Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertambahan jumlah lansia di beberapa negara, salah satunya Indonesia, telah
mengubah profil kependudukan baik nasional maupun dunia. Hasil Sensus Penduduk
tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah 18,57
juta jiwa, meningkat sekitar 7,93% dari tahun 2000 yang sebanyak 14,44 juta jiwa.
Diperkirakan jumlah penduduk lansia di Indonesia akan terus bertambah sekitar 450.000
jiwa per tahun. Dengan demikian, pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di Indonesia
akan mencapai sekitar 34,22 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2010).
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam suatu negara adalah
semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduknya. Peningkatan usia harapan hidup
menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pembangunan nasional telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang semakin
membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lansia makin
bertambah.
Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 1998, menetapkan “Lanjut Usia” adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (Samsudrajat, 2011).
Di dalam proses kehidupan, lansia terbagi atas lansia potensial dan lansia tidak potensial.
Lansia potensial adalah lansia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta memiliki kebijakan, kearifan
dan pengalaman berharga yang dapat dijadikan teladan bagi generasi penerus. Namun
karena faktor usianya pula, lansia tersebut akan banyak menghadapi keterbatasan
(berbagai penurunan fisik, psikologis dan sosial), sehingga memerlukan bantuan
peningkatan kesejahteraan sosialnya (Samsudrajat, 2011). Sementara itu, lansia yang
tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya dan selalu bergantung kepada orang lain.
Peningkatan jumlah lansia tersebut, diakibatkan karena kemajuan dan
peningkatan ekonomi masyarakat, perbaikan lingkungan hidup dan majunya ilmu
pengetahuan, terutama karena kemajuan ilmu kedokteran dan kesehatan, sehingga
mampu meningkatkan usia harapan hidup (life expectancy). BKKBN (2012) menyatakan

0
bahwa usia harapan hidup penduduk Indonesia pada tahun 1980 hanya 52,2 tahun. Pada
tahun 1990, meningkat menjadi 59,8 tahun, tahun 1995 berkisar pada 63,6 tahun, tahun
2000 mencapai 64,5 tahun, tahun 2010 berada pada 67,4 tahun, dan tahun 2020
diperkirakan mencapai 71,1 tahun.
BKKBN (2012) menyatakan bahwa bertambahnya jumlah penduduk dan usia
harapan hidup lansia akan menimbulkan berbagai masalah antara lain masalah kesehatan,
psikologis, dan sosial ekonomi. Sebagian besar permasalahan pada lansia adalah masalah
kesehatan akibat dari proses penuaan, ditambah permasalahan lain seperti masalah
keuangan, kesepian, merasa tak berguna, dan tidak produktif. Tetap sehat di usia tua tentu
menjadi dambaan setiap orang, sehingga usaha-usaha menjaga kesehatan di usia lanjut
dengan memahami berbagai kemungkinan penyakit yang bisa timbul. Seperti menjaga
pola makan yang baik dengan mengkonsumsi makanan sumber energi yang seimbang,
tidak berlebihan atau kurang, makan yang teratur sesuai dengan waktu makan dan jenis
makanan yang sesuai dengan tidak mengabaikan manfaat dan kandungan gizinya.
Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia
mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan: (1) perubahan
penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit, (2) perubahan bagian dalam tubuh
seperti sistem saraf: otak, isi perut: limpa, hati, (3) perubahan panca indra: penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasa, dan (4) perubahan motorik antara lain berkurangnya
kekuatan, kecepatan dan belajar keterampilan baru. Perubahan-perubahan tersebut pada
umumnya mengarah pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan
berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum akan
berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari. Masalah umum yang dialami lanjut
usia yang berhubungan dengan kesehatan fisik, yaitu rentannya terhadap berbagai
penyakit, karena berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar.
Penyakit-penyakit yang sering diderita oleh lansia meliputi malnutrisi, hipertensi,
obesitas, diabetes melitus dan stroke.
Menurut data SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga), angka kesakitan lansia
masih tinggi. SKRT tahun 1980 menunjukkan angka kesakitan penduduk usia 55 tahun ke
atas sebesar 25,7 persen. Berdasarkan SKRT tahun 1986 angka kesakitan usia 55 tahun
15,1%, dan menurut SKRT 1995 angka kesakitan usia 45-59 sebesar 11,6 persen

