Anda di halaman 1dari 31

TUGAS INDIVIDU DESA SIAGA

Di Susun Oleh :
Setri Viona Alhida P00340219037

Dosen Pengampu
Yenni Puspita, SKM. MPH

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PRODI DIII KEBIDNAN CURUP
T.A 2019/2020
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Keracunan
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai
cara yang menghambat respon pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya
bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di
sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan.
Beberapa contoh keracunan antara lain keracunan obat dan zat kimia, gigitan ular dan
serangga, dan keracunan gas.

B. Jenis-jenis Keracunan
1. Keracunan pada sistem pencernaan
a. Keracunan bahan kimia
1) Etiologi
a) Baygon
Baygon termasuk ke dalam Insektisida golongan karbamat, akibat
insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri.
b) Amphetamin
Amphetamine adalah sejenis obat-obatan yang biasanya berbentuk pil,
kapsul dan serbuk yang dapat memberikan rangsangan bagi perasaaan
manusia. Salah satu jenis amphetamine, adalah methamphetamine. Tingkah
laku yang kasar dan tak terduga, merupakan hal biasa bagi pemakai kronis.
Jika kamu menggunakan amphetamine, maka amphetamine ini akan
merangsang tubuh melampaui batas maksimum dari kekuatan fisik yang ada.
c) Morpin
Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin
merupakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya
pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan
berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.

2
2) Manifestasi Klinis
a) Sianosis
b) Takipnoe, dispnea
c) Nadi lemah
d) Takikardi
e) Aritmia jantung
f) Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus,
mual dan muntah
g) Malaise
3) Patofisiologi
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan
enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin
yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf
parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase
menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat
tersebut.
Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada
di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak
terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari
asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular junction dan sel
darah merah, Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus
dari reseptor muskarinik dan nikotinik.
Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu diketahui
dulu bahwa didalam baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan
transfluthrin. Propoxur adalah senyawa karbamat yang merupakan senyawa
Seperti organofosfat tetapi efek hambatan cholin esterase bersivat reversibel dan
tidak mempunyai efek sentral karena tidak dapat menembus blood brain barrier.
Gejala klinis sama dengan keracunan organofosfat tetapi lebih ringan dan
waktunya lebih singkat. Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan
organofosfat.

3
Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat yang
akan mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi
kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung
pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat
kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung
lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi
mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak
karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi
akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia
4) Patoflow (Terlampir)
5) Penatalaksanaan
a) Antidote
Pada pasien yang sadar :
- bilas lambung
- Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular
- 30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang tiap 30
menit sampai terjadi artropinisasi.
- Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1 ampul) IM tiap
4 jam selama 24 jam .
Pada pasien yang tidak sadar
- injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)
- 30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi setiap 30
menit sampai klien sadar.
- Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai tercapai
atropinisasi, ditandai dengan midriasis, fotofobia, mulut kering,
takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.
- Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM tiap 4
jam selama 24 jam.
b) Penanganan syok
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok
yang tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan

4
kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena di
ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai
dengan meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV, kardiovaskuler
dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral dan suhu.
Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG.
6) Tes Diagnostik
a) Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam sel darah
merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut
maupun kronik.
b) Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50 %, setiap
individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera
disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE telah
meningkat > 75 % N.

b.Keracunan Makanan
Keracunan makanan adalah masuknya zat toxic (racun) dari bahan yang kita makan ke dalam
tubuh karena ikut tertelan bersama makanan.

Ciri-ciri makanan beracun yaitu sebagai berikut:


1. Warna lebih terang disebabkan penggunaan pewarna
2. Lihat dan sentuh makanan tersebut, jika terlalu lembut dan gurih bisa saja menggunakan
penyedap rasa yang berlebihan
3. Saat membeli ikan atau daging coba cek apakah menggunakan formalin atau tidak.
Jangan terkecoh, jika ikan tidak dikerungi lalat maka kemungkinan besar ikan
menggunakan formalin

Manifestasi secara umum pada keracunan makanan, yaitu:


1. Sakit mendadak, bisa berupa kram perut, umumnya terjadi beberapa saat setelah
mengonsumsi makanan yang mengandung racun, atau dalam waktu 12-72 jam. Keadaan
ini merupakan salah satu usaha tubuh menolak racun yang masuk ke perut.

5
2. Muntah dan diare, Merupakan akibat umum dari keracunan makanan, dimana tubuh
melakukan usaha untuk membersihkan diri dari racun yang masuk.
3. Gejala berkembang cepat karena dosis besar
4. Anamnese menunjukkan ke arah keracunan, terutama kasus percobaan bunuh diri,
pembunuhan atau kecelakaan
5. Keracunan kronis dicurigai bila digunakannya obat dalam waktu lama atau lingkungan
pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.

