Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KERACUNAN OBAT

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat
Darurat Yang Diampu Oleh : Asep Novi T., M.Kep., Ners.

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Kris Adinata 160711045
Tika Wulandari 160711012
Teti Sumarti 160711014
Dwi Rahmawati 160711055
Siti Rofiqoh Nur’aini 160711004
Yulya Rahmayanti 160711032
Ovie Nur Azizah 160711050
Iswatun Khasanah 160711040
Mohamad Ilyas Apriansyah 160711022
Putri Nindi Fatmawati 160711047

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON


TAHUN 2020

1
DAFTAR ISI

Halaman
Cover
Daftar Isi 2
BAB I PENDAHULUAN 3
Latar Belakang 3
Rumusan Masalah 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS 5
Pengertian Keracunan 3
Jenis-jenis Keracunan 3
Jenis-jenis Keracunan Makanan 4
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN DARURAT KERACUNAN OBAT 26
BAB IV 29
PENUTUP 29

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai
cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan
dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan
kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam
yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular
berbisa maupun akibat gas beracun. Mengingat masih sering terjadi keracunan maka
untuk dapat menambah pengetahuan, kami menyampaikan materi mengenai
keracunan tersebut.

Sebagian besar pajanan terhadap gas beracun terjadi dirumah. Keracunan


dapat terjadi akibat pencampuran produk pembersih rumah tangga yang tidak
semestinya atau rusaknya alat rumah tangga yang melepaskan karbon monoksida.
Pembakaran kayu, bensin, oli, batu bara, atau minyak tanah juga menghasilkan
karbon monoksida. Gas karbon monoksida tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa, dan tidak menimbulkan iritasi, yang membuatnya amat berbahaya.
Penncegahan dan penyuluhan pasien dibahas di akhir bab ini.

Menelan zat racun atau racun dapat terjadi di berbagai lingkungan dan pada
kelompok usia yang berbeda-beda. Keracunan di rumah biasannya terjadi jika anak
menelan pembersih alat rumah tangga atau obat-obatan. Penyimpanan yang tidak
semestinya bahan-bahan ini dapat menjadi penyebab kecelakaan tersebut. Tanaman,
pestisida, dan produk cat juga merupakan zat beracun yang potensial di rumah tangga.
Karena gangguan mental atau penglihatan, buta huruf, atau masalah bahasa, lansia
dapat menelan obat-obatan dengan jumlah yang salah. Selain itu, keracunan dapat
terjadi di lingkungan perawatan kesehatan saat obat-obatan diberikan tidak
sebagaimana mestinya.

Hal yang sama, keracunan juga dapat terjadi di lingkungan perawatan


kesehatan jika obat-obatan yang normalnya hanya diberikan melalui rute subkutan
atau intramuscular diberikan lewat, atau jika obat-obatan yang salah disuntikan.

3
Keracunan karena suntikan juga dapat terjadi di lingkup penyalahgunaan seperti jika
[ecandu heroin tidak sengaja menyuntiki pemutih atau heroin yang terlalu banyak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patofisiologi keracunan yang diakibatkan oleh zat kimia, gigitan ular
dan serangga serta karena gas?
2. Apakah tanda dan gejala dari keracunan tersebut?
3. Bagaimana cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan
keracunan ?

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Keracunan
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai
cara yang menghambat respon pada sistem biologis dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya
bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di
sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan.
Beberapa contoh keracunan antara lain keracunan obat dan zat kimia, gigitan ular dan
serangga, dan keracunan gas.

B. Jenis-jenis Keracunan
1. Keracunan pada sistem pencernaan
a. Keracunan bahan kimia
1) Etiologi
a) Baygon
Baygon termasuk ke dalam Insektisida golongan karbamat, akibat
insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri.
b) Amphetamin
Amphetamine adalah sejenis obat-obatan yang biasanya berbentuk pil,
kapsul dan serbuk yang dapat memberikan rangsangan bagi perasaaan
manusia. Salah satu jenis amphetamine, adalah methamphetamine.
Tingkah laku yang kasar dan tak terduga, merupakan hal biasa bagi
pemakai kronis. Jika kamu menggunakan amphetamine, maka
amphetamine ini akan merangsang tubuh melampaui batas maksimum dari
kekuatan fisik yang ada.
c) Morpin
Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin
merupakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya
pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan
berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.
2) Manifestasi Klinis
a) Sianosis

5
b) Takipnoe, dispnea
c) Nadi lemah
d) Takikardi
e) Aritmia jantung
f) Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus,
mual dan muntah
g) Malaise