1
( Wirakartakusumah, 2000). Strategi peningkatan kesehatan lansia ditempuh melalui
penurunan angka kesakitan dan jumlah keluhan lansia. Agar program penurunan AKL
dapat dicapai secara efektif dan efisien perlu didukung adanya sarana pelayanan
kesehatan dasar yang diperuntukkan bagi lansia seperti posyandu lansia dan Gerakan
Sadar Pangan dan Gizi (GSPG).
Posyandu lansia merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan bersumber daya
masyarakat atau UKBM yang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan
kebutuhan itu sendiri khususnya pada usia lanjut. Pelayanan kesehatan pada posyandu
lansia meliputi kesehatan fisik dan mental, emosional, dengan pencatatan KMS dan
pemantauan untuk mengetahui penyakit yang diderita lansia sejak dini atau ancaman
masalah kesehatan yang dihadapi dan perkembangannya. Posyandu lansia perlu
diupayakan dan mendapat perhatian dari pemerintah, keluarga dan masyarakat sehingga
dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan meringankan beban masyarakat khususnya
lansia.
Untuk mencapai tujuan agar Lansia dapat tetap sehat, aktif dan produktif baik di
wilayah desa maupun perkotaan, maka diperlukan peran aktif dari setiap generasi dalam
masyarakat, tidak terkecuali mahasiswa FK. Perlu keterlibatan mahasiswa FK dalam
upaya menyusun strategi pemberdayaan kaum lansia khususnya pada tingkat pelayanan
dasar berbasis masyarakat.

B. Tujuan Pembelajaran
Setelah melakukan kegiatan laboratorium lapangan diharapkan mahasiswa
memiliki kemampuan :
a. Mampu memahami peran dan fungsi posyandu lansia.
b. Mampu menjelaskan cara pengisian dan penggunaan KMS lansia.

2
c. Mampu menjelaskan kelainan-kelainan yang sering terjadi pada lansia beserta
pencegahan dan pengobatannya.
d. Memahami tatalaksana Diet Lansia dan pola hidup sehat Lansia.
e. Melakukan penyuluhan kesehatan komunitas tentang manfaat Posyandu Lansia
dalam meningkatkan kesehatan Lansia.
f. Melakukan pengumpulan dan analisis data tentang program posyandu, prevalensi
penyakit yang diderita lansia, serta upaya kuratif dan rehabilitatif.
g. Melakukan penilaian status depresi lansia dengan menggunakan Geriatric
Depression Scale dan MMSE (mini mental state examination).
h. Mampu melakukan pengamatan dan penilaian pada posyandu lansia setempat
dengan standar program posyandu lansia

BAB II
KEGIATAN YANG DILAKUKAN

Pelaksanaan field lab dengan topik Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
Pembinaan Posyandu Lansia kali ini dilaksanakan di Puskesmas Sukoharjo. Kegiatan
dilakukan sebanyak tiga kali dengan rincian sebagai berikut:
A. Hari Pertama
Hari/tanggal : Rabu, 23 April 2014

3
Waktu : 07.30 – 09.00
Tempat : Puskesmas Sukoharjo
Kegiatan : Survey, bimbingan, dan pengarahan
Kegiatan Field Lab hari pertama dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 23
April 2014. Pada hari pertama, kami mendapat bimbingan dari pihak Puskesmas
Sukoharjo. Pengarahan diberikan kepada instruktur dr. Ari Nurhayati. Beliau
memberikan materi seputar posyandu lansia dan diberikan pengarahan untuk
pelaksanaan pada hari ke dua field lab di posyandu lansia.
B. Hari Kedua
Hari/tanggal : Rabu, 7 Mei 2014
Waktu : 07.30 – 11.30
Tempat : Puskesmas Sukoharjo dan Posyandu Lansia
Kegiatan : Pelaksanaaan kegiatan posyandu lansia
Kegiatan Field Lab hari kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 7 Mei
2014. Di puskesmas Sukoharjo kami diberikan pengarahan bagaimana
pelaksanaan tentang posyandu lansia. Sembari menunggu keberangkatan menuju
posyandu lansia, kami mempersiapkan presentasi untuk kegiatan penyuluhan yang
akan kami laksanakan.
Kegiatan Posyandu Lansia dilaksanakan di salah satu rumah kader.
Kegiatan yang kami lakukan serta dibantu oleh kader adalah penimbangan berat
badan , pengukuran tekanan darah, senam lansia serta penyuluhan. Materi
penyulahan yang kami sampaikan meliputi hipertensi, diabetes mellitus, dan
osteoarthritis. Kami juga membagikan leaflet tentang hipertensi kepada para
lansia.
C. Hari Ketiga
Hari/tanggal : Rabu, 14 Mei 2014
Waktu : 10.00 - selesai
Tempat : Puskesmas Sukoharjo
Kegiatan : Laporan dan Presentasi kegiatan

Kegiatan hari ketiga ini adalah memberikan laporan kegiatan field lab
yang kami lakukan di Puskesmas Sukoharjo. Kami juga mempresentasikan hasil
laporan kegiatan KIE pembinaan posyandu lansia di hadapan Kepala Puskesmas ,
Instruktur serta pegawai Puskesmas Sukoharjo.