Jenis-jenis keracunan makanan:

1. Keracunan Jengkol

Jengkol (Pethelolobium labatum) merupakan


bahan makanan seperti yang mengandung
vitamin B1. Menurut berbagai penelitian
menunjukkan bahwa jengkol juga kaya akan
karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B,
Vitamin C, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak
atsiri, steroid, glikosida, tanin, dan saponin.
Khusus untuk vitamin C terdapat kandungan
80 mg pada 100 gram biji jengkol, sedangkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan per
hari adalah 75 mg untuk wanita dewasa dan 90 mg untuk pria dewasa. Cara pengolahannya
bermacam-macam, bisa dibuat emping (emping jengkol), dimakan mentahnya sebagai
lalap, dan lain-lain. Jengkol mempunyai bau yang khas yang tidak sedap, tetapi banyak
orang yang menyukainya. Kejengkolan dapat terjadi setelah memakan jengkol dalam
jumlah yang banyak, baik yang dimasak maupun mentahnya. Bahkan yang berupa emping
sekalipun yang telah digoreng dapat menimbulkan kejengkolan karena dalam biji
mengandung zat yang dinamakan asam jengkol (hamud jengkol). Asam jengkol terjadi di
dalam biji jengkol disebabakan pengaruh kondensi Formaldehyde dan Cysteine. Asam
jengkol sukar larut dalam air dingin dalam 30 o C kadar larut 1:2000 di dalam air mendidih
1:200. Perlu juga diperhatikan bagi orang yang mempunyai indikasi penyakit ginjal atau

6
fungsi ginjalnya kurang baik agar waspada terhadap peristiwa kejengkolan, karena dapat
berakibat fatal. Kejengkolan sebenarnya belum dapat dipastikan. Apakah penyebabnya
karena keadaan perorangan, atau karena sifat dari asam jemgkol yang sukar larut dalam air
dingin sehingga mengakibatkan tersumbatnya (terganggunya fungsi ginjal)
1) Manifestasi Klinis kejengkolan
a) Rasa nyeri (kolik) di daerah pinggang atau daerah pusar (ari - ari) dan kadang disertai
kejang - kejang
b) Mual, muntah
c) Output urine sedikit, adakalanya urine berwarna merah bercampur putih seperti air
pencuci beras (dalam urine terdapat sel - sel darah merah dan sel darah putih)
d) Perut kembung dan susah BAB)
e) Nafas dan Urine berbau jengkol
2) Patofisiologi
Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah mengosumsi
jengkol. Keluhan yang tercepat adalah 2 jam dan yang terlambat adalah 36 jam sesudah
konsumsi biji jengkol. Hal itu terjadi karena kandungan asam jengkolat didalamnya.Asam
jengkolat merupakan salah satu komponen yang terdapat pada biji jengkol, kandungannya
bervariasi tergantung pada varietas dan umur biji jengkol.Asam jengkolat dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan, penyebabnya adalah terbentuknya kristal asam
jengkolat yang akan dapat menyumbat traktus urinalis. Jika kristal yang terbentuk
semakin banyak, lama-kelamaan dapat menimbulkan gangguan pada saat BAK. Bahkan,
jika terbentuk infeksi, akan menimbulkan gangguan yang lebih parah. Dalam jumlah
tertentu, asam jengkolat dapat membentuk kristal. Kristal tersebut dapat menyumbat dan
bahkan menimbulkan luka pada saluran perkemihan, sehingga urine yang keluar sedikit
dan kadang-kadang menimbulkan pendarahan.
3) Patoflow (Terlampir)
4) Penatalaksanaan
a) Beri klien air putih yang banyak supaya kadar asam jengkolat lebih encer, sehingga
lebih mudah dibuang melalui urin.
b) Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat minum)
penderita perlu dirawat dan diberi infus natrium bikarbonat dalam larutan glukosa

7
5%. Dosis untuk dewasa dan anak 2-5 mEq/kg berat badan natrium bikarbonat
diberikan secara infus selama 4-8 jam.
c) Antibiotika hanya diberikan apabila ada infeksi sekunder.

2. Singkong

Singkong merupakan tanaman


umbi-umbian yang tumbuh diseluruh
indonesia. Dibebrapa daerah dipulau
jawa singkong bahkan merupakan
makanan untama penduduk.
Singkong merupakan bahan
makanan yang mengandung kalori seperti beras. Perbedaannya adalah singkong
mengandung protein 1 % sedangkan beras mengandung protein 7,5 %.

a. Etiologi
Penyebab keracunan singkong ialah asam sianida yang terkandung didalamnya.

b. Patofisiologi
Asam sianida (HCN) ialah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam
ini akan mengganggu oksidasi (pengankutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat
enzim sitokrom oksidase. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh
jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita
terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi
dari pada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul

8
kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan. kadang-kadang dapat
timbul detak jantung yang ireguler. Dosis letal (mematikan) dari HCN adalah 60-90 mg.
Waktu kerja HCN akan semakin cepat jika HNC ditelan pada saat lambung kosong
dimana kadar asam lambung sangat tinggi.
HCN ialah suatu racun yang bekerja sangat cepat, kematian dapat ditimbulkan
dalam beberapa menit apabila HCN murni ditelan dalam keadaan lambung kosong dalam
kadar asam yang tinggin, maka kerja racun ini sangat cepat sekali. HCN dalam bentuk
cair dapat diserap oleh kulit dan mukosa, tetapi garam sianida hanya berbahaya jika
dimakan. Dosis letak dari pada HCN ialah 60-90 mg. Sebenarnya tubuh mempunyai daya
proteksi terhadap HCN ini dengan cara detoksikasi HCN menjadi oin tiosinat yang relatif
kurang toksik. Detoksikasi ini berlangsung dengan perantaraan enzim rodanase
(transulfurase). Enzim ini terdapat didalam jaringan, terutama hati. Tubuh sebenarnya
mempunyai kemampuan mendetoksikasi HCN tetapi sistem enzim rodanase ini bekerja
sangat lambat sehingga keracunan masih dapat timbul. kerja enzim ini dapat dipercepat
dengan mamasukkan sulfur ke dalam tubuh. Secara klinis hal inilah yang dipakai sebagai
dasar menyuntikkan natrium tiosulfat pada pengobatan keracunan oleh singkong.
Hidrogen sianida masuk kedalam tubuh dengan cepatdidistribusikan keseluruh
tubuh oleh darah. Tingkat sianida dalam berbagai jaringan manusia pada kasus keracunan
HCN yang telah dilaporkan, bahwa pada lambung : 0,03, pada darah : 0,5 , pada hati :
0,03 , ginjal : 0,11, otak 0,07 , urin 0,2 ( MG/100 g). Secara pisiologi tubuh hidrogen
sianida menginaktifasi enzim sitokrom oksidase dalam mitokondria sel dengan mengikat
Fe3+Fe2 yang terkandung dalam enzim. Hal ini dapat menyebabkan penurunan dalam
permanfaataan oksigendalam jaringan. Sehingga organ yang sensitif dalam kondisi
kurangnya O2 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Sehingga dapat
menimbulkan asfiksia, hiposia dan kejang.
Selain itu sianida menyebabkan peningkatan glukosa darah dan kadar asam laktat
serta penurunan ATP yang menunjukan pergeseran dari aerob untuk metabolisme
anaerob. Hidro sianida akan mengurangi ketersedian energi kesemua sel, tetapi efeknya
akan semakin cepat muncul pada sistem pernafasan pada jantung.

c. Gejala klinis

9
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan singkong. Gejalan keracunan
singkong ini antara lain:
a. Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
b. Sesak nafas , takikardi, cyanosis dan hipotensi
c. Perasaan pusing, lemah,kesadaran menurun ( apatis- koma)
d. Renjatan atau kejang
e. Syok

d. Penatalaksanaan
Sebelum dibawa kerumah sakit pasien dapat diberikan pertolongan pertama oleh
penolong atau keluarga pasien dengan memberikan arang aktif, namun dalam pemberian
arang aktif ini harus berhati-hati dan sesuai dengan dosis yang tercantum dalam
kemasannya. Rangsang muntah dapat dilakukan jika arang aktif tidak tersedia dan
perjalanan kerumah sakit membutuhkan waktu lebih dari 20 menit.
Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Penatalaksanaannya antara lain :

a). Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi pernafasan dan
sirkulasi.

b). Bila makanan diperkirakan masih ada dilambung (kurang dari 4 jam setelah
makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat penderita
muntah.

c). Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena perlahan.
Sebelumnya dapat diberikan amil nitrit secara inhalasi.

d). Bila timbul cyanosis dapat diberikan oksigen.

e). Beri 10 cc Na Nitrit 5% iv dalam 3 menit.

f). Beri 50 cc Na thiosulfat 25% iv dalam 10 menit

g). Bila gejala sangat berat, bawa kerumah sakit.

10
e. Pencegahan keracunan
a. Kenali jenis singkong dengan cara jika pada singkong terdapat bercak biru
sebaiknya tidak dikonsumsi, kemungkinan kandungan HCNnya tinggi dan tidak
banyak berkurang walaupun sudah dicuci dan dimasak.

2. Keracunan Sirkulasi
a. Gigitan ular dan serangga
Beberapa ular berbisadapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna,
kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saatmerasa terancam. Beberapa ciri ular
berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigitaring kecil, dan pada luka
bekas gigitan terdapat bekas taring.
1) Gigitan ular
a. Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu:
- Elapidae : memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa
contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis).

- Hidrophidae : yang termasuk famili ini adalah ular tali (Dendrelaphis


pictus).

11
- Viperidae : Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal
dapat dilipat ke bagian rahang atas. Ada dua subfamili pada
Viperidae, yaitu Viperinae danCrotalinae. Crotalinae memiliki organ
untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di
antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah
ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma
rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris).

b. Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut
bersifat:
1) Eurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena
paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan,
kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan
koma.
2) Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim
lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin.
Perdarahan itu sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin.
Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada
tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.
3) Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan
hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
4) Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan
kerusakan otot jantung.
5) Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya
berakibat terganggunya kardiovaskuler.