3) Patofisiologi
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim
asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang
dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf
parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase
menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat
tersebut.
Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di
post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak
terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari
asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular junction dan
sel darah merah, Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus
menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.
Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu diketahui
dulu bahwa didalam baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan
transfluthrin. Propoxur adalah senyawa karbamat yang merupakan senyawa
Seperti organofosfat tetapi efek hambatan cholin esterase bersivat reversibel
dan tidak mempunyai efek sentral karena tidak dapat menembus blood brain
barrier. Gejala klinis sama dengan keracunan organofosfat tetapi lebih ringan
dan waktunya lebih singkat. Penatalaksanaannya juga sama seperti pada
keracunan organofosfat.
Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat yang akan
mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi
kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung
pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi
pusat kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila
berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila

6
ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin
tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia,
Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia
4) Patoflow (Terlampir)
5) Penatalaksanaan
a) Antidote
Pada pasien yang sadar :
- bilas lambung
- Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular
- 30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang tiap
30 menit sampai terjadi artropinisasi.
- Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1 ampul) IM
tiap 4 jam selama 24 jam .
Pada pasien yang tidak sadar
- injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)
- 30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi setiap
30 menit sampai klien sadar.
- Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai
tercapai atropinisasi, ditandai dengan midriasis, fotofobia, mulut
kering, takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.
- Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM
tiap 4 jam selama 24 jam.
b) Penanganan syok
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok
yang tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan
dengan kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan
aliran vena di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume
darah, sampai dengan meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV,
kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena
sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG.
6) Tes Diagnostik
a) Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam sel
darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis
keracunan akut maupun kronik.

7
b) Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50 %,
setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera
disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE
telah meningkat > 75 % N.
2. Keracunan Makanan
Keracunan makanan adalah masuknya zat toxic (racun) dari bahan yang
kita makan ke dalam tubuh karena ikut tertelan bersama makanan.
Ciri-ciri makanan beracun yaitu sebagai berikut:
1. Warna lebih terang disebabkan penggunaan pewarna
2. Lihat dan sentuh makanan tersebut, jika terlalu lembut dan gurih bisa saja
menggunakan penyedap rasa yang berlebihan
3. Saat membeli ikan atau daging coba cek apakah menggunakan formalin atau
tidak. Jangan terkecoh, jika ikan tidak dikerungi lalat maka kemungkinan
besar ikan menggunakan formalin
Manifestasi secara umum pada keracunan makanan, yaitu:
1. Sakit mendadak, bisa berupa kram perut, umumnya terjadi beberapa saat
setelah mengonsumsi makanan yang mengandung racun, atau dalam waktu 12-
72 jam. Keadaan ini merupakan salah satu usaha tubuh menolak racun yang
masuk ke perut.
2. Muntah dan diare, Merupakan akibat umum dari keracunan makanan, dimana
tubuh melakukan usaha untuk membersihkan diri dari racun yang masuk.
3. Gejala berkembang cepat karena dosis besar
4. Anamnese menunjukkan ke arah keracunan, terutama kasus percobaan bunuh
diri, pembunuhan atau kecelakaan
5. Keracunan kronis dicurigai bila digunakannya obat dalam waktu lama atau
lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.

8
C. Jenis-jenis Keracunan Makanan

1. Keracunan Jengkol

Jengkol (Pethelolobium labatum) merupakan bahan makanan


seperti yang mengandung vitamin B1. Menurut berbagai penelitian menunjukkan bahwa
jengkol juga kaya akan karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, Vitamin C, fosfor,
kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tanin, dan saponin. Khusus untuk
vitamin C terdapat kandungan 80 mg pada 100 gram biji jengkol, sedangkan angka
kecukupan gizi yang dianjurkan per hari adalah 75 mg untuk wanita dewasa dan 90 mg
untuk pria dewasa. Cara pengolahannya bermacam-macam, bisa dibuat emping (emping
jengkol), dimakan mentahnya sebagai lalap, dan lain-lain. Jengkol mempunyai bau yang
khas yang tidak sedap, tetapi banyak orang yang menyukainya. Kejengkolan dapat terjadi
setelah memakan jengkol dalam jumlah yang banyak, baik yang dimasak maupun
mentahnya. Bahkan yang berupa emping sekalipun yang telah digoreng dapat
menimbulkan kejengkolan karena dalam biji mengandung zat yang dinamakan asam
jengkol (hamud jengkol). Asam jengkol terjadi di dalam biji jengkol disebabakan
pengaruh kondensi Formaldehyde dan Cysteine.
Asam jengkol sukar larut dalam air dingin dalam 30 o C kadar larut 1:2000 di
dalam air mendidih 1:200. Perlu juga diperhatikan bagi orang yang mempunyai indikasi
penyakit ginjal atau fungsi ginjalnya kurang baik agar waspada terhadap peristiwa
kejengkolan, karena dapat berakibat fatal. Kejengkolan sebenarnya belum dapat
dipastikan. Apakah penyebabnya karena keadaan perorangan, atau karena sifat dari asam
jemgkol yang sukar larut dalam air dingin sehingga mengakibatkan tersumbatnya
(terganggunya fungsi ginjal)
1) Manifestasi Klinis kejengkolan
a) Rasa nyeri (kolik) di daerah pinggang atau daerah pusar (ari - ari) dan kadang
disertai kejang - kejang
b) Mual, muntah
c) Output urine sedikit, adakalanya urine berwarna merah bercampur putih seperti
air pencuci beras (dalam urine terdapat sel - sel darah merah dan sel darah putih)
d) Perut kembung dan susah BAB)
e) Nafas dan Urine berbau jengkol