4
BAB III
PEMBAHASAN

Posyandu Lansia di Kelurahan Sukoharjo merupakan salah satu posyandu


binaan Puskesmas Sukoharjo yang kami kunjungi pada pelaksanaan Field Lab topik KIE

5
Lansia. Pelaksanaan kegiatan Posyandu Lansia pada saat kunjungan dihadiri oleh 40
orang namun terdapat 3 lansia yang tidak mengukur tekanan darah. Untuk mengetahui
target cakupan posyandu kita harus mengetahui jumlah lansia di wilayah posyandu
tersebut. Untuk mengetahui target cakupan posyandu lansia dapat ditentukan dengan
rumus sebagai berikut:
Target Cakupan = Jumlah sasaran yang hadir posyandu
x 100%
Jumlah sasaran lansia

Berdasarkan perbincangan kami dengan instruktur puskesmas serta penanggung


jawab posyandu lansia di puskesmas, target cakupan posyandu lansia di sukoharjo masih
dibawah cakupan yakni < 50%. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh karena para
lansia yang datang ke posyandu adalah para lansia yang memiliki keluhan kesehatan.
Lansia yang dalam kondisi sehat pada umumnya memilih menggunakan waktunya untuk
bekerja (terutama bekerja ke sawah atau ke ladang) sehingga tidak datang ke pelaksanaan
Posyandu Lansia. Hal ini memerlukan upaya sosialisasi kepada masyarakat untuk ke
depannya tentang fungsi Posyandu Lansia sebagai tempat screening keluhan kesehatan
lansia serta fungsinya sebagai upaya preventif awal dan promotif agar meminimalisasi
angka morbiditas dan mortalitas lansia. Sehingga diharapkan seiring dengan sosialisasi
yang terus dilakukan, jumlah peserta posyandu lansia yang datang pun semakin
meningkat.
Kegiatan Posyandu Lansia yang kami lakukan di Kelurahan Sukoharjo antara
lain:
a. Pendaftaran lansia
Pendaftaran dilakukan pertama kali ketika lansia datang.
b. Penimbangan serta pencatatan berat badan.
Pengukuran tinggi badan tidak dilakukan karena tidak tersedianya alat pengukur
tinggi badan di posyandu tersebut. Biasanya pengukuran tinggi badan dilakukan
setahun dua kali.
c. Pengukuran tekanan darah dan penilaian status depresi lansia menggunakan GDS
(Geriatric Depression Scale).
d. Penyuluhan kesehatan lansia.
e. Senam lansia

6
Dari hasil pemeriksaan tekanan darah yang terdapat pada lampiran, didapatkan
20 lansia yang bertekanan darah tinggi yaitu di atas 140/90 mmHg. 54% lansia yang
diperiksa di posyandu pada hari tersebut mengalami hipertensi. Keadaan hipertensi pada
lansia pada umumnya disebabkan oleh penurunan elastisitas pembuluh darah sehingga
kontraktilitas pembuluh darah menurun dan tahanan perifer meningkat.
Berdasarkan pemeriksaan status depresi pada lansia, didapatkan hasil yang
normal dimana didapatkan nilai yang < 5. Dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan,
lansia tersebut mengatakan bahwa beliau menikmati dan merasa senang dengan
kehidupannya yang sekarang. Beliau juga masih aktif dalam kegiatan sehari-hari seperti
memasak, berjualan, dan berinteraksi sosial. Namun beliau merasa sering lupa seperti
lupa menaruh barang. Penilaian status depresi ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada
perubahan perasaan, perubahan tingkah laku dan keluhan yang bersifat fisik pada lansia.
Pelaksanaan penyuluhan kesehatan secara keseluruhan berlangsung dengan
cukup baik. Materi penyuluhan telah diberikan dengan singkat dan menggunakan media
presentasi yang diharapkan dapat menarik perhatian peserta posyandu lansia. Materi-
materi yang kami presentasikan adalah materi yang memiliki kaitan erat dengan
kesehatan lansia, seperti hipertensi, diabetes mellitus dan osteoarthritis. Hanya saja
terdapat beberapa kendala, salah satunya yaitu kendala bahasa dari beberapa anggota
kelompok kami namun ternyata banyak lansia yang hadir dapat mengerti Bahasa
Indonesia sehingga kendala bahasa dapat diselesaikan. Selain itu, kemungkinan terdapat
kesalahpahaman antara kami dengan para lansia yang mengira kami akan memberikan
pengobatan kepada para peserta. Oleh karena itu, para lansia yang menanggapi dan
memberikan pertanyaan pada saat presentasi, sebagian besar menanyakan hal-hal tentang
keluhan kesehatan yang dialaminya dan menanyakan tentang pengobatannya. Hal ini
sebenarnya dapat diatasi dengan komunikasi yang baik sebelumnya antara kami dengan
para peserta posyandu lansia.
Senam lansia diikuti oleh seluruh lansia dan seluruh mahasiswa field lab serta
instruktur lapangan. Para lansia mengikuti senam ini dengan antusias yang tinggi. Mereka
tampak bersemangat untuk mengikuti gerakan dari instruktur. Tujuan dari senam lansia
ini adalah untuk menjaga kebugaran, melancarkan peredaran darah,dan mengurangi
kekakuan sendi serta otot.