12
6) Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran
bisa.
c. Gigitan Serangga
Insect bites adalah gigitan atau sengatan serangga. Insect bites adalah
gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat atau menggigit
seseorang.Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau
serangan seranggadi antaranya adalah:
1) Reaksi alergi berat (anaphylaxis)
Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam kehidupan dan
membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-tanda atau gejalanya adalah:
- Terkejut (shock), dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah
- tidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-organ penting
(vital)
- Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan/tenggorokan
- Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki,
dan selaput lendir (angioedema)
- Pusing dan kacau
- Mual, diare, dan nyeri pada perut
- Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak
2) Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga.
Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut misalnya:
a). Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam

b). Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat

13
c). Laba-laba gembel (hobo)

d). Kalajengking

3) Reaksi racun dari serangan labah, tawon, atau semut api


Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah
menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-lebah pembunuh, mereka
lebih agresif dari pada lebah madu kebanyakan dan sering menyerang bersama-
sama dengan jumlah yang banyak.
a) Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat
berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat banyak reaksi alergi
b) Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya,
kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur
memutar dan berkali-kali
c) Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
d) infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan

14
e) Penyakit serum (darah)
Sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum) digunakan untuk mengobati gigitan
atau serangan serangga. Penyakit serum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-
bintik merah dan bengkak serta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas
hari setelah penggunaan anti serum
f) Infeksi virus
Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada seseorang,
menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
g) Infeksi parasit
Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.
d. Manifestasi Klinis
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan
ular.
1) Efek lokal : digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan
rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan
dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan
jaringan sekitar sisi gigitan luka.
2) Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen.
Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau
luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau
bahkan kematian.
3) Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada
sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat
menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat
perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara
dan bernafas, dan kesemutan.
4) Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa
elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa
area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba
menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.

15
5) Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada
mata.
Sedangkan gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung dari
berbagai macam faktor yang mempengaruhi. Kebanyakan gigitan serangga
menyebabakan kemerahan, bengkak, nyeri, dan gatal-gatal di sekitar area yang
terkena gigitan atau sengatan serangga tersebut. Kulit yang terkena gigitan bisa
rusak dan terinfeksi jika daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika luka
tersebut tidak dirawat, maka akan mengakibatkan peradangan akut.Rasa gatal
dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas, pingsandan
hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang disebut
anafilaksis. Ini juga diakibatkan karena alergi pada gigitan serangga. Gigitan
serangga juga mengakibatkan bengkak pada tenggorokan dan kematian karena
gangguan udara.Sengatan dari serangga jenis penyengat besar atau ratusan
sengatan lebah jarangsekali ditemukan hingga mengakibatkan sakit pada otot dan
gagal ginjal.

e. Patofisiologi
1. Patofisiologi gigitan ular
Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami
pendarahan kesan daripada luka yang berlaku pada saluran darah dan
pencairan darah merah yang mana darah sukar untuk membeku. Pendarahan
akan merebak sertamerta dan biasanya akan berterusan selama beberapa hari.
Pendarahan pada gusi, muntah darah, ludah atau batuk berdarah dan air
kencing berdarah adalah kesan nyata bagi keracunan bisa ular jenis Elapidae.
Walaupun tragedi kematian adalah jarang, kehilangan darah yang banyak akan
mengancam nyawa mangsa. Ular ini dapat menyebabkan terjadinya flaccid
paralysis. Ini biasanya berbahaya bila terjadi paralysis pada pernafasan.
Biasanya tanda – tanda yang pertama kali di jumpai adalah pada saraf cranial
seperti ptosis, opthalmophlegia, progresif. Bila tidak mendapat anti venom
akan terjadi kelemahan anggota tubuh dan paralisis pernafasan. Biasaya full

16
paralysis akan memakan waktu lebih kurang 12 jam, pada beberapa kasus
biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah gigitan. Beberapa Spesies ular
dapat menyebabkan terjadinya koagulopathy. Tanda – tanda klinis yang dapat
ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan, venipunctur
dari gusi, dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria, haematomisis,
melena dan batuk darah.
2. Patofisiologi gigitan serangga
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun)
yang disebut Pteromone. Pteromone ini tersusun dari protein dan substansi
lain atau bahan kimia yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita.
Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan, bengkak, dan rasa gatal di
lokasi yang tersengat yang akan hilang dalam beberapa jam. Gigitan atau
sengatan dari lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api dapat
menyebabkan reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap
mereka. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam menyengat.
Apabila gigitan terjadi pada area mulut atau kerongkongan, pteromone yang
dikeluarkan oleh serangga akan menyebabkan menyempitnya saluran
pernafasan sehingga dapat mengakibatkan susah bernapas yang akan berlanjut
pada syok anafilaksis, dan bisa berakhir pada kematian.
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Gigitan Ular:
1. Antidote
Mengistirahatkan korban, melepaskan benda yang mengikat seperti cincin,
memberikan kehangatan, membersihkan luka, menutup luka dengan
balutan steril, dan imobilisasi bagian tubuh dibawah tinggi jantung. Es atau
torniket tidak digunakan.
2. Penanganan syok
a. Selalu mengasumsikan bahwa semua gigitan ular dapat mengancam
kehidupan.
b. Bila melakukan triage kasus gigitan ular maka selalu dimasukkan
kedalam katagori emergency.