9
2) Patofisiologi
Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah mengosumsi
jengkol. Keluhan yang tercepat adalah 2 jam dan yang terlambat adalah 36 jam
sesudah konsumsi biji jengkol. Hal itu terjadi karena kandungan asam jengkolat
didalamnya.Asam jengkolat merupakan salah satu komponen yang terdapat pada biji
jengkol, kandungannya bervariasi tergantung pada varietas dan umur biji
jengkol.Asam jengkolat dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, penyebabnya
adalah terbentuknya kristal asam jengkolat yang akan dapat menyumbat traktus
urinalis. Jika kristal yang terbentuk semakin banyak, lama-kelamaan dapat
menimbulkan gangguan pada saat BAK. Bahkan, jika terbentuk infeksi, akan
menimbulkan gangguan yang lebih parah. Dalam jumlah tertentu, asam jengkolat
dapat membentuk kristal. Kristal tersebut dapat menyumbat dan bahkan menimbulkan
luka pada saluran perkemihan, sehingga urine yang keluar sedikit dan kadang-kadang
menimbulkan pendarahan.
3) Patoflow (Terlampir)
4) Penatalaksanaan
a) Beri klien air putih yang banyak supaya kadar asam jengkolat lebih encer,
sehingga lebih mudah dibuang melalui urin.
b) Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat minum)
penderita perlu dirawat dan diberi infus natrium bikarbonat dalam larutan glukosa
5%. Dosis untuk dewasa dan anak 2-5 mEq/kg berat badan natrium bikarbonat
diberikan secara infus selama 4-8 jam.
c) Antibiotika hanya diberikan apabila ada infeksi sekunder.

2. Keracunan Singkong

Singkong merupakan tanaman umbi-umbian yang tumbuh diseluruh indonesia.


Dibebrapa daerah dipulau jawa singkong bahkan merupakan makanan untama
penduduk. Singkong merupakan bahan makanan yang mengandung kalori seperti
beras. Perbedaannya adalah singkong mengandung protein 1 % sedangkan beras
mengandung protein 7,5 %.

10
a. Etiologi
Penyebab keracunan singkong ialah asam sianida yang terkandung didalamnya.
b. Patofisiologi
Asam sianida (HCN) ialah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini
akan mengganggu oksidasi (pengankutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat
enzim sitokrom oksidase. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan
oleh jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat
menderita terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu
tingkat stimulasi dari pada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan
akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan.
kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler. Dosis letal (mematikan) dari
HCN adalah 60-90 mg.
Waktu kerja HCN akan semakin cepat jika HNC ditelan pada saat lambung
kosong dimana kadar asam lambung sangat tinggi.
HCN ialah suatu racun yang bekerja sangat cepat, kematian dapat ditimbulkan
dalam beberapa menit apabila HCN murni ditelan dalam keadaan lambung kosong
dalam kadar asam yang tinggin, maka kerja racun ini sangat cepat sekali. HCN dalam
bentuk cair dapat diserap oleh kulit dan mukosa, tetapi garam sianida hanya
berbahaya jika dimakan. Dosis letak dari pada HCN ialah 60-90 mg. Sebenarnya
tubuh mempunyai daya proteksi terhadap HCN ini dengan cara detoksikasi HCN
menjadi oin tiosinat yang relatif kurang toksik. Detoksikasi ini berlangsung dengan
perantaraan enzim rodanase (transulfurase). Enzim ini terdapat didalam jaringan,
terutama hati. Tubuh sebenarnya mempunyai kemampuan mendetoksikasi HCN tetapi
sistem enzim rodanase ini bekerja sangat lambat sehingga keracunan masih dapat
timbul. kerja enzim ini dapat dipercepat dengan mamasukkan sulfur ke dalam tubuh.
Secara klinis hal inilah yang dipakai sebagai dasar menyuntikkan natrium tiosulfat
pada pengobatan keracunan oleh singkong.
Hidrogen sianida masuk kedalam tubuh dengan cepatdidistribusikan keseluruh
tubuh oleh darah. Tingkat sianida dalam berbagai jaringan manusia pada kasus
keracunan HCN yang telah dilaporkan, bahwa pada lambung : 0,03, pada darah : 0,5 ,
pada hati : 0,03 , ginjal : 0,11, otak 0,07 , urin 0,2 ( MG/100 g). Secara pisiologi
tubuh hidrogen sianida menginaktifasi enzim sitokrom oksidase dalam mitokondria
sel dengan mengikat Fe3+Fe2 yang terkandung dalam enzim. Hal ini dapat
menyebabkan penurunan dalam permanfaataan oksigendalam jaringan. Sehingga