7
BAB III
PEMBAHASAN

Kegiatan posyandu lansia pada tanggal 22 Mei 2013 dilaksanakan di 3 posyandu.


Tiga posyandu yang digunakan terletak di desa Tambak Boyo, desa Kedungan, dan desa
Bendo. Beberapa hal yang dilakukan di posyandu antara lain senam lansia, penyuluhan,
pemeriksaan, dan pengukuran Geriatric Depression Scale (GDS).

A. Posyandu Lansia di Desa Tambak Boyo


Pada posyandu lansia yang dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2013 kemarin, ada
beberapa hal yang dilakukan di Posyandu Tambak Boyo yaitu: pendataan, senam,
penyuluhan, dan pengobatan gratis.
Senam lansia dilakukan dengan tujuan untuk mengajarkan kebiasaan senam setiap
harinya dengan gerakan yang ringan kepada lanjut usia dan mengurangi imobilisasi pada
lansia.
Pendataan yang dilakukan oleh mahasiswa berupa pencatatan nama dan umur,
tinggi badan, berat badan, tekanan darah, serta hasil wawancara dengan menggunakan
pertanyaan Geriatric Depression Scale. Namun terjadi kekurangan pada pendataan yaitu
pada pencatatan tinggi badan dan berat badan dikarenakan sasaran yang datang tidak
serempak sehingga beberapa lansia sudah pulang lebih awal dan tidak sempat untuk
mencatat tinggi dan berat badannya.
Berdasarkan hasil pendataan tersebut diperoleh umur rata-rata dari masyarakat yang
mengikuti posyandu lansia yaitu 69 tahun dengan rentang umur mulai dari 58 tahun
sampai 90 tahun. Usia di bawah 65 tahun sebenarnya masih belum dapat dikatakan lanjut
usia, karena di Indonesia batas bawah seseorang dikatakan lanjut usia adalah 65 tahun,
namun pada kegiatan ini kami bermaksud untuk sekaligus menscreening dan
mendapatkan data dari setiap peserta posyandu lansia, sehingga kami melampirkan
peserta posyandu lansia meskipun dibawah 65 tahun.

Berikut merupakan keseluruhan pencatatan yang dilakukan pada posyandu tambak boyo:

No Nama Umur BB TB (cm) Tekanan Darah GDS

8
(tahun) (kg) (mmHg)
1 Widandi 60 60 154 150/90 9
Anastasya
2 Musyati 58 38 145 110/70 6
Sastro
3 Diharjo 69 49 161 140/90 6
4 Sri Mulyani 75 46 141.5 170/100 7
5 Surani Harto 61 69 152.5 120/80 7
Tomo
6 Harjono 60 46 150 190/100 5
7 Samadi 68 63 - 170/70 5
8 samiyem 60 - - 180/80 8
9 Wano 70 45 - 190/90 5
10 Surojo 78 51 150 140/80 9
Tarno Tidak
11 Winarjo 90 30 terdeteksi 130/60 10
12 Mangun 76 - - 170/90 9

1. Antropometri
Pada kegiatan lapangan kedua dilakukan pengukuran antropometri dan pencatatan
hasilnya oleh mahasiswa. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam
tubuh. Penilaian status gizi juga dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan antropometri
penilaian gizi berdasarkan ukuran tubuh seseorang. Untuk pengukuran anthropometri
pada lansia digunakan pengukuran yaitu :
a. Umur (Tahun)
b. BB (Berat Badan)
c. TB (Tinggi Badan)
Pengukuran antropometri yang kami lakukan di Posyandu Tambak Boyo yaitu
pengukuran tinggi badan, berat badan, dan umur. Namun pada kegiatan kali ini tidak
dilakukan penghitungan Indeks Massa Tubuh karena tidak adanya KMS lansia untuk
melihat perbandingan dengan pengukuran antropometri sebelumnya. Rumus menghitung

9
IMT yaitu dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat dari tinggi
badan dalam meter (kg/m²). Berikut adalah hasil penghitungan Indeks Massa Tubuh pada
lansia yang tercatat berat badan dan tinggi badan pada Posyandu Tambak Boyo:

No Nama Berat Badan (kg) Tinggi Bedan (cm) IMT (kg/m2)


1 Widandi 60 154 25.3
2 Anastasya Musyati 38 145 18.1
3 Sastro Diharjo 49 161 18.9
4 Sri Mulyani 46 141.5 22.9
5 Surani Harto 69 152.5 29.7
6 Tomo Harjono 46 150 20.4
7 Surojo 51 150 22.7

Standar untuk menilai status gizi dapat dlihat pada tabel dibawah ini.