17
c. Pasang IV line pada semua kasus.
d. Berhati – hati ketika memilih lokasi pemasangan IV line atau
pengambilan sample darah pada kasus koagulopahty, yang betujuan
untuk mencegah pendarahan. Khususnya pada pembuluh darah
subclavia, jugular, femur.
e. Hindari melakukan penyuntikan intra muscular jika memungkinkan
terjadinya coagulopathy.
f. Lakukan pemeriksaan whole blood clotting time (WBCT).
g. Jika terjadi gangguan pada pernafasan akibat paralysis, persiapkan
untuk intubasi dan pemasangan ventilator eksternal.
h. Jika terjadi shock, tangani dengan pemberian cairan.
3. Bidai

Cara melalukan pembalutan pada gigitan ular:

 Pasang balut “pressure bandage” lebar dari bagian bawah ke arah atas
termasuk pada bagian gigitan secepat mungkin dari kejadian gigitan.
 Jangan lepaskan celana atau pakaian di tempat gigitan krn pergerakan
pada tempat gigitan memperbesar peluang meluasnya racun ke
peredaran darah.
 Balutan harus seketat seperti pada kejadain terkilir. Korban harus
menghindari gerakan yang tidak diperlukan.
 Perluas balutan selebar mungkin
 Setelah pembalutan pertama, lakukan pembidaian dengan meletakkan
bidai yang panjangnya menutupi dua sendi dari tungkai yang terkena
gigitan.
 Rekatkan dengan pembalutan dengan stabil. Jangan biarkan korban
berjalan.

18
Penatalaksanan gigitan serangga:
Segera lepas serangga dari tempat gigitannya, dengan menggunakan
minyak pelumas Setelah terlepas (kepala dan tubuh serangga) luka
dibersihkan dengan sabun dan diolesi calamine (berfungsi untuk mengurangi
gatal) atau krim antihistamin seperti diphenhidramin (Benadryl). Bila
tersengat lebah, ambil sengatnya dengan jarum halus, bersihkan dan oleskan
krim antihistamin atau kompres es bagian yang tersengat.
g. Tes Diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu
protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis,
penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit.
2) Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel
darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.

4. Keracunan Gas
a. Karbon monoksida
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon
monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon
dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan
senyawa yang tidak berbau, tidak berasal dan pada suhu udara normal berbentuk
gas yang tidak berwarna. Tidak seperti senyawa CO mempunyai potensi bersifat

19
racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen
darah yaitu hemoglobin.Sumber utama karbon monoksida pada kasus kematian
adalah kebakaran, knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna, dan pembakaran yang
tidak sempurna dari produk-produk terbakar, seperti bongkahan arang.
b. Manifestasi Klinis
1) Awal gejalanya yaitu :sakit kepala, mual, muntah, lelah, lesi pada kulit,
berkeringat banyak, pyrexia, pernapasan meningkat, mental dullness dan
konfusion, gangguan penglihatan, konvulsi, hipotensi, myocardinal, dan
ischamea.
2) Kemungkinan terjadi kematian akibat sukar bernafas sangat tinggi
Kematian terhadap kasus keracunan karbon monoksida disebabkan oleh
kurangnya oksigen pada tingkat selular (cellular hypoxia).
3) Sel darah merah tidak hanya mengikat oksigen melainkan juga gas lain.
Kemampuan atau daya ikat ini berbeda untuk satu gas dengan gas lain. Sel
darah merah mempunyai ikatan yang lebih kuat terhadap karbon monoksida
dari pada oksigen. Sehingga jika terdapat CO dan O2, sel darah merah akan
cenderung berikatan dengan CO. Bila terhirup, karbon monoksida akan
terbentuk dengan hemoglobin (Hb) dalam darah dan akan terbentuk karboksi
haemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa. Ini disebabkan karbon
monoksida dapat mengikat 250 kali lebih cepat dari oksigen.
4) Mengganggu aktivitas selular lainnya yaitu dengan mengganggu fungsi organ
yang menggunakan sejumlah besar oksigen seperti otak dan jantung.
5) Gejala klinis saturasi darah oleh karbon monoksida adalah sebagai berikut:
a) Konsentrasi CO dalam darah kurang dari 20%, tidak ada gejala.
b) Konsentrasi CO dalam darah 20%, gejala nafas menjadi sesak.
c) Konsentrasi CO dalam darah 30%, gejala sakit kepala, lesu, mual, nadi dan
pernapasan meningkat sedikit.
d) Konsentrasi CO dalam darah 30% hingga 40%, gejala sakit kepala berat,
kebingungan, hilang daya ingat, lemah, hilang daya koordinasi gerakan.
e) Konsentrasi CO dalam darah 40% sampai 50%, gejala kebingungan makin
meningkat dan setengah sadar.

20
f) Konsentrasi CO dalam darah 60% hingga 70%, gejala tidak sadar,
kehilangan daya mengkontrol feses dan urin.
g) Konsentrasi CO dalam darah 70% hingga 80%, gejala koma, nadi menjadi
tidak teratur, kematian karena kegagalan pernapasan
c. Patofisiologi
Gas CO masuk ke paru-paru inhalasi, mengalir ke alveo-li, terus masuk ke
aliran darah Gas CO dengan segera mengikat hemoglobin di tempat yang sama
dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin, untuk membentuk karboksi
hemoglobin (COHb) . Ikatan COHb bersifat dapat pulih/reversible.
Mekanisme kerja gas CO di dalam darah:
1) CO bersaing dengan oksigen untuk mengikat hemoglobin. Kekuatan ikatannya
200-300 kali lebih kuat dibandingkan oksigen . Akibatnya, oksigen terdesak dan
lepas dari hemoglobin sehingga pasokan oksigen oleh darah ke jaringan tubuh
berkurang, timbul hipoksia jaringan.
2) COHb mencampuri interaksi protein heme, menyebabkan kurva penguraian
HbO2. Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan oksigen dari darah ke jaringan
tubuh. Proses terpenting dari keracunan gas CO terhadap sel adalah rusaknya
metabolisme rantai pernafasan mitokonria, menghambat komplek enzim
sitokrom oksidase a3 sehingga oksidasi mitokondria untuk menghasilkan
Adenosine Tri Posfat (ATP) berkurang. Ekskresi gas CO terutama melalui
respirasi, dimetabolisme menjadi karbon dioksida (CO2), tidak lebih dari 1%.
d. Penatalaksaan

