rosa Correia Baros NIM.
132111123030
Annisa Nur Firdaus NIM.
132111123009
Sie Humas : Muhammad Zuhdi Rizqullah NIM. 132111123005
Anggota : Ariestika Baktian NIM.
132111123013
Agus Wiyono NIM. 132111123017
Silvia Sisilia Onasi NIM.
132111123034
Siti Imroatul Mufidah NIM. 132111123023
Ifra Maulidin NIM. 132111123024
Pelaksana penyuluhan : Aprianus Dama NIM.
132111123020
Fachran M. Benge NIM. 132111123039
Christin N.K. Mega NIM. 132111123018
Desy Kaita Anaamah NIM.
132111123027
Raden Ndawa Reha NIM.
132111123026
Rudolf Agus Karemihumba NIM.
132111123019
Anggraini Rambu M.H NIM.
132111123028
Pengorganisasian Penyuluhan di Posyandu Palindi

Pemateri : Anggraini Rambu M.H NIM.


132111123028
Christin N.K. Mega NIM. 132111123018
Mc : Fachran M. Benge NIM.
132111123039
Moderator : Rudolf Agus Karemihumba NIM.
132111123019
Notulen : Raden Ndawa Reha NIM.
132111123026
Dokumentasi dan Teknisi : Aprianus Dama NIM.
132111123020

XI. RUNDOWN ACARA


Terlampir

XII. ANGGARAN BIAYA

No Uraian Harga Satuan Jumlah Total


.
1. Air Mineral Rp.15.000,- 1 Rp.15.000,-
2. Roti Rp. 5.000,- 20 Rp.100.000,-
3. Cetak Poster Rp.10.000,- 2 Rp.20.000,-
4. Print Leaflet Rp. 1.000,- 20 Rp.20.000,-
5. Fc Kuesioner Rp. 500,- 20 Rp.10.000,-
5. Cinderamata Rp.100.000,- 1 Rp.100.000,-
TOTAL Rp.265.000,-

XIII. KRITERIA EVALUASI


1. Evaluasi struktur
- Partisipan hadir di Posyandu tampat kegiatan berlangsung
- Penyelenggara kegiatan langsung di Posyandu
- Pengorganisasian penyelenggaraan kegiatan dilakukan sebelumnya
2. Evaluasi Proses
- Partisipan antusias tehadap materi yang disampaikan
- Tidak ada partisipan yang meninggalkan ruang penyuluhan
- Partisipan mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan benar
3. Evaluasi hasil
- Partisipan mengetahui tentang pencegahan dan penatalaksanaan ISPA pada
anak (Kuesioner)
- Jumlah participant yang hadir.
XIV. PENUTUP
Demikian proposal “Promosi Kesehatan tentang Pencegahan Dan
Penatalaksanaan Ispa Pada Anak” ini kami susun dengan sesungguh-sungguhnya, guna
terlaksananya kegiatan untuk mata kuliah Keperawatan Anak Kasus Kronis dan
Kegawatdaruratan. Untuk merealisasikannya, kami sangat berharap kerjasama dan
batuan semua pihak yang terkait baik secara moral maupun spiritual demi kesuksesan
penyelenggaraan kegiatan ini. Atas kesediaan dan perhatian semua pihak, kami
mengucapkan terima kasih.
Lampiran Materi

I. Pengertian ISPA
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut
yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih
14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini
mengenai  bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin,
2008).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran  pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003)
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) adalah penurunan kemampuan
pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing yang terjadi secara
tiba-tiba, menyerang hidung, tenggorokan, telinga bagian tengah serta saluran napas
bagian dalam sampai ke paru-paru. Biasanya menyerang anak usia 2 bulan-5 tahun.
(Whaley and Wong; 1991; 1418).

II. Penyebab
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan
penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus,
haemophylus influenzae,b clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka
kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu
ibu.Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam
derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan
adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi
antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung
mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.Infeksi
saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga
biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).
III. Tanda dan Gejala ISPA
Menurut WHO (2007), penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular,
hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya
karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering
dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung
tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa
hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi
kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya
akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis,
faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan
pneumonia (radang paru). Secara umum gejala ISPA meliputi demam, batuk, dan
sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi atau kesulitan
bernapas).
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya
obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran
pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum
(Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1) Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul
jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali
demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa
mencapai 39,50 C-40,5 0 C.
2) Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig
dan brudzinski.
3) Anoreksia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan
menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4) Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
5) Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
6) Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7) Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8) Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
9) Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya
suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

IV. Klasifikasi ISPA


Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam,
tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis
dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.