Berdasarkan penyesuaian dengan kategori ambang batas IMT untuk Indonesia


didapatkan bahwa terdapat beberapa kategori di posyandu Tambak Boyo, yaitu:
1. Kurus
a. Tingkat Berat :-

10
b. Tingkat Ringan : 1 orang
2. Normal : 4 orang
3. Gemuk
a. Tingkat Berat : 1 orang
b. Tingkat Ringan : 1 orang
Setelah pengukuran antropometri seharusnya diberikan edukasi kepada
masyarakat berkaitan dengan rendah atau tingginya IMT masing-masing, namun
dikarenakan waktu yang tidak cukup untuk menghitung IMT masing-masing lansia,
akhirnya edukasi terhadap IMT masing-masing peserta tidak disampaikan. Hal ini
merupakan kendala karena mengakibatkan tidak tersampaikannya edukasi personal
kepada masing-masing lansia untuk melihat status gizi lansia dan tidak tersedianya KMS
sehingga tidak dapat dibandingkan dengan hasil pengukuran sebelumnya.
2. Tekanan Darah
Pelaksanaan KIE Posyandu Lansia di Puskesmas dapat dikatakan berhasil,
dikarenakan antusiasme dari setiap peserta yang ada. Pada saat mahasiswa memberikan
penyuluhan berupa materi Gizi pada Lansia, Hipertensi, dan Osteoartritis, ditanggapi
dengan antusias oleh para peserta, dengan memberikan pertanyaan seputar materi yang
disampaikan. Contohnya saja, beberapa peserta menanyakan tekanan darah yang normal
itu berapa, dan yang tinggi berapa, dikarenakan kecenderungan masyarakat lanjut usia
yang mempunyai tekanan darah tinggi di wilayah tersebut. Tekanan darah pada
keduabelas pasien dapat dihitung dikarenakan kebiasaan kontrol tekanan darah oleh para
lansia. Berdasarkan hasil screening tekanan darah dan disesuaikan dengan
pengelompokan berdasarkan JNC 7, diperoleh hasil sebagai berikut:

Klasifikasi TD TD Diastole Hasil Screening


Tekanan Darah (mmHg)
Sistole Posyandu
(mmHg)
Normal <120 Dan <80 1 orang

Prahipertensi 120-139 Atau 80-89 2 orang

Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99 3 orang

Hipertensi derajat 2 >160 Atau >100 6 orang

11
Tekanan darah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, dimana salah satunya
adalah usia. Pada manusia terjadi perubahan fisiologis seiring bertambahnya usia seperti
perubahan – perubahan fungsi berupa peningkatan tekanan darah sistolik, berkurangnya
vasodilatasi yang dimediasi beta adrenergik, dan penebalan dinding serta berkurangnya
elastisitas pada pembuluh darah. Perubahan fisiologis pada proses menua tersebut
mengakibatkan hasil screening peningkatan tekanan darah pada posyandu lansia dapat
bernilai positif palsu.

Kegiatan penghitungan Tekanan Darah pada Posyandu Lansia bernilai baik,


karena dapat membantu mengontrol tekanan darah dan pengelompokkan sesuai
kriterianya pada lansia sekaligus untuk memberikan penatalaksanaan pada pasien dengan
hipertensi. Penatalaksanaan hipertensi pada lanjut usia dapat dibedakan menjadi
modifikasi pola hidup dan terapi farmakologis. Pola hidup yang harus diperbaiki antara
lain menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alkohol,
meningkatkan aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan
asupan kalium yang adekuat, mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang
adekuat, menghentikan merokok, serta mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol.

3. Geriatric Depression Scale(GDS)


Skrining depresi pada lansia sangat penting untuk dilakukan. Selain itu, kegiatan
penghitungan GDS ini merupakan pertama kalinya dilakukan di Posyandu Tambak Boyo.
Kegiatan penghitungan dan pencatatan GDS perlu dilakukan kerena frekuensi depresi dan
adanya gagasan untuk bunuh diri pada lansia sangat tinggi. Skrining juga perlu dilakukan
untuk membantu edukasi pasien dan pemberi perawatan depresi, dan untuk mengikuti
perjalanan gejala-gejala depresi seiring dengan waktu.
Geriatric Depression Scale (GDS) adalah tes untuk skrining depresi yang mudah
untuk dinilai dan dikelola. Geriatric Depression Scale memiliki format yang sederhana,
dengan pertanyaan-pertanyaan dan respon yang mudah dibaca. Geriatric Depression
Scale telah divalidasi pada berbagai populasi lanjut usia, termasuk di Indonesia.
Geriatric Depression Scale terdiri dari 15 pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak
yang akan terjawab bila mewawancarai pasien secara personal yang kemudian dikategorikan
menjadi normal, predepresi, dan depresi. Keadaan normal tercapai bila diperoleh score 0-5.
Keadaan predepresi diperoleh bila score 6-10. Keadaan depresi diperoleh bila score mencapai