11
organ yang sensitif dalam kondisi kurangnya O2 akan sangat menderita terutama
jaringan otak. Sehingga dapat menimbulkan asfiksia, hiposia dan kejang.
Selain itu sianida menyebabkan peningkatan glukosa darah dan kadar asam laktat
serta penurunan ATP yang menunjukan pergeseran dari aerob untuk metabolisme
anaerob. Hidro sianida akan mengurangi ketersedian energi kesemua sel, tetapi
efeknya akan semakin cepat muncul pada sistem pernafasan pada jantung.
c. Gejala klinis
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan singkong. Gejalan
keracunan singkong ini antara lain:
a. Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
b. Sesak nafas , takikardi, cyanosis dan hipotensi
c. Perasaan pusing, lemah,kesadaran menurun ( apatis- koma)
d. Renjatan atau kejang
e. Syok
d. Penatalaksanaan
Sebelum dibawa kerumah sakit pasien dapat diberikan pertolongan pertama
oleh penolong atau keluarga pasien dengan memberikan arang aktif, namun dalam
pemberian arang aktif ini harus berhati-hati dan sesuai dengan dosis yang
tercantum dalam kemasannya. Rangsang muntah dapat dilakukan jika arang aktif
tidak tersedia dan perjalanan kerumah sakit membutuhkan waktu lebih dari 20
menit.
Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Penatalaksanaannya antara lain :
a). Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi pernafasan
dan
sirkulasi.
b) Bila makanan diperkirakan masih ada dilambung (kurang dari 4 jam setela
makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat penderita
muntah.
c) Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena
perlahan. Sebelumnya dapat diberikan amil nitrit secara inhalasi.
d). Bila timbul cyanosis dapat diberikan oksigen.
e). Beri 10 cc Na Nitrit 5% iv dalam 3 menit.
f). Beri 50 cc Na thiosulfat 25% iv dalam 10 menit
g). Bila gejala sangat berat, bawa kerumah sakit.
e. Pencegahan keracunan

12
Kenali jenis singkong dengan cara jika pada singkong terdapat bercak biru
sebaiknya tidak dikonsumsi, kemungkinan kandungan HCNnya tinggi dan tidak
banyak berkurang walaupun sudah dicuci dan dimasak.

3. Keracunan Sirkulasi
a. Gigitan ular dan serangga
Beberapa ular berbisadapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna,
kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saatmerasa terancam. Beberapa ciri ular
berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigitaring kecil, dan pada luka
bekas gigitan terdapat bekas taring.
1) Gigitan ular
a. Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu:
- Elapidae : memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa
contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis).

- Hidrophidae : yang termasuk famili ini adalah ular tali


(Dendrelaphis pictus).

- Viperidae : Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal


dapat dilipat ke bagian rahang atas. Ada dua subfamili pada
Viperidae, yaitu Viperinae danCrotalinae. Crotalinae memiliki
organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang
terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh
Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah
(Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus
albolabris).

13
b. Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa
tersebut bersifat:
1) Eurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal
karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot
pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran
menurun sampai dengan koma.
2) Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan
enzim lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan
protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah
merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang
terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria,
hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.
3) Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering
berhubungan dengan mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang
menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan
sel-sel otot.
4) Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan
kerusakan otot jantung.
5) Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin
lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.
6) Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada
penyebaran bisa.
c. Gigitan Serangga
Insect bites adalah gigitan atau sengatan serangga. Insect bites
adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat
atau menggigit seseorang.Beberapa contoh masalah serius yang
diakibatkan oleh gigitan atau serangan seranggadi antaranya adalah:
1) Reaksi alergi berat (anaphylaxis)

14
Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam
kehidupan dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-tanda atau
gejalanya adalah:
- Terkejut (shock), dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran
darah
- tidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-
organ penting (vital)
- Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan/tenggorokan
- Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan,
tapak kaki, dan selaput lendir (angioedema)
- Pusing dan kacau
- Mual, diare, dan nyeri pada perut
- Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak
2) Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga.
Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut
misalnya:
a). Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam

b). Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat

c). Laba-laba gembel (hobo)

d). Kalajengking

15
3) Reaksi racun dari serangan labah, tawon, atau semut api
Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah
menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-lebah pembunuh,
mereka lebih agresif dari pada lebah madu kebanyakan dan sering menyerang
bersama-sama dengan jumlah yang banyak.
a) Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat
berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat banyak reaksi alergi
b) Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya,
kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur
memutar dan berkali-kali
c) Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
d) infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan
e) Penyakit serum (darah)
Sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum) digunakan untuk mengobati
gigitan atau serangan serangga. Penyakit serum menyebabkan rasa gatal
dengan bintik-bintik merah dan bengkak serta diiringi gejala flu tujuh
sampai empat belas hari setelah penggunaan anti serum
f) Infeksi virus
Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada seseorang,
menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
g) Infeksi parasit
Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.

d. Manifestasi Klinis
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua
gigitan ular.
1) Efek lokal : digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra
menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat
membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular
kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.