V. Faktor-faktor yang menyebabkan kejadian ISPA


pada anak menurut (Depkes, 2002) adalah sebagai berikut:
1. Usia / Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernapasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA dari
pada usia yang lebih lanjut.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) banyak menyerang balita batasan 0-5
tahun, sebagian besar kematian Balita di Indonesia karena ISPA. Balita merupakan
faktor resiko yang meningkatkan morbidibitas da mortalitas infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA). Khususnya pnemonia karena pada usia balita daya tahan
tubuh mereka belum terlalu kuat (Santoso, 2007).
2. Jenis kelamin
Meskipun cara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia masalah ini tidak terlalu di perhatikan, namun banyak penelitian yang
menunjukan perbedaan prevalensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
3. Status Gizi
Setatus gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak
yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan masukan nutriaen. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang
didasarkan pada  dayta antropometri serta biokimia dan riwayat diit      (Beck, 2000).
Dengan makanan bergizi, tubuh manusia tumbuh dan dipelihara. Semua organ
tubuh dapat berfungsi dengan baik. Bagian tubuh yang rusak diganti. Kulit dan
rambut terus berganti, sel – sel tubuh terus bertumbuh. Sel-sel tubuh memasak dan
mengolah zat makanan yang masak agar zat makanan dapat dipakai untuk pekerjaan
tubuh (Nadesul, 2001).