12
>10. Berdasarkan wawancara personal, mahasiswa dapat membuat tabel kategori sebagai
berikut:

No Nama GDS Kategori


1 Widandi 9 predepresi
2 Anastasya Musyati 6 predepresi
3 Sastro Diharjo 6 predepresi
4 Sri Mulyani 7 predepresi
5 Surani Harto 7 predepresi
6 Tomo Harjono 5 normal
7 Samadi 5 normal
8 samiyem 8 predepresi
9 Wano 5 normal
10 Surojo 9 predepresi
11 Tarno Winarjo 10 predepresi
12 Mangun 9 predepresi

Berdasarkan tabel kita dapat mengetahui bahwa 25% dari lansia yang hadir pada
posyandu Tambak Boyo mempunyai skala depresi yang normal, dibandingkan 75%
lainnya sudah memasuki tahap predepresi. Kegiatan penghitungan GDS bermanfaat
untuk puskesmas karena dapat mengetahui tingkat depresi pada lansia dan dapat
merencanakan kegiatan untuk mengurangi tingkat depresi lansia di posyandu tersebut.

B. Posyandu Lansia di Desa Kedungan


Tahap awal pelaksanaan posyandu didahului oleh pencatatan identitas peserta
posyandu lansia dan mengukur tekanan darah, serta berat badan. Setelah itu peserta
posyandu lansia di wawancarai untuk ditanyakan tentang GDS (Geriatric Depression
Scale).

No. Nama Tekanan Darah Berat Badan Skor GDS


1 Ibu Yuli S. 110/70 mmHg 58 kg 3
2 Ibu Eni S. 100/70 mmHg 48 kg 3
3 Ibu Syehmi 150/70 mmHg 54 kg 2
4 Ibu Sri Surati J. 130/80 mmHg 58 kg 2

13
5 Ibu A. Sri Peni I. 150/90 mmHg 45 kg 2
6 Ibu Herwiyati W. 110/80 mmHg 60 kg 2
7 Ibu Senen 130/80 mmHg 45 kg 5

Dari tabel di atas dapat dilihat tekanan darah paling tinggi terdapat pada ibu Sri
Peni, setelah kami bertanya diketahui bahwa Ibu Sri Peni memiliki kegemaran memakan
makanan gorengan, sehingga sesuai dengan teori kesehatan bahwa kolesterol yang
terkandung pada minyak penggorengan sudah dapat menimbulkan ketidakstabilan
hemodinamika, sehingga kami memberi saran bagaimana cara untuk mencegah dan
mengurangi kambuhnya hipertensi tersebut.
Kemudian untuk berat badan paling tinggi terdapat pada ibu Herwiyati yaitu 60
kg. untuk kategori lansia hal ini masih dianggap berat, mengingat semakin bertambahnya
usia, semakin lemah tubuh rentan akan suatu permasalahan, salah satunya berat badan
tinggi yang dapat menyebabkan penyakit-penyakit degeneratif dan penyakit lansia umum
seperti osteoarthritis, DM, dan hipertensi. Sehingga kami memberikan penyuluhan dan
informasi terkait.
Dan untuk skor GDS yang kami tanyakan kepada peserta posyandu lansia, rata-
rata memiliki range skor 2-5, dimana hal ini berarti para peserta kemungkinan tidak
mengalami depresi di hari tuanya. Pada GDS yang kami tanyakan, kebanyakan hasil
negatif (depresi) dikarenakan peserta” lebih senang tinggal di rumah daripada pergi ke
luar untuk mengerjakan sesuatu” dan beliau “merasa punya banyak masalah dengan daya
ingat dibanding kebanyakan orang”.

C. Posyandu Lansia di Desa Bendo


Pada pelaksanaan Field Lab KIE : Pembinaan Posyandu Lansia Guna Pelayanan
Kesehatan Lansia yang dilaksanakan pada 22 Mei 2013 di Desa Bendo, Kecamatan
Pedan Klaten. Pelaksaan yang dilakukan meliputi pembinaan senam lansia, penyuluhan
mengenai penyakit-penyakit degenerative dan gizi lansia serta penilaian derajat depresi
pada lansia.
Dari pelaksanaan yang dilakukan, dapat dilaporkan jumlah lansia yang hadir
sebanyak kurang lebih 32 orang dengan kedatangan yang bervariasi. Rentang umur lansia
yang hadir pun bervariasi. Dari mulai 61 tahun sampai dengan 80an tahun. Beberapa ibu-
ibu yang belum digolongkan sebagai lansia pun beberapa ada yang hadir dalam posyandu
lansia ini.