16
2) Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ
abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari
mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat
menyebabkan syok atau bahkan kematian.
3) Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada
sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat
menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat
perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara
dan bernafas, dan kesemutan.
4) Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot
di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat
ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal
ginjal.
5) Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada
mata.
Sedangkan gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan
tergantung dari berbagai macam faktor yang mempengaruhi. Kebanyakan
gigitan serangga menyebabakan kemerahan, bengkak, nyeri, dan gatal-gatal di
sekitar area yang terkena gigitan atau sengatan serangga tersebut. Kulit yang
terkena gigitan bisa rusak dan terinfeksi jika daerah yang terkena gigitan
tersebut terluka. Jika luka tersebut tidak dirawat, maka akan mengakibatkan
peradangan akut.Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak,
desahan, sesak napas, pingsandan hampir meninggal dalam 30 menit adalah
gejala dari reaksi yang disebut anafilaksis. Ini juga diakibatkan karena alergi
pada gigitan serangga. Gigitan serangga juga mengakibatkan bengkak pada
tenggorokan dan kematian karena gangguan udara.Sengatan dari serangga
jenis penyengat besar atau ratusan sengatan lebah jarangsekali ditemukan
hingga mengakibatkan sakit pada otot dan gagal ginjal.
e. Patofisiologi
1. Patofisiologi gigitan ular
Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami
pendarahan kesan daripada luka yang berlaku pada saluran darah dan

17
pencairan darah merah yang mana darah sukar untuk membeku.
Pendarahan akan merebak sertamerta dan biasanya akan berterusan selama
beberapa hari. Pendarahan pada gusi, muntah darah, ludah atau batuk
berdarah dan air kencing berdarah adalah kesan nyata bagi keracunan bisa
ular jenis Elapidae. Walaupun tragedi kematian adalah jarang, kehilangan
darah yang banyak akan mengancam nyawa mangsa. Ular ini dapat
menyebabkan terjadinya flaccid paralysis. Ini biasanya berbahaya bila
terjadi paralysis pada pernafasan. Biasanya tanda – tanda yang pertama
kali di jumpai adalah pada saraf cranial seperti ptosis, opthalmophlegia,
progresif. Bila tidak mendapat anti venom akan terjadi kelemahan anggota
tubuh dan paralisis pernafasan. Biasaya full paralysis akan memakan
waktu lebih kurang 12 jam, pada beberapa kasus biasanya menjadi lebih
cepat, 3 jam setelah gigitan. Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan
terjadinya koagulopathy. Tanda – tanda klinis yang dapat ditemui adalah
keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan, venipunctur dari gusi,
dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria, haematomisis, melena
dan batuk darah.
2. Patofisiologi gigitan serangga
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang
disebut Pteromone. Pteromone ini tersusun dari protein dan substansi lain
atau bahan kimia yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita.
Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan, bengkak, dan rasa gatal
di lokasi yang tersengat yang akan hilang dalam beberapa jam. Gigitan
atau sengatan dari lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api
dapat menyebabkan reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi
terhadap mereka. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam
menyengat.
Apabila gigitan terjadi pada area mulut atau kerongkongan, pteromone
yang dikeluarkan oleh serangga akan menyebabkan menyempitnya
saluran pernafasan sehingga dapat mengakibatkan susah bernapas yang
akan berlanjut pada syok anafilaksis, dan bisa berakhir pada kematian.
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Gigitan Ular:
1. Antidote

18
Mengistirahatkan korban, melepaskan benda yang mengikat seperti
cincin, memberikan kehangatan, membersihkan luka, menutup luka
dengan balutan steril, dan imobilisasi bagian tubuh dibawah tinggi
jantung. Es atau torniket tidak digunakan.
2. Penanganan syok
a. Selalu mengasumsikan bahwa semua gigitan ular dapat
mengancam kehidupan.
b. Bila melakukan triage kasus gigitan ular maka selalu dimasukkan
kedalam katagori emergency.
c. Pasang IV line pada semua kasus.
d. Berhati – hati ketika memilih lokasi pemasangan IV line atau
pengambilan sample darah pada kasus koagulopahty, yang
betujuan untuk mencegah pendarahan. Khususnya pada pembuluh
darah subclavia, jugular, femur.
e. Hindari melakukan penyuntikan intra muscular jika
memungkinkan terjadinya coagulopathy.
f. Lakukan pemeriksaan whole blood clotting time (WBCT).
g. Jika terjadi gangguan pada pernafasan akibat paralysis, persiapkan
untuk intubasi dan pemasangan ventilator eksternal.
h. Jika terjadi shock, tangani dengan pemberian cairan.
3. Bidai
Cara melalukan pembalutan pada gigitan ular:

 Pasang balut “pressure bandage” lebar dari bagian bawah ke arah


atas termasuk pada bagian gigitan secepat mungkin dari kejadian
gigitan.