4. Status Imunisasi
Pemberian imunisasi adalah suatu cara dengan sengaja memberikan kekebalan
terhadap penyakit secara aktif sehingga anak dapat terhindar dari suatu penyakit.
Oleh sebab itu anak yang tidak mendapat imunisasi lengkap akan lebih berisiko
terkena ISPA dibandingkan dengan anak yang mendapat imunisasi lengkap (Nelson,
1992).
Tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan), ibu hamil,
wanita usia subur dan anak sekolah tingkat dasar. Imunisasi dasar lengkap pada bayi
meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, 1 dosis
Campak. Pada ibu hamil dan wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk anak
sekolah tingkat dasar rneliputi 1 dosis DT, I dosis campak dan 2 dosis TT (Dinkes,
2009).
5. Status Pemberian ASI Eksklusif
Kolostrum (dari bahasa latin colostrum) adalah susu yang dihasilkan oleh
kelenjar susu dalam tahap akhir kehamilan dan beberapa hari setelah kelahiran bayi
(Wikipedia, 2008).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan
lain pada bayi berumur 0-6 bulan bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI
eksklusif ini (WHO, 2001).
Balita yang tidak diberi ASI juga berpotensi mengidap ISPA, bayi usia 0-11
bulan yang tidak diberi ASI mempunyai resiko 5 kali lebih besar meninggal karena
ISPA dibandingkan Bayi yang memperoleh ASI Ekslusif. Bayi yang tidak diberi
ASI menyebapkan terjadinya defisiensi zat besi, ini menjadikan resiko kematianya
karena ISPA sangat besar dibandingkan bayi yang secara ekslusif mendapatkan ASI
dari si ibu, Bayi yang diberi ASI ekslusif dapat tumbuh lebih baik dan lebih jarang
sakit serta angka kematianya lebih renda dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan
ASI. Ini terjadi karena pemberian ASI dapat meningkatkan reaksi Imonologis bayi,
hampir 90 % kematian bayi dan balita terjadi di negara berkembang dan jumlah itu
sekitar 4 % lebih kematian disebapkan oleh ISPA (Kartasasmita, 2003).
6. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap kejadian penyakit ISPA.
Faktor lingkungan tersebut dapat berasal dari dalam maupun luar rumah. Untuk
faktor yang berasal dari dalam rumah sangat dipengaruhi oleh kualitas sanitasi dari
rumah itu sendiri, seperti :
a. Kelembaban ruangan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011
tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah menetapkan bahwa
kelembaban yang sesuai untuk rumah sehat adalah 40- 60%. Kelembaban yang terlalu
tinggi maupun rendah dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan mikrorganisme,
termasuk mikroorganisme penyebab ISPA (Kemenkes RI, 2011a).
b. Suhu ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal
ini berarti, jika suhu ruangan rumah di bawah 180C atau di atas 300C, keadaan rumah
tersebut tidak memenuhi syarat (Kemenkes RI,
2011a).
c. Penerangan alami
Rumah yang sehat adalah rumah yang tersedia cahaya yang cukup. Suatu rumah atau
ruangan yang tidak mempunyai cahaya, dapat menimbulkan perasaan kurang nyaman,
juga dapat mendatangkan penyakit. Sebaliknya suatu ruangan yang terlalu banyak
mendapatkan cahaya akan menimbulkan rasa silau, sehingga ruangan menjadi tidak
sehat.
d. Ventilasi
Ventilasi sangat penting untuk suatu tempat tinggal, hal ini karena ventilasi
mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama sebagai lubang masuk dan keluar angin
sekaligus udara dari luar ke dalam dan sebaliknya. Dengan adanya jendela sebagai
lubang ventilasi, maka ruangan tidak akan terasa pengap asalkan jendela selalu
dibuka. Untuk lebih memberikan kesejukan, sebaiknya jendela dan lubang angin
menghadap ke arah datangnya angin, diusahakan juga aliran angin tidak terhalang
sehingga terjadi ventilasi silang (cross ventilation). Fungsi ke dua dari jendela adalah
sebagai lubang masuknya cahaya dari luar (cahaya alam/matahari). Suatu ruangan
yang tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik akan menimbulkan beberapa
keadaan seperti berkurangnya kadar oksigen, bertambahnya kadar karbon dioksida,
bau pengap, suhu dan kelembaban udara meningkat. Keadaan yang demikian dapat
merugikan kesehatan dan atau kehidupan dari penghuninya, bukti yang nyata pada
kesehatan menunjukkan terjadinya penyakit pernapasan, alergi, iritasi membrane
mucus dan kanker paru. Sirkulasi udara dalam rumah akan baik dan mendapatkan
suhu yang optimum harus mempunyai ventilasi minimal 10% dari luas lantai (Depkes
RI, 1999).
e. Kepadatan hunian rumah
Kepadatan penghuni rumah merupakan perbandingan luas lantai dalam rumah dengan
jumlah anggota keluarga penghuni rumah tersebut. Kepadatan hunian ruang tidur
menurut Permenkes RI Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 adalah minimal 8 m2, dan
tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali
anak di bawah umur lima tahun (Depkes RI, 1999).
f. Penggunaan anti nyamuk
Pemakaian obat nyamuk bakar merupakan salah satu penghasil bahan pencemar
dalam ruang. Obat nyamuk bakar menggunakan bahan aktif octachloroprophyl eter
yang apabila dibakar maka bahan tersebut menghasilkan bischloromethyl eter
(BCME) yang diketahui menjadi pemicu penyakit kanker, juga bisa menyebabkan
iritasi pada kulit, mata tenggorokan dan paru-paru (Kemenkes RI, 2011a).
g. Bahan bakar untuk memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas
udara menjadi rusak, terutama akibat penggunaan energi yang tidak ramah
lingkungan, serta penggunaan sumber energi yang relatif murah seperti batubara dan
biomasa (kayu, kotoran kering dari hewan ternak, residu pertanian) (Kemenkes RI,
2011a).
h. Keberadaan perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok
terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 di antaranya merupakan racun antara lain Carbon
Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain
(Kemenkes RI, 2011a). Berdasarkan hasil penelitian Nasution et al. (2009) serta
Winarni et al. (2010), didapatkan hubungan yang bermakna antara pajanan asap rokok
dengan kejadian ISPA pada Balita.