1. Antidote
a) Bawa pasien ke udara segar dengan segera, buka semua pintu dan jendela.
b) Longgarkan semua pakaian ketat.
c) Mulai resusitasi kardiopulmonal jika diperlukan.
d) Cegah menggigil, bungkus pasien dalam selimut.
e) Pertahankan pasien setenang mungkin.
f) Jangan berikan alkohol dalam bentuk apapun.
2. Penanganan syok

21
Tindakan Pada dasarnya tindakan pertama yang harus dilakukan
adalah melakukan ABC (airway, Breathing and Circulation) bukan mencari
penyebab Keracunan. Disini dimaksudkan adalah hal utama yang harus dilakukan
adalah stabilisasi pasien, lakukan prioritas masalah dan lakukan tindakan yang
sesuai. Contoh apabila diduga mengalami Keracunan dengan gejala sesak segera
bebaskan jalan nafas.
Stabilisasi
Lakukan stabilisasi dengan mengutamakan masalah utama yang ada.
Langkah stabilisasi adalah sebagai berikut:
a) Perhatikan dan tangani jalan nafas
b) Perhatikan perdarahan dan kontrol perdarahan jika ada.
c) Segera cegah dan tangani syok dengan pemberian produk darah jika perlu.
d) Cari dan perhatikan adanya cidera yang berkaitan dengan proses penyakit
lain
e) Kaji, tetapkan, tangani status asam basa dan elektrolit.
f) Perhatikan status jantung (denyut nadi, suara, aliran dll) lakukan
pemeriksaan singkat, dengan penekanan pada wilayah-wilayah yang
mungkin memberi petunjuk ke arah diagnosis toksikologi,meliputi :
Tanda-tanda vital
Evaluasi yang teliti terhadap tanda-tanda vital yang meliputi tekanan
darah, nadi, pernafasan, suhu dan tingkat kesadaran.
a) Mata
Mata merupakan sumber informasi yang penting untuk
toksikologis, karena beberapa kasus toksikologis
menyebabkanperubahan pada mata. Tetapi dalam menentukan
prognosis Keracunan gejala ini tidak bisa dijadikan pegangan.
b) Mulut
Mulut mungkin menunjukkan tanda-tanda terbakar yang
disebabkan oleh unsur korosif atau mungkin menunjukkan
bekas tertentu yang menjadi cirikas dari suatu bahan toksik.

22
c) Kulit
Kulit sering menunjukkan adanya kemerahan atau keluar
keringat yang berlebihan.
d) Abdomen
Perubahan bising usus biasanya menyertai perubahan tingkat
kesadaran. Pada kesadaran tingkat III biasanya bising usus
negatif, dan pada tingkat IV selalu negatif, sehingga
pemeriksaan ini bisa dipakai untuk mencocokkan tingkat
kesadaran, misalnya pada orang yang bersimulasi.
e) Sistem saraf
Seizure fokal atau deficit motorik menunjukkan adanya lesi
struktural daripada toksik atau ensefalopati metabolic
3. Oksigen Hiperbarik

Terapi oksigen hiperbarik menggunakan ruang bertekanan untuk


meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Tekanan udara di dalam ruang
oksigen hiperbarik adalah sekitar dua setengah kali lebih besar dari tekanan
normal di atmosfer. Hal ini membantu darah membawa oksigen lebih banyak ke
organ dan jaringan tubuh Anda.

Terapi hiperbarik dapat membantu mempercepat penyembuhan luka,


terutama luka terinfeksi. Terapi ini dapat digunakan untuk mengobati:

 Emboli udara atau gas


 Infeksi tulang (osteomielitis) yang belum membaik dengan perawatan lain
 Luka bakar
 Keracunan karbon monoksida
 Beberapa jenis infeksi otak atau sinus
 Penyakit dekompresi (misalnya, cedera menyelam)
 Gangrene gas
 Infeksi jaringan lunak nekrosis
 Menyediakan cukup oksigen ke paru-paru selama prosedur pembersihan paru-
paru pada pasien dengan kondisi medis tertentu
 Cedera radiasi (misalnya, kerusakan akibat terapi radiasi untuk kanker)
 Cangkok kulit
 Luka yang belum sembuh dengan perawatan lain (misalnya, ulkus kaki pada
penderita diabetes)

23
e. Tes Diagnostik
1) Elektrokardiografi
2) Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan adanya
aspirasi dan edema pulmonal.
3) Analisa Gas Darah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit, termasuk
natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda oksigenasi yang
tidak adequat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardia, hipoventilasi, dan
perubahan status mental.
4) Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.
5) Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin negatif tidak
berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat tidak
ada. Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara rutin
di dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

