Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN INOVASI DAERAH

Pemerintah Daerah: Kabupaten Tulangbawang


Nomor Registrasi: -

1. PROFIL INOVASI
1.1. Nama Inovasi
NIAT IBU CAMAT ( NIKAH SEHAT IBU DAN CALON ANAK SELAMAT ) PUSKESMAS GEDUNG REJO SAKTI
1.2. Dibuat Oleh
Puskesmas Kabupaten Tulang Bawang ( puskestuba.iga2022.kabupaten.tulangbawang )
1.3. Tahapan Inovasi
Implementasi

1.4. Inisiator Inovasi Daerah


OPD
1.5. Jenis Inovasi
Non Digital

1.6. Bentuk Inovasi Daerah


Inovasi pelayanan publik

1.7. Urusan Inovasi Daerah


kesehatan, sosial

1.8. Rancang Bangun dan Pokok Perubahan Yang Dilakukan

Pembangunan kesehatan masyarakat merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional secara
menyeluruh (Kementerian Kesehatan RI, 2008). Masalah kesehatan ibu dan anak merupakan masalah kesehatan yang
perlu mendapat perhatian yang lebih karena mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di bidang kesehatan
dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (BPPD Banten, 2019). Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat
adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Makin tinggi angka kematian ibu dan bayi di suatu
negara maka dapat dipastikan bahwa derajat kesehatan negara tersebut buruk (Kemenkes RI, 2018). Hal ini disebabkan
karena ibu hamil dan bayi merupakan kelompok rentan yang memerlukan pelayanan maksimal dari petugas kesehatan,
salah satu bentuk pelayanan yang harus diberikan kepada ibu melahirkan adalah penolong oleh tenaga kesehatan (nakes)
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2019).
Beberapa tahun terakhir ini diakui dan diterima secara luas bahwa kematian maternal yang seharusnya dapat
dicegah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak asasi perempuan. Di seluruh dunia, Angka kematian ibu (AKI) di
Indonesia tercatat sebesar 177 kematian per 100 ribu kelahiran hidup pada 2017. Rasio itu sudah lebih baik dari belasan
tahun sebelumnya yang lebih dari 200 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Kendati, AKI Indonesia masih ketiga
tertinggi di Asia Tenggara. (World Bank, (Lidwina, 2021)). Menurut Ketua Komite Ilmiah International Conference on
Indonesia Family Planning and Reproductive Health (ICIFPRH), Meiwita Budhiharsana, hingga tahun 2019 AKI
Indonesia masih tetap tinggi, yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup. Padahal, target 13 Vol. XI,
No.24/II/Puslit/Desember/2019 AKI Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, dalam acara Nairobi Summit dalam rangka
ICPD 25 (International Conference on Population and Development ke25) yang diselenggarakan pada tanggal 12-14
November 2019 menyatakan bahwa tingginya AKI merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi Indonesia
sehingga menjadi salah satu komitmen prioritas nasional, yaitu mengakhiri kematian ibu saat hamil dan melahirkan
(Susiana, 2019).

Meningkatkan kesehatan ibu adalah tujuan kelima Millenium Development Goals (MDGs) yang harus dicapai
oleh 191 negara anggota PBB pada tahun 2015, termasuk Indonesia (Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan —
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit — Kementerian Kesehatan RI, n.d.). Mengurangi 2/3 AKI
saat melahirkan (1990- 2015) menjadi salah satu target meningkatkan kesehatan ibu, selain akses terhadap pelayanan
kesehatan standar hingga tahun 2015. AKI ditargetkan turun dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1990
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Hal ini memang sudah diprediksi sebelumnya. Dengan
prediksi linier AKI, Kementerian Kesehatan telah memperkirakan pada tahun 2015 Indonesia baru akan mencapai angka
161 per 100.000 kelahiran hidup.