i. Debu rumah
Menurut Kemenkes RI (2011a), partikel debu diameter 2,5μ (PM2,5) dan Partikel
debu diameter 10μ (PM10) dapat menyebabkan pneumonia, gangguan system
pernapasan, iritasi mata, alergi, bronchitis kronis. PM2,5 dapat masuk ke dalam paru
yang berakibat timbulnya emfisema paru, asma bronchial, dan kanker paru-paru serta
gangguan kardiovaskular atau kardiovascular (KVS). Secara umum PM2,5 dan PM10
timbul dari pengaruh udara luar (kegiatan manusia akibat pembakaran dan aktivitas
industri). Sumber dari dalam rumah antara lain dapat berasal dari perilaku merokok,
penggunaan energi masak dari bahan bakar biomasa, dan penggunaan obat nyamuk
bakar.
j. Dinding rumah
Fungsi dari dinding selain sebagai pendukung atau penyangga atap juga untuk
melindungi rumah dari gangguan panas, hujan dan angin dari luar dan juga sebagai
pembatas antara dalam dan luar rumah. Dinding berguna untuk mempertahankan suhu
dalam ruangan, merupakan media bagi proses rising damp (kelembaban yang naik
dari tanah) yang merupakan salah satu faktor penyebab kelembaban dalam rumah.
Bahan dinding yang baik adalah dinding yang terbuat dari bahan yang tahan api
seperti batu bata atau yang sering disebut tembok. Dinding dari tembok akan dapat
mencegah naiknya kelembaban dari tanah (rising damp) Dinding dari anyaman
bambu yang tahan terhadap segala cuaca sebenarnya cocok untuk daerah pedesaan,
tetapi mudah terbakar dan tidak dapat menahan lembab, sehingga kelembabannya
tinggi (Depkes RI,1999).
k. Status ekonomi dan pendidikan
Persepsi masyarakat mengenai keadaan sehat dan sakit berbeda dari satu
individu dengan individu lainnya. Bagi seseorang yang sakit, persepsi terhadap
penyakitnya merupakan hal yang penting dalam menangani penyakit tersebut. Untuk
bayi dan anak balita persepsi ibu sangat menentukan tindakan pengobatan yang akan
diterima oleh anaknya. Berdasarkan hasil penelitian Djaja et al. (2001), didapatkan
bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan bertambah
besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih
banyak. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi
tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan
dengan ibu yang status ekonominya rendah. Ibu dengan pendidikan lebih tinggi, akan
lebih banyak membawa anak berobat ke fasilitas kesehatan, sedangkan ibu dengan
pendidikan rendah lebih banyak mengobati sendiri ketika anak sakit ataupun berobat
ke dukun. Ibu yang berpendidikan minimal tamat SLTP 2,2 kali lebih banyak
membawa anaknya ke pelayanan kesehatan ketika sakit dibandingkan dengan ibu
yang tidak bersekolah, hal ini disebabkan karena ibu yang tamat SLTP ke atas lebih
mengenal gejala penyakit yang diderita oleh balitanya.

VI. Cara penularan ISPA


Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit
penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, oleh karena itu maka penyakit
ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara
dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita
maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat
pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian
besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur
penyebab atau mikroorganisme penyebab (WHO, 2007).

VII. Pencegahan ISPA


Pencegahan dapat dilakukan dengan :
1) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah
kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA.
Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna,
banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup,
kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh
yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga
dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.
2) Immunisasi.
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun
orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita
supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan
oleh virus / bakteri
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan
mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah,
sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa
menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara
kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia
4) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/
bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini
melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini
biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol
(anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni
Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari
tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran
antara bibit penyakit).

VIII. Penatalaksanaan
1. Medis
a) Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,
pemberian multivitamin dll.
b) Antibiotik :
 Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab utama ditujukan pada S.
pneumonia, H. influensa dan S. aureus.
 Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin,
 Ampisillin, Penisillin Prokain, Pnemonia berat : Benzil penicillin,
klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.
 Antibiotik baru lain : Sefalosforin, quinolon dll.
2. Keperawatan
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi
telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga
drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990;
452).
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigen dan sebagainya.
b. Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk
lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat)
disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin)
selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya
harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya

Prinsip perawatan ISPA antara lain :


1) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari.
2) Meningkatkan makanan bergizi.
3) Bila demam beri kompres dan banyak minum.
4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan
yang bersih.
5) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
6) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih
menetek.