24
A. PENGKAJIAN
1. Primary Survery
a) Airway and cervival control
b) Breathing and ventilation
c) Circulation and hemorrhage control
d) Disability
e) Exposure and Environment

a. Pengkajian secara tepat tentang ABC


1) Pernyataan pasien tentang kepatenan jalan nafas.
a. Jalan nafas paten ketika bersih saat bicara dan tidak ada suara nafas yang
mengganggu
b. Jika jalan nafas tidak paten pertimbangkan kebersihan daerah mulut dan
menempatkan alat bantu nafas.
2) Apakah pernafasan efektif
a. Pernapasan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan capillary
refill kurang dari 3 detik.
b. Jika pernapasan tidak efektif pertimbangkan pemberian oksigendan
penempatan alat bantu.
3) Apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang belakang
a. Immobilisasi leher yang nyeri atai tidak nyaman dengan collar spine jika
injuri kurang dri 48 jam.
b. Tempatkan leher pada C-collar yang keras dan immobilisasi daerah tulang
belakang dengan mengangkat pasien dengan stretcher.
4) Apakah sirkulasi pasien effective
a. Sirkulasi efektife ketika nadi radialis baik dan kulit hangat serta kering.
b. Jika sirkulasi tidak efectitive pertimbangkan penempatan pasien pada
posisi recumbent, membuat jalan masuk di dalam intravena untuk
pemberian bolus cairan 200 ml.
5) Apakah ada tanda bahaya pada pasien
a. Gunakan GCS dan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan daya ingat
akibat trauma pada pasien.
b. Pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal dan motoric.
c. AVPU

A : untuk membantu pernyataan daya ingat pasien, kesadaran respon


terhadap suara dan berorientasi pada orang, waktu dan tempat.

25
V : Untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara tetapi, tidak
berorientasi penug pada orang, waktu dan tempat.

P : untuk pernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon pada suara
tetapi respon terhadap rangsangan nyeri.

U : untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.

Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarka jenis


perlakuan, stabilitas tanda tanda vitaldan mekanisme ruda paksa, berdasar kan
penilaian :

A : Airway jalan nafas terkontrol servikal

B : Breathing dan ventilasi

C : Circulation dengan control perdarahan

D : Exposure/ environment control : Buka baju penderita tetapi cegah


hipotermia.

Yang penting pada frase pra-RS adalah ABC, dilakukan resusitasi dimna
perlu, kemudian fiksasi penderitalalu transportasi.

1. Airway dengan control servikal


Yang pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway. Ini
meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau
maksila, fraktur laring atau trakea. Usaha untuk membebaskan jalan
nafas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan
patahnya yulag servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini
dapat dilakukan Chin lift atau jaw thrust. Selama memeriksa dan
memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh
dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
Kemungkinan diduga patahnya tulang servikal diduga apabila :
a. Trauma dengan penurunan kesadaran
b. Adanya luka karena trauma di atas klavikula
c. Setiap multitrauma ( trauma pada region 2 atau lebih)
d. Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah tulang belakang
bila biomekanika trauma mendukung.

Dalam keadaan curiga fraktur servikal, harus haru dipakai alai


immobilisasi. Bila alat immobilisasi ini harus di buka untuk sementara,

26
maka kepala harus dipakai sampai kemungkinan fraktur servikal
dapatdisingkirkan. Bila ada gangguan jalan nafas, maka sesuai BHD.

2. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran
gas yang terjadi padasaat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen
dan mengeluarkan CO dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi: fungsi
yang baik dari paru, dinding dada dan difragma. Setiap komponen ini
harus dievaluasi secara cepat.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat pernapasan yang baik.
Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara kedalam
paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam
rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan
dinding dada yang mungkin mengganggu vnetilasi. Perlakuan yang
baik mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah
pneumotoraks, flail chest dengan kontusio paru, open pneumotoraks
dan hemotoraks-masif.
3. Circulation dengan control perdarahan
a. Volum darah dan jurang jantung (cardiac output)
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang
mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah
sakit. Suatu keadaan hipotensi harus disebabkan oleh hipovolemik,
sampai terbukti sebaliknya. Dugaan demikian maka diperlukan
penilaian yang cepat dari status hemodinamik penderita.
Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat
memberikaninformasi mengenai keadaan hemodinamik yakni
kesadaran, warna kulit dan nadi.
1) Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi darah ke otak dapat
berkurang, yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran
( walaupun demikian kehilangan darah yang dalam jumlah
banyak belum tentu mengakibatkan gangguan kesadaran).
2) Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita
trauma yang kulitnya kemerahan, trauma pada wajah dan
ektremitas, jarang yang dalam keadaan hipovolemia.sebaliknya
wajah pucat keabu abuan dan kulit ekremitas yang pucat,
merupakan tanda tanda hipovolemia. Bila memang disebabkan
hipovolemia maka ini menandakan kehilangan darah minimal
30% dari volume darah.
3) Nadi

27
Nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri karotis harus
diperiksa bilateral, untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.
Pada syok nadi akan kecil dan cepat. Nadi yang tidak cepat,
kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normo-volomia.
Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia,
namun harus diingat sebab lain yang dapat menyebabkannya.
Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan tanda tanda
gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi dari nadi arteri
sentral.
b. Control perdarahan

Perdarahan hebat dikelola pada survey primer. Perdarahaan


eksternal dengan penekanan langsung pada luka jangan di jahit
terlebih dahulu. Spalk udara dapat digunakan untuk mengontrol
perdarahan. Spalk jenis ini harus ditembus cahaya untuk dapat
dilakukannya pengawasan perdarahan. Tornoquet jangan dipakai
karena merusak jaringan dan menyebabkan distal dari tourniquet.
Pemakaian dari hemostal memerlukan waktu dan dapat merusak
jaringan sekitar saraf seperti syaraf dan pembuluh darah.
Perdarahan dalam rongga toraks, abdomen, sekitar fraktur atau
sebagai akibat dari luka tembus, dapat menyebabkan perdarahan
besar yang tidak terlihat.