14
Secara keseluruhan, jalannya posyandu berjalan lancar. Walaupun banyak lansia
yang hadir, namun, acara tetap teratur dan tidak terlalu sulit dikarenakan posyandu yang
dilakukan tidak berbarengan dnegan posyandu balita. Namun, sempitnya waktu dan
sedikitnya tim, sehingga tidak memungkinkan kami mengukur tensi dan tinggi badan
semua lansia. Untuk pengukuran tinggi badan dan medikasi dilakukan oleh ibu-ibu kader
seperti biasanya.
Dari beberapa kegiatan yang dilakukan berikut pembahasannya.

1. Senam Lansia
Senam lansia dilakukan diawal acara sebelum masuk kedalam materi penyuluhan.
Sebelum dilakukan senam lansia, diberikan pengantar terlebih dahulu oleh Ibu Bidan, Bu
Sugeng. Pengantar mengenai pentingnya senam lansia dan kegunaannya. Setelah
diberikan pengertian mengenai maksud dan tujuannya, kami melakukan senam lansia
dengan diiringi musik. Dari senam yang dilakukan banyak yang antusias dan mengikuti
dengan baik. Namun ada beberapa lansia yang tidak kuat berdiri untuk mengikuti senam
lansia namun tetap mengikuti walaupun tidak dengan berdiri. Dari pengamatan saat
senam berlangsung, beberapa lansia memang memilki masalah pada mobilitas dan sendi
seperti Osteoartritis sehingga sulit bergerak. Beberapa juga sudah osteoporosis. Namun,
sejauh ini, pelaksanaan berjalan dengan baik.
2. Penyuluhan

Dari penyuluhan yang disampaikan kepada lansia yang hadir, banyak dari lansia
yang benar-benar memperhatikan dan antusias. Terlihat dengan banyaknya pertanyan
yang muncul pada sesi tanya jawab, bahkan ditengah-tengah penjelasan materi. Dari
pertanyaan dan feed back yang diperlihatkan oleh para lansia yang hadir, banyak dari
lansia yang mengeluhkan keju kemeng, sakit sendi, sulit tidur, sering pusing dan lelah
serta mata rabun. Adapa pula yang menanyakan perihal gizi, yang ternyata masih banyak
yang belum bisa menjaga pola makan sesuai yang dianjurkan. Namun, sudah sangat baik
beberapa yang memang rutin dating ke posyandu sehingga sudah sering mendapatkan
anjuran mengenai makan-makanan yang perlu dihindari atau pun yang harus dikonsumsi.

3. Penilaian Geriatric Depression Scale


Untuk penilaian derajat depresi lansia dengan Geriatric Depression Scale (GDS)
yang dilakukan memang belum maksimal, dari kurang lebih 32 lansia yang hadir, hanya
mampu dinilai tujuh lansia saja, dikarenakan banyak lansia yang tidak sabar menunggu

15
dan sudah kembali kerumahnya untuk melanjutkan aktivitasnya masing-masing. Hal ini
dikarenakan dari tim kami hanya terdiri dari tiga orang serta proses wawancara yang
memang cukup memakan waktu.
Geriatric Depression Scale (GDS) adalah tes untuk skrining depresi yang mudah
untuk dinilai dan dikelola. Geriatric Depression Scale memiliki format yang sederhana,
dengan pertanyaan-pertanyaan dan respon yang mudah dibaca. Geriatric Depression
Scale telah divalidasi pada berbagai populasi lanjut usia, termasuk di Indonesia.
Geriatric Depression Scale terdiri dari 15 pertanyaan dengan jawaban ya atau
tidak yang akan terjawab bila mewawancarai pasien secara personal yang kemudian
dikategorikan menjadi normal, predepresi, dan depresi. Keadaan normal tercapai bila
diperoleh score 0-5. Keadaan predepresi diperoleh bila score 6-10. Keadaan depresi
diperoleh bila score mencapai >10.
Berikut adalah data hasil penilaian GDS dari 7 orang lansia dalam posyandu Lansia
Desa Bendo.