 Jangan lepaskan celana atau pakaian di tempat gigitan krn


pergerakan pada tempat gigitan memperbesar peluang meluasnya
racun ke peredaran darah.

 Balutan harus seketat seperti pada kejadain terkilir. Korban harus


menghindari gerakan yang tidak diperlukan.

 Perluas balutan selebar mungkin

19
 Setelah pembalutan pertama, lakukan pembidaian dengan
meletakkan bidai yang panjangnya menutupi dua sendi dari tungkai
yang terkena gigitan.

 Rekatkan dengan pembalutan dengan stabil. Jangan biarkan korban


berjalan.

Penatalaksanan gigitan serangga:


Segera lepas serangga dari tempat gigitannya, dengan menggunakan
minyak pelumas Setelah terlepas (kepala dan tubuh serangga) luka
dibersihkan dengan sabun dan diolesi calamine (berfungsi untuk
mengurangi gatal) atau krim antihistamin seperti diphenhidramin
(Benadryl). Bila tersengat lebah, ambil sengatnya dengan jarum halus,
bersihkan dan oleskan krim antihistamin atau kompres es bagian yang
tersengat.
g. Tes Diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu
protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis,
penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit.
2) Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas
sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.

4. Keracunan Gas
a. Karbon monoksida
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon
monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon

20
dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida
merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasal dan pada suhu udara
normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Tidak seperti senyawa CO
mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk
ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin.Sumber utama karbon
monoksida pada kasus kematian adalah kebakaran, knalpot mobil, pemanasan
tidak sempurna, dan pembakaran yang tidak sempurna dari produk-produk
terbakar, seperti bongkahan arang.
b. Manifestasi Klinis
1) Awal gejalanya yaitu :sakit kepala, mual, muntah, lelah, lesi pada kulit,
berkeringat banyak, pyrexia, pernapasan meningkat, mental dullness dan
konfusion, gangguan penglihatan, konvulsi, hipotensi, myocardinal, dan
ischamea.
2) Kemungkinan terjadi kematian akibat sukar bernafas sangat tinggi. Kematian
terhadap kasus keracunan karbon monoksida disebabkan oleh kurangnya
oksigen pada tingkat selular (cellular hypoxia).
3) Sel darah merah tidak hanya mengikat oksigen melainkan juga gas lain.
Kemampuan atau daya ikat ini berbeda untuk satu gas dengan gas lain. Sel
darah merah mempunyai ikatan yang lebih kuat terhadap karbon monoksida
dari pada oksigen. Sehingga jika terdapat CO dan O2, sel darah merah akan
cenderung berikatan dengan CO. Bila terhirup, karbon monoksida akan
terbentuk dengan hemoglobin (Hb) dalam darah dan akan terbentuk karboksi
haemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa. Ini disebabkan karbon
monoksida dapat mengikat 250 kali lebih cepat dari oksigen.
4) Mengganggu aktivitas selular lainnya yaitu dengan mengganggu fungsi organ
yang menggunakan sejumlah besar oksigen seperti otak dan jantung.
5) Gejala klinis saturasi darah oleh karbon monoksida adalah sebagai berikut:
a) Konsentrasi CO dalam darah kurang dari 20%, tidak ada gejala.
b) Konsentrasi CO dalam darah 20%, gejala nafas menjadi sesak.
c) Konsentrasi CO dalam darah 30%, gejala sakit kepala, lesu, mual, nadi
dan pernapasan meningkat sedikit.
d) Konsentrasi CO dalam darah 30% hingga 40%, gejala sakit kepala
berat, kebingungan, hilang daya ingat, lemah, hilang daya koordinasi
gerakan.

