KELOMPOK A1
NAMA TUTOR :
DIAH KURNIA MIRAWATI, dr.,Sp.S
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO III
Seorang laki – laki berusia 40 tahun diantar oleh keluarganya ke Instalasi Gawat
Darurat (IGD) Rumah Sakit. Dari anamnesis didapatkan nyeri perut mual, muntah, nyeri
kepala, mulut terasa terbakar dan terasa seperti logam, sesak nafas, terjadi 1 jam setelah
makan masakan ikan tuna dan minum minuman keras yang dibeli dari warung makan dekat
rumahnya.
Pemeriksaan fisik didapatkan kondisi delirium, tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 120x/menit,
isi dan tekanan kurang, laju respirasi 28 kali permenit serta suhu 36,9oC, dengan rash
eritematosus di wajah dan dada, wheezing pada auskultasi paru disertai akral yang mulai
dingin. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 12 gr%, hematokrit 40%,
leukosit 10.600/uL, trombosit 375.000/uL, ureum 43mg/dL, kreatinin 1,3mg/dL, saturasi
oksigen 90%, natrium 130 mmol/L, kalium 3,3 mmol/L. Saat di IGD diberikan terapi
oksigenisasi nasal kanul 3 lpm, infus Ringer Laktat tetesan cepat, injeksi adrenalin, dan
injeksi difenhidramin intravena 1 ampul, inhalasi Salbutamol dan arang aktif. Pasien
selanjutnya diputuskan untuk rawat inap.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Seven Jump
a. Oksigenisasi nasal kanul adalah pemberian oksigen dengan alat yang dimasukan
melalui hidung dengan kecepatan 1-6 liter per menit, saturasi 22-24%
b. Arang aktif adalah suatu zat kimia berupa karbon dalam bentuk serbuk atau tablet
yang berfungsi untuk menyerap racun
Jenis ikan yang biasanya menyebabkan keracunan histamin adalah ikan famili
scombroidae seperti ikan tuna, ikan makarel, ikan tongkol, ikan marlin, dan hampir
100 spesies lainnya. Karena berasal dari ikan famili scombroidae maka racun yang
dihasilkan disebut dengan skombrotoksin atau disebut juga racun histamin.
Skombrotoksin dapat menyebabkan keracunan ketika seseorang mengkonsumsi
ikan yang telah terbentuk histamin pada tubuhnya. Keracunan histamin berkaitan
langsung dengan proses penanganan ikan yang tidak benar setelah ditangkap
seperti ikan yang sudah tidak segar lagi dan ikan tidak segera dibekukan. Ikan
seharusnya didinginkan setelah ditangkap agar suhu internalnya mencapai 50oF
(10oC) dalam waktu 6 jam setelah ikan ditangkap. Setelah itu, jika tidak langsung
diolah, ikan harus disimpan dalam suhu dibawah 40oF (<4,4oC). Apabila ikan tidak
didinginkan dengan benar maka amina biogenik seperti histamin dapat dibentuk di
dalam tubuh ikan. Amina biogenik tersebut akan meningkat jika diletakkan terlalu
lama pada air atau tidak segera didinginkan. Pembentukan histamin berasal dari
histidin yang secara alami terdapat pada semua spesies ikan famili scombroidae.
Bakteri yang hadir dalam usus dan insang ikan (Morganella morganii, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae,Proteus vulgaris, Hafnia alvei, Enterobacter
aerogenes, Citrobactor freundii, Aerobacter spp., Serratia spp.) memiliki enzim
histidine decarboxylase yang dapat merubah asam amino histidin pada ikan
menjadi histamin pada kondisi hangat (maksimum produksi histamin yang tercatat
pada suhu 20 – 30oC.
Histidin pada jenis ikan tertentu jumlahnya lebih besar sehingga meningkatkan
kemungkinan histamin yang terbentuk akan lebih cepat selama penanganan dan
penyimpanan yang tidak tepat. Setelah histamin terbentuk, tidak akan hilang
selama ikan dibersihkan atau dimasak. Demikian juga, pembekuan tidak akan
mengurangi atau merusak histamin tersebut. Penanganan ikan yang segera setelah
ditangkap adalah satu-satunya cara untuk mencegah terbentuknya histamin.