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan bahwa AKB 24 per 1.000
kelahiran hidup, dan AKABA 32 per 1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Balita telah mencapai Target Pembangunan
Berkelanjutan (TPB/SDGs) 2030 yaitu sebesar 25/1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2018). Tinggi kematian bayi
berusia di bawah lima tahun (balita) di Indonesia mencapai 28.158 jiwa pada 2020. Dari jumlah itu, sebanyak 20.266
balita (71,97%) meninggal dalam rentang usia 0-28 hari (neonatal). Sebanyak 5.386 balita (19,13%) meninggal dalam
rentang usia 29 hari-11 bulan (post-neonatal). Sementara, 2.506 balita (8,9%) meninggal dalam rentang usia 12- 59 bulan.
Kematian balita post-neonatal paling banyak karena pneumonia, yakni 14,5% (Kemenkes RI, 2021). Ada pula kematian
balita post-neonatal akibat diare sebesar 9,8%, kelainan kongenital lainnya 0,5%, penyakit syaraf 0,9%, dan faktor lainnya
73,9%. Sementara, 42,83% kematian balita dalam rentang usia 12-59 bulan karena infeksi parasit. Ada pula kematian
balita dalam rentang usia tersebut karena pneumonia sebesar 5,05%, diare 4,5%, tenggelam 0,05%, dan faktor lainnya
47,41%. Minimnysa pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan reproduksi, persiapan pra nikah, juga persiapan bagi
calon ibu dan bayi menjadi salah satu penyebab tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi selain itu eterbatasan jumlah
petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan juga merupakan faktor memengaruhi kesehatan ibu dan bayi.
Fenomena AKI tersebut juga dipengaruhi oleh faktor keterlambatan mencapai akses pelayanan kesehatan, apalagi ibu
yang berdomisili di daerah pegunungan (Susiana, 2021).

Undang-undang dasar 1945 mengamanatkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia. Pembangunan
kesehatan sendiri diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya dapat terwujud.

Indonesia masih mengalami permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia.
Salah satu masalah gizi yang menjadi perhatian utama saat ini adalah masih tingginya anak balita pendek (Stunting)
(kemendes RI, 2017). Stunting atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi (0-11 bulan) dan anak balita (12-
59 bulan) akibat dari kekuarangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek
untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, tetapi kondisi
stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun (Ramayulis, 2018).
Balita dikatakan pendek jika nilai z-score-nya panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut
umur (TB/U) kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3SD (severy stunted). Masalah balita pendek
menggambarkan adanya masalah gizi kronis (Kemenkes, 2016).  Diperkirakan terdapat 162 juta balita pendek pada tahun
2012, jika trend berlanjut tanpa upaya penurunan, diproyeksikan akan menjadi 127 juta pada pada tahun 2025. Sebanyak
56% anak pendek hidup di Asia dan 36% di Afrika (Kemenkes, 2016). Badan Kesehatan Dunia  melaporkan bahwa satu
dari empat anak (26%, 165 juta) diperkirakan mengalami stunting (Hardiansyah & Supariasa, 2017).

 Stunting atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi (0-11 bulan) dan anak balita (12-59 bulan) akibat
dari kekuarangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, tetapi kondisi stunting baru
nampak setelah anak berusia 2 tahun.  Balita dikatakan pendek jika nilai z-score-nya panjang badan menurut umur (PB/U)
atau tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3SD (severy stunted).
Balita stunted akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadi lebih rentan terhadap penyakit, dan di masa
depan dapat berisiko menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya, secara luas, stunting akan dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemiskinan (Ramayulis, 2018).

Dampak buruk yang ditimbulkan oleh stunting dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang
akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya
kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit
jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua (kemendes RI, 2017).

1.9. Tujuan Inovasi Daerah

a.    Tujuan Umum

Menurunkan angka kematian AKI/ AKB dan menurunkan angka stunting.

b.    Tujuan Khusus

-          Mengontrol penyakit tidak menular terutama kasus hipertensi

-          Mengontrol penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS, Hepatitis B, Syphillis dan penyakit lainnya terkait
Kesehatan Reproduksi.

-          Menjalin kerjasama dengan lintas sektor dalam pemberdayaan masyarakat khususnya calon pengantin.

-          Mengedukasi khususnya calon pengantin terkait persiapan 1000 HPK         ( Hari Pertama Kelahiran ) bagi
calon ibu dan bayi.

1.10. Manfaat Yang Diperoleh

Program Inovasi “NIAT IBU CAMAT” memberikan dampak yang baik bagi masyarakat khususnya calon pengantin
dalam persiapan pranikah, menikah, hamil, melahirkan dan menyusui. Dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat
terkait hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perilaku meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga  terlahirlah
generasi yang sehat dan berkualitas.
 
 

1.11. Hasil Inovasi

Hasil program cukup baik sebelum inisisatif dimulai tidak ada program untuk mengedukasi masyarakat khususnya
calon pengantin, terkait kesehatan reproduksi dan persiapan 1000 Hari Pertama Kelahiran bagi calon ibu dan calon bayi.
Namun saat ini sudah ada tim petugas puskesmas yang menjangkau 9 kampung di wilayah kerja BLUD Puskesmas Gedung
Rejo Sakti. Sejak diluncurkan pada tahun 2020 sampai dengan sekarang petugas Puskesmas telah mengedukasi rata-rata 150
calon pengantin setiap tahunnya.