21
e) Konsentrasi CO dalam darah 40% sampai 50%, gejala kebingungan
makin meningkat dan setengah sadar.
f) Konsentrasi CO dalam darah 60% hingga 70%, gejala tidak sadar,
kehilangan daya mengkontrol feses dan urin.
g) Konsentrasi CO dalam darah 70% hingga 80%, gejala koma, nadi
menjadi tidak teratur, kematian karena kegagalan pernapasan
c. Patofisiologi
Gas CO masuk ke paru-paru inhalasi, mengalir ke alveo-li, terus masuk ke
aliran darah Gas CO dengan segera mengikat hemoglobin di tempat yang sama
dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin, untuk membentuk karboksi
hemoglobin (COHb) . Ikatan COHb bersifat dapat pulih/reversible.
Mekanisme kerja gas CO di dalam darah:
1) CO bersaing dengan oksigen untuk mengikat hemoglobin. Kekuatan
ikatannya 200-300 kali lebih kuat dibandingkan oksigen . Akibatnya, oksigen
terdesak dan lepas dari hemoglobin sehingga pasokan oksigen oleh darah ke
jaringan tubuh berkurang, timbul hipoksia jaringan.
2) COHb mencampuri interaksi protein heme, menyebabkan kurva penguraian
HbO2. Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan oksigen dari darah ke
jaringan tubuh. Proses terpenting dari keracunan gas CO terhadap sel adalah
rusaknya metabolisme rantai pernafasan mitokonria, menghambat komplek
enzim sitokrom oksidase a3 sehingga oksidasi mitokondria untuk
menghasilkan Adenosine Tri Posfat (ATP) berkurang. Ekskresi gas CO
terutama melalui respirasi, dimetabolisme menjadi karbon dioksida (CO2),
tidak lebih dari 1%.
d. Penatalaksaan
1. Antidote
a) Bawa pasien ke udara segar dengan segera, buka semua pintu dan jendela.
b) Longgarkan semua pakaian ketat.
c) Mulai resusitasi kardiopulmonal jika diperlukan.
d) Cegah menggigil, bungkus pasien dalam selimut.
e) Pertahankan pasien setenang mungkin.
f) Jangan berikan alkohol dalam bentuk apapun.
2. Penanganan syok
Tindakan Pada dasarnya tindakan pertama yang harus dilakukan
adalah melakukan ABC (airway, Breathing and Circulation) bukan mencari

22
penyebab Keracunan. Disini dimaksudkan adalah hal utama yang harus
dilakukan adalah stabilisasi pasien, lakukan prioritas masalah dan lakukan
tindakan yang sesuai. Contoh apabila diduga mengalami Keracunan dengan
gejala sesak segera bebaskan jalan nafas.
Stabilisasi
Lakukan stabilisasi dengan mengutamakan masalah utama yang ada.
Langkah stabilisasi adalah sebagai berikut:
a) Perhatikan dan tangani jalan nafas
b) Perhatikan perdarahan dan kontrol perdarahan jika ada.
c) Segera cegah dan tangani syok dengan pemberian produk darah jika
perlu.
d) Cari dan perhatikan adanya cidera yang berkaitan dengan proses
penyakit lain
e) Kaji, tetapkan, tangani status asam basa dan elektrolit.
f) Perhatikan status jantung (denyut nadi, suara, aliran dll) lakukan
pemeriksaan singkat, dengan penekanan pada wilayah-wilayah yang
mungkin memberi petunjuk ke arah diagnosis toksikologi,meliputi :
Tanda-tanda vital
Evaluasi yang teliti terhadap tanda-tanda vital yang meliputi
tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan tingkat kesadaran.
a) Mata
Mata merupakan sumber informasi yang penting untuk
toksikologis, karena beberapa kasus toksikologis
menyebabkanperubahan pada mata. Tetapi dalam
menentukan prognosis Keracunan gejala ini tidak bisa
dijadikan pegangan.
b) Mulut
Mulut mungkin menunjukkan tanda-tanda terbakar yang
disebabkan oleh unsur korosif atau mungkin menunjukkan
bekas tertentu yang menjadi cirikas dari suatu bahan
toksik.
c) Kulit
Kulit sering menunjukkan adanya kemerahan atau keluar
keringat yang berlebihan.

23
d) Abdomen
Perubahan bising usus biasanya menyertai perubahan
tingkat kesadaran. Pada kesadaran tingkat III biasanya
bising usus negatif, dan pada tingkat IV selalu negatif,
sehingga pemeriksaan ini bisa dipakai untuk mencocokkan
tingkat kesadaran, misalnya pada orang yang bersimulasi.
e) Sistem saraf
Seizure fokal atau deficit motorik menunjukkan adanya
lesi struktural daripada toksik atau ensefalopati metabolic
3. Oksigen Hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik menggunakan ruang bertekanan untuk
meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Tekanan udara di dalam ruang
oksigen hiperbarik adalah sekitar dua setengah kali lebih besar dari
tekanan normal di atmosfer. Hal ini membantu darah membawa oksigen
lebih banyak ke organ dan jaringan tubuh Anda.
Terapi hiperbarik dapat membantu mempercepat penyembuhan luka,
terutama luka terinfeksi. Terapi ini dapat digunakan untuk mengobati:

 Emboli udara atau gas


 Infeksi tulang (osteomielitis) yang belum membaik dengan perawatan
lain
 Luka bakar
 Keracunan karbon monoksida
 Beberapa jenis infeksi otak atau sinus
 Penyakit dekompresi (misalnya, cedera menyelam)
 Gangrene gas
 Infeksi jaringan lunak nekrosis
 Menyediakan cukup oksigen ke paru-paru selama prosedur
pembersihan paru-paru pada pasien dengan kondisi medis tertentu
 Cedera radiasi (misalnya, kerusakan akibat terapi radiasi untuk
kanker)
 Cangkok kulit
 Luka yang belum sembuh dengan perawatan lain (misalnya, ulkus
kaki pada penderita diabetes)

24
e. Tes Diagnostik
1) Elektrokardiografi
2) Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan adanya
aspirasi dan edema pulmonal.
3) Analisa GasDarah,
elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit,
termasuk natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda
oksigenasi yang tidak adequat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardia,
hipoventilasi, dan perubahan status mental.
4) Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.
5) Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin negatif
tidak berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat
tidak ada. Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin
secara rutin di dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif.