IX. Pengobatan
a) Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres
 Bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4
kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
b)Mengatasi batuk
1)Tarik napas dalam dan batuk efektif.
Cara napas dalam dan batuk efektif :
 Ambil napas dalam (melalui hidung)
 Tahan sejenak ± 5-10 detik, lalu hembuskan pelan-pelan melalui mulut
 Ulangi cara (1) dan (2) sebanyak 3 X
 Setelah itu, batukkan dengan keras
 Jika ada cairan/lendir/sekret yang keluar, langsung buang ke tempat yang sudah
disediakan (Sputum Pot atau jika tidak ada boleh menggunakan botol /kaleng
/wadah berisi pasir).
 Berkumur-kumur.
 Lakukan dengan teratur (minimal 3 x sehari).
Cara pembuatan larutan jeruk nipis-kecap, yaitu :
a. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan larutan jeruk nipis-kecap :
 Beberapa buah jeruk nipis yang masih segar.
 Setengah sendok teh kecap manis.
 Satu buah gelas minum ukuran belimbing.
b. Langkah-langkah :
 Peras jeruk nipis dan tempatkan dalam gelas.
 Campurkan dengan ½ - 1 sendok kecap manis, aduk rata.
 Diminum sekali habis, lakukan secara rutin, agar batuknya hilang.
c. Aturan pakai larutan jeruk nipis – kecap adalah:
 Bagi orang dewasa, minum 3 x 1 sdm larutan tanpa dicampur air.
 Bagi anak-anak, minumkan larutan 3 x ½ sdm larutan tanpa dicampur air.
 Bila ingin minum air setelah minum larutan, minumlah air matang yang
masih hangat.
 Bila batuk tidak berkurang, segera periksakan diri ke pusat pelayanan
kesehatan terdekat

c) Mengatasi pilek bisa dengan cara inhalasi uap/penguapan sederhana (tradisional)


 Persiapkan alat dan bahan (baskom berisi air panas, minyak kayu putih, kain/handuk
kering).
 Campurkan minyak kayu putih dengan air panas dalam baskom dengan
perbandingan 2-3 tetes minyak kayu putih untuk 250 ml (1 gelas) air hangat.
 Tempatkan penderita dan campuran tersebut di ruangan tertutup supaya uap
tidaktercampur dengan udara bebas (bisa ditutupi dengan kain/handuk kering).
 Hirup uap dari campuran tersebut selama ± 5-10 menit atau penderita sudah merasa
lega dengan pernafasannya.
Kontra indikasi : pada balita karena bau minyak penghangat terlalu kuat serta risiko
kecelakaan terkena tumpahan air panas.
Lampiran

Rondown Acara

No Tahap dan Waktu Kegiatan Pendidikan Kegiatan Peserta


. Pelaksanaan
1. Pendahuluan (10 menit) 1. Registrasi Peserta  Menjawab salam dan
2. Membagikan Konsumsi memfokuskan
3. Membagikan Leaflet perhatian pada
Pembukaan : pembawa acara.
 Mengucapkan salam dan  Mendengarkan tujuan
memperkenalkan diri
dari penyuluhan.
 Menyampaikan tujuan dan maksud
dari penyuluhan
2. Kegiatan Inti (20 menit) Penjelasan Materi 1. Peserta mendengarkan
1. Memberikan edukasi mengenai dan menyimak materi
pengertian,Etiologi,klasifikasi,Tand 2. Peserta aktif untuk
a dan gejala, faktor resiko ISPA mengajukan
pada anak. pertanyaan
2. Memberikan edukasi mengenai
pencegahan ISPA pada anak.
3. Memberikan edukasi mengenai
penatalaksanaan ISPA pada anak.
Sesi Tanya Jawab
Peserta mengajukan pertanyaan
3. Penutupan ( 10 menit) 1. Penyuluh menyimpulkan materi 1. Peserta mendengarkan
yang sudah disampaikan dan menyimak
2. Membagikan Kuesioner Evaluasi 2. Peserta mengisi
3. Salam penutup kuesioner
4. Foto bersama dan pemberian 3. Menjawab salam
Cinderamata 4. Foto bersama
DAFTAR PUSTAKA

C long Barbara, 1996. Perawatan Medikal Bedah 2 (Suatu Proses Pendekatan


Keperawatan). Bandung.
DEPKES RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular, 1993. Buku
Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA Untuk Kader
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Ronald. 2006. Obat-obatan Ramuan Tradisional. Bandung : Yrama Widya [diakses
26 Juni 2011]

Anda mungkin juga menyukai