4. Disability

Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan neurologis


ecara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.

GCS adalah system scoring yang sederhana dan dapat meramalkan


kesudahan (outcome) penderita. Penurunan kesadaran dapat
disebabkan perlukaan pada otak sendiri. Penurunan kesadaran dapat
menuntut dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan perfusi,
ventilasi dan oksigen.

Alcohol dan obat obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran


penderita. Walaupun sudah demikian bila disingkirkan kemngkinan
hipoksia tau hipovolemia sebagai sebab penurunan kesadaran, maka
trauma kapitis dapat dianggap sebagai penyebabnya sampai terbukti
sebaliknya.

5. Exposure/ Kontrol Lingkungan


Exposure dilakukan di rumah sakit, terapi dimna perlu dapat membuka
pakaian, misalnya membuka baju untk melakukan pemeriksaan toraks

28
fisik. Di rumah sakit penderita harus dibuka seluruh pakaiannya untuk
evaluasi.

2. Secondary survey
a. Focus assessment
b. Head to toe assessment
Survey sekunder dilakukan setelah survey primer selesai, resusitasi dilakukan dari
penderita stabil.
Survey sekunder adalah pemeriksaan head to toe dan pemeriksaan tanda tanda
vital. Survey sekunder hanya dilakukan apabila penderita sudah stabil.

B. Diagnose Keperawatan
1. Airway
a. Bersihan jalan nafas
b. Tidak efektifnya jalan nafas
c. Resiko respirasi
2. Breathing
a. Resiko pola nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
3. Circulation
a. Kurang volume cairan
b. Gangguan perfusi jaringan

C. Perencanaan
1. Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar. Jaw trust atau chin lift
dapat dipakai pada beberapa kasus, pada penderita yang masih sadar dapat dipakai
naso-pharyngeal airway. Bila penderita tidak sadar dan tidak ada reflek bertahan
dapat dipakai oroparingeal airwayta yang airway terganggu. Control jalan nafas pada
penderita yang airway terganggu karena factor mekanik atau ada gangguan ventilasi
akibat gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endo-tracheal baik oral maupun
nasal. Proedur ini harus dilakukan dengan control terhadap servikal. Surgical airway
dapat dilakukan bila intubasi endotracheal tidak mungkin karena kontraindikasi atau
karena masalah mekanis.
2. Breathing
Adanya tenson pneuomotoraks mengganggu ventilasi dan bila dicurigai, harus segera
dilakukan kompresi ( tusuk dengan jarum besar, disusul WSD) setiap penderita
trauma diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya oksigen diberikan dengan
fas mask.
3. Circulation

29
Bila ada gangguan sirkulasiharus segera dipasang 2 jalur IV line. Kateter IV yang
dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena pada
lengan. Penderita diinfus cepat dengan 1,5-2 liter cairan kristaloid, atau ringer laktat.
Bila tidak ada respon dengn pemberian cairan kristaloid, berikan darah segolongan.
Pemberian vasopressor steroid atau Bic Nat tida diperkenankan.
4. Kateter Urin dan Lambung
Pemakaian kateter urin dan lambung harus dipertimbangkan.
a. Kateter Urin
Produksi urin merupakan indicator peka untuk menilai kedaan hemodinamik
penderita.
b. Kateter lambung
Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi dan mencegah muntah. Isi
lambungyang pekat akan mengakibatkan NGT tidak berfungsi. Darah dalam
lambung dapat disebabkan darah tertelan, pemasangan NGT yang traumatic atau
perlukaan lambung. Bila lamina fibrosa patah atau diduga patah, kateter lambung
harus dipasang melalui mulut ntuk mencegah masuknya NGT dalam rongga
torak.
5. Monitoring
Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada laju napas, nadi, tekanan nadi, tekanan
darah, suhu tubuh dan kesadaran penderita:
a. Laju nafas dipakai untuk menilai airway dan breathing, ETT dapat berubah
posisipada saat penderita berubah posisi.
b. Pulse oxymetry sangat berguna. Plse oxymetri mengukur secara kolorigrafi kadar
saturated O2 bukan PaO2.
c. Pada penilaian tekanan darah harus didasari bahwa tekanan darah ini merupakan
indicator yang kurang baik untuk menilai perfusi jaringan.
d. Monitoring EKG dianjurkan pada semua penderita truma.
Tindakan resusitasi ddilakukan pada saat masalahnya dikenali, bukan setelah
survey primer dilakukan.

D. Pelaksaan
1. Komprehensive
2. Humanistic and holistic

E. Evaluasi
1. Proses
2. Hasil

30
31

Anda mungkin juga menyukai