25
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Kaji gejala klinis yang tampak pada klien
b. Anamnesa informasi dan keterangan tentang keracunan dari korban atau dan
orang-orang yang mengetahuinya
c. Identifikasi sumber dan jenis racun
d. Kaji tentang bentuk bahan racun
e. Kaji tentang bagaimana racun dapat masuk dalam tubuh pasien
f. Identifikasi lingkungan dimana pasien dapat terpapar oleh racun
g. Pemeriksaan fisik
2. Diagnosa keperawatan
1. Tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat akumulasi
udara
2. Resiko kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan efek toksin pada
pencernaan
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan depresi sistem
saraf pusat
3. Intervensi

NO Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1. Setelah diberikan 1. Pantau tingkat/ 1. Mengetahui
asuhan keperawatan kedalaman dan tingkat
diharapkan jalan nafas pola pernafasan pernafasan klien
klien kembali efektif 2. Auskultasi bunyi 2. Mengetahui
dengan kriteria hasil: nafas bunyi pernafasan
1. Pasien mampu 3. Pertahankan klien
mempertahanka posisi tidur yang 3. Meningkatkan
n pola nafas nyaman, biasanya inspirasi
yang efektif dengan maksimal,

26
dengan tingkat peninggian kepala meningkatkan
pernafasan yang tempat tidur ekpansi paru
normal 4. Berikan tambahan 4. Meningkatkan
2. Paru-paru pasien oksigen pernafasan klien
bersih bebas dari
cianosis, dan
tanda-tanda
gejala hipoksia
yang lain
2. Setelah diberikan 1. Catat adanya 1. Mengetahui
asuhan keperawatan mual, muntah dan adanya tanda-
diharapkan kebutuhan diare tanda mual,
nutrisi klien terpenuhi 2. Berikan nutrisi muntah dan diare
dengan kriteria hasil: yang cukup pada 2. Untuk memenuhi
1. Nafsu makan klien kebutuhan nutrisi
meningkat 3. Ajarkan klien pada klien
2. BB naik untuk memakan 3. Untuk
3. Kebutuhan makanan yang menyeimbangkan
tubuh pasien seimbang nutrisi
akan nutri tetap 4. Kolaborasikan 4. Mengetahui
terpenuhi dengan ahli gizi adanya
4. Pasien tidak peningkatan
menunjukan status gizi klien
penurunan status
gizi nutrisi.
Seperti pasien
tidak tampak
mengurus, tugor
kulit tetap baik
3. Setelah diberikan 1. Kaji tingkat 1. Peningkatan
asuhan keperawatan kecemasan pasien kecemasan akan
diharapkan ansietas secara terus mengacu pada
klien menurun atau menerus pasien tidak mau
hilang dengan kriteris 2. Jelaskan tentang berespon
hasil: semua tindakan terhadap semua
1. Pasien akan yang akan tindakan yang

27
melaporkan dilakukan dilakukan
adanya tingkat terhadap pasien 2. Pasien akan
penurunan 3. Anjurkan pasien merasa aman dan
kecemasan yang untuk berdoa koopertif dalam
dialaminya sesuai dengan setiap tindakan
2. Pasien keyakinan pasien yang akan
menunjukan 4. Kolaborasikan diberikan
keadaan yang dengan dokter 3. Doa akan
relaksasi menyebabkan
3. Pasien dapat psikologis pasien
mengidentifikasi akan merasa
kan kecemasan aman
yang dialaminya 4. Mengetahui
dan mampu masalah klien
mengontrol diri yang belum
dari situasi teratasi

28
BAB IV
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala
klinis

B.   Saran
 Bagi petugas kesehatan hendaknya mengetahui jenis-jenis anti dotum dan penanganan
racun berdasarkan jenis racunnya sehingga bisa memberikan pertolongan yang cepat dan
benar.
 Bagi petugas kesehatan hendaknya melakukan penilaian terhadap tanda vital seperti jalan
nafas / pernafasan, sirkulasi dan penurunan kesadaran, sehingga penanganan tindakan
risusitasu ABC (Airway, Breathing, Circulatory) tidak terlambat dimulai.

29
DAFTAR PUSTAKA

Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis pendekatan Holistik Volume 2. Jakarta: EGC
Hardisman.2014.Gawat Darurat Medis Praktis. Padang : Gosyen Publishing
Krisanty, Paula.2009.Asuhan keperawatan Gawat Darurat.Jakarta.Trans Info Media

30

Anda mungkin juga menyukai