No Nama GDS Kategori


1 Ngadiyem 9 predepresi
2 Hadisumarto 4 Normal
3 Wiryo Dikromo 8 predepresi
4 Harjo Sumito 8 predepresi
5 Trauno 7 predepresi
6 Ngatmini 6 predepresi
7 Mangunrejo 6 predepresi

Dari data diatas dapat disimpulkan 80% lansia dari7 orang lansia yan
diwawancarai sudah memasuki tahap predepresi. Hal ini mayoritas dikarenakan sudah
tidak memiliki pasangan hidup dan atau sudah ditinggal anak dan cucunya. Beberapa
juga didapatkan memiliki kekhawatiran yang cukup besar akan penyakit yang
dideritanya. Namun, dari 7 orang tersebut ada seorang lansia yang memang sangat
semangat dan produktif sekali hidupnya. Disini walaupun sudah tidak bersama anak dan
cucunya, Mbah ini masih bersama suaminya. Bahkan semangatnya dalam menjalani
hidup sangat Nampak dari sikap selama acara dan jawaban yang diutarakan saat
wawancara.

16
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
1. Posyandu lansia berperan dan berfungsi meningkatkan kesejahteraan lansia
dan mengatasi permasalahan terkait penuaan.
2. KMS lansia terdiri dari diagram berat badan per tinggi badan yang
digunakan untuk mengukur status gizi lansia.
3. Terdapat kelainan-kelainan yang sering terjadi pada lansia diantaranya
hipertensi, diabetes melitus, dan osteoarthritis.
4. Diet dan pola hidup sehat lansia diperlukan untuk menjaga kesehatan dan
menurunkan progresivitas penyakit pada lansia.
5. Manfaat posyandu lansia dalam meningkatkan kesehatan Lansia dapat
disosialisasikan melalui penyuluhan kesehatan komunitas.
6. Geriatric Depression Scale (GDS) dapat digunakan untuk menilai status
depresi lansia sedangkan Mini Mental State Examination (MMSE)
digunakan untuk menilai status mental pada lansia.
7. Pengamatan dan evaluasi posyandu lansia setempat dilakukan dengan
standar program posyandu lansia yang ada.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penambahan jumlah posyandu lansia sehingga sesuai target
yaitu sesuai dengan jumlah posyandu balita.
2. Perlu partisipasi yang lebih banyak dari para lansia dalam mengikuti
program posyandu lansia.
3. Perlu sosialisasi lebih di masyarakat tentang manfaat, peran, dan fungsi
posyandu lansia.
4. Pelaksanaan posyandu lansia di Puskesmas Sukoharjo, Kabupaten
Sukoharjo telah dilakukan dengan baik dan diharapkan dapat terus
dipertahankan dan ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (2012). Lansia. Jakarta:


http://www.bkkbn.go.id. Diakses pada tanggal 27 Mei 2013.

17
Badan Pusat Statistik (2010). Statistik Indonesia. Jakarta: BPS.

Samsudrajat, A. (2011). Menuju Lanjut Usia Aktif sebagai Aset Bangsa yang Efektif.
Peringatan Hari Lansia Tahun 2011. Jakarta: Komnas Lansia.

Wirakartakusumah (2000). For Elderly Welfare. Jakarta : Dokumen RAN Lansia.

18
Lampiran

19
20
GERIATRIC DEPRESSION SCALE (GDS)
SHORT FORM
Indonesian Translation
Translated and Back Translated by: Karel Karsten Himawan, M.Psi.

Pilihlah jawaban yang paling tepat sesuai dengan apa yang telah Anda rasakan selama 1 (satu)
minggu terakhir:

1. Pada dasarnya apakah Anda merasa puas dengan hidup Anda? YA

2. Apakah Anda mengurangi banyak kegiatan dan minat Anda? TIDAK

3. Apakah Anda merasa hidup Anda hampa? TIDAK

4. Apakah Anda sering merasa bosan? TIDAK

5. Apakah biasanya Anda memiliki semangat yang bagus? YA

6. Apakah Anda merasa takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada Anda? TIDAK

7. Apakah biasanya Anda merasa bahagia YA

8. Apakah Anda sering merasa tidak berdaya? TIDAK

9. Apakah Anda lebih memilih tinggal di rumah (kamar), daripada pergi keluar dan TIDAK
melakukan hal-hal yang baru?

10. Apakah Anda merasa mempunyai lebih banyak masalah dengan ingatan Anda YA
dibandingkan kebanyakan orang?

11. Apakah menurut Anda sangat menyenangkan bisa hidup hingga sekarang ini? YA

12. Apakah Anda merasa sangat tidak berharga dengan kondisi Anda sekarang? TIDAK

13. Apakah Anda merasa penuh semangat? TIDAK

14. Apakah Anda merasa keadaan Anda tidak ada harapan? TIDAK

21
15. Menurut Anda, apakah kebanyakan orang lebih baik daripada Anda? YA

TOTAL SKOR: ___ /15

22

Anda mungkin juga menyukai