1.12. Waktu Uji Coba Inovasi Daerah


05-01-2020

1.13. Waktu Implementasi


05-01-2020

1.14. Anggaran
https://res3.tuxedovation.com/f65a111a8da8c4af335ee2a9429c63e18cf4f56f.pdf
1.15. Profil Bisnis
https://res3.tuxedovation.com/4599ab9a88c5d83d72001df3a362d8bd681a9495.pdf
1.16. Kematangan
100.00

2. INDIKATOR INOVASI

No. Indikator SPD Informasi Bukti Dukung

1. Regulasi Inovasi Daerah Peraturan Kepala Daerah / Inovasi Daerah,


Peraturan Daerah

PENUNJUKAN TIM TEKNIS


INOVASI DAERAH BIDANG
KESEHATAN TAHUN 2022

2. Ketersediaan SDM Terhadap Lebih dari 30 SDM INOVASI NIAT IBU


Inovasi Daerah CAMAT,

PENUNJUKAN TIM TEKNIS


INOVASI DAERAH BIDANG
KESEHATAN TAHUN 2022

3. Dukungan Anggaran Anggaran dialokasikan pada Anggaran Operasional Kegiatan,


kegiatan penerapan inovasi di T-

0, T-1 dan T-2 DPA INOVASI 2021,



DPA INOVASI 2022

4. Penggunaan IT Pelaksanaan kerja sudah Dokumentasi kegiatan inovasi


didukung sistem informasi
online/ daring
No. Indikator SPD Informasi Bukti Dukung

5. Bimtek Inovasi Dalam 2 tahun terakhir pernah Undangan Asistensi


lebih dari 2 kali bimtek
(bimtek,training dan TOT)

6. Program dan kegiatan inovasi Pemerintah daerah sudah RENSTRA PKM GRS 2016-
Perangkat Daerah dalam RKPD menuangkan program inovasi 2020
daerah dalam RKPD T-1, T-2
dan T0 (T0 adalah tahun
berjalan)

7. Jejaring Inovasi Inovasi melibatkan 5 Perangkat INOVASI NIAT IBU CAMAT,


Daerah atau lebih

PENUNJUKAN TIM TEKNIS


INOVASI DAERAH BIDANG
KESEHATAN TAHUN 2022

8. Replikasi - Tidak Tersedia

9. Pedoman Teknis Telah terdapat Pedoman teknis PANDUAN/PETUNJUK DAN


berupa buku yang dapat diakses MATERI INOVASI
secara online

10. Pelaksana Inovasi Daerah Ada pelaksana dan ditetapkan SK PENETAPAN TIM
dengan SK Kepala Perangkat INOVASI,
Daerah

PENUNJUKAN TIM TEKNIS


INOVASI DAERAH BIDANG
KESEHATAN TAHUN 2022

11. Kemudahan Informasi Layanan Layanan Email/Media Sosial LAYANAN PENGADUAN

12. Penyelesaian Layanan lebih dari sama dengan 71.00% DISKUSI PENYELESAIAN
Pengaduan MASALAH

13. Keterlibatan aktor inovasi Inovasi melibatkan 5 Aktor atau PERJANJIAN KERJASAMA
lebih PUSKESMAS DAN KUA,

UNDANGAN PELAPORAN
INDEKS INOVASI DAERAH
TAHUN 2022

14. Kemudahan proses inovasi yang Hasil inovasi diperoleh dalam SOP INOVASI
dihasilkan waktu 1 hari

15. Online Sistem Ada dukungan melalui perangkat Layanan Inovasi Melalui
web aplikasi dan aplikasi mobile Jejaring Facebook,
(android atau ios)

APLIKASI ONLINE,

APLIKASI ONLINE

16. Kecepatan penciptaan inovasi Inovasi dapat diciptakan dalam PROPOSAL INOVASI
waktu 1-4 bulan

17. Kemanfaatan Inovasi Jumlah pengguna atau penerima Daftar Hadir Penerima Manfaat
manfaat 201 orang keatas
No. Indikator SPD Informasi Bukti Dukung

18. Monitoring dan Evaluasi Inovasi Hasil laporan monev eksternal Kuesioner Kepuasan Pelayanan,
Daerah berdasarkan hasil

penelitian/kajian/ analisis OBSERVASI LANGSUNG


DENGAN MEWAWANCARAI
PENERIMA INOVASI

19. Sosialisasi Inovasi Daerah Media Berita Dokumentasi kegiatan inovasi,



KEGIATAN INOVASI MEDIA


SOSIAL

20. Kualitas Inovasi Daerah Memenuhi 5 unsur substansi VIDEO INOVASI NIAT IBU
CAMAT,

VIDEO KEGIATAN INOVASI


NIAT IBU CAMAT

Anda mungkin juga menyukai