Kandungan histamin pada ikan segar/sehat adalah kurang dari 0,1 mg/gram ikan,
sedangkan bila ikan diletakkan pada suhu kamar, histamin akan meningkat dengan
cepat mencapai 1 mg/gram ikan dalam waktu 24 jam. Histamin tidak
membahayakan jika dikonsumsi dalam jumlah yang rendah, yaitu 8 mg/100 g ikan.
Menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, keracunan
histamin akan timbul jika seseorang mengkonsumsi ikan dengan kandungan
histamin 50 mg/100 g ikan. Ikan dengan kandungan histamin lebih dari 20 mg/100
g ikan sudah tidak boleh dikonsumsi.
2) Minum alkohol
Alkohol yang masuk ke dalam tubuh akan langsung diserap dan menyebar ke
organ-organ tubuh melalui aliran darah, dan sisanya masuk ke saluran pencernaan,
mulai dari kerongkongan, lambung, sampai ke usus untuk dialirkan ke seluruh
tubuh melalui peredaran darah. Jantung akan memompa darah bercampur alkohol
ini ke seluruh bagian tubuh, sampai ke otak. Baru terakhir, hati (liver) akan
membakar atau menghancurkan alkohol dibantu dengan enzim khusus untuk
dikeluarkan melalui air seni dan keringat.
Alkohol mengganggu keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi di otak, ini terjadi
karena penghambatan atau penekanan saraf perangsangan. Sejak lama diduga efek
depresi alcohol pada SSP berdasarkan kelarutannya dalam membran lipid. Efek
alkohol terhadap berbagai saraf berbeda karena perbedaan distribusi fosfolipid dan
kolesterol di membran tidak seragam. Data eksperimental menyokong dugaan
mekanisme kerja alcohol di SSP serupa barbiturate.
Etanol adalah bahan cairan yang telah lama digunakan sebagai obat dan merupakan
bentuk alkohol yang terdapat dalam minuman keras seperti bir, anggur, wiskey
maupun minuman lainnya. Etanol merupakan cairan yang jernih tidak berwarna,
terasa membakar pada mulut maupun tenggorokan bila ditelan. Etanol mudah
sekali larut dalam air dan sangat potensial untuk menghambat sistem saraf pusat
terutama dalam aktifitas sistem retikular. Aktifitas dari etanol sangat kuat dan
setara dengan bahan anastetik umum. Pada konsentrasi 5 – 10% etanol memblok
kemampuan neuron dalam impuls listrik, konsentrasi tersebut jauh lebih tinggi
daripada konsentrasi etanol dalam sistem saraf pusat secara invivo. Pengaruh
etanol pada sistem saraf pusat berbanding langsung dengan konsentrasi etanol
dalam darah. Daerah otak yang dihambat pertama kali ialah sistem retikuler aktif.
Hal tersebut menyebabkan terganggunya sistem motorik dan kemampuan dalam
berpikir. Disamping itu pengaruh hambatan pada daerah serebral kortek
mengakibatkan terjadinya kelainan tingkah laku. Gangguan kelainan tingkah laku
ini bergantung pada individu, tetapi pada umumnya penderita turun daya ingatnya.
Gangguan pada sistem saraf pusat ini sangat bervariasi biasanya berurutan dari
bagian kortek yang terganggu dan merambat ke bagian medula.
3) Keracunan yang terjadi pada pasien
Selain keracunan ikan ada juga kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pada pasien terkait dengan konsumsi ikan tuna yaitu terjadinya reaksi anafilaktik.
Reaksi anafilaksis merupakan sindrom klinis akibat reaksi imunologis (reaksi
alergi) yang bersifat sistemik, cepat dan hebat yang dapat menyebabkan gangguan
respirasi, sirkulasi, pencernaan dan kulit. Jika reaksi tersebut cukup hebat sehingga
menimbulkan syok disebut sebagai syok anafilaktik. Dalam sekenario ini pasien
kemungkinan mengalami syok anafilaktik dilihat dari hasil pemeriksaan fisik dan
labnya dimana pasien mengalami hipotensi,takikardi, dan berbagai manifestasi
syok lainnya.
Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap
alergen tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa, sistem
pernafasan maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan
pembentukan IgE spesifik terhadap alergen tertentu. IgE spesifik ini kemudian
terikat pada reseptor permukaan mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya,
alergen akan terikat pada Ige spesifik dan memicu terjadinya reaksi antigen
antibodi yang menyebabkan terlepasnya mediator yakni antara lain histamin dari
granula yang terdapat dalam sel. Ikatan antigen antibodi ini juga memicu sintesis
SRS-A ( Slow reacting substance of Anaphylaxis ) dan degradasi dari asam
arachidonik pada membrane sel, yang menghasilkan leukotrine dan prostaglandin.
Reaksi ini segera mencapai puncaknya setelah 15 menit. Efek histamin, leukotrine
(SRS-A) dan prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus
menyebabkan timbulnya gejala pernafasan dan syok.
Denyut nadi pasien 120x/menit, yang berarti pasien mengalami takikardi akibat
menempelnya histamin pada reseptor histamin yang terdapat pada otot jantung. RR
pasien 28x/menit, pasien mengalami takipneu yang diakibatka oleh sifat
bronkospasme dari histamin. Rash eritemtous pada kulit pasien diakibatkan oleh
adanya histamin yang mempunyai efek vasodilatasi pada pembuluh darah
superfisial. Sesak nafas dan adanya wheezing pada pemeriksaan paru diakibatkan
oleh sifar bronkospasme dari histamin.
Gambar 1. Tatalaksana awal di Instalasi Gawat Darurat pada syok anafilaktik; sumber= World Allergi
Organization, guideline for the assement and management of anaphylaxis, 2012
d) Diagnosis
Diagnosis kerja dalam kasus ini adalah renjatan anafilaksis et causa alergi makanan,
dengan diagnosis banding antara lain alergi makanan, keracunan makanan.
e) Prognosis
Prognosis pasien adalah ad bonam karna masuk rumah sakit segera saat muncul reaksi
yang mencurigakan dan mendapat penanganan yang baik, namun kondisi ini dapat
kambuh dikemudian hari, sehingga dibutuhkan supervisi yang baik bagi pasien baik
terhadap agen penyebab alergi atau[un edukasi terhadap tindakan yang bisa dilakukan
awal jika pasien mengalami gejala yang sama.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Pada skenario pasien mengalami keracunan makanan. Keracunan kemungkinan
besar disebabkan oleh masakan ikan tuna yang dikonsumsi. Kandungan zat dari ikan
tuna yang dapat bersifat toksik apabila dikonsumsi secara berlebihan yaitu merkuri
dan histamin.
2. Keracunan makanan tidak mengarah kearah minuman keras yang kemungkinan
disebabkan oleh konsumsi alkohol karena gejala yang muncul tidak khas pada
keracunan alkohol seperti frekuensi muntah sering, adanya bau alkohol dan pupil
mata dilatasi.
3. Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien mengalami syok anafilaktik, karena terjadi
setelah pasien mengkonsumsi makanan ikan tuna yang mengandung histamin.
Namun syok anafilaktik pada kasus ini tidak disebabkan oleh faktor imunologik
namun merupakan reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid.
4. Pasien perlu dirawat inap untuk monitoring terapi yang diberikan.
B. Saran
1. Pelaksanaan diskusi tutorial harus dikembalikan pada problem-based learning dan
bukan berorientasi pada problem solving agar hal yang dipelajari mahasiswa dari
skenario lebih luas dan tidak hanya terpaku pada pemecahan masalah di skenario.
2. Setiap mahasiswa terutama pada pertemuan sesi kedua tutorial sebaiknya masing-
masing telah mencari sumber pustaka, agar diskusi dapat berjalan dengan hidup dan
antar mahasiswa dapat terjadi pertukaran ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Christanto A, Tedjo O (2011). Manifestasi Alergi Makanan pada Telinga, Hidung dan
Tenggorok. Jakarta: CDK 187, 38:6, pp: 410-411
James E F Reynolds and Martindale. 1996. The Extra Pharmacopoeia Thirty first edition.
London: Roya Pharmaceutical Society
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi: Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Mc Graw Hill Lange. Poisoning & Drug Overdose Kent R. Olson fifth edition. by the
Faculty, Staff, and Associateds of the California Poison Control System.